LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

dokumen-dokumen yang mirip
Kedaulatan Pangan dan Pengembangan Ekonomi Maritim Berbasis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

KERAGAMAN KUALITAS AIR LAUT, GARAM RAKYAT, DAN GARAM EVAPORASI BERTINGKAT DI WILAYAH PESISIR JAWA TIMUR

TEKNOLOGI PENGOLAH GARAM RAKYAT SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR INDONESIA

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan juga termasuk produk yang tidak memiliki subtitusi (Suhelmi et al.,

Prosiding KONAS IX Surabaya, November 2014

KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL. Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016

Zainul Hidayah. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia

HUBUNGAN KANDUNGAN NATRIUM CHLORIDA (NaCl) DAN MAGNESIUM (Mg) DARI GARAM RAKYAT DI PULAU MADURA

RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN,

RANCANG BANGUN DUMP TANK DAN WASH TANK SECARA BERTINGKAT UNTUK MENINGKATKAN KADAR NaCl

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN GARAM KONSUMSI BERIODIUM

PEMBUATAN GARAM MENGGUNAKAN KOLAM KEDAP AIR BERUKURAN SAMA

PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT

PRODUKSI GARAM INDONESIA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (PENPRINAS MP3EI )

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

Rekristalisasi Garam Rakyat Untuk Meningkatkan Kualitas

Analisis Mutu Garam Tradisional di Desa Siduwonge Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

PERBANDINGAN PENGGUNAAN NAOH-NAH DENGAN NAOH-NA 2 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT IMPURITIES PADA PEMURNIAN GARAM DAPUR

I. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN, PENGEMASAN DAN PELABELAN GARAM BERIODIUM

So 4, K 3, HCO 3-, Br -, dan

PENGARUH KUALITAS BAHAN BAKU DAN F:S PADA PROSES PEMURNIAN GARAM DENGAN METODE HIDROEKSTRAKSI BATCH

GARAM INDUSTRI BERBAHAN BAKU GARAM KROSOK DENGAN METODE PENCUCIAN DAN EVAPORASI

IBM KELOMPOK USAHA PETANI GARAM DI KABUPATEN JEPARA: PENGEMBANGAN PROSES PRODUKSI GARAM UNTUK PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUK

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan 2. Tenaga Pengajar di jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

PUBLIKASI MEDIA KERJASAMA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL-3 (2-1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Prarancangan Pabrik Magnesium Oksid dari Bittern dan Batu Kapur dengan Kapasitas 40.

Deskripsi ALAT EVAPORASI-DESTILASI AIR TUA GARAM

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. melimpah. Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan jalur pergerakan

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

Pemurnian Garam Lokal Untuk Konsumsi Industri Syafruddin dan Munawar ABSTRAK

PENGUATAN INDUSTRI GARAM NASIONAL MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN DIVERSIFIKASI PRODUK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari

PROSES PELUNAKAN AIR SADAH MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM LAMPUNG ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara maritim terbesar dunia dengan luas laut 70 % dari total luas

SEMINAR TUGAS AKHIR PENYISIHAN KESADAHAN DENGAN PROSES KRISTALISASI DALAM REAKTOR TERFLUIDISASI DENGAN MEDIA PASIR OLEH: MYRNA CEICILLIA

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PLAT PENYERAP KACA DAN PAPAN MIKA TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM PADA PROSES DESTILASI ENERGI TENAGA SURYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

Prarancangan Pabrik Amonium Klorida dengan Proses Amonium Sulfat - Natrium Klorida Kapasitas Ton/ Tahun BAB I PENDAHULUAN

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR KOMODITAS PERGARAMAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Stoikiometri. OLEH Lie Miah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdirinya Pabrik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I-1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Purwadany Samuel Pouw, 2013

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Volume 5, No. 2, Oktober 2012 ISSN:

MATERI 1.1 Pengertian Materi Sebagai contoh : Hukum Kekekalan Materi 1.2 Sifat Dan Perubahan Materi Sifat Materi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prototip. Informasi Iklim dan Cuaca untuk Tambak Garam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI Pemetaan dan Identifikasi Fisika - Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur Penanggung Jawab Program Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. Ali Munazid, S.T., M.T. Aris Wahyu Widodo, S.T. Dibiayai oleh Kopertis VII Jawa Timur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Lanjutan Nomor 027/SP2H/PDSTRL/KL/II/2013 Tanggal 15 Pebruari 2013 UNIVERSITAS HANG TUAH DESEMBER 2013

HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian : Pemetaan dan Identifikasi Fisika Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur 2. Peneliti Utama a. Nama lengkap : Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. b. Jenis kelamin : L / PP c. NIP/NIK : - / 01120 d. Pangkat/Golongan : - e. Jabatan Struktural : - f. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala g. Fakultas/Jurusan : Teknik dan Ilmu Kelautan / Teknik Perkapalan h. Pusat Penelitian : Laboratorium Perancangan & Pemodelan i. Alamat : Jl. Arif Rahman Hakin No. 150, Keputih Sukolilo Surabaya. j. Telpon/faks : 031-5945864, 5945894 / 031-5946261 k. Alamat Rumah : Per. Pondok Jati II BI 19 Sidoarjo l. Telepeon/Faks : 08123534191 / - m. E-mail : bagiyo.suwasono@hangtuah.ac.id. 3. Jangka Waktu Penelitian : 2 (dua) tahun 4. Pembiayaan Tahun ke 2 Dikti : Rp. 75.000.000,- Univ. Hang Tuah : Rp. 10.000.000,- Mengetahui, Surabaya, 19 Desember 2013 Dekan FTIK Ketua Peneliti Dr. Viv Djanat Prasita, M.App.Sc. Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. NIK. 01050 NIK. 01120 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Drs. Karma Budiman, Apt. M.M. NIK. 02374 2

I. Identitas dan Uraian Umum 1. Judul Penelitian : Pemetaan dan Identifikasi Fisika - Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur. 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Bagiyo Suwasono, S.T, M.T. b. Jabatan : - c. Jurusan/Fakultas : Teknik Perkapalan / Teknik dan Ilmu Kelautan d. Perguruan Tinggi : Universitas Hang Tuah Surabaya e. Alamat Surat : Jl. Arif Rahman Hakin No. 150, Keputih Sukolilo Surabaya. f. Telpon/faks : 031-5945864, 5945894 / 031-5946261 g. E-mail : bagiyo.suwasono@hangtuah.ac.id 3. Tim Peneliti Nama dan Gelar No Akademik 1. Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. 2. Ali munazid, S.T., M.T. 3 Aris Wahyu Widodo, S.T. Bidang Keahlian Rekayasa Produktivitas dan Manajemen Industri Maritim Perancangan Bangunan Laut Oseanografi Instansi Alokasi Waktu (jam/minggu) Universitas Hang Tuah 10 Universitas Hang Tuah 8 Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan 8 4. Obyek Penelitian : Air Laut, Garam, Metode Evaporasi, Metode Pencucian 5. Masa Pelaksanaan Mulai ; Maret 2013 Berakhir : Desember 2013 6. Biaya Tahun ke 2 Dikti : Rp. 75.000.000,- Univ. Hang Tuah : Rp. 10.000.000,- 7. Lokasi Penelitian : Wilayah Laut dan Pesisir Jawa Timur 8. Temuan yang ditargetkan Keterkaitan wilayah zonasi antara lahan garam dan bahan baku air laut yang memiliki komposisi ion pada salinitas tertentu di Wilayah Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Pengaruh lumpur Sidoarjo terhadap terhadap perubahan parameter fisika kimia air laut sebagai bahan baku pembuat garam di wilayah pesisir Sedati Sidoarjo. 3

Model proses evaporasi air laut sebagai bahan baku pembuat garam dengan sistem pemanasan secara tertutup dan terbuka. Model proses pelembutan garam krosok melalui mesin disk mill dengan air tawar maupun air tua sebagai media pencuci. 9. Publikasi Ilmiah dan Paten Seminar Nasional Kelautan VIII, Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis IPTEKS untuk Kemakmuran Bangsa, UHT Surabaya, Kamis 24 Mei 2012. Judul makalah: Identifikasi Awal Garam Krosok dan Air Laut sebagai Komoditas Strategis di Wilayah Pesisir Jawa Timur. Jurnal Segara, ISSN 1907 0659, Terakreditasi LIPI Berdasarkan Nomor Akreditasi 110/AKRED-LIPI/P2MBI/10/2007, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Judul makalah: Identifikasi Fisika-Kimia dan Model Evaporasi Air Laut Pantai Utara Jawa Timur sebagai Bahan Baku Pembuat Garam Rakyat. Potensi paten sederhana, yaitu: Metode evaporasi air laut secara bertingkat atau Penambahan aliran fluida cair dan udara pada proses pencucian garam krosok di mesin disk mill. 10. Instansi lain yang terlibat SMK Sunan Drajat Lamongan, Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 11. Keterangan lain yang dianggap perlu Dengan memperhatikan kebijakan swasembada garam 2015, sejarah penggaraman nasional, permasalahan produksi maupun tata niaga garam, dan kebijakan zonasi di daerah, maka berbagai faktor tersebut akan menjadi angin segar dalam mendukung implementasi Program Swasembada Garam Nasional. Berbagai upaya pembaharuan data dan informasi tentang eksistensi lahan garam maupun kualitas bahan baku air laut di wilayah pesisir Jawa Timur melalui penelitian unggulan ini merupakan langkah awal untuk penelitian lebih lanjut tentang teknologi pemurnian air laut dan garam krosok dengan memanfaatkan kemampuan aliran fluida cair maupun udara. Sedangkan penelitian ini merupakan wujud kerjasama antara Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah (FTIK UHT), SMK Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pulitbang Sulap Balitbang KP KKP), maupun Rencana Induk Penelitian (RIP) dan Roadmap Penelitian tentang Garam yang disampaikan terlampir. 4

12. Kontribusi mendasar pada bidang ilmu Kontribusi keilmuan yang diberikan kepada ilmu manajemen produksi, kartografi, dan oseanografi merupakan gagasan fundamental dan orisinalitas untuk menjelaskan keterkaitan antara eksistensi lahan garam dan bahan baku air laut di wilayah pesisir Jawa Timur. Keterkaitan ini sebagai upaya peningkatan produktivitas garam rakyat melalui pengembangan IPTEK Zonasi Terintegrasi dengan metode pemurnian secara bertingkat. II. Substansi Penelitian ABSTRAK Teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2 (dua) jenis, yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total. Sedangkan kondisi 70% proses pembuatan garam rakyat dilakukan di lahan-lahan garam dengan luas kepemilikan relatif sempit (0,5 3 ha) dan menggunakan teknologi kristalisasi total, sehingga produk garam yang dihasilkan cenderung memiliki kadar NaCl berkisar 80% dengan produktivitas lahan mencapai 60 ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas garam rakyat belum memenuhi kategori yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesi (SNI) maupun upaya peningkatan produktivitas lahan yang lebih tinggi. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan data dan informasi terintegrasi antara lahan garam dengan bahan baku air laut melalui parameter fisika kimia di wilayah pesisir dan laut Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada periode musim panas dan panen garam rakyat di lokasi sekitar pesisir dan laut. Tahun pertama dilakukan pada 5 lokasi sampel di Pantai Utara Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Gresik, Porong, dan Sidoarjo), 2 lokasi sampel di Pantai Selatan Madura (Pamekasan dan Sumenep), dan 1 lokasi sampel di Pantai Selatan Jawa Timur (Sendang Biru Malang). Sedangkan tahun kedua dilakukan pada 3 lokasi sampel di Pantai Utara Jawa Timur (Garam Samudra Paciran Lamongan, Pasuruan, dan Probolinggo), 1 lokasi sampel di Pantai Timur Jawa Timur (Pantai Blimbingsari Banyuwangi), 1 lokasi sampel di Pantai Selatan Jawa Timur (Pantai Watu Ulo Jember), dan 1 lokasi sampel di Pantai Utara Madura (Pantai Cemara Kecamatan Tanjung Bumi). Kegiatan pemetaan lahan garam dan rencana titik pengambilan sampel garam rakyat maupun air laut menggunakan perangkat lunak Google Earth ArcGIS, eksisting lahan garam, dan beberapa data sekunder. Kegiatan fisika dilakukan pengamatan pasang surut dan kecerahan air laut, sedangkan untuk pengukuran dilakukan pada suhu dan salinitas air laut. Kegiatan kimia dilakukan pengamatan maupun perhitungan berbagai parameter yang berhubungan dengan komposisi ion air laut dan garam rakyat. Untuk kegiatan eksperimen dan uji coba dilakukan pada model evaporasi bertingkat dan disk mill untuk mendapatkan parameter fisika-kimia pada variasi kristal garam, variasi kepekatan air tua, berbagai endapan mineral, dan air distilasi. Hasil pengambilan sampel garam krosok memberikan informasi tentang kualitas kadar garam di wilayah Pantura Jawa Timur berkisar 85,19% NaCl 86,76% dan 5

Pantai Selatan Pulau Madura berkisar 76,43% NaCl 89,90%, sedangkan sampel air laut untuk parameter Na + < 10 gr/kg dan Cl - < 19 gr/kg. Ekperimen pertama menggunakan sebuah model evaporasi bertingkat yang berbahan baku air laut dengan integrasi 3 (tiga) energi (sinar matahari, gas elpiji dan udara bertekanan) menunjukkan hasil kualitas kadar garam berkisar 93,14% NaCl 94,40%, viskositas air tua berkisar 20 0 < Be < 30 0, senyawa terendapkan untuk parameter Ca 2+, Fe 2+ cenderung turun dan Mg 2+ cenderung naik, dan hasil air distilasi sebagai air mineral. Eksperimen kedua menggunakan model disk mill yang menunjukkan peran media air (tawar, payau, dan air laut) dan media udara dalam proses percepatan pencucian maupun peningkatan kadar garam. Kata kunci: parameter fisika kimia, air laut, garam rakyat, model evaporasi bertingkat, air tua, endapan mineral, air distilasi, model disk mill I. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan Kolaborasi RIP dan Roadmap Penelitian tentang Garam antara FTIK UHT dan Puslibang Sulap Balitbang KP KKP menunjukkan bahwa belum ada kegiatan penelitian mendasar sebagai masukan awal untuk potensi air laut sebagai bahan baku pembuat garam. Oleh karena itu hasil kegiatan penelitian berupa pemetaan dan identifikasi fisika kimia sumberdaya air laut akan menghasilkan sebuah data dan informasi tentang parameter fisika kimia sumberdaya air laut, dan sebuah model yang dapat menentukan lokasi dan waktu optimum untuk pengambilan bahan baku air laut yang berkualitas. Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001) menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) sumber garam yang diperoleh dari alam sampai dengan saat ini, yaitu: Air laut dan Air danau asin Garam yang bersumber dari air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia, dan Indonesia mencapai produksi ± 40%. Sedangkan yang bersumber dari air danau asin terdapat di Jordania, (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake), dan Australia mencapai produksi ± 20% dari total produk dunia. Deposit dalam tanah dan Tambang garam Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, dan Thailand yang mencapai produksi ± 40% dari total produk dunia. Air dalam tanah Jumlahnya sangat kecil sekali dan dinilai kurang ekonomis. Di Indonesia terdapat di wilayah Purwodadi Jawa Tengah. Di sisi yang lain untuk air yang berasal dari laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya. Kadar material lainya sebesar 3,5%, memberikan makna bahwa dalam 1.000 ml (1 liter) air laut terdapat 35 gram material, seperti mineral garam, gas terlarut, bahan organic, dan partikel tak terlarutkan. Komposisi 6 (enam) ion terbesar di dalam air laut pada salinitas 35 ppt (3,5 Be) adalah Cl -, Na +, K +, Mg 2+, Ca +, dan SO 4 2-, seperti pada Tabel 1. 6

Tabel 1. Komposisi Ion pada Salinitas 35 ppt No Ion Gram per Kg air laut 1 Cl - 19,3540 2 Na + 10,770 3 K + 0,3990 4 Mg 2+ 1,2900 5 Ca 2+ 0,4121 6 2- SO 4 2,7120 7 Br - 0,0673 8 F - 0,0013 9 B 0,0045 10 Sr 2+ 0,0079 11 IO 3 -, I- 6,0x10-5 Sumber : Riley and Skirrow, 1975 Air laut dengan kadar rata-rata seperti diatas mempunyai sifat-sifat/kelakuan kristalisasi berdasarkan perbedaan kepekatan, seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kepekatan dan Senyawa Terendapkan dari Air Laut Tingkat Kepekatan Giliran Mengkristal/Mengendap 3,00 16,00 Lumpur/Pasir/Fe 2 O 3 /CaCO 3 17,00 27,00 Gips (Kalsium Sulfat atau CaSO 4 ) 26,25 35,00 Natrium Klorida (NaCl) 27,00 35,00 Garam Magnesium 28,50 35,00 Natrium Bromida Sumber : Riley and Skirrow, 1975 Sedangkan sebagian besar proses pembuatan garam rakyat di Indonesia menggunakan teknologi kristalisasi total, sehingga produk garam yang dihasilkan cenderung memiliki kadar NaCl kurang dari 80%. Hal ini menunjukkan kualitas garam rakyat belum memenuhi kategori yang ditetapkan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kualitas Garam Berdasarkan Kandungan NaCl Kualitas Substansi Kandungan Air Kualitas I NaCl>98% Maksimum 4% Kualitas II 94.4%<NaCl<98% Maksimum 5% Kualitas III NaCl<94% Lebih dari 5% Sumber : Hernanto dan Kwartatmono, 2001 Sedangkan Pencanangan Program Swasembada Garam Konsumsi Tahun 2012 dan Garam Industri Tahun 2015 oleh Wakil Presiden Boediono di Ende Nusa Tenggara Timur, beserta Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa Indonesia masih mengimpor 55% kebutuhan garam nasional dari sejumlah negara. Produksi garam nasional pada 2009 mencapai 1,26 juta ton, jauh lebih rendah dari kebutuhan garam industri dan rumah tangga yang mencapai 2,86 juta ton per tahun, sedangkan produktivitas usaha garam nasional berkisar antara 60 70 ton per hektare per tahun, masih rendah dibandingkan Australia dan India yang sudah berada di atas 70 ton per hektare per tahun. Adapun strategi yang sudah disusun pemerintah untuk mencapai target swasembada garam 2015 adalah melalui pemberdayaan usaha garam rakyat melalui intesifikasi lahan aktif, revitalisasi lahan tidur, dan ekstensifikasi lahan baru 7

(Muhanda, 2010). Di sisi lain menurut Tanduk (2011) untuk menuju swasembada garam, kita masih terhambat pada dukungan infrastruktur (pelabuhan dan perkapalan), sentuhan teknologi, dan pengunaan lahan sebagai ladang garam industri dengan asumsi bahwa produktivitas usaha garam mencapai 100 ton per hektare per tahun (sedangkan Australia mencapai 200 ton per hektare per tahun). Dengan memperhatikan uraian di atas menunjukkan bahwa bahan baku garam yang berasal dari air laut terurai dalam komposisi ion, adanya tingkat kepekatan terhadap senyawa yang mengendap, proses pembuatan garam dengan metode evaporasi, strategi implementasi program swasembada garam 2015, tingkat produktivitas garam yang mencapai 60 70 ton per hektare per tahun, dan sentuhan teknologi, maka dalam penelitian fundamental ini ada 2 (dua) masalah mendasar yang dapat dijelaskan, yaitu: 1. Pemetaan dan identifikasi kesesuaian eksistensi lahan garam di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa Timur, Pantai Selatan Pulau Madura, dan Pantai Selatan Jawa Timur. 2. Pola dinamika parameter fisika kimia pada sumber bahan baku air laut maupun sebagai media pencuci untuk produk garam rakyat di wilayah Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. II. KAJIAN PUSTAKA Garam atau lebih dikenal dengan nama garam meja, termasuk dalam kelas mineral halida atau dikenal dengan nama halite, dengan komposisi kimia sebagai Natrium Klorida (NaCl) yang terdiri atas 39,3% Natrium (Na) dan 60,7% Klorin (Cl). Garam ini, umumnya berada bersama gypsum dan boraks, sehingga akan terendapkan setelah gypsum terendapkan pada proses penguapan air laut. Nama halite berasal dari Greek hals meaning salt (Kerry Magruder, Guidelines for Rock Collection). Beberapa sifat garam atau Natrium Klorida yaitu berbentuk kristal atau bubuk putih dengan sistem isomerik berbentuk kubus, bobot molekul 58,45 g/mol, dan larut dalam air (35,6 g/100 g pada 0 C dan 39,2 g/100 g pada 100 C). Garam dapat larut dalam alkohol, tetapi tidak larut dalam asam Klorida pekat, mencair pada suhu 801 C, dan menguap pada suhu diatas titik didihnya (1413 C). Hardness 2,5 skala MHO, bobot jenis 2,165 g/cm3, tidak berbau, tidak mudah terbakar dan toksisitas rendah, serta mempunyai sifat higroskopik sehingga mampu menyerap air dari atmosfir pada kelembaban 75% (Chemical Index, 1993). Gambar 1. Molekul NaCl atau Garam (Chemical Index, 1993) 8

Garam alami selalu mengandung senyawa Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Magnesium Bromida, dan senyawa runut lainnya, sehingga warna garam selain merupakan Kristal transparan juga bisa berwarna kuning, merah, biru atau ungu. Garam banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam produk dan diestimasikan sekitar 14.000 produk menggunakan garam sebagai bahan tambahan (The Salt Manufacturer s Association, United Kingdom). Di sisi yang lain Indonesia sebagai negara kepulauan hingga saat ini untuk proses pembuatan garam, khususnya garam krosok masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Madura. Sedangkan potensi luas lahan pegaraman di Indonesia mencapai ± 33.625 ha tetapi baru sekitar 17.623 ha (52,4%) yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi garam. Lahan garam tersebut tersebar di 7 propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulsel, NTB, NTT, dan Sulteng sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 4. Sedangkan kebutuhan garam pada tahun 2009 untuk konsumsi mencapai 700 ribu ton, dan di luar konsumsi mencapai 2.395 ribu ton. Selain itu garam juga digunakan untuk pengasinan ikan, industri khlor alkali, industri makanan, industri tekstil, penyamakan kulit, garam mandi/spa, perminyakan, farmasi dan perkebunan (Dit. Industri, 2009). Dari berbagai kebutuhan dan pengunaannya, maka garam sebagai komoditas akan selalu dibutuhkan manusia seperti halnya kebutuhan manusia akan makanan, sehingga fungsi garam untuk konsumsi tidak dapat digantikan. Oleh karena itu sifat garam menjadi lebih sensitif dan layak untuk diposisikan sebagai komoditas strategis. Manusia tanpa garam tidak mungkin hidup, karena garam bertindak sebagai pengatur aliran makanan dalam tubuh, kontraksi hati dan jaringan-jaringan dalam tubuh. Dalam tubuh orang dewasa, mengandung sekitar 250 gram garam (Pusriswilnon BRKP, 2006). Gambar 2. Kawasan Lahan Pegaraman Indonesia (Dirjen Bina Pasar & Distribusi Perdagangan Dalam Negeri, 2006) 9

Tabel 4. Data Areal dan Produksi Garam No Propinsi Luas Lahan (Ha) Produksi 2002 Nominatif Produktif Ton/Ha Ton % 1 ACEH -- -- -- 10.000 0,9 2 JABAR 2.787 1.746 74 130.000 11,9 3 JATENG 3.249 3.248 68 220.000 20,2 5 JATIM 13.047 9.713 59 570.000 52,2 6 BALI -- -- -- 2.200 0,2 6 NTB 1.574 1.052 58 61.000 5,6 7 NTT 9.704 304 33 10.000 0,9 8 SULSEL 1.264 1.260 56 70.000 6,4 9 SULTENG 2.000 300 60 18.000 1,6 Total 33.625 17.623 62 1.091.200 100 Sumber: Deperindag, 2003 Dari segi teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2 (dua) jenis, yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total. Kondisi 70% proses pembuatan garam yang dilakukan rakyat di lahan-lahan garam dengan luas kepemilikan lahan relatif sempit (0,5 3 ha) menggunakan teknologi kristalisasi total, dimana produktivitas lahan berkisar 60 ton per hektare per tahun dengan kualitas garam di bawah Standar Nasional Indonesi (SNI). Sedangkan kondisi 30% dilakukan oleh PT. Garam (Persero) dengan teknologi kristalisasi bertingkat, penyempurnaan tata lahan dan manajemen produksi lahan agar supaya menghasilkan produktvitas yang lebih tinggi dengan kualitas memenuhi SNI (Hernanto dan Kwartatmono, 2001). Bahan baku pembuatan garam yang berasal dari air laut akan memerlukan teknik-teknik khusus agar mineral-mineral yang kurang dikehendaki dapat dipisahkan. Mineral yang cukup banyak di dalam garam air laut adalah Natrium, Magnesium, Kalsium, Klorida dan Sulfat. Apabila Kalsium dan Magnesium dapat dipisahkan, maka Sulfat juga akan ikut, sehingga diharapkan garam yang dihasilkan akan mengandung kadar NaCl > 95%. Teknologi pembuatan garam yang telah dilakukan menggunakan metode penguapan atau evaporasi (evaporation) air laut dengan tenaga surya atau bahan bakar, metode elektrodialisis (ion exchange membrane), dan metode penambangan garam dari batuan garam (rock salt), seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Metode Evaporasi atau Penguapan dengan Sinar Matahari (Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006) 10

Menurut Jumaeri, dkk (2003) bahwa air laut yang diuapkan akan menghasilkan kristal garam, yang biasa disebut sebagai garam krosok. Apabila tidak ada proses lanjutan, maka garam krosok yang dihasilkan masih bercampur dengan senyawa lain yang terlarut, seperti MgCl 2, MgSO 4, CaSO 4, CaCO 3, KBr dan KCl dalam jumlah yang kecil. Untuk meningkatkan kualitas produk garam dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, pencucian garam, atau dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Sulityaningsih, dkk (2010) pengikat pengotor NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 dan NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 dapat dilakukan melalui metode kristalisasi air tua. Saksono (2002) menunjukkan bahwa proses pencucian dapat mempengaruhi komposisi garam. Persen Mg yang hilang akibat pencucian akan lebih besar dibandingkan dengan Ca. Ukuran partikel garam yang dicuci juga mempengaruhi efektifitas penghilangan kandungan Ca, Mg dan zat-zat pereduksi. Hal ini disebabkan karena bertambahnya luas permukaan kontak air pencuci dengan permukaan garam. Pencucian dengan menggunakan larutan garam, menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi larutan garam, maka semakin efektif dalam menghilangkan senyawa Mg dalam garam. Namun kehilangan garam juga semakin besar (18.6 %). Sedangkan untuk larutan pencuci dengan menggunakan air bersih, maka semakin tinggi rasio volume air dan garam akan semakin efektif untuk menghilangkan Mg. Namun dari segi kehilangan garamnyapun paling besar (39,4%), dibandingkan pencucian dengan air bersih lainnya. Program Iptekmas Garam yang diluncurkan oleh Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerjasan dengan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah menghasilkan sebuah produk unggulan berupa mesin pencucian garam krosok. Hasil uji coba untuk pencucian garam lokal Tuban menunjukkan bahwa masih ada senyawan lain yang terikat di dalam garam krosok, seperti lumpur, kerang, pasir, busa, dan senyawa terlarut lainnya. Sedangkan pencucian garam impor India relatif lebih bersih, hanya muncul pasir dan senyawa terlarut lainnya (Hendrajana dan Suwasono, 2010). Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa garam sebagai komoditas strategis yang berbahan baku air laut akan memerlukan berbagai perlakuaan khusus. Dari segi kualitas produk memerlukan eksplorasi dan eksploitasi data dari senyawa maupun dinamika air laut, berbagai sentuhan teknologi penguapan/evaporasi hingga kristalisasi, dan teknologi pasca panen. Dari segi produktivitas usaha garam memerlukan informasi berupa eksistensi maupun potensi lahan untuk dilakukan intensifikasi lahan aktif, revitalisasi lahan tidur, dan ekstensifikasi lahan baru. Sedangkan uraian tersebut belum menjelaskan model hubungan antara perubahan dinamika fisika - kimia sumber bahan baku maupun media pencuci terhadap tingkat kepekatan dan senyawa terendapkan dari air laut melalui promil maupun derajat Baume meter. Untuk hasil penginderaan jauh, survey lapangan, dan kajian kesuaian lahan garam di Pulau Jawa dan Madura oleh BAKOSURTANAL pada tahun 2010 yang dioleh melalui perangkat pengolah citra (ENVI) dan ArcGIS menunjukkan bahwa luas total hasil verifikasi lapangan di 3 (tiga) Propinsi Pulau Jawa dan Madura 11

mencapai 26.210,82 Ha, sedangkan data referensi mencapai 17.982 Ha. Luas lahan garam terbesar ditemukan di Kabupaten Sampang dan Sumenep dari Pulau Madura, kemudian menyusul Kabupaten Pati dan Indramayu dari Pulau Jawa. Pada tahun 2010 ini belum semua kebutuhan peta nasional lahan garam terpenuhi, khususnya untuk beberapa kabupaten di lingkup Pulau Jawa dan Madura yang belum disurvei dan beberapa kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura. Meskipun beberapa kabupaten lain, seperti Kerawang, Tuban, Surabaya, Sidorajo, Pasuruan, dan Probolinggo yang belum dilakukan verifikasi on the spot, namun luas area sentra produksi garam yang berhasil diverifikasi telah melebihi dari asumsi semula yang berhubungan dengan data yang beredar saat ini. Perbadingan data hasil survei verifikasi lahan garam Pulau Jawa dan Madura dan data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk wilayah yang sama relatif tidak berbeda jauh, tetapi dari porsi lahan yang diliput memberikan perbedaan yang cukup signifikan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Survei Lahan Garam di Pulau Jawa dan Madura No Kabupaten Kategori lahan Data Survei * Data Sekunder ** 1 Sumenep Lahan PT..Garam 3.317,65 2.767 Lahan PT. Garam 42,14 Lahan Rakyat 539,15 Lahan.Kerjasama PT. Garam dan Rakyat 108,77 2 Sampang Lahan PT..Garam 1.216,78 Lahan Rakyat 4.664,9 4.849 3 Pamekasan Lahan Rakyat 2.545,48 1.414 4 Gresik Lahan Rakyat 608,86 488 5 Pasuruan Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 157 6 Probolinggo Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 285 7 Surabaya Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 2.237 8 Sidoarjo Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 468 9 Lamongan Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 112 10 Tuban Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 270 Jumlah Propinsi Jatim (Ha) 13.043,73 13.047 11 Brebes Lahan Rakyat 489,92 84 12 Pati Lahan Rakyat 2.453,79 1.117 13 Rembang Lahan Rakyat 1.890,77 1.097 14 Demak Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 266 15 Jepara Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) - 625 Jumlah Propinsi Jateng (Ha) 4.834,48 3.189 16 Karawang Lahan Rakyat (Belum verifikasi ulang) 1.435,56 50 17 Cirebon Lahan Rakyat 2.730,75 1.106 18 Indramayu Lahan Rakyat 4.166,30 590 Jumlah Propinsi Jabar (Ha) 8.332,61 1.746 TOTAL LUAS LAHAN GARAM 3 PROPINSI (Ha) 26.210,82 17.982,00 Sumber : *) BAKOSURTANAL, 2010; **) Deperindag, 1999 12

Berdasarkan uraian dan tabulasi di atas menunjukkan bahwa luas lahan garam Propinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan 6 (enam) kabupaten yang belum diverifikasi, seperti Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo Pasuruan, dan Probolinggo. Dari segi kategori lahan belum menunjukkan data dan informasi berupa eksistensi maupun potensi lahan dalam kondisi intensifikasi untuk lahan aktif, revitalisasi untuk lahan tidur, maupun ekstensifikasi untuk lahan baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tentang pemetaan lahan garam, dinamika air laut, dan berbagai senyawa ion dapat diketahui lebih dini untuk menyiapkan bahan baku air laut, media pencuci, dan lahan garam dalam kondisi yang optimum. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan selama 1 (satu) tahun ditunjukkan pada diagram di bawah ini. Start Penentuan Lokasi Penelitian Berbasis Lahan Garam dan Dinamika Air Laut Wilayah Pantai Jawa Timur Google Earth Google Maps: Pemetaan Eksistensi dan Potensi Lahan Garam Pengambilan sampel dan Identifikasi Garam Krosok & Air Laut Uji Fisika Kimia Garam Krosok & Air Laut Model Disk Mill Air Laut & Garam Krosok Model Evaporasi Bertingkat Air Laut & Air Tua Lahan Garam Uji Fisika - Kimia Air Tua, Endapan & Garam Uji Fisika - Kimia Air Tua, Endapan & Garam Analisa Spatial - Statistika Air Laut, Garam, Evaporasi & Disk Mill Stop Gambar 4. Diagram Metode Penelitian 13

Penentuan Lokasi Penelitian Prioritas utama penentuan lokasi penelitian adalah sumber bahan baku dan lahan garam yang masih aktif maupun dalam kondisi intensifikasi/revitalisasi di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Prioritas kedua pada potensi sumber bahan baku dan lahan garam dengan kondisi ekstensifikasi di sekitar wilayah Pantai Selatan Jawa Timur dan Pantai Utara Madura. Selain itu, kegiatan penelitian ini diarahkan pada musin kemarau dan panen garam rakyat. Sedangkan penentuan lokasi untuk pengambilan sampel garam krosok dan air laut di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura didasarkan pada pola pasang surut air laut (Wyrtki, 1961) dan data hasil survey lahan garam (Deperindag, 1999; BAKOSURTANAL, 2010). Gambar 5. Pasut Air Laut Indonesia (Wyrtki, 1961) Identifikasi dan Pemetaan Lahan Garam Identifikasi luas lahan garam milik rakyat maupun industri di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura dengan kondisi intensifikasi, revitalisasi, dan ekstensifikasi (BAKOSURTANAL, 2010). Kegiatan pemetaan dilakukan dengan menggunakan Google Earth ArcGIS software pada lahan-lahan garam dalam kondisi intensifikasi, revitalisasi, dan ekstensifikasi maupun berbagai attribut yang melekat. Pengambilan sampel Pengambilan sampel garam krosok dilakukan pada hasil kristalisasi lahan garam maupun gudang penyimpanan garam krosok milik rakyat yang berada di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Sedangkan pengambilan sampel air laut dilakukan dengan menggunakan perahu tradisional milik rakyat dengan arah mendekati lahan garam dan titik di bawah 1,5 meter 14

dari permukaan air laut pasang, dimana titik tersebut digunakan oleh para petambak garam sebagai sumber utama bahan baku pembuatan garam krosok. Area Sampel Gambar 6. Batas Pantai dan Laut (Bengen, 2002; UU No.32 Tahun 2004; UU No.27 Tahun 2007) Model Evaporasi dan Disk Mill Pengembangan model evaporasi secara bertingkat dilakukan dengan kegiatan rancang bangun sebuah alat evaporasi air laut maupun air tua dari lahan garam dengan ukuran skala laboratorium. Hasil akhir berupa air tua dengan berbagai ukuran viskositas, endapan non garam, dan endapan kristal garam. Eksperimen metode ini mengadopsi metode evaporasi secara bertingkat dan menggunakan tenaga panas matahari serta disesuaikan pada kondisi pembuatan garam krosok di lahan yang didasarkan pada konsep Portugis. Gambar 7. Prose Pembuatan Garam Krosok (Purbani, 2002) Sedangkan pengembangan model disk mill dilakukan dengan kegiatan rancang bangun sebuah alat pelembut garam krosok dengan air laut sebagai media pencuci pada ukuran skala mini plant. Hasil akhir berupa garam halus, air tua dengan berbagai ukuran viskositas, dan endapan non garam. Uji Parameter Fisika dan Kimia. Identifikasi dan pengujian parameter fisika dan kimia adalah proses eksplorasi dan eksploitasi berbagai parameter fisika dan kimia yang ada pada sumberdaya 15

air laut. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran dan pengamatan di sekitar wilayah Pantai Jawa Timur dan Pulau Madura. Adapun parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi kualitas bahan baku pembuat garam adalah pasang surut, arus, suhu, salinitas, kecerahan, substrat dasar, unsure hara dan kandungan oksigen yang terlarut. Pengamatan secara visual untuk parameter fisika dilakukan pada saat survey berlangsung, seperti diameter dan kebersihan garam krosok, maupun temperatur, kecerahan dan salinitas air laut. Sedangkan pengujian parameter kimia dilakukam di Laboratorium Kimia pada Fakultas Saintek Univ. Airlangga Surabaya dengan pendekatan Teori Rilley dan Skirrow tahun 1975 untuk air laut, Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/5/2011 untuk kualitas garam krosok, dan Standar Nasional Indonesia atau SNI tahun 2000/2010 untuk garam konsumsi beryodium. Tabel 6. Kualitas Garam Krosok Kualitas %NaCl Tampilan Fisik Ukuran Harga Butiran (Rp/kg) KP1 94,7 Putih bening dan Bersih Min 4 mm 750 KP2 85 NaCl < 94,7 Putih Min 3 mm 550 Sumber : Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No 02/DAGLU/PER/5/2011 Tabel 7. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium Persyaratan No Jenis Uji Satuan SNI 01-3556- 2000 Persyaratan SNI 3556:2010 1 Kadar air (H 2 O) (b/b) % Maks 7 Maks 7 2 Kadar NaCl (natrium klorida) Dihitung dari jumlah klorida % Min 94,7 Min 94 (Cl) (b/b) adbk 3 Bagian yang tidak larut dalam air (b/b) adbk % - Maks 0,5 4 Yodium dihitung sebagai kalium iodat (KIO 3 ) adbk mg/kg Min 30 Min 30 5 Cemaran logam: 5.1 Kadmium (Cd) mg/kg - Maks 0,5 5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks 10,0 Maks 10,0 5.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10,0-5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 5.4 Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 Catatan: b/b adalah bobot/bobot dan adbk adalah atas dasar bahan kering Analisa Spasial - Statistika Analisa dilakukan dengan pendekatan spasial dan statistika deskriptif - inferensial (Mendenhall & Sincich, 1992) untuk memperoleh informasi tentang kualitas produk garam krosok, garam halus, viskositas air tua, maupun parameter kimia pada air laut dan air tua. IV. LUARAN PENELITIAN Berdasarkan pasut air laut dan keberadaan lahan garam di wilayah Pulau Jawa dan Madura, maka lokasi titik pengambilan sampel yang telah direncanakan di wilayah Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura meliputi Tuban, Lamongan, 16

Gresik, Sidoarjo, Pamekasan, dan Sumenep, seperti ditampilkan pada Gambar 8 dan Tabel 8. Sedangkan hasil pengujian sampel untuk garam krosok dan air laut juga ditampilkan pada Tabel 9 hingga 11. Gambar 8. Peta Lokasi Sampel Jawa Timur (Google Maps) Tabel 8. Pengambilan Sampel Tahun 2012 dan 2013 GPS No Lokasi Bujur Bujur Selatan Timur 1 Tuban 6 0 54 10,7 112 0 07 54,8 Paciran, Lamongan 6 0 52 28,0 112 0 23 31,6 2.1 3 Delegan, Gresik 6 0 54 14,5 112 0 29 25,2 2.2 4 Garam Sumudra Ponpes Sunan Drajat Muara Kali Porong (Lumpur Sidoarjo) Jenis Pasut Harian Tunggal Jenis Sampel Garam Krosok Garam krosok Air laut Garam krosok Air laut 6 0 52 29,7 112 0 23 31,6 Air laut 7 0 33 54,2 112 0 52 21,2 Air Laut 5 Sedati, Sidoarjo 7 0 25 59,6 112 0 Garam krosok 47 48,4 Air laut 6 Pamekasan Campuran, 7 0 14 47,5 113 0 Garam krosok 31 14,8 Madura Condong ke Air laut Harian 7 Sumenep Madura 7 0 02 50,5 113 0 Garam krosok 55 08,2 Tunggal Air laut 9 Klesik Pasuruan 7 0 37 37,1 112 0 54 12,2 Air laut 10 Pajarakan Probolinggo 7 0 44 48,6 113 0 23 14,1 Air laut 13 Bangkalan Madura 6 0 53 44,5 113 0 36 48,2 Air laut 8 Sendang Biru 8 0 25 59,9 112 0 41 08,6 Malang Campuran, Air Laut 11 Blimbingsari, Condong ke 8 0 19 26,3 114 0 21 30,7 Banyuwangi Harian Ganda Air laut 12 Watu Ulo Jember 8 0 25 32,3 113 0 34 13,9 Air laut 17

Definisi pola pasut ait laut pada lokasi pengambilan sampel menurut Wyrtki (1961) adalah sebagai berikut: 1. Harian Tunggal (Diurnal Tide) adalah pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Ini terdapat di Tuban, Paciran Lamongan, Garam Samudra Ponpes Sunan Drajat, dan Delegan Gresik. 2. Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) adalah pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Ini terdapat di Muara Kali Porong Lumpur Sidoarjo, Sedati Sidaorjo, Pademawu Pamekasan, Kaliageti Sumenep, Klesik Pasuruan, Pajarakan Probolinggo, dan Cemara Bangkalan Madura. 3. Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) adalah pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda. Ini terdapat di Sendang Biru Malang, Blimbingsari Banyuwangi, dan Watu Ulo Jember. Tabel 9. Hasil Uji Garam Krosok Non Yodium No Lokasi % NaCl % Ca % Mg % K % SO 4 % Kadar Air 1 Tuban 86,13 0,028 0,0029 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 12,92 2 Lamongan 87,55 0,347 0,5170 0,034 0,724 Tdk diperiksa 3 Gresik-1 84,22 0,180 0,0076 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 8,69 4 Gresik-2 82,31 0,280 0,0099 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 9,68 5 Gresik-3 86,17 0,280 0,0125 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 5,47 6 Gresik-4 87,01 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa 7 Gresik-5 87,39 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa 8 Gresik-6 86,48 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa 9 Sedati 86,51 0,207 0,5471 0,0426 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 10 Pamekasan 76,90 0,056 0,0028 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 10,33 11 Sumenep-1 83,11 0,082 0,0059 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa 12 Sumenep-2 89,35 0,145 0,0051 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2012 Identifikasi prosentase NaCl dari hasil uji garam krosok non yodium dengan pendekatam Mendenhall dan Sincich (1992) adalah sebagai berikut: 1. Statistika Diskripsi y = s =!!!!!!!!!!!"!!!!!! Diskripsi untuk Pantura Jawa Timur Rata-rata NaCl sebesar 85,97% dengan standar deviasi mencapai 1,683 Diskripsi untuk Selatan Pulau Madura Rata-rata NaCl sebesar 83,12% dengan standar deviasi mencapai 6,225 Diskripsi untuk untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura Rata-rata NaCl sebesar 85,26% dengan standar deviasi mencapai 3,282 2. Statistika inferensial dengan uji estimasi dengan α = 10% dan 1 arah! x ± t!!!;! (3)! (1) (2) 18

Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur Interval NaCl sebesar 85,94% ± 0,7838849 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 85,19% hingga 86,76% Estimasi rata-rata untuk Selatan Pulau Madura Interval NaCl sebesar 83,12% ± 6,77830079 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 76,34% hingga 89,90% Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura Interval NaCl sebesar 85,17% ± 1,29144177 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 83,97% hingga 86,55% Tabel 10. Uji Parameter Kimia Air Laut pada Temperatur 30,9 ~ 33,2 0 C Pamekasan Sumenep Gresik No Parameter 2,5 %o 28,5 %o 27,5 %o Lamongan 28,5 %o Satuan Berat ion air laut dalam gram per kilogram 1 Na + 1,2889 4,1652 4,5996 4,6564 2 K + 0,05385 0,33215 0,31575 0,34440 3 Mg 2+ 4,364 x 10-4 4,384 x 10-4 4,191 x 10-4 4,270 x 10-4 4 Ca 2+ 0,08885 0,36265 0,32475 0,33230 5 Sr 2+ 0,0020846 0,0062790 0,0064770 0,0066661 6 Cl - 2,5300 17,4320 16,1670 17,432 7 2- SO 4 0,4919 3,0274 3,0150 3,0524 Satuan Berat cemaran logam dalam miligram per kilogram 1 Tembaga (Cu) <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 2 Timbal (Pb) <3,760 x 10-4 <3,760 x 10-4 <3,760 x 10-4 <3,760 x 10-4 3 Kadmium (Cd) <1,047 x 10-5 <1,047 x 10-5 <1,047 x 10-5 <1,047 x 10-5 4 Raksa (Hg) <3,683 x 10-4 <3,683 x 10-4 <3,683 x 10-4 <3,683 x 10-4 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2012 Diskripsi Tabel 10 pada hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan unsur utama garam relatif kecil (Na + berkisar 4,1652 hingga 4,6564 gram/kg air laut, dan Cl - berkisar 16,167 hingga 17,432 gram/kg air laut) apabila dibandingkan dengan pendekatan dari Relley dan Skirrow tahun 1975 (Na + mencapai 10,770 gram/kg air, dan Cl - mencapai 19,3540 gr/kg air laut). Demikian juga kondisinya untuk komposisi ion-ion yang lain. Tabel 11. Uji Parameter Fisika-Kimia Air Laut No Parameter Paciran Pasuruan Probolinggo Banyuwangi Jember Madura Utara Parameter Fisika 1 Jam 12.47 10.00 20.00 12.59 17.44 20.40 2 Temperatur 0 C 30,7 32,0 30,0 28,5 27,0 26,8 3 Humidity % RH 46,0 62,3 71,8 65,6 79,8 65,3 4 Salinitas % 0 33,0 28,0 33,0 30,0 35,0 32,0 Parameter Kimia 1 Na + (g/kg) 6,928 6,5063 7,3972 7,3531 7,4926 6,5159 2 Cl - (g/kg) 17,9131 15,9648 17,6923 18,5615 18,9899 16,9315 3 Ca 2+ (g/kg) 0,3723 0,3421 0,3765 0,3861 0,3990 0,3623 4 Mg 2+ (g/kg) 0,0180 0,0195 0,0179 0,0185 0,0178 0,0181 5 Fe 2+ (g/kg) 2,0053.10-4 4,5674.10-4 1,1658.10-4 4,3559.10-4 Td 4,9825.10-4 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2013 19

Diskripsi Tabel 11 pada hasil uji fisika air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan temperatur kawasan Pantai Utara Jawa Timur berkisar 30,0 0 C hingga 32,0 0 C, dan kawasan Pantai Timur hingga Selatan Jawa Timur berkisar 26,8 0 C hingga 28,5 0 C. Sedangkan prosentase humidity kawasan Pantai Jawa Timur berkisar 46,0 % RH hingga 79,8 % RH, dan tingkat salinitas kawasan Pantai Jawa Timur berkisar 28,0 % 0 hingga 35,0 % 0. Kondisi ini menujukkan ada fenomena yang berbeda antara kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai Jawa Timur. Sedangkan pada hasil uji kimia air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan parameter Na > 7 g/kg terletak di wilayah Probolinggo, Banyuwangi, dan Jember, dan untuk parameter Cl - > 17 g/kg terletak di wilayah Paciran, Probolinggo, Banyuwangi, dan Jember. Sedangkan parameter Ca 2+ > 0,3 terletak di semua wilayah studi (Paciran, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Jember, dan Madura Utara). Kondisi ini menunjukkan capaian rata-rata parameter Na mencapai 65,29% dari pendekatan Rilley dan Skirrow (1975) dengan besaran 10,770 g/kg, sedangkan parameter Cl - rata-rata mencapai 91,33% dari besaran 19,354 g/kg. Gambar 9. Pengambilan Sampel Air Laut Tahun 2012 dan 2013 Gambar 10. Sampel Air Laut di Muara Kali Porong (BPLS & BPOL, 2011) 20

Tabel 12. Uji Parameter Kimia Air Laut Sekitar Lumpur Sidorajo dan Selatan Jatim No Parameter Air Muara Air Muara Kali Sedati Sendang Biru Kali Porong Porong Sebelah Sidoarjo S5 Malang S8 Seb. Utara S41 Selatan S42 1 Na + (g/kg) 9,4115 Belum dilakukan Belum dilakukan 9,5595 2 K + (g/kg) 0,2626 0,1790 0,2900 0,2859 3 Mg 2+ (g/kg) 1,3695 0,1460 0,1540 1,5202 4 Ca 2+ (g/kg) 4,1601 0,4276 0,5305 4,4872 6 Cl - (g/kg) 17,692 10,485 15,877 19,183 7 NaCl (g/kg) 2,92 1,73 2,63 3,16 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2012 Diskripsi Gambar 10 pada lokasi survey di Muara Kali Porong dan Tabel 12 pada hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan kadar unsur utama garam NaCl relatif lebih rendah (NaCl sebelah Utara 1,73% dan Selatan 3,63%) apabila dibandingkan dengan Sedati Sidorjo (NaCl 2,92%) dan Sendang Biru Malang (NaCl 3,16%). Dengan demikian alternatif pengembangan lahan garam di sekitar muara Kali Porong tidak direkomendasikan, tetapi sebaliknya untuk wilayah Selatan Jawa Timur yang diwakili Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai lahan garam masa depan. Hasil eksperimen teknologi model evaporasi air laut yang dilaksanakan dengan menggunakan energi panas matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan, seperti ditampilkan pada Gambar 11 dan 12. Elpiji Air Laut Alat Thermal Semi Boiler Bak Kristalisasi -1 Alat Thermal Flat Bak Kristalisasi - 2 Kompressor Air Tua Gambar 11. Skematis Model Evaporasi Air Laut, 2012 Gambar 12. Model Evaporasi Air Laut Bertingkat Skala Laboratorium, 2012 Gambar 12 menunjukkan kegiatan pemurnian air laut diawali dengan memasukkan air laut ± 3 0 BE ke dalam alat thermal yang berkapasitas maksimum 2 x 40 liter. Kegiatan selanjutnya adalah proses evaporasi air laut menjadi air tua menggunakan energi sinar matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan minimum 6 kg/cm 2. Hasil 21

pengukuran tingkat kepekatan pada proses pembuatan air tua sebagai bahan baku pembuat garam maupun hasil uji kimia ditampilkan pada Tabel 13 hingga 16. Tabel 14. Proses Evaporasi dengan Bahan Baku dari Air Laut Jam Bahan Baku ± 0 BE ± 0 C ± ltr Keterangan 11.00 4 30 12 Hm = 45 % Air Laut RH 12.00-40 - - Sinar Matahari 12.30-56 - Mulai kondensasi Gas Elpiji 13.00 2 70 - - Udara Bertekan 14.40 4 82 - - Sirkulasi Tertutup 16.30 8 71 3,7 Air kondensat = 2,6 ltr 09.00 Air Laut 9,5 28 3,7 Endapan warna merah bata Sumber : Kemitraan FTIK UHT, Balitbang KP KKP, Bengkel Teknik Utomo Batu, 2012 Diskripsi Tabel 13 untuk proses evaporasi air laut menunjukkan ada kenaikan viskositas dari 4 0 BE hingga mencapai 8 0 BE selama 5,5 jam dengan dukungan energi panas dari sinar matahari dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Kegiatan lanjutan berupa proses pendinginan hingga memperoleh viskositas 10 0 BE dan ada endapan berwarna merah bata. Tabel 14. Proses Evaporasi Bahan Baku dari Air Tua Lahan Garam Jam Bahan Baku ± 0 BE ± 0 C ± ltr Keterangan 10.30 20 30 40 Hm = 64 % RH 15.30 23 70 - Hm = 52 % RH 09.00 24 28 - Endapan awal garam warna putih Air Tua 11.45 23 69,5 - - Sinar Matahari Hm = 65,6 % 09.00 Gas Elpiji 24 26,9 - RH Endapan awal garam warna putih Udara Tekan 12.00 23 82,1 - Hm = 45,1 % RH 15.00 23,5 83,5 Hm = 44,7 % RH Air kondensat 1,9 ltr Sumber : Kemitraan FTIK UHT, Balitbang KP KKP, Bengkel Teknik Utomo Batu, 2012 Diskripsi Tabel 14 untuk proses evaporasi air tua yang diperoleh dari lahan garam menunjukkan ada kenaikan viskositas dari 20 0 BE hingga mencapai 23 0 BE dalam 3 hari berturut-turut selama 6 jam dengan dukungan energi panas dari sinar matahari dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Proses pendinginan hingga memperoleh viskositas 24 0 BE dan endapan garam berwarna putih. Gambar 13. Hasil Air Tua, Endapan Mineral, dan Air Mineral, 2012 22

Tabel 15. Hasil Uji Air Tua, Kristal Garam, dan Air Mineral No Sampel Na + K + Ca 2+ Mg 2+ Cl - NaCl Satuan Berat ion air tua dalam gram per kilogram 1 10 0 BE 28,5557 0,6836 1,0391 0,1264 47,588 7,84 2 20 0 BE 77,5542 1,9533 0,5484 0,0923 129,011 21,27 3 22 0 BE 90,1694 2,2036 0,3451 0,0858 149,876 24,71 4 23 0 BE 93,5760 2,4564 0,2657 0,7931 154,228 25,43 5 31 0 BE (Lahan + ) 107,3396 2,8880 0,3145 9,2938 204,315 33,69 Satuan Berat kristal garam dalam gram per kilogram 1 Evaporasi 383,994 2,3109 2,1747 2,1606 572,480 94,40 2 Lahan + 372,839 0,4109 1,6237 2,8660 564,826 93,14 Satuan Berat air mineral dalam gram per kilogram 1 Air Kondensat 0,0181 2,9 x 10-3 9,74 x 10-3 1,89 x 10-2 0,149 0,02 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2012 Diskripsi Gambar 13 pada hasil proses evaporasi bertingkat menunjukkan berbagai variasi air laut, air tua, dan endapan mineral termasuk Kristal garam. Tabel 15 pada hasil uji air tua (10 hingga 31 0 BE) menunjukkan kecenderungan naik pada ion Na +, K +, Mg 2+, dan Cl -, sedangkan kecenderungan turun pada ion Ca 2+. Hasil endapan Kristal garam pada proses model evaporasi bertingkat maupun perlakukan khusus di lahan garam milik H. Amiril Pamekasan Madura menunjukkan kadar garam lebih dari 90%, sedangkan air kondensat menunjukkan adanya indikasi sebagai air mineral untuk dikonsumsi masyarakat di sekitar wilayah lahan garam. Tabel 16. Hasil Uji Endapan Mineral No Sampel Ca 2+ Mg 2+ Fe 2+ Cl - CO 3 Satuan Berat ion endapan mineral dalam gram per kilogram 1 10 0 BE 36,8605 33,5637 6,6552 Belum dilakukan Ada 2 20 0 BE 155,4701 11,2240 4,2311 Belum dilakukan Tidak ada 3 22 0 BE 204,7318 13,0184 0,6261 Belum dilakukan Tidak ada 4 23 0 BE 5,8688 6,2985 - Belum dilakukan Tidak ada 5 31 0 BE (Lahan + ) 5,0648 42,6008 0,2522 Belum dilakukan Tidak ada Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK UHT dan Balitbang KP KKP, 2012 Diskripsi Tabel 16 pada hasil uji endapan mineral (10 hingga 31 0 BE) menunjukkan kecenderungan turun pada ion Fe 2+, sedangkan kecenderungan siklus naik turun atau sebaliknya adalah ion Ca 2+ dan Mg 2+. Sedangkan rancang bangun disk mill skala mini plant dengan air laut sebagai media pencuci garam ditampilkan pada Gambar 14 hingga 16. Air Tua ± 20 0 Be Air: Tawar/Payau/Laut Bak - 1 Bak - 2 Garam Halus & Air Tua Disk Mill Udara Garam Halus Basah Garam Krosok Gambar 14. Skematis Model Disk Mill, 2013 23

Gambar 15. Desain 3D Disk mill SS 304, 2013. Gambar 16. Model Disk mill SS 304 Filler 316, 2013 24

Diskripsi Gambar 14 hingga 16 pada hasil proses pelembutan garam krosok dengan menggunakan mesin disk mill menunjukkan adanya perlakuan secara bersama-sama antara garam krosok, udara, dan air tawar/payau/laut/tua. Perlakuan ini memberikan pengaruh pada kecepatan proses pelembutan garam krosok dengan estimasi kapasitas maksimum mencapai 1 ton/jam. V. KESIMPULAN Kegiatan pemetaan dan identifikasi garam krosok, air laut, air pekat, dan senyawa terendapkan sebagai komoditas strategis di wilayah Jawa Timur dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pemetaan dan identifikasi mineral air laut sebagai bahan baku pembuat garam menunjukkan adanya perbedaan berat pada komposisi ion dan pengaruhi jenis pasang surut maupun dinamika arus. 2. Eksistensi lahan garam di wilayah Pantura Jawa Timur masih dapat dipertahankan. Sedangkan pengembangan lahan garam di sekitar muara Kali Porong tidak direkomendasikan, tetapi alternatif pengembangan di wilayah Selatan Jawa Timur sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lahan garam masa depan. 3. Uji fisik air laut sebagai sumber bahan baku kristal garam dan media pencuci garam krosok menunjukkan ada fenomena perbedaan pada temperatur, humidity, dan salinitas di beberapa kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai Jawa Timur. 4. Uji estimasi dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan kadar NaCl untuk garam krosok wilayah Jawa Timur berkisar 83,97% hingga 86,55%. Ini memberikan indikasi bahwa ada 2 (dua) upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar NaCl, yaitu: (a) manajemen pengelolaan lahan garam, dan (b) sentuhan teknologi evaporasi bertingkat maupun pemurnian garam krosok. 5. Model teknologi evaporasi untuk air laut menunjukkan metode bertingkat lebih baik daripada kristalisasi total. Metode evaporasi secara bertingkat memberikan keunggulan pada proses kecepatan penguraian dan pengendapan unsur mineral air laut hingga mencapai tingkat kepekatan 23 0 BE untuk memperoleh garam krosok dengan kadar NaCl yang tinggi, disamping itu muncul potensi air mineral sebagai dampak dari hasil proses evaporasi air laut itu sendiri. 6. Model teknologi disk mill untuk garam krosok menunjukkan perlakuan masukan secara bersama-sama antara garam krosok, udara, dan air tawar/payau/laut/tua memberikan pengaruh pada kecepatan proses pelembutan garam krosok dengan yang mencapai kapasitas maksimum mencapai 1 ton/jam. 25

VI. REKAPITULASI BIAYA TAHUN KEDUA No Jenis Pengeluaran Jumlah (Rupiah) Dikti UHT 1 Peneliti dan Admin/Laboran 14.720.000,00 0 2 Bahan habis 51.480.000,00 6.700.000,00 3 Perjalanan 3.300.000,00 3.300.000,00 5 Laporan dan Publikasi 5.500.000,00 0 JUMLAH Rp. 75.000.000,00 10.000.000,00 VII. DAFTAR PUSTAKA Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006, Teknologi Garam Artemia dan Produk Terkait Lainnya, BPPT, Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di Indonesia. Anonim, 1993, Sodium Chloride dalam Chemical Index. Anonim,, The Salt Manufaturers Association, Manchester, United Kingdom. BAKOSURTANAL, 2010, Peta Lahan Garam Indonesia Edisi Jawa dan Madura, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bengen, D.G., 2002, Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis DAS, Seminar HUT LIPI, 25 26 September, Jakarta. BPLS & BPOL, 2011, Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan Muara Kali Porong, Laporan Akhir, Kerjasama antara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dengan Balai Penelitian dan Observasi Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dit. Industri Kimia Hilir Dit. Jend, 2009, Agrokim, Paper Rapat Pengadaan dan Penyerapan Garam Tahun 2009. Hendrajana, B. & Bagiyo Suwasono, 2010, Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat, Laporan Akhir Iptekmas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hernanto, B. & Kwartatmono, D.N., 2001, Teknologi Pembuatan dan Kendala Produksi Garam di Indonesia, Prosiding Forum Pasar Garam Indonesia, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jumaeri, Sugiyo, Mahatmanti, Widhi, 2003, Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Semarang. Kerry Magruder,, Halite, Guidelines for Rock Collection. Mendenhall, W. and Sincich, 1992, Statistics for Engineering and the Science, Third Edition, Maxwell Macmillan International Editions, New York. 26