BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB V PENUTUP. mengelola daerahnya, sehingga kebutuhan kebutuhan daerah dapat dipenuhi.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun 2004) telah memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.kebijakan tersebut dikenal dengan otonomi daerah.pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah itu sendiri yang lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan masyarakat didaerahnya. Otonomi daerah bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dan laju pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan antar daerah, dan meningkatkan pelayanan publik (Andirfa, 2009). Adanya otonomi daerah diharapkan semakin meningkatnya pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik sehingga mampu menarik investor untuk melakukan investasi di daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu membangun daerah secara optimal dan memacu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah harus menggali potensi-potensi sumber pendapatan sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD adalah sumber penerimaan utama bagi suatu daerah. PAD yang diperoleh suatu daerah 1

2 berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Penelitian oleh I Putu Ngurah Panji Kartika Jaya dan A.A.N.B. Dwirandra (2014) memperoleh hasil bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal,pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan pada belanja modal, serta pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mampu memoderasi pengaruh pendapatan asli daerah pada belanja modal tetapi dengan intensitas dan arah yang berlawanan. Selain itu, Dini Arwati dan Novita Hadiati (2013) dalam penelitiannya juga memperoleh hasil bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Secara simultan Petumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Putro (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan dari kegiatan perekonomian dimana hal tersebut berdampak pada jumlah produksi barang dan jasa yang semakin bertambah sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat tercapai melalui pelaksanaan otonomi daerah karena memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengurus, mengembangkan, dan menggali potensi yang dimiliki masing-masing daerah.

3 Pertumbuhan ekonomi daerah diproksikan dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dihitung dengan PDRB atas dasar harga konstan.untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi diperlukan aset tetap seperti infrastruktur dan sarana prasarana yang dapat menunjang kegiatan perekonomian. Pembangunan aset tetap didanai dari pengalokasian anggaran belanja modal. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah semakin meningkat, maka pemerintah daerah akan meningkatkan belanja modalnya untuk memperbaiki dan melengkapi infrastruktur dan sarana prasarana dengan tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Penelitian oleh Yovita (2011) yang memperoleh hasil bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal. Penerimaan PAD yang semakin bertambah diharapkan mampu meningkatkan alokasi belanja modal pemerintah daerah sehingga berdampak pada kualitas pelayanan publik yang semakin baik, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Herlin Herlinawati (2014) memperoleh hasil bahwa Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, Retribusi Daerah tidak berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal, Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Tri Setiarini (2015) memperoleh hasil bahwa Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa variabel independen pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk, dan pendapatan perkapita

4 berpengaruh signifikan terhadap kebijakan alokasi belanja modal. Sedangkan variabel independen pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan alokasi belanja modal. Tingkat pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDRB diduga dapat memperkuat pengaruh PAD pada belanja modal. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah seharusnya dapat meningkatkan PAD dan belanja modal. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang meningkat berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita penduduk, sehingga tingkat konsumsi dan produktivitas penduduk semakin meningkat. Selain itu, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan masyarakat untuk membayar pungutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Hal ini akan meningkatkan sumber penerimaan daerah dan tentu saja akan membuat penerimaan PAD semakin tinggi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga mampu menarik minat investor untuk berinvestasi di daerah sehingga sumber-sumber PAD terutama yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah akan semakin meningkat. PAD yang tinggi selanjutnya akan digunakan oleh pemerintah provinsi untuk memberikan pelayanan publik yang memadai sehingga hal ini akanmeningkatkan belanja modal. Pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin di Banten mencapai puncaknya yaitu tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin (9,79 persen)

5 berada di bawah garis kemiskinan. Banyaknya penduduk miskin pada tahun 2006 lebih disebabkan karena pada periode penghitungan tersebut (Juli 2005- Maret 2006), pemerintah kembali menaikan harga BBM (tahap 2) pada bulan Oktober 2005, yang menjadi pemicu inflasi pada bulan tersebut sebesar 6,88 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Sehingga pada tahun 2006 tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin (9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan realisasi belanja modal pada tahun 2006 adalah 465.048.365 atau mengalami kenaikan sebesar 182,98 % dari tahun sebelumnya yaitu 282.064.385. Sedangkan menjelang usia 12 tahun pada tahun 2012, Provinsi Banten terus melakukan pembangunan. Berbagai perbaikan dan pembenahan ekonomi masih terus dijalankan. Pembangunan ekonomi ini dilakukan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten / kota dan tentu saja juga melibatkan masyarakat Banten. Sebagian upaya pembangunan ekonomi itu tentu telah memberikan dampak yang positif, namun sebagiannya lagi tampak seperti belum banyak menunjukkan perubahan berarti.dengan angka pertumbuhan ekonomi di provinsi Banten sebesar 6,22 %, masih terdapat beberapa permasalahan ekonomi yang melilit provinsi Banten. Permasalahan tersebut tentu saja menjadi penghambat kemajuan Banten dalam mencapai kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

6 Beberapa permasalahan ekonomi yang masih mendera Provinsi Banten adalah : Rendahnya kreasi penciptaan sumber pendapatan baru, masih banyaknya hambatan infrastruktur dan sarana pendorong laju ekonomi terutama kerusakan jalan dan fasilitas umum, angka kemiskinan yang masih cukup tinggi yaitu 652.798 jiwa (5,85% dari keseluruhan penduduk pada Maret 2012), angka pengangguran yang masih tinggi yaitu 579.677 orang (10,74 % dari total angkatan kerja pada Februari 2012), besarnya ketimpangan kesejahteraan antar wilayah (terutama ketimpangan wilayah utara dan selatan) dan minimnya komoditas ekspor berbasis potensi lokal. Sedangkan Banten mempunyai potensi tinggi pendapatan karena adanya bandara internasional, untuk meningkatkan kawasan industri, dan kawasan wisata. Hal ini mencerminkan bahwa dampak dari pembangunan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Atas dasar itu, Penelitian ini berusaha ingin mengetahui apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan kepadatan penduduk berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul penelitian ini adalah: Pengaruh Pajak Daerah,Retribusi Daerah, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Kepadatan Penduduk Terhadap Alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di Indonesia (Studi Kasus pada Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013).

7 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di depan, maka rumusan masalah yang dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013? 2. Apakah retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013? 3. Apakah produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Modal Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013? 4. Apakah kepadatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :

8 a. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Pajak Daerah terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013. b. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Retribusi Daerah terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013. c. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013. d. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi di pulau Jawa dan Bali tahun 2005-2013. 2. Kontribusi Penelitian Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah : a. Penulis Bagi Penulis berguna untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) Program Strata Satu (S-1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana dan menerapkan ilmu yang diperoleh di perkuliahan ke dalam praktik lapangan.

9 b. Pemerintah Provinsi Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan kebijakan pada Pemerintah Provinsi pada umumnya dan yang berkaitan dengan upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada PemerintahProvinsi di Indonesia yang berasal dari Pajak Daerah, retribusi Daerah, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), kepadatan penduduk dan pengaruhnya terhadap alokasi belanja modal pada Pemerintah Provinsi di Indonesia. c. Pembaca Dapat dijadikan bahan referensi bagi beberapa penelitian dengan objek yang sejenis dan menambah pengetahuan serta wawasan si pembaca.