KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.

dokumen-dokumen yang mirip
TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

4/12/2009. Water Related Problems?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Pengendalian Banjir Sungai

BAB 1 PENDAHULUAN I - 1

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN ARHAM BAHTIAR A L2A PRIYO HADI WIBOWO L2A

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

Kolam Retensi (Retarding Basin) Sebagai Alternatif Pengendali Banjir Dan Rob.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Drainase P e r kotaa n

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13]

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BANJIR JABODETABEK DITINJAU DARI ASPEK DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR KUNCI UNTUK PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengendalian Banjir Sungai

ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Drainase Perkotaan. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat

Transkripsi:

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK Permasalahan banjir dan drainase selalu mewarnai permasalahan yang terjadi di area perkotaan karena seringkali banjir dan drainase mencuat ke permukaan setelah perkembangan perkotaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tata guna lahan. Lahan yang semula memiliki daya resapan air besar karena masih dalam kondisi alami menjadi lahan masive yang berdaya resap air relatif sangat kecil setelah banyak pembangunan. Paradigma baru dalam pengendalian banjir adalah melakukan suatu upaya untuk menahan air selama mungkin di suatu tempat tanpa menyebabkan gangguan. Hal ini bukan saja sebagai upaya mengendalikan datangnya banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi. Kolam Retensi ternyata menjadi jawaban bagi kebutuhan tersebut. Dari hasil beberapa penelitian dapat dilihat dari analisa hidrograf bahwa pemakaian Kolam Retensi ternyata dapat mengendalikan besarnya debit puncak dengan menekan atau memotong puncak banjir yang seharusnya terjadi. Kata Kunci: Kolam Retensi, Reservoir, Retarding Pond, Banjir, Pengendalian Banjir 1. PENDAHULUAN Banjir adalah salah satu fenomena alam yang terjadi tanpa pernah bisa dihindari tetapi bisa dikendalikan. Banjir dapat terjadi dalam skala yang ringan yaitu terjadi hanya pada saat hujan turun dan surut di saat hujan reda bahkan sampai skala besar dimana air yang melimpah tetap tergenang sehingga menimbulkan gangguan pada lingkungan, kerusakankerusakan fisik yang pada akhirnya dapat menghambat kegiatan sosial dan ekonomi. Banjir dapat diartikan sebagai datangnya air secara berlebihan di suatu tempat. Apabila hal ini tidak mendapatkan penanganan yang semestinya, maka dapat menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut bahkan kehilangan kehidupan serta nyawa. Secara teori yang dimaksud dengan pengendalian banjir adalah mengalirkan kelebihan air ke tempat lain agar tidak mengganggu kenyamanan yang ada. Konsep lama dalam pengendalian banjir adalah mengusahakan agar air secepatnya dialirkan/ dibuang kehilir. Sejalan dengan pengalaman ternyata hal ini tidak selalu membawa hal baik bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Dalam kenyataannya pola ini seringkali hanya memindahkan lokasi banjir yang terjadi. Sehingga muncullah konsep baru pengendalian banjir. Konsep baru dalam pengendalian banjir adalah suatu upaya mengendalikan air permukaan dengan sasaran memperlama kehadirannya pada suatu tempat, tanpa mengganggu lingkungan yang ada. Konsep yang baru ini lebih 71

didasarkan pada upaya pelestarian air agar tidak terjadi kekeringan. 2. KONSEP TEORI Tipe Banjir Ada beberapa jenis atau tipe banjir yang menjadi dasar bagi setiap keputusan yang diambil untuk penanganan bajir, yaitu: Banjir Sungai Banjir Pantai : melubernya air sungai melalui tanggul-tanggul sungai. Hal ini seringkali terjadi pada sungai-sungai perennial dengan intensitas hujan yang tinggi. : naiknya muka air laut akibat pasang naik. Daerah-daerah di muara sungai seringankali mengalami bajir tipe ini. Naiknya muka air laut akibat pasang masuk ke muara sungai mengakibatkan terhambatnya air di hilir sungai sehingga ketika terjadi hujan dihulu sehingga terjadi stagnasi aliran di ruas bagian hilir. Hal ini menyebabkan terjadinya banjir. Banjir Tiba-tiba : banjir yang terjadi secara tiba-tiba akibat hujan deras dengan intensitas tinggi. Banjir ini seringkali terjadi area pemukiman. Kurangnya resapan dan tingginya intensitas hujan menjadi pemicu utama terjadinya banjir tipe ini. Banjir ini juga sering terjadi di sungaisungai ephemeral. Ketika terjadi hujan deras dengan intensitas hujan yang tinggi di bagian hulu maka bagian hilir akan terjadi banjir tiba-tiba. Apabila kapasitas sungai tidak mencukupi maka aliran akan keluar melalui tanggul-tanggul sungai dan membanjiri daerah sekitarnya. Banjir Lokal/ Perkotaan : banjir di area pemukiman atau perkotaan akibat drainase yng tidak memadai atau perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan menjadi area masif seringkali menjadi pemicu utama dalam terjadinya banjir, karena berkurangnya resapan sehingga aliran tidak banyak memiliki akses untuk meresap ke dalam tanah. Banjir danau/ tampungan: naiknya muka air di danau atau tampungan hingga melewati tanggul danau/ tampungan. Akibat intensitas hujan yang tinggi seringkali menyebabkan danau atau tampungan melimpaskan airnya melalui tanggul sehingga berakibat terjadinya banjir/ genangan di daerah sekitarnya. Penyebab Banjir Banjir dan genangan merupakan masalah perkotaan yang hampir setiap tahun berulang, namun belum juga terselesaikan bahkan semakin meningkat 72

frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Jika dilihat selama ini akar permasalahan banjir dan genangan di perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang semakin pesat yang kemudian berdampak pada perubahan tata guna lahan. Dalam upaya penanganan atau pengendalian banjir, hendaklah diketahui penyebab terjadinya banjir tersebut yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Banjir dan genangan karena ulah manusia, yaitu: Perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai (DAS). Perubahan fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase. Pembuangan sampah ke saluran drainase. Kawasan kumuh di sepanjang sungai atau saluran drainase. Infrastruktur drainase kurang berfungsi (bendungan dan bangunan air). Banjir dan genangan karena faktor alam, yaitu: Curah Hujan dan Intensitas Hujan yang tinggi sangat potensial menyebabkan banjir. Pada umumnya banjir diakibatkan oleh tingginya curah hujan yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup singkat. Tingginya intensitas hujan yang terjadi tidak berimbang dengan kemampuan infiltrasi sehingga air yang jatuh akan lebih banyak dilimpaskan sehingga seringkali menyebabkan banjir. Badai. Umumnya badai disebabkan oleh aliran udara/ angin dengan kecepatan tinggi. Bila badai terjadi di area pantai, danau atau sungai-sungai besar maka angin berkecepatan tinggi tersebut dapat menimbulkan gelombang yang cukup tinggi sehingga berpotensi meyebabkan banjir. Tsunami. Gelombang yang memiliki kecepatan sangat tinggi ini memiliki potensi yang sangat besar terhadap terjadinya banjir di area yang cukup dekat dengan pantai Back Water atau aliran balik terjadi di muara-muara akibat naiknya elevasi muka air laut akibat pasang sehingga menahan laju aliran sungai menuju laut. Bila tanggul sungai terlampaui maka dapat menimbulkan banjir. Aliran Debris. Ketika gunung berapi mengalami erupsi maka akan memuntahkan isi perutnya ke permukaan. Air hujan akan membawa material ini turun dan seringkali mengisi badan air yang ada disekitarnya sehingga menurunkan kapasitas dan fungsi badan air tersebut. Kapasitas Saluran/ Sungai tidak selalu memadai jumlah aliran yang melaluinya. Perubahan tata guna lahan memiliki potensi paling besar terhadap perubahan kapasitas saluran sehingga dapat mengakibatkan banjir. Terjadinya erupsi gunung berarti dan perubahan tata guna lahan pada DAS memiliki potensi terbesar dalam pemangkasan kapasitas sungai sehingga aliran akan meluber melewati tanggul-tanggul sungai Penyebab lain-lain. Masih banyak penyebab banjir yang lain seperti jebolnya waduk, runtuhnya tanggul dan lain sebagainya. Banjir yang terjadi tidak selalu mengikuti salah satu kriteria di atas. Adakalanya terjadi akibat kombinasi dari dua atau lebih kriteria tersebut. Sebagai contoh kota yang terletak pada coastal area [daerah pantai] dimana sungai juga bermuara ditempat yang sama sangat rentan terhadap kejadian banjir. Pada saat curah hujan turun cukup tinggi dengan intensitas tinggi yang pada saat bersamaan juga terjadi pasang naik menyebabkan air sungai tertahan sehingga dapat memicu terjadinya banjir yang akan bertahan cukup lama. 73

Banjir pada daerah perkotaan umumnya terjadi karena beberapa kasus sebagai berikut: Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat masuk kesaluran drainase, karena tertahan oleh bermacam penghalang al : bangunan, bagian permukaan tanah yang lebih tinggi. Permukaan jalan yang tidak mempunyai saluran tepi jalan. Air genangan akan hilang karena menguap dan meresap ke dalam tanah. Hujan terjadi di lahan/ lapangan yang luas dan di daerah perkembangan yang tidak mempunyai fasilitas drainase yang memadai. Debit banjir lebih besar dari kapasitas saluran yang ada, karena curah hujan yang terjadi melampaui intensitas hujan yang dipakai untuk perencannaan Kapasitas saluran drainase berkurang karena adanya sedimentasi atau pengotoran oleh sampah. Kelancaran aliran tergganggu oleh adanya hambatan di saluran, antara lain jembatan, pipa listrik, telpon, air minum yang melintang saluran, dan bangunan lain yang mengurangi penampang basah saluran, kapasitas gorong-gorong lebih kecil daripada kapasitas saluran dsb. Perubahan tata guna lahan, dan pengurangan lahan hijau yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air hujan, sehingga koefisien pematusan meningkat. Luapan dari saluran drainase akibat kenaikan permukaan air di saluran primer/ sungai saat banjir atau saat muka air laut pasang, yaitu akibat adanya arus balik yang masuk lewat out let/ out fall. 3. METODE PENANGANAN BANJIR Metode penanganan banjir yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kanal Banjir Kanal atau saluran dibangun khusus untuk mengalirkan air hujan agar tidak terjadi banjir. Dimensi kanal disesuaikan dengan debit rencana yang telah dihitung berdasar kala ulang tertentu yang menjadi dasar perencanaan. 2. Perbaikan dan Pemeliharaan Saluran/ sungai Perbaikan saluran/ sungai meliputi normalisasi dan rehabilitasi saluran. Normalisasi saluran dilakukan apabila dimensi saluran tidak seragam dan terjadi penyempitan di beberapa ruas tengah yang mengakibatkan pengurangan kapasitas dan menghambat laju aliran. Rehabilitasi diperlukan untuk mengembalikan fungsi saluran sebagaimana mestinya yaitu dengan memperbaiki tebing/ talud saluran yang rusak misalnya. Pemeliharaan saluran memegang peranan penting dalam penanganan banjir. Dangkalnya saluran akibat sedimentasi menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran yang pada akhirnya berakibat banjir. Untuk itu perlu pengerukan rutin untuk menjaga kemampuan saluran dalam menghantarkan aliran air sampai ke muara. 3. Tanggul dan Pintu pengatur Tanggul sering kali di bangun di sepanjang sungai/ saluran untuk meningkatkan kapasitas saluran dan diharapkan dapat menampung lebih banyak debit banjir sehingga tidak terjadi over-topping aliran. 74

Pintu-pintu pengatur seringkali dipakai sebagai upaya pengendalian aliran sehingga tidak terjadi banjir. Di kota-kota pantai seringkali dibangun tanggul-tanggul laut yang dilengkapi dengan pintupintu pengatur untuk mencegah masuknya air laut ketika terjadi pasang naik. 4. Polder dan Pompa Topografi suatu daerah tidaklah sama satu terhadap yang lainnya. Untuk daerah dengan topografi yang relatif datar perlu klengkapan berupa pompa sebagai upaya mendorong dan mempercepat aliran pada sistem drainase. Daerah atau kota yang terletak di muara umumnya dilengkapi dengan polder, yaitu suatu lahan yang dikelilingi oleh tanggul yang disediakan untuk menampung air yang akan dibuang ke muara atau laut sehubungan dengan adanya pasang surut air laut. Polder umumnya dilengkapi dengan pintu dan pompa. Air yang ada dibuang melalui bukaan pintu dikala pasang rendah dan di pompa keluar apabila terjadi pasang naik. 5. Kolam Retensi dan Kolam Detensi Kolam retensi dibangun untuk mengatur kelebihan aliran permukaan sehingga dapat terhindar dari bahaya banjir. Kolam retensi dibuat bukan hanya sebagai upaya pengendalian banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi atau pelestarian air. Sebagaimana kolam retensi, kolam detensi juga dibangun untuk mencegah terjadinya banjir. Pada kolam detensi air ditampung sementara waktu kemudian dialirkan kembali ke hilir badan air ketika puncak banjir telah lewat. Apabila retention basin selalu terisi air sehingga menyerupai danau maka detention basin lebih menyerupai danau kering karena hanya akan terisi air ketika air berlebih. 6. Tampungan/ Reservoir Tampungan atau reservoir dibangun untuk menampung kelebihan aliran dalam jumlah besar dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah sebagai pengendali banjir. Air yang tertampung ini kemudian dapat dimanfaatkan sebagai suplai air bersih, irigasi, perikanan dan lain sebagainya. Tampungan di bangun di hulu aliran daerah yang terkena banjir untuk mencegah kelebihan air memasuki area tersebut. Tampungan yang khusus dibangun untuk mengantisipasi banjir disebut 'Situ' dan dibangun dengan timbunan/ urugan tanah disekelilingnya sebagai tanggul. 4. PARADIGMA PENGENDALIAN BANJIR Paradigma baru dalam pengendalian banjir adalah mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air baku dan kehidupan aquatik dengan meresapkan air permukaan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah (mempertimbangkan konservasi air dan lingkungan). Sebagai upaya mengintepretasikan paradigma tersebut perlu diketahui isu strategis dalam pola penanganan banjir yaitu: 1. Ketegasan fungsi drainase, yaitu 75

berfungsi mengalirkan air hujan saja atau dengan mengalirkan air limbah permukiman (grey water ) 2. Pengaturan fungsi lahan basah. 3. Pengendalian debit puncak 4. Penanganan sistem drainase secara terpadu. 5. Kelembagaan dan kelengkapan peraturan 5. SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEM Pertumbuhan jumlah penduduk di suatu daerah meningkatkan resiko banjir setelah hujan deras. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan yang telah banyak mengubah permukaan permeabel menjadi permukaan yang impermeabel. Limpasan permukaan menjadi lebih besar dan semakin sedikit yang mampu mengisi ruang di dalam tanah. Berikut adalah perbandingan kondisi lahan yang permeabel dan impermeabel dalam penyerapan air hujan. Gambar 1. Perbandingan penggunaan SUDS dan non-suds Sebuah riset oleh departemen lingkungan di Amerika Serikat memberikan hasil penelitiannya bahwa perubahan tata guna lahan dari lahan alami menjadi areal infrastruktur meningkatkan limpasan sebanyak 11 kali lipat dari sebelumnya dan mengurangi kemampuan penyerapan sampai dengan 70%. Sejalan dengan pola pengendalian banjir yang baru, muncullah apa yang disebut sebagai Sustainable Urban Drainage System (SUDS) yaitu suatu pola drainase pemukiman atau perkotaan yang berbasis lingkungan. Pada SUDS diupayakan suatu langkah untuk meningkatkan kualitas air buangan sebelum dilepaskan kembali ke alam dan memperbesar kemampuan resapan permukaan tanpa memberikan dampak negatif terhadap air tanah yang mana adalah cadangan air bersih yang perlu dilestarikan. System SUDS bertujuan untuk meminimalkan atau bahkan menghilangkan kelebihan debit agar dapat meminimalisasi dampak sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan. SuDS juga dapat melindungi dan meningkatkan kualitas air tanah. 76

SUDS mengimplementasikan teknik sebagai berikut: 1. kontrol pada sumber limpasan/ air buangan 2. permukaan permeable 3. kolam retensi 4. penanaman vegetasi Paradigma dalam SUDS adalah mudah dalam hal pengaturan dan pemakaian dan ramah lingkungan serta memenuhi kriteria estetika. Contoh dari paradigma ini adalah wetlands suatu lahan yang dapat menyimpan dan menyaring air kotor serta menyediakan lingkungan sebagai habitat bagi beberapa jenis binatang dan tumbuhan. Contoh SUDS dalam drainase perkotaan adalah kolam retensi yang dilengkapi dengan taman yang dapat dibuat dalam skala kecil di lokasi-lokasi pemukiman dan perkantoran padat. Contoh sederhana dalam implementasi SUDS dapat dilihat pada contoh berikut: Gambar 2. Koalm Retensi; Salah Satu Contoh Implementasi SUDS 6. KOLAM RETENSI Kolam retensi perlu dibangun untuk menampung sementara air banjir untuk kemudian dialirkan kembali setelah [uncak banjir terlewati. Kolam retensi juga memiliki fungsi sebagai lahan konservasi. Sesuai dengan konsep sistem drainase yang berkelanjutan maka prioritas 77

Debit (m3/dt) utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall retention facilities). Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu (1) tipe penyimpan (storage types) dan (2) tipe peresapan (infiltration types). Sebagai salah satu alternative penahan laju air hujan, Kolam Retensi memiliki kedua fungsi tersebut. Hal ini yang menyebabkan Kolam Retensi menjadi alternative unggulan dalam hal penanganan dan pengendalian banjir. Sebagai fasilitas penyimpan air hujan, kolam retensi mampu menampung limpasan air hujan yang cukup besar. Efektifitas pengendalian banjir yang tinggi membuatnya memiliki tingkat kehandalan dan keamanan yang cukup besar. Sehingga genangan dan banjir kiriman dari hulu dapat diminimalkan. Kolam Retensi juga dapat menjadi fasilitas resapan dimana dapat berfungsi untuk menjaga elevasi muka air tanah dan juga kualitas airnya. Kolam Retensi ini berfungsi untuk mengontrol parameter debit puncak dan waktu penuntasan, yaitu dengan memotong debit puncak banjir yang terjadi. Oleh karena itu Kolam retensi memiliki efektifitas yang baik dalam pengendalian banjir. 7. HIDROGRAF BANJIR DENGAN KOLAM RETENSI Berikut disajikan beberapa contoh hidrograf banjir yang menunjukkan efektifitas pemakaian kolam retensi sebagai pengendali banjir. 600 500 Tanpa Pond Dengan Pond 400 300 200 100 0 0 1 2 3 3.06 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (jam) Gambar 3. Hidrograf Debit Banjir Rancangan Tukad Sowan Perancak Akibat Rencana Kolam Retensi 78

Debit m3/dt 500.00 450.00 400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 25 27.5 30 32.5 35 37.5 40 Waktu (jam) Gambar 4. Hidrograf Debit Banjir Kali Kemuning Akibat Rencana Kolam Retensi 400.00 350.00 300.00 250.00 K Kemuning OverFlow Bozem G Madah K Colak Total 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Gambar 5. Hidrograf Debit Banjir DAS Kemuning Akibat Rencana Kolam Retensi 8. PENUTUP Dari hasil analisa terhadap beberaa hidrograf banjir yang ditampilkan di atas, maka terlihat bahwa pembuatan atau pengembangan Kolam Retensi dapat menjadi alternative pengendali banjir yag efektif. DAFTAR PUSTAKA DED PENGENDALIAN BANJIR KABUPATEN TULUNGAGUNG KOTA, 2013, Dinas PU Pengairan Kabupaten Tulungagung 79

DED PENGENDALIAN BANJIR KABUPATEN JEMBRANA, 2012, Balai Wilayah Sungai Bali-Penida SID Pengendali Daya Rusak Air Kali Kemuning, 2008, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas 80