BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I-1

RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI PADA KERAWANAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

Bencana Benc Longsor AY 11

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

penghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa longsorlahan adalah proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula akibat adanya gaya gravitasi. Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai tingkat kejadian longsor yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah negara-negara di Asia Tenggara, dengan upaya pencegahan dan penanggulangannya yang relatif masih rendah. Cooke dan Doornkamp (1994) dalam Purnomo (2012), mengemukakan bahwa faktor yang perlu diketahui untuk penilaian kejadian longsorlahan adalah lereng, drainase, batuan dasar, tanah, bekas-bekas kejadian longsorlahan sebelumnya, iklim dan pengaruh manusia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komponen lereng yang digunakan untuk menentukan bahaya longsorlahan adalah kemiringan, panjang, bentuk, dan ketinggian, aspek batuan yang berpengaruh terhadap longsorlahan adalah struktur pelapisan batuan dan kerapatan kekar, dan 5

aspek tanah yang berpengaruh terhadap stabilitas lereng adalah indeks plastis, tekanan pori, kohesi, tekanan normal, serta sudut gesek. 2.2. Jenis-Jenis Longsorlahan Longsorlahan merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Faktor-faktor yang mengontrol terjadinya proses pelongsoran itu sendiri ada yang berasal dari faktorfaktor pengontrol gangguan kestabilan lereng, dan ada yang berasal dari proses pemicu longsoran (Subagio, 2008 dalam Anwar 2012). Menurut Subowo, (2003) dalam Anwar (2012) Ada 5 jenis tanah longsor di Indonesia diantaranya : A. Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. B. Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir bentuk rata. Longsoran ini disebut longsoran translasi blok batu. C. Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal 6

hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. D. Rayapan Tanah Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. E. Aliran Bahan Rombakan Jenis longsorlahan ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. 2.3. Kerawanan Longsorlahan Rawan bencana adalah keadaan atau ciri-ciri khusus geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, mereda, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI No 24 th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 1 ayat 14). 7

Disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji kerawanan longsorlahan adalah Geografi dan Geomorfologi. Geografi mempunyai tiga macam pendekatan untuk mengkaji fenomena yang ada di lingkungan, yaitu pendekatan spasial, ekologikal, dan kompleks wilayah. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983 dalam Suranto 2008). Analisis longsor di dasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya kelongsoran (Sugalang dan Siagian, 1991 dalam Indracahya 2015) : 1. Geologi : meliputi sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah pelapukan, susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi 2. Morfologi : aspek yang di perhatikan adalah kemiringan lereng dan permukaan lahan 3. Curah hujan : meliputi intensitas dan lama hujan 4. Penggunaan lahan : meliputi pengelolaan lahan dan vegetasi penutup 5. Kegempaan : meliputi intensitas gempa 2.4. Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap 8

penggunaan lahan. Lahan mempunyai sifat keruangan, unsur estetis dan merupakan lokasi aktivitas ekonomi manusia. Keberadaannya sangat terbatas, oleh karena itu diperlukan pertimbangan dalam pemanfaatannya agar memberikan hasil yang optimal bagi perikehidupan. Lahan yang berkualitas dapat dimanfaatkan untuk banyak kegiatan dan banyak jenis tanaman (Mather, 1986 dalam Ishak 2008). Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan macam sumberdaya yang merajai dan macam serta intensitas interaksi yang berlangsung antar sumberdaya (Notohadiprawiro, 2006). 2.5. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan. Tata guna lahan terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu: tata guna yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan, hal ini merupakan sumber daya manusia dan tanah yang berarti ruang, hal ini merupakan sumber daya alam serta memerlukan dukungan berbagai unsur lain seperti air, iklim, tubuh tanah, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya. Jadi secara prinsip dalam tata guna lahan diperhitungkan faktor geografi budaya atau faktor geografi sosial dan faktor geografi alam serta relasi antara manusia dengan alam (Jayadinata, 1999 dalam Suranto 2008). 9

Karnawati (2003) dalam Suranto (2008) menyatakan bahwa penggunaan lahan dapat menjadi faktor pengontrol gerakan tanah dan meningkatkan resiko gerakan tanah karena penggunaan lahan akan berpengaruh pada tutupan lahan (land cover) yang ada. Tutupan lahan dalam bentuk tanaman-tanaman hutan akan mengurangi erosi. Adapun tutupan lahan dalam bentuk permukiman, sawah dan kolam akan rawan terhadap erosi, lebih-lebih lahan tanpa penutup akan sangat rawan terhadap erosi yang akan mengakibatkan gerakan tanah. Penggunaan lahan dibedakan dalam garis besar, yaitu penggunaan lahan berdasar atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dapat dikenal macammacam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun, hutan produksi, hutan lindung, dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi lahan permukiman, industri, dan lain-lain (Anonim, tt dalam Indracahya 2015). 2.6. Lahan Kebun Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebidang lahan, biasanya di tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khususnya sebagai tempat tumbuh tanaman.(anonim,tt) Pengertian kebun bersifat umum karena lahan yang ditumbuhi tumbuhan secara liar juga dapat disebut kebun, asalkan berada di wilayah permukiman. Dalam keadaan demikian, kebun dibedakan dari hutan dilihat dari jenis dan 10

kepadatan tumbuhannya. Dalam ungkapan sehari-hari, kebun sering kali digunakan untuk menyebut perkebunan (seperti "kebun karet" atau "kebun kelapa") terutama bila ukurannya tidak terlalu luas dan tidak diusahakan secara intensif komersial. Kata kebun juga dipakai untuk menyebut pekarangan dan taman. Kebun dapat merupakan suatu pekarangan, namun tidak selalu demikian. Keseluruhan atau sebagian kebun dapat ditata menjadi taman(anonim,tt). 2.7. Risiko Bencana Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.(uuri No 24 th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 1 ayat 17). Adapun pengurangan risiko bencana dapat di definisikan sebagai macam-macam aktivitas yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Tim PBSA UGM (2010) Menurut Bakornas PB (2006) dalam Saputra (2015), dalam pengelolaan bencana (disaster management), risiko bencana adalah interaksi antara kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang ada. Tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapai ancaman tersebut semakin meningkat. Besarnya risiko bencana dapat dinyatakan dalam bersarnya kerugian yang terjadi (harta, jiwa, cedera) untuk suatu besaran kejadian tertentu. 11

2.8. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Hari Purnomo (2012) melakukan penelitian Risiko Bencana Longsorlahan Pada Lahan Pertanian di Wilayah Kompleks Gunungapi Strato Kuarter Arjuno Jawa Timur, menggunakan metode Survey, observasi lapangan dan laboraturium hasil yang di peroleh adalah Peta Bahaya Longsorlahan, peta kerentanan terhadap longsorlahan, peta kapasitas terhadap longsorlahan Penelitian yang dilakukan oleh Suwarno (2003) melakukan penelitian Bahaya dan Risiko Longsorlahan di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, menggunakan metode metode survei dengan pendekatan satuan medan dengan Hasil dari penelitian yaitu kelas bahaya longsorlahan dan kelas risiko longsorlahan. 12

Tabel 2.1. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian terdahulu PENELITI JUDUL TUJUAN METODE HASIL Nugroho Hari Purnomo, 2012 Suwarno, 2003 Anggit Purwoto, 2016 Risiko Bencana Longsorlahan Pada Lahan Pertanian di Wilayah Kompleks Gunungapi Strato Kuarter Arjuno Jawa Timur Bahaya dan Risiko Longsorlahan di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen Risiko Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Kebun di Sub Daerah Aliran Sungai Logawa Kabupaten Banyumas. Menyusun model konseptual risiko bencana longsorlahan pada lahan pertanian tanaman semusim di wilayah gunungapi strato Mempelajari dan mengklasifikasika n agihan tingkat bahaya longsorlahan dan risiko yang diakibatkan longsorlahan di daerah penelitian Mengetahui Risiko Longsorlahan pada penggunaan lahan kebun di Sub Daerah Aliran Sungai Logawa Kabupaten Banyumas Survey, observasi lapangan dan laboraturium Metode survey dengan pendeketan satuan medan Metode Survey deksriptif Peta Bahaya Longsorlahan, Peta Kerentanan Longsorlahan. Kelas bahaya longsorlahan dan kelas risiko longsorlahan Peta Risiko Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Kebun Sumber : Nugroho Hari Purnomo, 2012; Suwarno, 2003; dan Anggit Purwoto, 2016. 13

2.9. Landasan Teori berikut ini. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka dapat disusun landasan teori Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air atau bidang luncur. Kerawanan longsorlahan adalah keadaan atau ciri-ciri khusus geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, mereda, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan. Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebidang lahan, biasanya di tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khususnya sebagai tempat tumbuh tanaman. 14

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 2.10. Kerangka Pikir Lahan Kerawanan Longsorlahan Penggunaan Lahan Risiko Bencana Lahan Kebun Longsorlahan Peta Risiko Longsorlahan Pada Penggunaan Lahan Kebun Gambar 2.1. Diagram Alur Kerangka Pikir 2.10. Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Risiko longsorlahan pada penggunaan lahan kebun di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas <20% Kategori tinggi. 15