BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank syariah adalah bank yang menjalankan sistemnya berdasarkan prinsip syariah. Terdapat dua jenis yaitu Bank Umum Syariah (BUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Adapun prinsip syariah yang sesuai dengan hukum-hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berwenang dalam penetapan fatwa dibidang akuntansi syariah. Dalam prinsip syariah, bank syariah menjalankan konsep yang berbeda dengan bank konvensional pada umumnya yakni melarang penetapan bunga dalam semua transaksi yang dijalankan karena tergolong kategori riba. Dalam hal tersebut pelanggaran riba juga terdapat dalam Al-Qur an surat Al- Baqarah ayat 275, yang potongan ayatnya berbunyi : Allazina ya kulunar riba la yakumuna illa kama yakumullazi yatahabbatuhus saytanu minal mass(massi), zalika bi annahum kalu innamal bay u mislur riba, wa ahallallahul bay a wa harramar riba fa man jaahu maw izatun min rabbihi fantaha fa lahu ma salaf (salafa), wa amruhu ilallah(ilallahi), wa man ada fa ulaika ushabun nar(nari), hum fiha halidun (haliduna). Artinya : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. Dalam operasinya, bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan syariah Islam. Kehadiran bank syariah dapat menjadi alternatif bagi umat muslim dalam bertransaksi sesuai syariat agama islam tanpa adanya sistem bunga yang dilarang oleh agama Islam. Seiring berjalannya waktu, bank syariah mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan akuntansi perbankan syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun 1999, Bank Indonesia sebagai pemrakarsa, membentuk tim penyusun PSAK Bank Syariah, yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia 1/16/KEP/DG8B/1999, yang meliputi unsur-unsur komponen dari Bank Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan Departemen Keuangan, hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan perbankan syariah yang merupakan implementasi dari Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 (Wiroso, 2011). Bank sebagai lembaga yang berperan dalam mengarahkan dana yang berasal dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat berupa pinjaman. Bank sebagai industri yang dalam kegiatan usahanya memerlukan kepercayaan masyarakat. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia mengakibatkan menurunnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam terhadap dollar Amerika. Tingginya inflasi yang terjadi, mengakibatkan dampak yang luas terhadap perokonomian dan dunia perbankan. Akibatnya terjadi
krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997 dalam dunia perbankan mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan menurun, sehingga perbankan mengalami kesulitan dalam menghimpun dana dari masyarakat yang menyebabkan masyarakat takut dana yang disimpan di bank tidak dapat kembali. Dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank akibat krisis tahun 1997, maka bank diharuskan memperbaiki kinerjanya untuk memperoleh kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank maupun terhadap sistem bank secara keseluruhan. Kondisi tersebut mendorong pihak-pihak didalamnya untuk melakukan penelitian atas kesehatan bank. Pihak investor penting untuk mengetahui kinerja dari bank, karena semakin baik kinerja bank tersebut maka jaminan keamanan dana investasi juga semakin besar. Laporan keuangan bank adalah salah satu indikator utama dalam menilai kesehatan bank. Bank dapat melakukan kegiatan operasional secara maksimal jika bank tersebut sehat. Penilaian kesehatan bank dilakukan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam menjaga fungsi intermediasi. Suatu bank dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dan berkembang usahanya jika kemampuan manajer atau pimpinan dalam mengelola usahanya sangat baik. Apalagi pada kondisi yang seperti saat ini, efisiensi sangat diperlukan di segala bidang. Maka peranan manajer dituntut lebih besar lagi dalam mengelola semua potensi yang dimiliki oleh perusahaan. Karena tujuan dari setiap bank konvensional maupun bank syariah diarahkan untuk mendapat keuntungan yang
maksimal yang telah direncanakan demi terus berlangsungnya hidup dari bank itu sendiri. Akhir-akhir ini istilah bank sehat atau tidak sehat semakin populer. Berbagai kejadian dalam perbankan seperti merger dan likuidasi selalu dikaitkan dengan kesehatan bank. Oleh karenanya bank memerlukan suatu analisis untuk mengetahui kondisi bank setelah melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu tertentu. Analisis yang dilakukan berupa penilaian tingkat kesehatan bank. Sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 Tanggal 12 April 2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, adapun penilaian kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL yaitu capital, asset, management, earning, dan liquidity. Melalui CAMEL dapat diketahui bagaimana kondisi kesehatan suatu bank. Kondisi kesehatan bank yang tidak sehat merupakan indikasi adanya manajemen bank yang tidak baik, serta kinerja bank yang tidak baik pula. Bank yang tidak selalu mendapatkan laba disetiap tahunnya dan bank yang tidak mampu memenuhi kewajibannya adalah salah satu contoh bank yang memiliki kinerja yang buruk dan apabila hal ini tidak diantisipasi maka bank yang kurang sehat tersebut akan mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya dan akan ditinggalkan oleh nasabah dan menyebabkan bank tersebut gulung tikar. Pada sisi lain kinerja keuangan bank dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kesehatan bank (Sofyan, 2002). Kinerja bank yang baik diharapkan mampu meraih, meningkatkan, dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap
suatu bank ataupun sistem perbankan secara menyeluruh. Kinerja tersebut dapat dilihat melalui penyajian informasi yang berupa laporan keuangan kepada pihak intern dan ekstern. Laporan keuangan disajikan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Salah satu informasi yang penting adalah laba yang diperoleh bank pada tahun tersebut. Informasi laba dinilai penting karena laba memberikan informasi dalam kinerja bank selama satu periode di masa lalu. Selain itu, sifat laba yang setiap tahun berubah membuat informasi laba sangat bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun Fitriani dalam Widawati (2012) mengungkapkan bahwa sehat tidaknya suatu perusahaan atau perbankan dapat dilihat dari kinerja keuangan terutama kinerja profitabilitasnya dalam suatu perusahaan perbankan tersebut. Ukuran dalam penilaian profitabilitas pada industri perbankan pada umumnya menggunakan Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Return On Asset (ROA) lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan, sedangkan Return On Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut. Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian Return On Asset (ROA) daripada Return On Equity (ROE) karena lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat. Peneliti menggunakan ROA sebagai salah satu proksi dalam mengukur kinerja keuangan bank. Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektivitas suatu perusahaan yang didalamnya menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio laba sebelum pajak
terhadap total aset bank. Semakin besar ROA, maka semakin baik pula kinerja keuangan perusahaan tersebut karena return yang didapatkan perusahaan semakin besar. ROA juga merupakan perkalian antara faktor net income margin dengan perputaran aktiva. Net income margin merupakan kemampuan dalam memperoleh laba pada setiap penjulan dari perusahaan, sedangkan perputaran aktiva menunjukkan seberapa jauh perusahaan menciptakan penjualan dari aktivanya. Penelitian mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap kinerja bank telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Prasnanugraha (2007), Mahardian (2008), Puspitasari (2009), dan Srihastuti (2013). Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian pada perusahaan perbankan syariah dengan periode 3 tahun yaitu 2013-2015. Varibel dalam penelitian ini merupakan variabel yang menurut penelitian sebelumnya berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank. Variabel independen yang digunakan oleh peneliti antara lain yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing financing (NPF), Net Profit Margin (NPM), Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO), Finance to Deposit Ratio (FDR) dan pengaruhnya terhadap variabel dependen yang digunakan oleh peneliti adalah kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Asset (ROA).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah rasio keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA? 2. Apakah rasio keuangan Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA? 3. Apakah rasio keuangan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA? 4. Apakah rasio keuangan Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA? 5. Apakah rasio keuangan Finance to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji apakah rasio keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA. 2. Untuk menguji apakah rasio keuangan Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA.
3. Untuk menguji apakah rasio keuangan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan ROA. 4. Untuk menguji apakah rasio keuangan Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA. 5. Untuk menguji apakah rasio keuangan Finance to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain : a. Kontribusi Teoritis Memberikan informasi mengenai pengaruh CAR, NPF, NPM, BOPO, dan FDR terhadap kinerja keuangan ROA. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan penelitian mengenai pengaruh CAMEL terhadap kinerja keuangan pada perbankan di Indonesia. b. Kontribusi Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam menganalisis kinerja keuangan bank sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi baik kreditor maupun investor.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi dalam konteks menguji variabelvariabel rasio CAMEL yang terdiri dari capital yang diukur dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), asset diukur dengan rasio Non Performing Financing (NPF), management diukur dengan rasio Net Profit Margin (NPM), earning diukur dengan rasio Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO), liquidity diukur dengan rasio Finance to Deposit Ratio (FDR). Dalam pengaruhnya terhadap kinerja keuangan bank yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Selain itu peneliti juga berfokus pada perbankan syariah yang terdaftar di Bank Indonesia dengan rentang periode 2013 2015.