PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

Tugas Biologi Reproduksi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB IV METODE PENELITIAN

INSIDENSI INFEKSI BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

STUDI DESKRIPTIF PENYEBAB KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM

Latviya Rahmani Husein Putri 1, Supriyatiningsih 2. Yogyakarta ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian Metode

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana starata-1 kedokteran umum

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

PERBEDAAN KADAR ELASTASE KANALIS SERVIKALIS ANTARA KEHAMILAN DENGAN ANCAMAN PERSALINAN PRETERM DAN KEHAMILAN NORMAL

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

Transkripsi:

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL dr. Tjok G A Suwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2014

Abstrak Latar Belakang :Ketuban Pecah Dini preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina.tujuan penelitian iniuntuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 dan PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal.metode Penelitian: Merupakan studi menggunakan rancangan cross-sectional analitik di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang dilakukan pada tanggal 1 Januari 2014 sampai 15 Juli 2014.Sampel penelitian adalah ibu hamil 20-37 minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, consecutive sampling dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar serum IL-6 dan PGE2 dengan teknik ELISA di laboratorium RSUP Sanglah. Dilakukan uji normalitas dengan Shapiro Wilk, uji homogenitas dengan Levene test dan uji komparatif dengan T-Independent menggunakan bantuan SPSS 17 for windows version.hasil Penelitian: Rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah homogen. Rerata kadar IL-6 pada kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm adalah 23,49 24,61 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 4,50 6,59 (nilai p = 0,002). Rerata kadar IL-6 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Rerata kadar PGE2 Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm adalah 24,84 19,21 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,19 4,33 (p = 0,001) Rerata kadar PGE2 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).Simpulan: Terdapat perbedaan kadar IL-6 dan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini lebih dengan kehamilan preterm yang normal. Kata Kunci : IL-6, PGE2, ketuban pecah dini preterm, kehamilan preterm. ii

Abstract Background: Preterm premature rupture of membrane is still the most common cause of maternal as well as fetal morbidity and mortality in Indonesia. This associated with preterm delivery, neonatal sepsis and perinatal death. Various efforts were undertaken to circumvent preterm premature rupture of membranes through studies in risk factors. Infection is the biggest risk factors, the most common of which were ascending vaginal infection. The study aimto know the difference of IL-6 and PGE2 serum level in pregnancy with preterm premature rupture of membrane and normal preterm pregnancy.methods: Cross-Sectional analytic study at the Obstetrics and Gynaecology Department of Sanglah Hospital was conducted on January 1, 2014 until July 15, 2014. Research samples were obtained from pregnant women who were 20-37 weeks GA and attended the Maternity Emergency Room and Obstetrics Gynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital, Denpasar. Samples were selected based on the consecutive sampling of the reachable population after fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Peripheral blood sampling of serum IL-6 and PGE2 level conducted by ELISA technique at Sanglah laboratory. Data was statistically analyzed with Shapiro Wilk test for normality, homogeneity test with the Levene test and comparative test with the T-Independent, by using the SPSS 17 for windows version.results: The average age of the mother, gestational age and parity on both groups were homogeneous. The average level of IL-6 in the PPROM group was 23,49 24,61 and the average group of the normal pregnancy group was 4,50 6,59 (p = 0.002). The average level of IL-6 on the two groups was significantly different (p < 0,05). The average level of PGE2 in the PPROM Group was 24,84 19,21 and the pregnant normal group rate was 9,19 4,33 (p= 0,001). The average level of PGE2 on both groups was significantly different (p < 0,05).Conclusion : There was difference between IL-6 and PGE2 serum level in pregnancy with preterm pemature rupture of membrane and normal preterm pregnancy. Key : IL-6, PGE2, PPROM, Preterm pregnancy. iii

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat sampai 80 % dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat, 10 % mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm tidak dapat diketahui. Telah banyak penelitian yang telah dikerjakan pada persalinan prematur yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan penyebab pasti tersebut. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan antara 20 sampai sebelum 37 minggu dihitung sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Tanda-tanda klinis persalinan preterm yaitu adanya kontraksi uterus minimal dua kali dalam 10 menit, dengan durasi 30-40 detik, dan dilatasi serviks 0-3 cm (Cunningham, 2010). Pada penelitian yang ada didapatkan bahwa infeksi merupakan penyebab 25 40% dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8 % pada persalinan preterm dan 51 % terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy & Resnik, 2009). 1

2 Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun,2010). Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, akan tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas Matrix Degrading System (Soewarto, 2010). Ketuban Pecah Dini Preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina.kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Sebagian besar ketuban pecah dini menyebabkan terjadinya persalinan prematur (Cunningham, 2010).

3 Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karenaberbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP),peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asendinginfeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostalglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith, et al., 2005). Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Sehingga hal ini mendorong kami untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Terdapat banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm yang bervariasi dari yang tidak memberikan tindakan sampai pada tingkat yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang ditimbulkan makin besar. Diperlukan suatu penelitian preventif dibidang penekanan terhadap infeksi. Dalam dasawarsa terakhir ini para pakar kedokteran Obstetri Fetomaternal memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada ketuban pecah dini dan ekspresi dari Prostaglandin E2 dan mediator-inflamasi seperti Interleukin-6 yang ditemukan dalam darah dan cairan amnion.

4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 (IL-6)serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2 (PGE2)serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan kadar Interleukin-6 dan Prostaglandin E2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal.

5 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan Manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu untuk mengetahui peran IL-6 dan kaitannya dengan PGE2 pada terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan pretem. 1.4.2 Manfaat bagi pelayanan Manfaat pada pelayanan, yaitu dapat sebagai masukan dalam pengembangan upaya pengelolaan termasuk pencegahan terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm melalui deteksi dini sehingga dapat menurunkan kejadian ketuban pecah dini dengan pemberian anti prostaglandin pada kehamilan preterm.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini 2.1.1 Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm adalah : Riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7% terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham, 2010). 2.1.2 Insiden ketuban pecah dini preterm Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun,2010). Sekitar 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). 6

7 Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada penelitian yang ada didapatkan 75-90% dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas.ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasikan penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban pecah dini preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. (Amy, et al., 2003). Di Negara berkembang angka kejadian persalinan preterm bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit adalah 27,9 %. Di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011 sebesar 9,33% dari seluruh persalinan. 2.1.3 Patogenesis ketuban pecah dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan, bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm rupture of the membrane (PPROM)(Cunningham, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di

8 Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu (Binarso, 2010). Ketuban pecah dini terjadi pada 12%kehamilan(Mochtar, 2012) dan dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dinipreterm akan terjadi proses persalinan kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik pada ibu maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro terhadap protease bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban ketuban untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban, persalinan pretem atau keduanya (Cunningham, 2010). Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karenaberbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP),peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asendinginfeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostaglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith,et al., 2005).

9 2.1.3.1 Faktor infeksi Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Rongga ketuban biasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah temuan patologis yang dikenal sebagai invasi mikroba dari rongga amnion. Kebanyakan kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran pada pasien tersebut pada saat dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali lipat (22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et al., 2011). Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran pada selaput ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.il-1,il6,tnf-α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997).

10 Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriksmmp-1dan MMP-3(Ulug,2001). Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan fosfolipase A2, dimana fosfolipase A2ini akan melepaskan asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin. Dimana sitokin ini juga akan meningkatkan kadar MMPyang akan mengakibatkan degradasi kolagen dan akan mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (Goldenberg, et al., 2003).

11 Gambar 2.1 Jalur Yang Berpotensial Terjadinya Infeksi Intra Uterine (Goldenberg, et al, 2008) 2.1.3.2 Faktor nutrisi Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini (Chalis,2005). Asupan nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan dapat mempengaruhi kondisi janin dan berpengaruh pada kejadian persalinan prematur. Beberapa faktor yang berpotensi sebagai penyumbang risiko persalinan prematur spontan antara lain rendahnya berat badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan kenaikan berat badan semasa kehamilan(sabarudin,et al., 2011).

12 2.1.3.3 Faktor hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ektraseluler pada jaringan reprodruktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan produksi kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm (Goldsmith, et al.,2005). 2.1.3.4 Faktor apoptosis Apoptosis adalah istilah yang digunakan sebagai sinonim dari proses kematian sel. Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein ekstraseluler dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan dalam apoptosis intraseluler melalui pengaktifan protein bax yang memacu pelepasan sitokrom c. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada keadaan dimana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan sebagai penjaga sel, sedangkan dalam jumlah banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis ( Suhaimi, 2012).

13 Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar p53 > 0,97 U/ml berisiko lebih dari 30 kali menyebabkan ketuban pecah dini ( Suhaimi, 2012) Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan kimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh pada bagian tertentu saja,bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apaptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan pada selaput ketuban. Pada kasus koriomnionitis terlihat sel-sel yang mengalami apaptosis akan melekat dengan granulosit, kemudian menunjukkan terjadinya respon-respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi matriks ektraseluler dimulai (Soewarto,2010). Proses apoptosis dipercepat pada terjadinya robekan selaput ketuban pada kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase-dependent dan caspase independent, dapat dilihat untuk jalur caspase-dependent dengan memeriksa eksekutor utama apoptosis yaitu caspase-3 dan jalur caspase independent dengan parameter endonuclease-g, hal ini disebabkan faktor endonuclease-g ini muncul paling awal dan dominan sebagai bentuk respons adanya apoptosis melalui caspase-independent(prabantoro,et al., 2011).

14 2.1.3.5 Faktor mekanis Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6 yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban (Heaps, et al.,2005). Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh MMP (Heaps, et al.,2005). MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponenkomponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks dari kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat MMP / TIMP. TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et al.,2005)

15 Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP- 1(Monocyte Chemoattractant Protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti Endothelin-1 (Vasokonstriktor), dan PHRP (Parathyroid Hormone Related Protein) suatu vasorelaxan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal (Cunningham, 2010). Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini preterm ada dua yaitu: 1. Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya persalinan spontan. 2. Intervensi yang meliputi kortikosteroid dimana diberikan bersama atau tanpa tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan preterm, sehingga janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses pematangan paru janin. Ditahun 1998, American Congress Obsteticians and Gynecologics membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta (Cunningham, 2010). Meskipun kompilkasi ini ditemukan hanya 1,7% dari kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan multijanin, presentasi

16 bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi-komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat masuk, 75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit lain, dan 10% lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7% wanita yang proses kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai proses kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester III, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester II (Cunningham, 2010). Gambar 2.2 Skema Gambar Membran Janin Manusia Dan Protein Komponen (Heaps, et al., 2005).

17 2.2 Peran Sitokin Dan Prostaglandin Pada Ketuban Pecah Dini Preterm 2.2.1 Definisi sitokin Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto : Sel ; dan Kinos : Gerakan) adalah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular terdiri protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas diseluruh tubuh oleh beragam sel embriologis.il 6 adalah salah satu tipe dari sitokin yang ada (Kishimoto, 2003). 2.2.2 IL-6 Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis. IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama, sepertiinterferon-b2 (IFNb2), T-cell Replacing Factor (TRF)-Like Factor, B-Cell Differentiation Factor, 26- kda protein, B-Cell Stimulatory Factor-2 (BSF2), Hybridoma Plasmacytoma Growth Factor (HPGF or IL-HP1), Hepatocyte- Stimulating Factor (HSF), dan Monocyte Granulocyte Inducer type 2 (MGI-2).Namun, kloning molekuler IFNb2, 26-kDa protein dan BSF-2dilakukan penelitian dan terungkap bahwa semua molekul adalah identik.kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988 bahwa molekul ini disebut IL-6. Dalam bagian berikutnya, struktur dan fungsi IL- 6 dan reseptor pada mekanisme ketuban pecah dini preterm akan dijelaskan (Kishimoto, 2003).

18 2.2.3 Pengaruh IL-6 dalam pecah ketuban Persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan. Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran koriodesidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin sepertiinterleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur(matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al., 2001). Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan

19 Tumor NecroticFactor(TNF)terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm.sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin.dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 dikenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk meresponadanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. (Romero, et al., 1991). Peningkatan kadar IL-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda, et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinaseini menyebabkan melemahnya khorioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003).

20 IL IL MMP Gambar 2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan Preterm (Goldenberg, et al., 2003) 2.2.4 PGE2 Prostaglandin E2 (PGE2) disintesis oleh jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) (Kniss,etal., 1993).MekanismePGE2dalam inisiasi persalinan telah menjadi salah satu paradigma utama dalam proses kelahiran manusia. Meskipun bukti kuat mendukung peran prostaglandin dalam timbulnya persalinan cukup bulan, ada data mengenai peran mereka dalam persalinan prematur. Klarifikasi masalah ini sangat penting untuk memahami diagnosis dan patofisiologi

21 persalinan prematur dan untuk pengembangan bentuk yang lebih efektif dalam upaya pengobatan (Mitchel, et al., 2003). Kadar Prostaglandinakan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai.sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006). 2.2.5 Pengaruh PGE2 dalam pecah ketuban Prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban danserum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al.,2006).

22 Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al., 2003). Ada bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2dalam sel-sel amnion (Kniss, et al., 2003). Pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion. Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin- L1β(IL-1β) dan TumorNecrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2,

23 yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban. (Mc.Laren, 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1danberperan mestimulasi pembentukan MMP- 2(Ulug, et al., 2001)..

BABIII KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Persalinan preterm dengan ketuban pecah dini mungkin lebih menunjukkan sebagai suatu sindrom dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi, melibatkan faktor maternal, janin dan plasenta. Salah satu proses patogenesisnya adalah infeksi dimana host (ibu dan janin) yang terekspos produk-produk bakteri seperti endotoksin akan mengaktifkan sel-sel desidua dan leukosit (monosit dan makrofag) yang selanjutnya akan melepaskan sitokin, sepertiil-6. Sitokin ini kemudian akan menstimulasi pembentukan PGE2 yang kemudian akan membentuk MMP. MMP menyebabkan degradasi selaput membran sehingga mudah terjadi ruptur. Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm yang tidak memberikan tindakan sampai pada tingkat yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang ditimbulkan makin besar. Diperlukan suatu penelitian preventif dibidang penekanan terhadap infeksi. Dalam dasawarsa terakhir ini para pakar kedokteran Obstetri Fetomaternal memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada ketuban pecah dini dan ekspresi dari PGE2 dan mediator-mediator inflamasi seperti IL-6 yang bisa ditemukan dalam darah. 24

25 3.2 Konsep Penelitian Kehamilan Infeks Interleuki Ketuban Pecah Dini Prostaglandin 1. Tekanan darah 140/90. 2. Polihidra mnion. 3. Pernah Dirawat Gambar 3.1 Konsep Terjadinya Pecah Ketuban DiniPreterm 3.3 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan kadar IL-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. 2. Terdapat perbedaan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal.

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan Cross-Sectional analitik. Membandingkan proporsi pasien yang mengalami ketuban pecah dini preterm dengan proporsi pasiendengan kehamilan preterm normal. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dikerjakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar, dilakukan pada tanggal 1 Januari 2014 sampai 15 Juli 2014. Sampel kemudian diolah di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah. 4.3 Populasi Penelitian Populasi target pada penelitian ini adalah ibu hamil di atas 20 minggu sampai 37 minggu. Populasi terjangkau adalah ibu hamil di atas 20 minggu sampai 37 minggu yang datang ke Kamar Bersalin Instalasi Rawat Darurat (IRD) atau Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. 26

27 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian (intended sample) adalah ibu hamil 20-37 minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, yang dipilih secara berurutan (consecutive sampling) dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek yang benar-benar diteliti (actual study subject) adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta menjadi subyek penelitian dan sudah menandatangani informed consent. 4.4.1 Kriteria inklusi Kriteria Inklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Usia kehamilan diatas 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu 2. Kehamilan Tunggal Hidup 3. Bersedia ikut penelitian ini. 4.4.2 Kriteria eksklusi Kriteria Eksklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tekanan darah 140/90 mmhg. 2. Pernah dirawat dengan ketuban pecah dini preterm pada kehamilan ini dan telah diambil sampelnya. 3. Polihidramnion. 4. Melakukan coitus dalam 24 jam terakhir. 4.5 Besar Sampel Penelitian Besar kasus dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

28 Rumus Araoye (2003) Zα 2 PQ n= d 2 Keterangan : n = Besar sampel Zα = 1,96 ( α = 0,05) P = 5% ( Prevalensi) Q = 95% ( 1-P ) d = 10% (Penyimpangan Absolut Penelitian) Sehingga apabila dimasukkan rumus didapatkan : 1,96 2 x 5 x 95 n= (10) 2 n = 18,24 Sebagai antisipasi drop out 10 % maka jumlah sampel ditambahkan menjadi 20 sampel perkelompok. Sehingga total 40 sampel. Sebagai pembanding, pengambilan sampel akan di matching menurut usia kehamilan, paritas dan usia ibu. 4.6 Variabel Penelitian Identifikasi variable penelitian adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas : Kadar Serum Maternal IL-6 dan Kadar PGE2 2. Variabel tergantung : Ketuban Pecah Dini Preterm. 3. Variabel kendali : Umur Ibu, Umur Kehamilan, Paritas. 4.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kadar Serum IL-6 adalah sel sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur

29 reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis yang diukur level IL-6 spesimen serum darah tepi yang diambil di Vena Cubiti kemudian diperiksa dengan metode ELISA di Laboratorium Patologi Klinik Sanglah dan dinyatakan dengan nilai ng/ml. 2. Kadar Serum PG E2adalah hormon yang dihasilkan jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) yang diukur level PGE2 spesimen serum darah tepi yang diambil di Vena Cubiti kemudian diperiksa dengan metode ELISA di Laboratorium Patologi Klinik Sanglah dan dinyatakan dengan nilai ng/ml. 3. Kehamilan preterm adalah kehamilan di atas 20 minggu sampai sebelum 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan menggunakan Rumus Naegele. 4. Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu yang satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan. 5. Kehamilan Preterm Normal adalah kehamilan yang berlangsung tanpa disertai komplikasi pada ibu dan anak dan belum inpartu pada umur kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu. 6. Kehamilan kembar adalah kehamilan di mana jumlah janin dua atau lebih yang diketahui oleh pemeriksaan USG oleh Spesialis Obstetri dan Ginekologi di RSUP Sanglah. 7. Preeklampsia adalah kehamilan dengan tekanan darah sistolik minimal 140 mmhg dan/atau diastolik minimal 90 mmhg dengan proteinuria, pada kehamilan setelah 20 minggu.

30 8. Eklampsia adalah kejang atau koma pada preeklampsia. 9. Riwayat KPD Preterm sebelumnya adalah ibu hamil yang pada kehamilan ini pernah dirawat dengan KPD pada usia kehamilan 20 minggu sampai kurang 37 minggu di Rumah Sakit Umum Sanglah dan telah diambil sampelnya 10. Polihidramnion adalah jumlah indek cairan amnion (ICA) atau amniotic fluid index (AFI) lebih besar atau sama dengan 25 cm atau ukuran kedalam sebuah kantong amnion terdalam (deep single pocket) lebih dari 8 cm, yang diukur dengan USG oleh Spesialis Obstetri dan Ginekologi Di RSUP Sanglah. 11. Melakukan intercourse dalam 24 jam terakhir yaitu melakukan coitus pada 24 jam terakhir. 12. Umur kehamilan adalah umur kehamilan yang dihitung menggunakan rumus Naegele. 13. Umur ibu dihitung berdasarkan Kartu Tanda Penduduk. 14. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang diketahui berdasarkan anamnesa kepada peserta penelitian. 4.8 Bahan Dan Materi Penelitian Materi sampel berupa darah tepi wanita yang diambil menggunakan spuit 5 cc dan kemudian dilakukan analisis IL 6 dan PGE2. 4.9 Alat Dan Instrument Penelitian 1. Spuit 5 cc. 2. Tabung penampung darah yang mengandung EDTA. 3. Kapas alkohol dan Sarung tangan semisteril.

31 4.10 Prosedur Penelitian 1. Wanita yang terpilih menjadi sampel akan diberikan penjelasan tentang penelitian ini, begitu juga dengan keluarganya. Setelah mengerti dan bersedia menjadi sampel, penderita diminta menandatangani informed consent. 2. Identitas dan hasil pemeriksaan klinis dicatat pada formulir pengumpulan data. 3. Langkah-langkah: Anamnesis untuk melengkapi identitas pasien, umur kehamilaan, paritas, keluhan, HPHT. Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan status kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik obstetrik. Pemeriksaan laboratorium standar untuk ante natal care (ANC). 4. Pengambilan darah tepi: Penderita berbaring di meja periksa. Kenakan sarung tangan steril dan lakukan asepsis di vena cubiti. Dengan spuit 5 cc, diambil darah vena sebanyak 5 cc. Masukkan sediaan darah ke tabung darah tepi. Sediaan dikirim ke Laboratorium RSUP Sanglah.

32 Semua kehamilan preterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi (protap) yang sudah ada. Sampel darah akan diambil dengan menggunakan spuit 5 cc, kemudian diberi label nomor sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium RSUP Sanglah untuk diperiksa kadar serum IL-6 dan PGE2. Ibu hamil dengan ketuban pecah dini preterm yang akan mendapat terapi deksametason, sampel darahnya diambil terlebih dahulu sebelum pemberian terapi. Hasilnya kemudian dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data. Data dikumpulkan kemudian ditabulasikan dan dianalisis.

33 4.11 Alur Penelitian Ibu Hamil Preterm dengan Ketuban Pecah Dini dan hamil Preterm yang normal ANC Kriteria Inklusi Populasi Consecutive Sampe Ibu Hamil Preterm dengan Ketuban Pecah Ibu Hamil Preterm Yang Normal Serum IL 6 Serum PGE2 Serum IL 6 Serum PGE2 ANALISIS DATA Gambar 4.1 Alur Penelitian

34 4.12 Analisis Data Data dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi 17.0. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis sebagai berikut : 1. Uji normalitas dengan Shapiro- Wilk. 2. Uji homogenitas dengan Levene s. 3. Uji komparatif IL-6dengan T-Independent. 4. Uji komparatif PGE2 dengan T-Independent.

BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode bulan Januari 2014 - Juli 2014, dilakukan penelitian dengan rancangan cross-sectional, yang dilakukan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Selama penelitian, 40 ibu hamil 20-37 minggu dijadikan sampel dalam penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Data karakteristik subjek antar kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 5.1. Table 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian antar Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dan Kelompok Hamil Normal Umur (th) Variabel KPDPreterm n = 20 26,50±7,58 Kelompok Hamil Normal n = 20 27,20±6,42 P 0,754 Gravida 2,30±1,69 2,05±0,89 0,561 Umur Kehamilan (mg) 32,95±2,82 31,90±2,71 0,237 HB 12,02±1,07 10,98±1,19 0,006 Leukosit 13,47±4,66 9,96±2,98 0,007 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 pada umur, gravida, dan umur kehamilan. Hal ini berarti bahwa umur ibu, gravida, dan umur kehamilan homogen antara kelompok ketuban pecah dinipreterm dengan kelompok hamil normal. Sedangkan Hb dan Leukosit tidak 35

homogen antara kelompok ketuban pecah dinipreterm dengan kelompok hamil normal. 5.2 Perbandingan Kadar IL-6 Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal digunakan uji t-independent. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Perbedaan Kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. 36 Kelompok Subjek KPDPreterm n = 20 Kelompok Hamil Normal n = 20 p Kadar IL-6 23,49 24,61 4,50 6,59 0,002 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-6 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

37 5.3 Perbandingan Kadar PGE2 Untuk mengetahui perbedaan kadar PGE2 antara Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dengan Kelompok Hamil Normal digunakan uji t-independent. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Perbedaan Kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dengan Kelompok Hamil Normal Kelompok Subjek KPDPreterm n = 20 Kelompok Hamil Normal n = 20 p Kadar PGE2 24,84 19,21 9,19 4,33 0,001 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar PGE2 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

BAB VI PEMBAHASAN Selama periode bulan Januari 2014 - Juli 2014, dilakukan penelitian dengan rancangan cross-sectional, yang dilakukan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Pretermadalah 26,50±7,58 tahun, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 27,20±6,42 tahun. Rerata umur Kehamilan Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 32,95±2,82 minggu, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 31,90±2,71 minggu, rerata gravida Kelompok Ketuban Pecah Dini Pretermdalah 2,30±1,69, rerata gravida Kelompok Hamil Normal adalah 2,05±0,89. Dari analisis terhadap profil darah, rerata Hb Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 12,02±1,07, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 10,98±1,19. Rerata Leukosit Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 13,47±4,66, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,96±2,98. Untuk variabel umur, gravida, dan umur kehamilan masing-masing dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu, gravida, dan umur kehamilan tidak berbeda antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. Sedangkan Hb dan Leukosit terjadi perbedaan yang bermakna antara 38

39 Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal (p<0,05). 6.1.1 Umur ibu Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 26,50±7,58 tahun dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah27,20±6,42 tahun, dengan nilai p = 0,754. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dan kontrol. Tidak adanya perbedaan distribusi umur ibu antara kedua kelompok diharapkan dapat mengurangi faktor perancu yang mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Kilpatrck (2006) mendapatkan rerata umur ibu hamil Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 26,21+5,84 tahun dan Kelompuk Kehamilan Preterm Normal 24,55+6,16 tahun (p = 0,5). Pada Penelitian, Nerissa juga mendapatkan rerata umur ibu hamil pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 26,26+6,05 tahun dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 27,04+5,91 tahun (p = 0,766). Umur ibu yang semakin tua berpengaruh pada bakteriuria asimptomatik. Ini diakibatkan oleh meningkatnya kejadian neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin dan refluks urin. Selain itu perubahan epitel transisional pada uretra bagian atas menjadi epitel skuamus menyebabkan proses infeksi ascenden lebih mudah terjadi (Nerissa, et al., 2003). 6.1.2 Jumlah paritas Pada penelitian ini rerata paritas ibu hamil Kelompok Ketuban Pecah Dini adalah 2,30±1,69 dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah

40 2,05±0,89, dengan nilai p = 0,561. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan paritas antara kedua kelompok. Tidak terdapatnya perbedaan distribusi jumlah paritas dapat mengurangi bias pada penelitian. Multiparitas mempunyai risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini preterm 31,3 kali dengan p=.001. Fatima (2006) mendapatkan rerata paritas 3,99+2,73 pada kelompok ketuban pecah dini dan 3,35+2,74 pada kelompok preterm normal (p=0,398). 6.1.3 Umur kehamilan Rerata umur kehamilan ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 32,95±2,82 minggu dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah 31,90±2,71 minggu, dengan nilai p = 0,507. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kontrol. Lin dan Fajardo (2008) mendapatkan rerata umur kehamilan pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 31,83±3,22 minggu dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 33,28±2,16 minggu, dengan nilai p = 0,67. Demikian juga Shim (2004) mendapatkan rerata umur Kehamilan Pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 30,03+3,54 minggu dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 31,93+3,11 minggu, p = 0,237. Tidak diterangkan mekanisme yang menjelaskan pengaruh umur kehamilan ini (Shim,etal.,2004). 6.2 Perbandingan Kadar IL-6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar IL-6 Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 23,49 24,61 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 4,50 6,59. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent

41 menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. Hal ini dapat dijelaskan bahwa persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan(matthew, et al., 2001). Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis (Kishimoto, 2003). Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran koriodesidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin seperti IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur(matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak

42 seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al.,2001). Penelitian terbaru menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan Tumor NecroticFactor(TNF)terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm(goldenberg, et al., 2003). Sitokin tersebut diproduksi oleh decidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin.dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 kita kenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk meresponadanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ) (Goldenberg, et al., 2003). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm (Romero,et al., 1991). Peningkatan kadar interleukin-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda,et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinaseini menyebabkan melemahnya

43 korioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu IL-6 akan mengalami peningkatan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia. Hal ini diakibatkan karena sitokin IL-6 akan terbentuk karena adanya rangsangan gangguan radikal bebas. Sehingga sampel penelitian diwajibkan dilakukan pengukuran tekanan darah. Apabila didapatkan tekanan darah tinggi maka akan dijadikan kriteria ekslusi. Peningkatan IL-6 terjadi pada pasien dalam keadaan inpartu, sehingga dalam pengambilan sampel, pasien yang mengalami ketuban pecah dini preterm dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat kardiotokografi. Dinyatakan sebagai sampel penelitian apabila hasil pembacaan pada kardiotokografi tidak didapatkan kontraksi rahim atau his. Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan dilakukan juga untuk menghindari faktor nutrisi sebagai penyebab ketuban pecah dini preterm. Sampel penelitian didapatkan dengan indeks massa tubuh dalam kategori normal. 6.3 Perbandingan Kadar PGE2 Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata kadar prostaglandin Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 24,84 19,21dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,19 4,33. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna.

44 Hal ini dapat dijelaskan mengingat prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban dan serum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kadar prostaglandin juga akan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai. Sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al.,2006). Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi

45 intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al.,2003). Bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2dalam sel-sel amnion. Kami berpendapat bahwa, pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion (Grigsby, et al., 2006). Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin-L1β(IL-1β) dan TumorNecrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2, yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). Sehingga pada penelitian ini

46 pasien yang dijadikan sebagai sampel telah dilakukan pemeriksaan yang menyatakan tidak adanya kontraksi pada ibu hamil. Pemeriksaan tersebut menggunakan mesin kardiotokografi. Dinyatakan sebagai sampel apabila hasil dari pembacaan menyatakan tidak didapatkan kontraksi rahim atau his. PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban (Mc.Laren,et al., 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1danberperan mestimulasi pembentukan MMP-2(Ulug, et al., 2001). PGE2 akan mengalami penurunan kadar serum level pada pasien yang mengalami preeklampsia. Apabila didapatkan tekanan darah tinggi maka akan dijadikan kriteria ekslusi.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 3. Terdapat perbedaan kadar IL-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal. 4. Terdapat perbedaan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut: 1. Disarankan pemeriksaan IL-6 serum dan PGE2 serum untuk memprediksi ketuban pecah dini. 2. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode Case Control untuk mengetahui batasan nilai kadar IL-6 dan PGE2 yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini preterm. 47

DAFTAR PUSTAKA Agrawal,V., Hirsch, E.,2011, Intrauterine Infection And Preterm Labor, Seminars In Fetal And Neonatal Medicine, Elsevier, United State of America,Vol.17, pp.12-19. Amy,P.M., Greig,P.C., Jimmerson, C., Allen, J., Herbert, W., 2003, Maternal Serum Interleukin-6 Concretations As A Marker For Impending Preterm Delivery,American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.91, pp. 161-164. Amy, P.M., Greig,P.C., Jimmerson, C., Allen, J., Herbert, W., 2001, Maternal Serum Interleukin-6 Concretations In Patients With Preterm Premature Rupture Of Membranes And Evidance Of Infection, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, pp. 966-969. Binarso, A.M., 2010, Persalinan Preterm, Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Hal. 667-676. Cabrol, D., Corbonne, C., Dallot, E., Ferre, F., 2003, Inhibition Of Prostaglandin E2 Production In Myometrial And Amniotic Cells In Culture By Human Amniotic Fluid. Loss Of Inhibition After Intra- Uterine Fetal Death, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology,Vol.64, pp 135 140. 48

Challis, J.R.G., 2005, Undernutrition, Preterm Birth, And The 49 Prostaglandin Pathway, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp. 51-55. Creasy, R. K., Resnik, R. 2009, Maternal Fetal Medicine, Principle and Practice Sixth Edition, pp. 521-543. Cunningham, F.G.,2010, Preterm Birth, Obstetri Williams 23 rd. The McGraw-Hill Company, New York, pp. 804-831. Dudley,D,J., 1997, Preterm Labor : An Intra Uterine Inflammatory Response Syndrome?, Journal Of Reproductive Immunology, Ed.36, pp. 93-109. Farina, M.G.,Billi, S., Sordelli, M.S., Ribeiro, M., Lombardi, E., Franchi, A.M., 2006, Nitric Oxide (NO) Inhibits Prostaglandin E2 9-Keto Reductase (9-KPR) Activity In Human Fetal Membranes, Prostaglandins And Other Lipid Mediators, Vol. 79, pp. 260 270. Getahun, D., Stricland, D., Ananth, C., Fasseth, M., Kirby, S., Jacobsen, S., 2010, Recurrent Of Preterm Rupture Of Membranes In Relation To Interval Between Pregnancies, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.220, pp. 570.e1-6. Goldenberg, R.L., Andrew, S., Mercer, B., Moawad, A., Iams, J., Caritis, S., 2000, Preterm Birth :Granulocyte Colony Stimulating Factors And Spontaneous Preterm Birth, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.182, pp. 625-630.

50 Goldenberg, R.L., Culhane, F., 2003, Infection As A Cause Preterm Birth,Clinics of Perinatalogy, United State of America, Vol 30, pp. 677-700. Goldenberg, R.L., Culhane, F., Romero, R.,2008, Preterm Birth : Epidemiology And Causes Of Preterm Birth, Lancet, United State of America, Vol 371, pp. 75-84. Goldsmith, L.T., Sordelli, M.S., Ribeiro, M., 2005, Relaxin-Related Preterm Birth, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp. 103-111. Grigsby, P.L., Suren, R.S., Brockman, D., Jhonson, M., 2006, Localization And Expression of Prostaglandin E2 Receptors In Human Placenta And Corresponding Fetal Membranes With Labor, American Journal of Obstetrics and Gynecology, Vol. 195, 260 269. Heaps, B.R., House, M., Socrate, S., Leppert, P., 2005, Matrix Biology And Preterm Birth, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp. 70-93. Kayem,G., Dallot, E., Ferre, F., 2002, Effect of Amniotic Fluid Upon Prostaglandin E2 and I2 Production By Cultured Human Myometrial Cells, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology,Vol.108, pp 152 156.

51 Kilpatrick, S.J., Patil, R., Connel, J., 2006. Risk factors for Previable Premature Rupture of Membranes or Advanced Cervical Dilation : A Case Control Study. AmJObst&Gynecol, 194:1168-75. Kishimoto, T. 2003, Interleukin-6, The Cytokine Handbook FourthEdition, Academic Press,pp. 281-304. Kniss, D.A., Fertel, R.H., Iams, J., 2003, Transforming Growth Factor-β Potentiates Epidermal Growth - Induces Prostaglandin E2 Production In Amnion Cells, ProstaglandinsVol45, pp. 27-33. Matthew, A.G., Keelan, J., Mc Cowan, L., Towned, K., 2001, Predicting Preterm Delivery : Comparison of Cervicovaginal Interleukin (IL)-1β, IL-6 and IL-8 With Fetal Fibronectin And Cervical Dilatation, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology, Vol. 95. pp 154-158. Mc.Laren, J., Andrew, S., Mercer, B., Moawad, A., 2000, Prostaglandin E2-Dependent Production of Latent Matrix Metalloproteinase-9 In Cultures of Human Fetal Membranes,Molecular Human Reproduction, Vol.6, pp. 1033-1040. Mitchell, M., Romero, R.,Wu, K., 2003, Amniotic FluidConcretations of Prostaglandin F2α,13, 14-Dihydro-15-Keto-Prostaglandin F2α (PGFM), And ll-deoxy-13,14-dihydro-15-keto-11, 16-Cyclo- Prostaglandin E2(PGEM-LL) In Preterm Labor, Prostaglandins Vol 37, pp. 149-161. Mochtar, R. 2012, Air Ketuban Dan Kelainannya, Sinopsis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1, EGC, Jakarta, Bab 38, Hal. 251-258.

52 Nerissa, I.C., Sescon, S., Felice, G.M., 2003. Prevalence of Asymtomatic Bacteriaura and Associated Risk Factors in Pregnant Women. Phil J Microbiol Infect, 32(2): 63-69. Prabantoro,B., Askandar, M., 2011, Peran Endonuclease Sebagai Biomarker Penentu Apoptosis Sel Amnion Pada Kehamilan Dengan Ketuban Pecah Dini, JBP, vol 13, pp 27-37. Romero, R., Ida, N., Sakurai, S., Sehgal, P., 1991, Cytokines In Normal And Abnormal Parturition : Elevated Amniotic Fluid Interleukin-6 Levels In Women With Premature Rupture of Membranes Associated With Intrauterine Infection, Cytokine, Vol. 3, pp. 155-163. Sabarudin,U., David, A., 2011, Polimorfisme Gen MMP-9, Ekspresi MMP-9, dan Indeks Apoptosis Sel Serviks Pada Kehamilan 21-36 Minggu, MKB, vol 43, pp 199-1206. Shim, S., Romero, R., Woo Park, C., 2004. Clinical Significance of Intra amniotic inflammation in Patients with Preterm Premature of Membranes. Am J Obstet and Gynecol and Repro Bio, 62:25-9. Suhaimi, D., 2012, Protein P53 Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini, JAS, vol 2, pp 83-85. Soewarto,S., 2010, Ketuban Pecah Dini, Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Hal.677-682. Ulug, U., Goldman, S., Shalev, S., 2001, Matrix Metalloproeinase(MMP- 2) And MMP-9 and Their Inhibitor,TiMP-1, In Human Term Decidua

53 And Fetal Membranes : The Effect of Prostaglandin F2α And Indhometacin, Molecular Human Reproduction, Vol.7, pp. 1187-1193. Yoneda, N. I. 2009, Alpha I Antitripsin Activity Is Decreased In Human Amnion In Premature Rupture of The Fetal Membrane, Molecular Human Reproduction,Vol.15, pp. 49-57.

54 1. Uji Normalitas Data Tests of Normality Kelompok Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Umur KPDP.129 20.200 *.974 20.838 Normal.150 20.200 *.952 20.405 Gravida KPDP.179 20.072.786 20.131 Normal.158 20.061.772 20.216 Umur_kehamilan KPDP.119 20.059.656 20.193 Normal.189 20.060.891 20.208 Hb KPDP.074 20.200 *.980 20.933 Normal.126 20.200 *.969 20.737 Leukosit KPDP.171 20.126.952 20.401 Normal.169 20.137.975 20.859 IL_6 KPDP.122 20.111.770 20.256 Normal.164 20.074.457 20.231 Prostaglandin_E_2 KPDP.121 20.092.708 20.118 a. Lilliefors Significance Correction Normal.151 20.200 *.908 20.359 *. This is a lower bound of the true significance. 2. UjiLevene s test dan t-independent Karaktersitik Subjek antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Umur KPDP 20 26.50 7.578 1.694 Normal 20 27.20 6.420 1.436 Gravida KPDP 20 2.30 1.689.378 Normal 20 2.05.887.198 Umur_kehamilan KPDP 20 32.95 2.819.630 Normal 20 31.90 2.713.607 Hb KPDP 20 12.0200 1.06702.23859 Normal 20 10.9790 1.19198.26654 Leukosit KPDP 20 13.4665 4.65792 1.04154 Normal 20 9.9595 2.97714.66571

55 Independent Samples Test Levene's Test F Sig. t df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed) Mean Differe nce Std. Error Differ ence 95% CI Difference Lower Upper Umur Equal variances assumed 1.237.273 -.315 38.754 -.700 2.221-5.196 3.796 Gravi da Umur _keha milan Equal variances not assumed -.315 37.002.754 -.700 2.221-5.200 3.800 Equal variances assumed 6.639.014.586 38.561.250.427 -.614 1.114 Equal variances not assumed.586 28.740.562.250.427 -.623 1.123 Equal variances assumed.014.906 1.200 38.237 1.050.875 -.721 2.821 Equal variances not assumed 1.200 37.944.237 1.050.875 -.721 2.821 Hb Equal variances assumed.406.528 2.910 38.006 1.04100.358.3168 1.765 Leuk osit Equal variances not assumed 2.910 37.543.006 1.04100.358.3165 1.765 Equal variances assumed 5.238.028 2.837 38.007 3.50700 1.236 1.005 6.009 Equal variances not assumed 2.837 32.304.008 3.50700 1.236.990 6.024 3. Ujit-independent IL-6 antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean IL_6 KPDP 20 23.4940 24.60706 5.50231 Normal 20 4.5040 6.59659 1.47504 Independent Samples Test Levene's Test t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2- tailed ) Mean Differ ence Std. Error Differ ence 95% CI of the Difference Lower Upper IL_6 Equal variances assumed 13.987.001 3.334 38.002 18.99 5.697 7.458 30.522 Equal variances not assumed 3.334 21.717.003 18.99 5.697 7.167 30.813

56 4. Ujit-independentProstaglandin E2antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Prostaglandin_E_2 KPDP 20 24.8380 19.20506 4.29438 Normal 20 9.1865 4.33465.96926 Independent Samples Test Levene's Test t-test for Equality of Means Prosta Equal variances glandi assumed n_e_ Equal variances not 2 assumed F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Differe nce Std. Error Differe nce 95% CI of the Difference Lower Upper 8.840.005 3.555 38.001 15.6515 4.40241 6.73930 24.563 3.555 20.931.002 15.6515 4.40241 6.49435 24.808

57