BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 5, 2016: ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang aman, menggunakan kemasan yang ramah lingkungan serta dapat

BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dikonsumsi atau digunakannya. Banyak faktor yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Niat beli merupakan hal paling penting yang harus diperhatikan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keputusan pembelian. Sehingga pemberian merek (branding) sebenarnya merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. topik penelitian selama beberapa dekade terakhir. Budaya dan sejarah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan mempunyai pandangan yang baik terhadap perusahaan tersebut. menarik konsumen untuk melakukan keputusan pembelian produk yang

Integrated Marketing Communication I

Produksi Media PR Cetak. Modul ke: 05FIKOM. Brand Image. Fakultas. Program Studi HUMAS. Mintocaroko, S.Sos., M.Ikom

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Merek memberi nilai kepada pelanggan dan sekaligus kepada perusahaan.

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. American

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran adalah mengatur hubungan konsumen yang menguntungkan. Dua tujuan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan persaingan sehingga berdampak pada peningkatan jumlah alternatif

I. PENDAHULUAN. cukup besar, dengan jumlah penduduk yang cukup besar tersebut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Loyalitas erat hubungannya dengan perkembangan media massa dan selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Griffin (2003:5) menyatakan bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas dasar teori variabel-variabel yang membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi seperti saat ini, perusahan dituntut agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan yang dihadapi perusahaan-perusahaan baik

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia adalah pasar bagi seluruh pelaku bisnis. Dunia yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan kebutuhan konsumen maka produsen perlu memahami perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB I PENDAHULUAN. sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu menjadi rujukan dalam menulis penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari

II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial

BAB V PENUTUP. 1. Brand awareness tidak berpengaruh signifikan terhadap purchase intention

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap produk. Melihat banyaknya produk yang ditawarkan maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang canggih. Banyak konsumen yang belum sempat mencoba seri terbaru

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat pula diantara para produsen. Menurut Kartajaya (2004:144), merek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan tak lepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan banyaknya bank yang bermunculan di Indonesia. Menurut Pasal 1

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Hal tersebut ditunjukkan dengan indikator-indikator goodness of fit model struktural

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian sebelumnya mengenai perubahan pata perilaku terhadap. Penggunaan Perceived Fit dalam penelitian mengenai Brand

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari merek yang tertera pada produk tersebut. penjual dan untuk mendiferensikannya dari barang atau jasa pesaing.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Pengertian Merek Menurut para ahli

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bab sebelumnya, telah dijabarkan tentang latar belakang dari

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah merek yang sukses dapat dianggap sebagai aset yang paling berharga dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang semakin ketat. Persaingan yang semakin ketat membuat keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dihindari dengan adanya persaingan maka perusahaan-perusahaan akan

BAB I LATAR BELAKANG. dilakukan oleh Rio, Vazquez, dan Iglesias (2001) yang berfokus pada sepatu

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pemasaran yang semakin global, persaingan yang hypercompetitive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (Kotler, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi positif bagi eksistensi bisnis di masa yang akan datang. Loyalitas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. involvement. Adapun hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam

I. PENDAHULUAN. Citra merek (Brand Image) mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk meningkatkan kualitas produk masing-masing. Perubahan konsep

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep citra merek hijau Kotler dan Amstrong (2001:357) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Citra adalah total persepsi terhadap suatu obyek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu (Sutisna, 2001:83). Keller (1993) mendefinisikan citra merek hijau sebagai satu set persepsi dan asosiasi di benak konsumen yang terkait dengan persembahan. Citra merek hijau adalah seperangkat persepsi merek yang ada dalam pikiran konsumen yang berkaitan dengan komitmen dan kepedulian lingkungan (Chen, 2009). Wikramayana (2014) menjelaskan brand image sebagai intepretasi akumulasi berbagai informasi yang diterima konsumen. Ong dan Sugiharto (2013) mengatakan bahwa citra merek pada dasarnya merupakan suatu hasil pandang atau persepsi konsumen terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan atas pertimbangan dan perbandingan dengan beberapa merek lainnya pada jenis produk yang sama. Citra merek mempresentasikan keseluruhan persepsi dari terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek (Sutisna, 2001:83). Koubaa (2007) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat 11

persepsi tentang merek yang tercermin dari asosiasi merek yang tertanam di memori konsumen. Hapsari (2008) mengambil beberapa kesimpulan tentang citra merek sebagai berikut: 1) Citra merek merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap merek dan bagaimana pandangan konsumen tentang merek. 2) Citra merek tidak semata ditentukan oleh bagaimana pemberian nama yang baik kepada sebuah produk, tetapi juga dibutuhkan bagaimana cara memperkenalkan produk tersebut agar dapat menjadi sebuah memori bagi konsumen dalam membentuk suatu persepsi akan sebuah produk. 3) Citra merek sangat berpatokan pada pemahaman, kepercayaan, dan pandangan atau persepsi konsumen terhadap suatu merek. 4) Citra merek dapat dianggap sebagai asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada suatu merek. 5) Citra merek yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu produk dengan merek yang bersangkutan di kemudian hari, sedangkan bagi produsen brand image yang baik akan menghambat kegiatan pemasaran pesaing. 6) Citra merek merupakan faktor yang penting yang dapat membuat konsumen mengeluarkan keputusan untuk mengkonsumsi bahkan sampai kepada tahap loyalitas di dalam menggunakan suatu merek produk 12

tertentu, karena brand image memengaruhi hubungan emosional antara konsumen dengan suatu merek, sehingga merek yang penawarannya sesuai dengan kebutuhan akan terpilih untuk dikonsumsi. Yasin et al. (2007) menjelaskan bahwa ekuitas merek sebagian besar didukung oleh kaitan antara konsumen dengan merek, kontribusi, dan khususnya pada citra merek. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya (Iqbal dan Adami, 2013). Merek akan menjadi paling penting untuk pelanggan dengan membentuk keyakinan pelanggan terhadap suatu merek (Ogba dan Tan, 2009). Hu et al. (2012) menjelaskan bahwa dua dimensi citra merek menghasilkan dua jenis citra merek yaitu fungsional dan simbolik harmoni. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian, oleh karena itu kegunaan utama dari iklan diantranya untuk membangun citra positif terhadap merek (Sutisna, 2001:83). Brand suatu produk dapat berdampak positif terhadap citra negara, dengan asumsi bahwa citra merek memiliki peran dalam memengaruhi citra negara dalam sebuah produk (Arimbawa dan Rahyuda, 2015). Citra merek berasal dari semua pengalaman konsumsi konsumen dan kualitas layanan yang dirasakan konsumen (Kayaman dan Arasli, 2007). Kredibilitas merek dapat dibuat dan dibentuk dengan konsistensi yang lebih tinggi, kejelasan yang lebih tinggi, dan investasi merek yang lebih lama melalui semua praktik dan aspek komunikasi pemasaran seperti iklan citra merek, sponsorship, dan promosi penjualan (Baek dan King, 2011). 13

2.1.2 Konsep tingkat pendidikan UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa. Pendidikan merupakan proses belajar dan pembelajaran dimana terjadi proses pembentukan manusia yang lebih manusia (Mahendra dan Ardani, 2015). Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: proses, cara, perbuatan mendidik (http://kamusbahasaindonesia.org/pendidikan/mirip). Proses mendidik dan dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan hidup manusia (Mahendra dan Ardani, 2015). Hogart (2001) dalam Perdana dan Sukaatmadja (2015) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi nilai-nilai yang dianutnya sehubungan dengan cara berpikir dan cara pandang terhadap suatu masalah. Khasmir (2006) dalam Yuliati dan Anzola (2009) berpendapat bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang dan konsumen yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan bersikap lebih kritis. Tingkat pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang akan 14

dikembangkan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari. 2.1.3 Konsep preferensi merek hijau Hellier et al. (2003) berpendapat bahwa preferensi merek adalah tingkatan di mana konsumen menghendaki jasa yang diberikan oleh perusahaannya sebagai perbandingan pada jasa yang disediakan oleh perusahaan lain dengan rangkaian pertimbangannya. Aaker (1991) dalam Soebianto (2014) mendefinisikan preferensi merek (brand preference) sebagai cerminan dari suatu produk yang membedakan produk tersebut dengan produk pesaingnya dimata konsumen, terdiri atas aspek fungsional dan emosional yang akan memengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu merek, persepsi positif akan muncul ketika konsumen mendapatkan stimulus positif dari sebuah identitas merek sehingga konsumen memutuskan untuk membeli (purchase decision). Seftiani (2014) mendefinisikan preferensi merek sebagai keadaan dimana konsumen akan memilih satu dari banyak merek yang ditawarkan pesaing berdasarkan pengalaman sebelumnya. Mendez (2010) berpendapat bahwa untuk mengklasifikasikan set alternatif dalam preferensi, konsumen harus melihat alternatif individual, tidak secara keseluruhan tetapi sebagai satu set atribut atau karakteristik parsial. Perusahaan yang mampu mengembangkan preferensi merek akan mampu mempertahankan serangan dari para pesaing (Prabhawedasattya dan Yasa, 2013). Jika terbentuk preferensi merek 15

yang terbaik maka akan dapat memberikan jaminan kualitas yang bagus bagi konsumen dari suatu produk. Konsumen dengan pendapatan yang lebih tinggi mungkin memiliki persepsi yang berbeda dan menempatkan lebih penting pada evaluasi preferensi merek (Mulyanegara dan Tsarenko, 2008). Prabhawedasattya dan Yasa (2013) berpendapat bahwa preferensi merek terbaik dapat memberikan jaminan kualitas bagi konsumennya. Perez et al. (2011) berpendapat bahwa pertanyaan mengenai apakah kedekatan keluarga akan mempengaruhi preferensi merek antar generasi? sangat penting untuk manajer merek, terutama bagi yang melakukan bisnis di beberapa pasar karena struktur keluarga di suatu pasar mungkin tidak menyerupai struktur keluarga di pasar lainnya dan preferensi merek mungkin akan kuat atau lemah di beberapa pasar, sehingga memberikan peluang tambahan ataupun hambatan untuk manajer merek mempengaruhi preferensi merek. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh citra merek hijau terhadap preferensi merek hijau Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai suatu produk (Kotler dan Amstrong, 2001:357). Citra merek terhadap produk ramah lingkungan merupakan sebuah gambaran yang ditimbulkan oleh suatu merek dalam benak pelanggan terkait dengan kepedulian lingkungan. Citra merek hijau sebagai satu set persepsi di benak konsumen yang terkait dengan komitmen dan kepedulian lingkungan kosumen. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap konsumen yang berupa 16

keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek (Sutisna, 2001:83). Seftiani (2014) berpendapat bahwa penggunaan iklan untuk meningkatkan citra merek, dimana di dalam iklan konsumen dapat melihat langsung apa yang produk tersebut berikan. Cretu et al. (2007) dalam Seftiani (2014) menyatakan bahwa citra merek sangat penting untuk pasar dimana keputusan yang terlibat dalam proses pembelian sangat kompleks. Mackay (2001) dalam Mourad dan Ahmed (2012) menyatakan bahwa beberapa studi empiris membuktikan hubungan positif antara konstruksi yang berbeda ekuitas merek dan preferensi merek. Penelitian Prabhawedasattya dan Yasa (2013) juga menunjukkan ekuitas merek berpengaruh signifikan dan positif terhadap preferensi merek. Penelitian Seftiani (2014) menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh signifikan dan positif terhadap preferensi merek. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mourad dan Ahmed (2012) menunjukkan bahwa citra merek hijau berpengaruh signifikan dan positif terhadap preferensi merek hijau. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah: H1 : Citra merek berpengaruh signifikan dan positif terhadap preferensi merek produk lampu Philips LED. 2.2.2 Pengaruh tingkat pendidikan terhadap preferensi merek hijau Granzin dan Olsen (1991) dalam Mourad dan Ahmed (2012) menyatakan bahwa tingkat pendidikan konsumen berhubungan langsung dengan aspek lingkungan, karena konsumen berpendidikan lebih sadar akan implikasi 17

lingkungan. Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih pro ke lingkungan karena lebih memahami mengenai dampak dari masalah lingkungan. Pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan cenderung mempunyai korelasi yang erat dan nyaris merupakan hubungan sebab-akibat (Schiffman dan Kanuk, 2008:46). Konsumen dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat pendapatan yang tinggi sehingga untuk memilih produk pun, konsumen yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memilih produk ramah lingkungan. Penelitian Adiutama dan Santika (2014) menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap niat berbelanja kembali. Penelitian Mahendra dan Ardani (2015) memberikan implikasi yaitu tingkat pendidikan akan berpengaruh pada preferensi merek atau pilihan merek produk yang dipilih oleh konsumen. Penelitian Mourad dan Ahmed (2012) menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi ekuitas merek hijau secara signifikan berbeda untuk tingkat pendidikan yang berbeda. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah: H2 : Tingkat pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap preferensi merek produk lampu Philips LED. 2.2.3 Peran tingkat pendidikan memoderasi citra merek hijau dengan preferensi merek hijau Hasil riset Cao et al. (2009) dalam Gunawan dan Suprapti menunjukkan bahwa faktor kunci yang memengaruhi sikap lingkungan adalah pendapatan 18

bersih dan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih sadar akan pentingnya lingkungan. Pendidikan seseorang akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki penghasilan yang tinggi sehingga mampu membeli barang yang lebih mahal, ramah lingkungan, dan bermerek. Merek yang ampuh memiliki ekuitas merek yang tinggi (Kotler dan Amstrong, 2008:357). Seftiani (2014) mengatakan bahwa citra merek yang dibangun dapat menjadi identitas dan cerminan dari visi, keunggulan, standar kualitas, pelayanan dan komitmen dari pelaku usah atau pemiliknya. Citra merek yang dibangun oleh perusahaan akan tertanam dalam benak konsumen. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan citra merek yang sudah positif (Sutisna, 2001:84). Konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya lebih mementingkan citra merek dari sebuah produk yang akan dipilih. Oleh karena itu tingkat pendidikan dapat menjadi variabel moderasi antara citra merek dengan preferensi merek. Penelitian Mourad dan Ahmed (2012) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Sarjana memperkuat citra merek hijau dengan preferensi merek hijau, sedangkan pada tingkat pendidikan Pascasarjana tidak memoderasi citra merek hijau dengan preferensi merek hijau. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah: H3 : Tingkat pendidikan secara signifikan memoderasi citra merek dengan preferensi merek produk lampu Philips LED 19

2.2.4 Kerangka konsep penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian sebelumnya maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut ini : Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Citra Merek Hijau(X1) H1 Preferensi Merek Hijau (Y) H3 H2 Tingkat Pendidikan (X2) Sumber : Mourad dan Ahmed (2012) yang sudah dimodifikasi untuk penelitian. 20