BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perekonomian. Pemasukan dari pajak diharapkan dapat meningkat, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan dana yang besar yang tidak hanya bersumber dari pinjaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari


BAB I PENDAHULUAN. Negara dalam menyelenggarakan pemerintahannya mempunyai kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang Negara. kewajiban perpajakannya (John Hutagaol, 2007:275).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi: 2006). Dalam meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan berupaya untuk menciptakan negara Indonesia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Theresia Woro Damayanti (2010:1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengeluaran utama negara adalah

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Objek Penelitian... 19

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Pajak bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya Indonesia mampu mewujudkan kemandirian bangsa dan Negara dalam. negeri yang cukup besar. Salahsatunya adalah Pajak.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pajak. Pajak merupakan suatu hal yang wajib untuk dipahami dengan baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada negara yang

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun diubah/disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB I PENDAHULUAN. pajak, dengan menjaring wajib pajak baru (

BAB 1 PENDAHULUAN. dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda atau warisan yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 98/KMK.01/2006 Account. mengimplementasikan Organisasi Modern.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Masing-masing akan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. terus meningkat. Konstribusi pajak yang terus mengalami peningkatan pada

BAB I PENDAHULUAN. peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara (Munari,2005:120).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini, pemerintah sangat mengandalkan penerimaan dari

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

mendasar yaitu dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung yang diperoleh dari masyarakat guna membiayai pengeluaran pemerintah serta untuk kepentingan pembangunan. Dalam upaya untuk membiayai pembangunan, pemerintah telah bertekad secara perlahan melepaskan ketergantungan dari luar negeri dan beralih kepada kemampuan bangsa sendiri yakni melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting bagi negara, bahkan pajak menjadi kunci keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang. Peran serta Wajib Pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat menentukan tercapainya rencana penerimaan pajak. Meskipun jumlah Wajib Pajak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada kenyataannya masih terdapat kendala yang dapat menghambat upaya peningkatan tax ratio, kendala tersebut adalah kepatuhan Wajib Pajak. Pajak menurut undang-undang perpajakan No.28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam pembiayaan Negara, dituntut kesadaran warga Negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Terlepas dari kesadaran warga Negara, sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

2 Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak yang menjadi hambatan dalam pemungutan pajak. Menurut Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany (2014), Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia hingga saat ini masih sangat minim. Maka dari itu dibutuhkan kerja sama bukan hanya dari DJP atau petugas pajak saja tetapi juga dituntut partisipasi aktif dari Wajib Pajak agar terwujud optimalisasi penerimaan pajak yang diinginkan. Partisipasi aktif Wajib Pajak sangat dibutuhkan karena diiringi dengan perubahan system pemungutan Official Assessment menjadi Self Assessment yaitu memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk bertanggung jawab dalam mendaftar, menghitung, membayar, dan kemudian melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Hal tersebut membuat kepatuhan Wajib Pajak menjadi faktor yang sangat penting dalam perwujudan mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro (2014) (dalam MoF (Fiscal) News), mengatakan Tahun 2015 ini kita fokus kepada (tax) compliance, baik orang pribadi maupun badan. Seperti diketahui, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia, baik perseorangan maupun badan masih relatif rendah. Jika Tingkat kepatuhan Wajib Pajak meningkat, tingkat penerimaan pajak juga akan meningkat signifikan. Kalau tingkat compliance-nya diperbaiki, bisa kok kenaikannya (penerimaan perpajakan) besar. Masih menurut (Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro (2014) dalam MoF (Fiscal) News), mengatakan: Untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak tersebut, perlu ada perbaikan, baik dari sisi sumber daya manusia maupun penegakan hukum. Jumlah pegawainya harus ditambah, penegakan hukumnya harus kuat, harus ada insentif yang clear, sehingga mereka bisa benar-benar bekerja seperti layaknya seorang tax officer (petugas pajak). Disisi lain DJP memberi pernyataan bahwa, masyarakat memiliki kecenderungan hanya mendaftarkan diri menjadi wajib pajak tetapi sulit untuk melaksanakan pelaporan SPT. Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Bagi Wajib Pajak bila

3 terjadi keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa atau Tahunan dikenakan denda dan bagi aparatur pajak digunakan sebagai salah satu kriteria untuk ditetapkan menjadi Wajib Pajak patuh sesuai keputusan menteri keuangan No.554/KMK.04/2000 Jo KMK 235/KMK.03/2003. Menurut salah satu petugas fiskus pada KPP Pratama Cimahi menurut keputusan Menteri Keuangan dapat dirumuskan bahwa, semakin tinggi rasio penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan memperlihatkan semakin meningkatnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang ada. Karena dalam pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak melakukan penyetoran pajak terutang terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan melaporkan SPT, sehingga sudah dipastikan disaat melaporkan SPT Wajib Pajak (WP) telah menyetor pajak terutangnya dan akan dinyatakan patuh. Peneliti menjadikan Wajib Pajak Badan sebagai objek penelitian, dimana Wajib Pajak Badan yang dimaksud pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Formulasi tingkat kepatuhan yang telah dibahas diatas akan dilihat dari persepsi Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Badan memiliki peran yang sangat signifikan terhadap penerimaan pajak tetapi cukup rentan dengan ketidakpatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dapat dilihat bahwa tabel berikut adalah data rasio tingkat kepatuhan pelaporan SPT Wajib Pajak Badan pada 7 KPP Pratama se-bandung Raya.

4 Tabel 1.1 Rasio Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan sejak Tahun 2012-2015 pada 7 KPP Pratama Se-Bandung Raya Tahun Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (%) Bojonegara Cibeunying Karees Cicadas Ciamahi Soreang Majalaya 2012 60.75% 72.27% 53.65% 41.49% 47.61% 44.66% 49.13% 2013 58.42% 61.13% 61.33% 51.04% 42.27% 100.90 45.07% 2014 59.77% 49.05% 51.03% 50.45% 45.25% 50.92% 43.65% 2015 61.87% 48.69% 52.52% 46.45% 36.72% 50.11% 46.25% Rata-Rata 60% 58% 55% 48% 42% 62% 46% Sumber : KPP Pratama se-bandung Raya (data diolah kembali) Berdasarkan Tabel 1.1 data tersebut menunjukkan data pelaporan rasio kepatuhan wajib pajak badan per tahun, mulai dari tahun 2012 sampai 2015. Jika dilihat 4 (Empat) tahun terakhir rasio kepatuhan disetiap KPP mengalami fluktuasi, selain itu rata-rata rasio kepatuhan dari 7 KPP se-bandung Raya 4 tahun terakhir menyatakan bahwa KPP Pratama Cimahi memiliki rata-rata rasio terendah, yakni sebesar 42%. Disini artinya, walaupun Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cimahi sudah banyak yang patuh karena dilihat pada setiap tahunnya KPP Pratama Cimahi mengalami peningkatan Jumlah Wajib Pajak Badan efektif yang terdaftar dengan peningkatan Jumlah Wajib pajak badan efektif yang melaporkan SPT, akan tetapi seperti yang dipaparkan oleh data diatas, masih banyak WP Badan yang tidak menyampaikan atau tidak melaporkan SPT nya. Dari fenomena diatas dapat dilihat masih terdapat ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan dalam pelaporan SPT, karena dalam fenomena terdapat kesenjangan antara jumlah Wajib Pajak Badan Efektif dengan Wajib Pajak Badan efektif yang melaporkan SPT. Maka dari itu untuk mewujudkan atau mencapai kepatuhan WP, dilakukan dengan memperhatikan pelayanan fiskus kepada WP dan dalam penerapan Sanksi Pajak.

5 Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Badan KPP Pratama Cimahi sejak Tahun 2012-2015 Tahun Jumlah WP Terdaftar yang efektif Jumlah SPT Masuk Ratio Kepatuhan(%) 2012 4436 2112 47.61% 2013 4925 2082 42.27% 2014 6305 2853 45.25% 2015 6706 2463 36.72% Rata Rata 42% Sumber : KPP Pratama Cimahi (data diolah kembali) Ratio Ketepatan Waktu Wajib Pajak Badan dalam Melaporkan SPT sejak Tahun 2012-2015 Tahun Tepat Waktu Terlamabat Total 2012 2013 2014 2015 % Jumlah SPT % Jumlah SPT 85.51 88.56 83.07 74.54 1806 1844 2370 1836 14.48 11.43 16.92 25.45 306 238 483 627 Sumber : KPP Pratama Cimahi (data diolah kembali) Jumlah SPT 2112 2082 2853 2463 Dilihat dari uraian tabel rasio tingkat kepatuhan yang diukur dari tepat waktu dan tidak tepat waktu dalam pelaporan SPT diatas, ternyata walaupun persentase menunjukkan lebih banyak yang melaporkan SPT tepat waktu, akan tetapi masih cukup banyak juga dari Wajib Pajak yang melaporkan SPT tidak tepat waktu. Karena apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak dilaporkan dalam jangka waktu sebagaimana mestinya, atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana ditentukan, maka dikenai Sanksi administrasi berupa denda : sebesar Rp.1000.000 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Selain fenomena ketidaktepatan waktu penyampaian SPT, menurut sumber wawancara dengan seorang petugas fiskus mengatakan bahwa, terdapat

6 fenomena lain pada KPP Pratama Cimahi terjadi pada bagian seksi waskon1/ pelayanan AR, yang memiliki tugas melayani Wajib Pajak dan mengawasi kepatuhan Wajib Pajak, dimana kedapatan Wajib Pajak Badan yang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri, yang membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Maka atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2%. maka peneliti tertarik melakukan penelitian di KPP Pratama Cimahi. Hal ini disebabkan rasio tingkat kepatuhannya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Selain itu menurut data yang peneliti dapatkan dari KPP Se-Bandung Raya Bahwa KPP Pratama Cimahi memiliki Wajib Pajak Badan efektif terdaftar paling banyak di 4 tahun terakhir pada KPP Pratama Se-Bandung Raya, sehingga diasumsikan dapat mewakili Wajib Pajak Badan terdaftar paling banyak Se- Bandung Raya. Dan pada salah satu tabel diatas mengatakan dari Wajib Pajak yang melaporkan SPT, masih banyak Wajib Pajak Badan yang melaporkan SPT tidak tepat waktu (Terlambat), serta dengan berbagai fenomena hasil wawancara dengan petugas fiskus yang memang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak. KPP Pratama Cimahi merupakan instansi vertikal Departemen Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kanwil DJP Jawa Barat I. Dalam realisasi penerimaan Pelaporan SPT dari tahun 2012 hingga tahun 2015 mengalami fluktuasi tingkat kepatuhan yang diduga belum maksimalnya proses pelayanan yang diberikan oleh fiskus atau aparatur pajak, internal perusahaan, prosedural yang rumit, antrian yang terlalu lama, penegakan hukum perpajakan dan berbagai keluhan lainnya yang menjadi alasan Wajib Pajak untuk enggan dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Hal ini berdampak pada munculnya ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Seperti Teori yang dikemukakan oleh Rahayu (2010: 140) bahwa kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1. pelayanan pada Wajib Pajak atau yg sering kita sebut dengan Pelayanan fiskus, 2. penegakan hukum

7 perpajakan, 3. kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, 4. pemeriksaan pajak, dan 5. tarif pajak. Berbagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik, penegakan hukum, struktur organisasi, tenaga kerja dan pelayanan fiskus, akan tetapi dari beberapa faktor diatas yang paling mendasar dan sering mempengaruhi tingat kepatuhan Wajib Pajak adalah penegakan hukum (sanksi pajak), dan pelayanan fiskus hal ini dikemukakan oleh Hutagaol et al (2007: 186). Hal yang sama dikemukakan oleh menteri keuangan bahwa, untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, perlu ada perbaikan baik dari sisi Sumber Daya Manusia maupun penegakan hukum. pentingnya kualitas aparat (SDM) Perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada WP, Jumlah pegawai yang kompeten harus ditambah, penegakan hukumnya harus kuat, harus ada insentif yang clear sehingga mereka bisa benar-benar bekerja, seperti layaknya seorang tax officer (petugas pajak). Pelayanan fiskus menjadi salah satu harapan bagi masa depan untuk peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban terhadap negara. Hal itu berdasarkan apa yang telah diutarakan oleh Ilyas & Burton (2013: 90) bahwa : meskipun kampanye dan penyuluhan perpajakan telah dilaksanakan Ditjen Pajak, cara yang dirasa paling baik untuk bisa mengubah sikap masyarakat yang masih kontra dan belum memahami pentingnya melaksanakan kewajiban perpajakan adalah melalui pelayanan fiskus. Masih dalam Ilyas & Burton (2013: 90) dijelaskan bahwa sikap atau pelayanan pajak yang baiklah yang harus diberikan kepada seluruh Wajib Pajak, karena dalam membayar pajak seseorang tidak mempunyai kontraprestasi yang langsung. Jika dalam dunia perdagangan ada ungkapan pembeli adalah Raja, maka ungkapan Wajib Pajak adalah Raja juga perlu dimasyarakatkan, sehingga Wajib Pajak bersemangat dalam membayar pajak.

8 Jotopurnomo dan Mangoting (2013:50) juga mengungkapkan bahwa pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak oleh Direktorat Jendral Pajak untuk membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga dapat dikatakan pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian Supadmi (2010) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, kualitas pelayanan pajak yang baik harus ditingkatkan oleh aparat pajak karena pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi Wajib Pajak. dalam pelayanan tersebut fiskus dituntut memiliki keramah tamahan dan dapat menyediakan kemudahan dalam mengakses sistem informasi perpajakan. Dalam Siti (2013: 145) mengatakan bahwa, Lemahnya Pelayanan Fiskus mencerminkan kualitas pelaksanaan pelayanan fiskus yang diberikan belum baik, jika pelayanan fiskus diberikan atau dilakukan dengan baik minimal sesuai dengan standar indikator pelayanan, tidak akan terjadi penumpukan wajib pajak diakhir periode yang belum melaksanakan kewajibannya dengan tepat waktu. Maka dari itu pelayanan fiskus yang buruk menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Masih dalam siti, pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. pentingnya pelayanan fiskus, menekankan pada pentingnya kualitas aparat (SDM) Perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada WP. Satu langkah penting yang dilakukan DJP sebagai wujud nyata kepedulian pada pentingnya kualitas pelayanan pajak adalah memberikan kualitas pelayanan prima, sehingga bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak sendiri. Pelayanan prima tersebut agar menjadi pelayanan pajak yang berkualitas harus mengandung beberapa indikator pelayanan seperti yang disebutkan oleh Fandy dan Gregorius (2007:133) Terdapat 5 indikator kualitas pelayanan, yaitu Reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles. Penelitian terdahulu mengenai pelayanan fiskus, yang dilakukan Jotopurnomo dan Mangoting (2013), Rahman (2011), Rajif (2011) berhasil membuktikan bahwa pelayanan pajak (fiskus) mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang telah diatur dalam undang-undang, tak terkecuali mengenai

9 sanksi perpajakan yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi para pelanggar pajak. Dengan tujuan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para Wajib Pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajibanya bila memandang bias sanksi dapat lebih merugikannya. Menurut Mohamad Zain (2008:35) menyatakan bahwa : Atas kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka diperlukan tindakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan perpajakannya, tindakan tersebut adalah salah satunya dengan melalui pemberian sanksi kepada wajib pajak yang tidak patuh. Masih dalam Mohammad Zain (2008: 35) yaitu: Sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mrngurangi penyelundupan pajak atau kelalaian melakukan kewajiban perpajakan. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Seperti yang dikatakan, Ilyas dan Burton, (2010:) Cara efektif agar wajib pajak menjadi wajib pajak yang patuh adalah dengan menerapkan sanksi tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Pengertian sanksi perpajakan itu sendiri menurut, Mardiasmo (2013:42) adalah : Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventiv) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan beberapa indikator, yaitu : 1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. 2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan 3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik Wajib Pajak. 4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi

10 5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan. Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan Self Assessment System dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Penelitian terdahulu, Jatmiko (2006: 20) mengatakan bahwa Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Pernyataan tersebut juga telah didukung oleh penelitian terdahulu Fuadi dan mangoting (2013), Utami dan Kardinal (2013), dan Arum (2012) yang menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Alasan mengapa penulis memilih Wajib Pajak Badan, karena hal tersebut dapat dilihat dari fenomena yang terdapat pada data ratio kepatuhan, bahwa pertumbuhan wajib pajak badan meningkat disetiap tahunnya akan tetapi tidak diimbangi dengan pelaporan SPT atau dapat dikatakan persentase ratio kepatuhan lebih rendah dari pada ratio yang belum mengembalikan SPT jauh lebih tinggi. Dan jika ditanya mengapa lebih memilih Wajib Pajak Badan dan tidak memilih Wajib Pajak Orang pribadi, alasan peneliti adalah jika dilihat dari fenomena. Pertama secara lingkup umum, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam artikel dari liputan6.com (19/6/2015), Jakarta- menyebutkan, ada 3 tiga penyebab buruknya pengumpulan pajak selama belasan tahun ini. Pertama, Kepatuhan Wajib Pajak sangat rendah yaitu hanya sekitar 50%. Kedua, adanya kebocoran penerimaan pajak terutama dari restitusi atau pengembalian pajak, khususnya dari pajak pertambahan nilai (PPN). Ketiga, adanya basis Wajib Pajak yang kecil. Meski jumlah penduduk 250

11 juta orang, yang punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya 28 juta orang atau sedikit diatas 10%. Yang melaporkan SPT rutin hanya 10 juta Wajib Pajak dan yang membayar penuh sesuai ketentuan Cuma 900 ribu orang, dan itupun Wajib Pajak Orang Pribadi, jelasnya. Dan kedua dilihat fenomena dari lingkup khusus, dari data persentase / Ratio kepatuhan WP Badan dan WP OP KPP Pratama Cimahi jika dilihat ditahun 2015 persentase ratio kepatuhan Wajib Pajak Badan 36.72% menurun dibandingkan Tahun sebelumnya Tahun 2014 sebesar 45.25%. Sedangkan Ratio Kepatuhan WP OP jika dilihat pada Tahun 2015 persentasenya yang meningkat 57.67%. dibandingkan dengan tahun sebelumnya tahun 2014 sebesar, 51.26%. Serta jika dilihat dari ratio ketepatan waktu pelaporan SPT dari total realisasi penyampaian SPT masih banyak yang terlambat atau Tidak tepat waktu. Kesimpulan dari kedua fenomena tersebut adalah Kepatuhan Wajib Pajak Badan memang harus lebih diperhatikan, pertama peluang penerimaan bagi DJP cukup besar, kedua kepatuhan WP Badan perlu diperbaiki agar lebih baik lagi, walaupun pada kenyataanya WP Badan pada KPP Cimahi sudah banyak yang melaporkan SPT dan dinyatakan patuh, akan tetapi jauh tidak seimbang dengan persentase WP Badan Wajib SPT atau WP yang terdaftar (efektif) yang belum melaporkan SPT, Serta jika dilihat dari ratio ketepatan waktu pengembalian SPT dari total realisasi penyampaian SPT masih banyak yang terlambat atau Tidak tepat waktu. sehingga menjadikan pedapatan pajak (penerimaan pajak) belum maksimal, dikarenakan masih banyak WP Badan yang tidak patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Maka dari itu dalam peneliti memilih dan fokus dengan variabel bebas pelayanan fiskus dan sanksi pajak yang mempengaruhi variabel terikat yaitu, Kepatuhan Wajib Pajak, karena kedua variabel bebas ini sangat berkaitan dan dirasakan langsung efek pelaksanaannya oleh wajib pajak. Dengan hal yang berbeda pula yaitu menjadikan kepatuhan Wajib Pajak Badan sebagai objek dari variable bebas. Karena dilihat pada penelitian sebelumnya dengan variable bebas pelayanan fiskus dan sanksi pajak belum ada yang meneliti menggunakan Wajib Pajak Badan menjadi objek penelitiannya, karena kebanyakan menggunakan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai objek

12 penelitian sedangkan Wajib Pajak Badan juga rentan dengan tindakan enggan memenuhi kewajiban perpajakan. Oleh sebab itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei Persepsi Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cimahi). 1.2 Rumusan Masalah Dari Uraian latar Belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cimahi 2. Bagaimana pengaruh Sanksi Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cimahi 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi mengenai Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak dan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cimahi serta untuk mengetahui apakah ada pengaruh sanksi pajak dan pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Dapat diuraikan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui bagaimana pengaruh Pelayanan Fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cimahi 2. Mengetahui bagaimana pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak Badan Pada KPP Pratama Cimahi 1.4 Kegunaan Penelitian Dari tujuan di atas penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk a. Kegunaan Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi kalangan akademis baik itu lingkup pemerintahan maupun masyarakat pada umumnya dalam menambah pengetahuan mengenai faktor yang

13 mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. serta menjadi masukan bagi peneliti peneliti selanjutnya dalam meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Selain itu, dapat menambah pengetahuan wawasan penulis dari penelitian yang dilakukan dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan dalam pembahasan kepatuhan wajib pajak. b. Kegunaan Praktis Penelitian ini secara praktis diharapkan menjadi bahan masukan dan Sebagai kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak bagi Pemerintahan (Lingkup Direjen Pajak), penelitian ini memberikan gambaran perihal variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang dalam penelitian ini adalah pelayanan fiskus dan sanksi pajak dan diharapkan penelitian dapat memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil pemerintah lingkup DJP guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.