106 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari pembahasan mengenai perkembangan arsitektur masjid Al- Azhar di Kairo masa dinasti Fatimiyyah sampai dinasti Utsmaniyyah (972 1987 M), yaitu sebagai berikut: 1. Perkembangan arsitektur masjid Al-Azhar masa Fatimiyyah sampai Utsmaniyyah (972 M 1987 M). a. Dinasti Fatimiyyah Masjid Al-Azhar yang dibangun pada masa Fatimiyyah tahun 972 M oleh Jawhar Ash-Shiqily< memiliki pola hypostyle. Beberapa peninggalan dinasti Fatimiyyah yang dapat terlihat sampai saat ini adalah mihrab utama, stucco di area shohn masjid Al-Azhar dan kubbah karya Al-Ha<fidz li-di<nilla<h yang meniru gaya arsitektur Tunisia. Tidak terdapat tempat wudhu di area masjid Al-Azhar pada masa Fatimiyyah. Hal tersebut dikarenakan kepercayaan pada masa itu bahwa suatu masjid tidak dianjurkan memiliki tempat wudhu. Masjid sebagai tempat ibadah dan dianggap suci, sehingga orang yang akan mendatanginya diharuskan telah bersuci sebelum datang ke masjid. 106
107 b. Dinasti Ayubiyyah Setelah dinasti Ayubiyyah merebut kekuasaan atas Mesir pada tahun 1171 M, Shala<huddi<n Al-Ayubi menutup pintu Al-Azhar secara total. Tidak terdapat aktivitas pembelajaran keilmuan maupun pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan kepemimpinan dinasti Ayubiyyah menganut faham fiqih Sunni dan ingin menghilangkan ajaran Syi ah. Terdapat alasan lain mengenai penutupan masjid Al- Azhar pada masa Ayubiyyah, yaitu adanya kepercayaan pada masa tersebut bahwa hanya ada satu masjid jami pada suatu kota. Mereka beranggapan bahwa hanya seorang sultan atau raja yang berhak memimpin sholat jum at di suatu kota. Tidak ada perkembangan arsitektur masjid Al-Azhar pada masa kepemimpinan dinasti Ayubiyyah karena penutupan total tersebut. c. Dinasti Mamluk Aktivitas masjid Al-Azhar dibuka kembali pada saat dinasti Mamluk menguasai wilayah Mesir pada tahun 1250 M. Kepemimpinan dinasti Mamluk menambahkan beberapa madrasa untuk tempat kajian, yaitu: Madrasa Thaibarsiyah, Madrasa Aqbugha<wiyah dan Madrasa Gawhar Al-Qanaqba i. Dinasti Mamluk menambahkan fasilitas tempat wudhu, sebuah mimbar kayu dan merenovasi mihrab masjid Al-Azhar setelah adanya gempa. Dinasti Mamluk memiliki seni pahat stalaktit yang dapat terlihat pada menara
108 Aqbugha<wiyyah, menara Qaytbay, menara Al-Ghuri dan muqarnas pada pintu utama masjid Al-Azhar. Dinasti Mamluk juga menambahkan sebuah masrabiya di area shohn masjid. d. Dinasti Utsmaniyyah Sultan Katkhuda< memperluas area utama ruang sholat masjid Al- Azhar pada tahun 1752 M. Sultan Katkhuda< juga memperluas riwaq Al-Atra<k di bagian kanan masjid Al-Azhar. Setelah penjajahan Prancis, Sultan Abba<s Hilmi< II membangun riwaq Abbas II. Dinasti Utsmaniyyah menambahkan mimbar dan mihrab baru pada masjid Al- Azhar setelah adanya perluasan ruang utama. Dinasti Mamluk juga mewariskan dua buah menara rucing, kubbah utama dan ba<b al- Muzayini<n atau pintu utama masjid Al-Azhar. 2. Bentuk, motif dan karakteristik ornamen yang digunakan masjid Al-Azhar pada masa Fatimiyyah sampai Utsmaniyyah. Masing-masing dinasti atau kepemimpinan mewariskan bentuk dan motif hias yang khas pada masjid Al-Azhar di Kairo. Berikut kesimpulan mengenai bentuk ciri khas masing-masing dinasti: a. Dinasti Fatimiyyah Dinasti Fatimiyyah memiliki ciri khas bentuk arsitektur, yaitu bentuk Keel-Arche. Keel-arche merupakan bentuk arsitektural yang berwujud seperti model bagian depan kapal yang terbalik. Dinasti Fatimiyyah juga mewariskan motif hias dengan pola pohon
109 palem. Pola tersebut dapat terlihat pada stucco di area shohn sebagai warisan dinasti Fatimiyyah. b. Dinasti Ayubiyyah Dinasti Ayubiyyah yang telah menutup seluruh aktivitas masjid Al-Azhar pada saat itu juga mewariskan bentuk konsep baru pada bangunan masjid Al-Azhar. Masrabiya yang dibangun oleh Sultan Qaytbay pada masa Mamluk, sebenarnya merupakan konsep yang dirancang pada masa Ayubiyyah. Sehingga dapat dikatakan bahwa unsur masrabiya tersebut merupakan warisan ide seni dari dinasti Ayubiyyah. c. Dinasti Mamluk Dinasti Mamluk mewariskan pola stalaktit atau muqarnas yang berbentuk pahatan batu dengan detail yang sangat sulit. Ciri khas dinasti Mamluk tersebut dapat terlihat pada menara-menara peninggalan Mamluk dan muqarnas pada pintu utama masjid Al- Azhar warisan dinasti Mamluk. Dinasti Mamluk memiliki ciri ragam hias yang detail dan sulit. d. Dinasti Utsmaniyyah Dinasti Utsmaniyyah mewariskan desain yang sangat sederhana namun memiliki unsur seni yang tinggi. Desain sederhana tersebut dapat terlihat pada motif menara dan kubbah
110 warisan Utsmaniyyah. Menara dan kubbah tersebut hanya memiliki motif rektilinear berupa garis vertikal. Dinasti Utsmaniyyah juga memiliki ciri khas penggunaan motif gambar pohon cemara. Motif tersebut dapat terlihat pada ba<b al-muzayini<n atau pintu utama masjid Al-Azhar warisan Utsmaniyyah. Berikut tabel kesimpulan perkembangan arsitektur masjid Al-Azhar di Kairo pada masa dinasti Fatimiyyah sampai dinasti Utsmaniyyah yang fokus pada enam unsur utama arsitektur masjid: Periode Ruang Utama Mimbar Mihrab Tempat Wudhu Kubbah/ Menara Hiasan Keterangan Fatimiyyah Syi ah Ismailiyyah Ayubiyyah Non Aktif Mamluk Fiqih Sunni Utsmaniyyah Kejayaan keilmuan Masing-masing dinasti memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan masjid Al-Azhar pada bidang seni arsitektur, pemerintahan, keilmuan hingga aspek religi yang diajarkan kepada masyarakat Mesir pada masa tersebut.
111 B. Saran Hasil penelitian mengungkapkan bahwa masjid Al-Azhar merupakan salah satu warisan budaya yang sangat berharga di wilayah Mesir. Perkembangan arsitektur dan pemilihan bentuk atau motif hias masjid Al-Azhar merupakan pengaruh dari kekuasaan masing-masing dinasti. Penelitian ini mendukung salah satu teori budaya material yang dimaknai berdasarkan perspektif Karl Marx (Marxisme). Teori kebudayaan material menurut perspektif Marxisme beranggapan bahwa simbol-simbol yang terdapat dalam kebudayaan materi merupakan hasil proses dominasi dari penguasa dan bersifat dialektik (Sulasman, 2013: 49). Kajian mengenai peninggalan budaya material atau artefak kawasan Timur Tengah tidak terlalu banyak dibahas oleh peneliti di Indonesia. Saran penulis pada peneliti yang lain, yaitu: Pertama, diharapkan bagi para peneliti lain untuk dapat melanjutkan penelitian mengenai masjid Al-Azhar yang memfokuskan pada peninggalan salah satu dinasti. Kedua, para peneliti lain dapat melanjutkan penelitian mengenai masjid Al-Azhar yang memfokuskan pada pembahasan makna filosofis bentuk peninggalan masing-masing dinasti pada masjid Al-Azhar. Ketiga, para peneliti lain dapat memilih objek artefak atau peninggalan material lain yang berada di wilayah Timur Tengah dan mengalami perubahan pada masing-masing kekuasaan. Keempat, para peneliti lain dapat menggunakan metode komparatif, untuk membandingkan antara bangunan peninggalan masa Ottoman yang berada di Mesir dan Turki.