BAB I PENDAHULUAN. sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia yaitu sebesar 8%.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung ringan. bervariasi setiap individu (Kaplan dan Sadock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. setelah katarak. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI SERANGAN STROKE DI RUANG STROKE RUMAH SAKIT FAISAL MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kecemasan bisa muncul sebagai respon terhadap stres, di mana stres

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. siapapun dan dimanapun tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, dan ras.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN SEBELUM MENGHADAPI PRAKTIK KLINIK DI RUMAH SAKIT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat observasi analitik non-eksperimental dengan

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta dan diprediksikan meningkat hingga 1,5 miliar pada tahun Lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan yang memasuki usia premenopause akan melonjak dari 107 juta

BAB I PENDAHULUAN. (Fidianty & Noviastuti, 2010). Menurut Taylor (2006) kecemasan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai hal yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Namun di era

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Gejala ini alamiah, karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Glaukoma. Apakah GLAUKOMA itu?

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

A. Latar belakang masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

BAB I PENDAHULUAN. 202 juta di tahun 1950 menjadi 831 juta di tahun Jumlah ini diperkirakan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. Stress, rasa takut dan ansietas adalah kondisi yang. sangat sering terjadi dan mudah ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari segi usianya, siswa-siswi SMP merupakan remaja pada masa

ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN CEMAS PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MEMERIKSAKAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN : PENELITIAN PADA PASIEN GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT DR.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami peningkatan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerang penduduk di dunia. Saat ini prevalensi DM di dunia diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan gangguan pada fungsi kejiwaan,yang berakibat. terganggunya hubungan sosial ( Townsend, 2008). Gangguan jiwa dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma merupakan suatu keadaan klinis dimana tekanan bola mata seseorang sangat tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan syaraf optik mata (Ananta, 2014). Kerusakan syaraf optik mata yang berkelanjutan dapat mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang mata. Glaukoma terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya terganggu (Ilyas, 2007). Glaukoma dapat menyerang siapa saja. Ditinjau dari sisi epidemiologi, diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 menderita gangguan penglihatan karena glaukoma (Budiono, 2013). WHO memasukkan glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia yaitu sebesar 8%. Diperkirakan akan terjadi peningkatan angka kebutaan di dunia sebesar 11,1 juta pada tahun 2020 (WHO, 2012). Di Indonesia, tercatat 0,16% penduduk mengalami gangguan lapang pandang (Ilyas, 2007). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (1,85%), berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatra Barat (1,14%) dan terendah Provinsi Riau (0,04%) (Kemenkes, 2015). Kerusakan penglihatan yang disebabkan karena meningkatnya tekanan intraokular ini merupakan penyebab kebutaan terbesar nomor 2 di Indonesia setelah katarak (Depkes RI, 2003). 1

2 Kita harus mengenali glaukoma sejak dini. Pada usia diatas 35 tahun sebaiknya seseorang mengenali dan memahami penyakit glaukoma. Hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang tidak memahami tentang penyakit glaukoma (Ilyas, 2007). Glaukoma sering disebut dengan pencuri penglihatan karena gejala glaukoma sering tidak disadari oleh penderitanya dan sering dianggap sebagai suatu gejala penyakit lain (Ismandari, 2010). Mayoritas pasien datang dengan keluhan non-glaukoma dan terdiagnosis glaukoma setelah dilakukan beberapa pemeriksaan. Bagi mereka yang telah didiagnosis glaukoma, lebih dari sepertiga tidak mengetahui atau tidak yakin dengan tipe glaukoma yang mereka derita. Padahal kebutaan yang disebabkan karena glaukoma merupakan kebutaan yang irreversible. Hal ini berbeda dengan kebutaan karena katarak yang reversible setelah mendapat pengobatan. Ketidaktahuan tentang sifat penyakit dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam pengobatan penyakit tersebut. Pada kasus glaukoma, ketidakpatuhan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan (Kong, dkk., 2013). Pada penderita glaukoma, kehilangan penglihatan dianggap sebagai suatu stressor tersendiri. Hilangnya lapang pandang baik unilateral maupun bilateral dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan tingkat kemandirian. Selain itu, kebutaan juga dapat menyebabkan seseorang kehilangan lapangan pekerjaan, hilangnya fungsi sosial di masyarakat, dll. Hal ini dapat memicu terjadinya kecemasan hingga depresi.

3 Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan (Kaplan & Sadock, 2010). Namora, (2009) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika seseorang berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Suatu kecemasan dapat bersifat fisiologis dan patologis. Kecemasan dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mengatasi rasa cemasnya. Suatu masalah kecemasan bukan tidak mungkin untuk diatasi. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mengatasi kecemasan seperti dengan berdzikir, mengingat Allah, bekerja, mendengarkan musik dll. Seperti dalam QS Ar-Ra d ayat 28 : (yaitu) orang-orang yang beriman dengan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.

4 Kecemasan juga dapat terjadi karena suatu kondisi medis umum. Gejala kecemasan tersebut identik dengan gejala gangguan kecemasan primer. Gejala tersebut merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada gangguan cemas karena kondisi medis umum (Kaplan dan Sadock, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed, dkk., (2011) didapatkan data yang menunjukkan adanya perasaan putus asa pada penderita glaukoma. Hal ini disebabkan karena tingginya miskonsepsi pengetahuan tentang glaukoma dan perilaku yang buruk dalam menjaga kesehatan mata. Perilaku yang buruk menyebabkan semakin buruknya progresifitas kehilangan lapang pandang. Kehilangan lapang pandang menyebabkan suatu perasaan yang mengancam mengenai ketidakpastian dimasa mendatang yang berdampak pada kecemasan pasien. Fabjani, (2015) mengungkapkan bahwa tingkat pengetahuan tentang glaukoma masih sangat buruk. Hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian yang diadakan sebelumnya. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Lau yang mengungkapkan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit mata di beberapa negara berkembang. Dari hasil survey 22,9% masyarakat dapat mendeskripsikan tentang penyakit katarak dengan benar, tetapi hanya 10,2% yang dapat mendeskripsikan tentang glaukoma. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang glaukoma dan dukungan psikologis sangat dibutuhkan. Pengembangan edukasi harus ditingkatkan untuk memberikan informasi lebih lanjut dan meningkatkan efektifitas promosi kesehatan serta dapat menghindari kebutaan dan kecemasan. Agorastos, dkk., (2013) dalam

5 penelitiannya juga menyebutkan rendahnya daya tarik peneliti dalam meneliti hubungan antara kecemasan, depresi, dan gangguan tidur pada pasien glaukoma yang berbanding terbalik dengan tingginya level komorbiditas depresi, kecemasan, dan gangguan tidur pada pasien glaukoma. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh tingkat pengetahuan tentang glaukoma dengan tingkat kecemasan pasien glaukoma di RS. Mata Dr. Yap, Yogyakarta B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang glaukoma dengan tingkat kecemasan pada pasien glaukoma? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang glaukoma dengan tingkat kecemasan pasien glaukoma di RS. Mata Dr. Yap Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian dan pengembangan wawasan ilmu kedokteran jiwa, khususnya mengenai: Hubungan tingkat pengetahuan tentang glaukoma dengan tingkat kecemasan pasien glaukoma di RS. Mata Dr. Yap Yogyakarta

6 2. Manfaat praktis a. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berarti bagi rumah sakit, khususnya dalam pengembangan pelayanan kesehatan secara holistik. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan program penyuluhan baik dari aspek glaukoma maupun aspek psikis pasien sehingga selain meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasien, juga dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien glaukoma di RS. Mata Dr. Yap Yogyakarta. b. Bagi Pasien Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pasien mengenai glaukoma dan pengendalian kecemasan, bahwa glaukoma bukan suatu penyakit yang harus ditakuti, namun harus dipahami sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien. c. Bagi Peneliti Meningkatkan pemahaman mengenai hubungan pengetahuan pasien tentang penyakit glaukoma dengan tingkat kecemasan pasien glaukoma. d. Bagi Insitusi Sebagai sumber atau bahan penelitian selanjutnya.

7 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pengetahuan pasien terhadap tingkat kecemasan pasien glaukoma di RS. Mata Dr. Yap, sejauh yang penulis ketahui belum terdapat penelitian yang sejenis. Namun penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: No. Nama Pengarang, Tahun, Judul Penelitian 1. Mohammed,E., Bayoumi, O., & Draz, S. (2011), Impact of an Educational Programme on Knowledge, Beliefs, Practices and Expectation about Care Among Adolescent Glaucoma Patients in Cairo. Tabel 1. Keaslian Penelitian Metode Hasil Persamaan dan Perbedaan A quasieksperimental dengan desain one group pretest post-test pada subyek 50 remaja (usia rata-rata 12-18 tahun) yang memiliki kriteria inklusi glaukoma kongenital atau glaukoma sekunder. Terdapat 12% dari populasi penelitan mempunyai pengetahuan yang baik dan ditemukan kepercayaan diri yang meningkat pada pasien setelah penyuluhan Persamaan: Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu meneliti dampak dari pengetahuan pada pasien glaukoma. Perbedaan:Peneliti tidak memberikan program penyuluhan kepada responden penelitian. Sedangkan pada penelitian tersebut peneliti melakukan penyuluhan yang digunakan sebagai pembanding. 2. (Agorastos, dkk., 2013), Depression, Anxiety, and Disturbed Sleep in Glaucoma. Cross sectional study pada subyek pasien glaukoma di Department of Ophtalmology University Medical Centre Hamburg- Eppendorf. Hasilnya didapatkan 36% dari populasi penelitian mencapai batas skor BDI yang mengindikasikan depresi ringan pada 44,8% di VFD group dan 24,3% di n-vfd group. STAI Persamaan: Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu meneliti tentang kejadian kecemasan pada pasien glaukoma. Perbedaan:Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti tidak meneliti hubungan

8 3. Kong, dkk., 2013, Is Glaucoma Comprehension Associated with Psychological Disturbance and Vision-Related Quality of Life for Patients with Glaucoma? A Cross-Sectional Study Cross sectional study pada 86 pasien glaukoma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. (p=0.028) menunjukkan efek persisten dari cemas. Didapatkan Hasil yang signifikan berupa hubungan antara glaukoma terhadap kualitas tidur, tingkat kecemas dan depresi pada pasien glaukoma p<0,05 depresi dan kualitas tidur dengan glaukoma. peneliti hanya meneliti tentang hubungan pengetahuan terhadap tingkat kecemasan pada pasien glaukoma. Persamaan: Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu meneliti kejadian kecemasan pada pasien glaukoma Perbedaan: Peneliti tidak meneliti hubungan antara glaukoma dengan kualitas tidur dan depresi. Peneliti hanya menghubungkan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien glaukoma.