Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Idris Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Abstrak Penyebaran benih jagung bersari bebas di lingkungan petani adalah melalui jalur distribusi benih antar lapang. Di Sulawesi Tenggara, petani pada umumnya menanam benih hasil regenerasi varietas lokal sebelumnya,berbagai varietas unggul jagung baru dapat dirasakan manfaatnya oleh petani apabila benih tersedia dilapangan dan dapat diakses oleh petani Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan produktivitas dan produksi jagung dalam rangka memenuhi kebutuhan benih jagung di kab Konawe. Pengkajian ini dilaksanakan dengan melibatkan 15 orang petani di desa Puumbinisi Kec. Pondidaha Kab. Konawe. Luas lahan yang digunakan adalah 15 ha, penanaman dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, Benih jagung yang diproduksi meliputi varietas Sukmaraga, Bisma, dan Lamuru. Data yang dikumpulkan meliputi data agronomi dari masing-masing varietas dan analisa ekonomi.total produksi benih kelas ES sebanyak 48 ton dengan produktifitas rata-rata 3,2 ton/ha, Benih yang dihasilkan telah terdistribusi ke beberapa desa di Kab. Konawe dan Kab. Konawe Selatan. Kata Kunci: Jagung, benih, produksi, penangkar, keragaan Pendahuluan Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil jagung yang cukup potensial. Daerah penanaman jagung di Sulawesi Tenggara adalah kabupaten Buton, Muna, Bombana, Konawe Selatan dan Konawe. Dengan produktfitas 2,15 t/ha (Dinas Pertanian Sultra 2008). Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan masalah kesuburan tanah, rendahnya penggunaan varietas unggul, dan pengelolaan tanaman dengan lingkungan belum dilaksanakan secara intensif sesuai teknologi yang tersedia (Subandi et al., 1988; Muliadi A. 2003). Dalam Priode 1995-2006 Badan Litbang Pertanian telah melepas 8 varietas unggul jagung komposit dan 11 varietas hibrida, masing-masing mempunyai karakteristik yang spesifik (Badan Litbang Pertanian, 2007) Dari 19 varietas unggul hanya beberapa yang berkembang di masyarakat petani, hal ini disebabkan anatara lain kurangnya sosialisasi dan kurang tersedianya benih bermutu varietas unggul baru pada saat diperlukan. Keunggulan varietas baru dapat dirasakan manfaatnya dalam peningkatan jumlah dan kualitas hasil pertanian, apabila tersedia cukup benih untuk ditanam petani (Yamin S., 2008). Benih bermutu merupakan benih yang benar secara genetik,mempunyai daya kecambah dan vigor yang tinggi, bersih serta sehat (Wahyuni, 2006). Selanjutnya Nugraha (2003) menyatakan bahwa di Indonesia dikenal 4 kelas benih yaitu Benih penjenis ( Breeder Seed, BS), berlabel kuning, benih dasar (Foundation Seed, FS), berlabel putih, benih pokok (Stock Seed, SS), berlabel ungu,benih sebar (Extention Seed,SS), berlabel biru. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilaksanakan kegiatan memproduksi benih. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui keragaan produktifitas dan produksi jagung yang dihasilkan 513
penangkar dalam rangka mendukung kebutuhan benih di Kabupaten Konawe. Bahan dan Metode Pengkajian dilaksanakan dengan melibatkan 15 orang petani di Desa Puumbunisi Kec. Pondidaha Kab. Konawe Sulawesi Tenggara. setiap petani hanya menanam satu varietas dengan luas 1 ha. Penanaman dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Desember 2009, Benih jagung yang diproduksi meliputi varietas Sukmaraga, Bisma, dan Lamuru. Benih sumber berasal dari Balisereal Maros. Pelaksanaan sertifikasi dilaksanakan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) provinsi Sulawesi Tenggara. Benih yang digunakan 20 Kg /ha sebelum ditanam diberi seed treatment yaitu mencampurkan 2 g metalaksil untuk setiap 1 kg benih. Jarak tanam antar barisan 75 cm sedangkan jarak tanam dalam barisan 20 cm, Pemupukan diberikan dengan dosis Urea 300 Kg, SP 36 200 kg dan KCl 100 kg perhektar waktu pemberian sebanyak tiga kali, pemeliharaan dan pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan pendekatan pengelolaaan hama terpadu (PHT).Pengairan dilakukaan bila tanaman menunjukkan gejala kekurangan air. Panen dilakukan setelah tanaman masak fisiologis dan kadar air biji biasanya telah mencapai kurang dari 30 %. Selanjutnya dilaksanakan perlakuan pasca panen, meliputi penjemuran tongkol, kemudian tongkol yang memenuhi kriteria diproses lebih lanjut untuk dijadikan benih. Penjemuran dilakukan sampai kadar air 16 %, selanjutnya dipipil, setelah biji terpipil,disortasi dilakukan dan biji yang terpilih dijemur hingga kadar air mencapai 10-11%. Data yang dikumpulkan komponen pertumbuhan dan komponen hasil dari masingmasing varietas. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden Karakteristik petani merupakan hal yang menentukan di dalam memahami informasi teknologi. Karakteristik yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman usaha tani dan jumlah tanggungan keluarga (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik Petani Jagung di Desa Puumbinisi, Kec. Pondidaha, 2009 Uraian Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani tergolong ke dalam umur produktif 39 tahun. Dilihat dari lamanya pendidikan, tingkat pendidikan petani rata-rata tamat SLTP. Dengan melihat potensi umur produktif, pengalaman usahatani jagung dan tingkat pendidikan yang memadai maka memungkinkan petani lebih cepat mengadopsi dan berusaha untuk lebih meningkatkan kegiatan usahataninya. Jumlah tanggungan keluarga petani padi sawah relatif kecil sehingga aktivasi mereka didalam berusahatani masih belum mencukupi, maka dalam menyelesaikan kegiatan usahatani masih memerlukan tenaga kerja dari luar keluarga. Rata-rata Umur (tahun) 39 Pendidikan (tahun) 11 Pengalaman usahatani 7 Jumlah tanggungan keluarga 4 514
Keragaan Komponen Pertumbuhan dan Komponen Hasil Kemampuan suatu varietas untuk memberikan hasil tinggi harus didukung oleh komponen pertumbuhan dan komponen hasil. Pada kegiatan penangkaran benih jagung, komponen agronomi dan komponen hasil disajikan pada Tabel 2. Sukmaraga kemudian Bisma dan Lamuru, Dari ketiga varietas dihasilkan 48 ton setelah diproses menjadi 34,5 ton atau 71,87 % Persentase hasil panen menjadi benih lulus bervariasi antara 68-75 %. Perencanaan Produksi benih Kebutuhan benih terkait langsung dengan luas areal tanam. Untuk tahun 2009 Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman, bobot 100 biji dan hasil Jagung. Konawe, 2009 Varietas Tinggi tanaman (cm) Bobot 100 biji Hasi (t/ha) Lamuru 167,4 26,2 3,0 Sukmaraga 183,0 28,4 3,4 Bisma 179,3 27,5 3,2 Pertumbuhan vegetatif jagung berkorelasi positif dengan hasil. Jagung lebih baik pertumbuhan vegetatifnya akan memberikan hasil yang lebih baik. Menurut Tohari (1992) tinggi tanaman diatur secara genetik untuk membentuk satuan struktur (buku dan ruas) dalam urutan yang teratur untuk memberikan bentuk dan keadaan yang khas masing-masing tanaman sehingga akan menghasilkantinggi tanaman yang berbeda. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa varietas Sukmaraga memberikan tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 183,0 cm disusul varietas Bisma dan Lamuru. Produksi Benih Produksi benih jagung kelas ES/BR di desa Puumbinisi, kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe MT 2009 disajikan pada Tabel 2. Hasil tertinggi terlihat pada varietas luas tanam di Sulawesi Tenggara 37,249 ha (BPS Sultra 2009). Areal tanam tersebar di 7 Wilayah Kabupaten. Dari 7 Kabupaten yang mengembangkan jagung, areal tanam yang paling luas adalah kabupaten Muna diikuti Kab. buton dan Konawe Selatan. Dari luasan tersebut maka diperkirakan jumlah benih dengan asumsi setiap hektar membutuhkan 25 Kg maka yang dibutuhkan kurang lebih 931.225 ton, hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan benih jagung khususnya di Sulawesi tenggara belum terpenuhi dan memberikan peluang bagi penangkar. Tabel 3 menunjukkan bahwa peluang penangkaran benih masih terbuka lebar namun kemampuan penangkar benih masih terbatas oleh karena itu masih perlu pembinaan dari aprat terkait. Menurut Nugraha 1996 pembinaan yang diperlukan oleh produsen dan penangkar benih adalah : 515
Tabel 3. Luas panen jagung per kabupaten di Sulawesi Tenggara, 2008 Kabupaten/Kota 1. Perencanaan produksi, yang meliputi antara lain: penentuan varietas, kelas benih yang akan diproduksi, suplai benih sumber, volume dan lokasi produksi, waktu tanam, panen, pengeringan dan pengolahan benih, pemasaran, dan sumber daya yang diperlukan. 2. Peningkatan efisiensi produksi benih bermutu yang meliputi optimasi produksi dan pengolahan benih, pengendalian mutu di lapangan, selama pengolahan dan penyimpanan. 3. Pengendalian mutu eksternal dan internal, cara-cara mendiagnosis masalah dan penanggulangannya, pencatatan dan pengolahan data. 4. Penyimpanan benih jangka panjang (3-5 tahun) untuk benih sumber (BS, FS), dan jangka pendek (6-12 bulan) yang efektif dan efisien untuk SS dan ES. 5. Membina permodalan bagi penangkar benih. Pemasaran Benih dan Distribusi Luas panen (ha) Buton 10.809 Muna 57.077 Konawe 3.480 Kolaka 4.559 Konawe selatan 10.654 Bombana 2.608 Kolaka Utara 743 Produksi benih yang dihasilkan Penangkar dipasarkan kepetani selain itu benih dipasarkan ke pihak swasta serta membantu Dinas pertanian kabupaten untuk mendukung ketersedian benih unggul masing masing wilayah. Pendistribusian benih melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan melalui program BLBU atau petani yang langsung datang ke lokasi. Sebagai gambaran produk benih tahun 2009 sudah terdistribusi ke berbagai kabupaten dalam propinsi Sulawesi Tenggara seperti ke Konawe Selatan dan beberapa kecamatan dalam kabupaten Konawe sendiri. Hal ini menggambarkan ada respon positif dari pasar dan perlu dijaga dan dikembangkan hubungan bisnis yang saling menguntungkan. Kesimpulan 1. Total Produksi benih jagung kelas ES 48 ton dengan produktifitas ditingkat penangkar rata-rata 3, 2 ton perhektar. 2. Hasil benih jagung dari ketiga varietas telah terdistribusi ke berbagai kabupaten dalam propinsi Sulawesi Tenggara seperti ke Konawe Selatan dan beberapa kecamatan dalam kabupaten Konawe sendiri Daftar Pustaka Badan Litbang Pertanian 2007a. Pedoman Umum. Kegiatan Produksi benih sumber padi dalam mendukung program benih berbantuan tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. 2009. Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2009. Nugraha, U.S., Wahyuni, S. dan Soleh, A. 1994. Perbaikan teknologi budidaya untuk memproduksi benih kedelai bermutu. Seminar Hasil Penelitian 1993/1994 Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. 9 hal. 516
Nugraha, U.S. 2006 Produksi Benih Kedelai Bermutu Melalui Sistem Jabal dan Partisipasi Petani. Jurnal Litbang Pertanian Volume XV (2) 1996. Nugraha, U.S. 2003. Perkembangan industri dan kelembagaan perbenihan padi. 30p. Sarief. S. 1985. Kesuburan dan pemupukan tanah pertanian. CV. Pustaka buana, Bandung. Subandi, 1990. Report on four maize introduced varieties under Indonesian Condition. FLCGN. 12:2-3. Tohari, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yamin S. 2008. Pengembangan varietas unggul dan komersialisasi benih sumber padi. Seminar Apresiasi Hasil penelitian padi menunjang P2BN balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Buku (2) hal 869-880. 517