BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo, Surabaya ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga sebagai tempat pemeliharaan dan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK POLISAKARIDA KRESTIN DARI EKSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Uji Toksisitas Akut Polisakarida Krestin dari Ekstrak Coriolus versicolor dengan Parameter Kerusakan Hepatosit, Enzim SGPT dan SGOT pada Mencit

BAB III METODE PENELITIAN. Airlangga digunakan sebagai tempat pembuatan ekstraksi jamur C. versicolor,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

Oleh : Wiwik Yulia Tristiningrum M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Savanna Afrika Barat yang kering.tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada daerah

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelainan hati dapat diketahui dengan pemeriksaan kadar enzim dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

I. PENDAHULUAN. tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak. Dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, yaitu

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pemberian ekstak biji klabet (Trigonella foenum-graecum L) secara oral

BAB IV HASIL DAN PEMBASAN

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. juga disertai dengan kemunduran kemampuan psikis, fisik dan sosial.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suplemen berenergi adalah jenis minuman yang ditujukan untuk. stamina tubuh seseorang yang meminumnya. (

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman secara turun-temurun. Seiring berkembangnya dunia pengobatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer yang digunakan berupa pengamatan histologis sediaan hati yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis dapat dilihat pada lampiran 3. Data hasil pengukuran kadar SGPT dapat dilihat pada lampiran 4. Sedangkan analisis data persentase hepatosit normal, kerusakan hepatosit, dan kadar SGPT dapat dilihat pada lampiran 5. 4.1.1 Pengamatan histologis sediaan hati Rerata persentase hepatosit normal dan kerusakan hepatosit serta hasil analisis uji Duncan dapat dilihat pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4. Tabel 4.1 Rerata persentase hepatosit normal dan hasil analisis uji Duncan pada 4 kelompok perlakuan Kelompok perlakuan P0 Rerata hepatosit normal (%) pada ulangan ke- 1 2 3 4 5 6 51,61 ± 3,95 52,96 ± 1,30 48,99 ± 3,43 51,63 ± 4,04 52,54 ± 2,34 52,77 ± 5,49 Rerata (%) 51,75 d ±1,47 P1 48,57 ± 1,78 47,00 ± 2,47 47,49 ± 2,23 47,82 ± 1,12 44,83 ± 3,46 50,52 ± 3,20 47,71 c ±1,87 P2 44,23 ± 3,04 47,18 ± 1,90 44,30 ± 3,02 44,52 ± 2,19 44,81 ± 2,82 42,82 ± 2,57 44,64 b ±1,42 P3 42,70 ± 1,87 41,41 ± 3,73 40,22 ± 1,01 41,40 ± 2,99 40,63 ± 2,16 40,76 ± 1,26 41,19 a ±0,87 Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB. 30

31 Tabel 4.2 Rerata persentase pembengkakan hepatosit dan hasil analisis uji Duncan pada 4 kelompok perlakuan Kelompok perlakuan P0 Rerata pembengkakan hepatosit (%) pada ulangan ke- Rerata (%) 1 2 3 4 5 6 21,14 ± 2,49 19,44 ± 4,27 21,10 ± 4,20 21,69 ± 1,61 19,65 ± 3,16 20,01 ± 3,62 20,51 a ±0,92 P1 21,48 ± 3,77 22,61 ± 5,10 20,36 ± 2,66 22,13 ± 3,74 24,15 ± 3,24 19,59 ± 5,29 21,72 a ±1,63 P2 21,24 ± 2,17 21,55 ± 3,68 19,84 ± 3,75 23,53 ± 2,39 22,33 ± 0,85 21,35 ± 1,18 21,64 a ±1,23 P3 18,92 ± 1,40 21,26 ± 3,03 20,36 ± 3,63 21,11 ± 1,75 22,43 ± 4,23 23,42 ± 1,40 21,25 a ±1,57 Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan ada beda tidak signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB. Tabel 4.3 Rerata persentase hidropik dan hasil analisis uji Duncan pada 4 kelompok perlakuan Kelompok perlakuan P0 Rerata hidropik (%) pada ulangan ke- 1 2 3 4 5 6 16,67 ± 2,22 14,28 ± 3,30 17,07 ± 3,74 12,93 ± 2,04 12,12 ± 3,72 12,41 ± 1,82 Rerata (%) 14,25 a ± 2,17 P1 13,95 ± 3,38. 13,58 ± 3,37 15,63 ± 4,75 15,74 ± 1,93 15,13 ± 2,92 13,05 ± 1,69 14,63 ab ± 1,23 P2 17,71 ± 2,14 13,85 ± 3,83 19,76 ± 3,18 14,41 ± 5,33 16,27 ± 3,49 16,98 ± 6,85 16,50 bc ± 2,18 P3 19,46 ± 2,04 17,64 ± 2,55 17,59 ± 3,59 16,66 ± 2,29 17,86 ± 3,59 17,43 ± 0,65 17,77 c ± 0,92 Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB.

32 Tabel 4.4 Rerata persentase nekrosis hepatosit dan hasil analisis uji Duncan pada 4 kelompok perlakuan Kelompok perlakuan P0 P1 P2 P3 Rerata nekrosis (%) hepatosit pada ulangan ke- 1 2 3 4 5 6 10,58 ± 2,49 16,00 ± 1,73 16,86 ± 4,42 18,92 ± 1,40 13,32 ± 4,93 16,81 ± 4,93 17,42 ± 2,92 19,70 ± 2,51 12,84 ± 2,50 16,52 ± 5,75 16,11 ± 1,90 22,08 ± 3,08 13,75 ± 2,92 14,32 ± 5,30 16,87 ± 3,37 20,83 ± 2,28 15,69 ± 2,60 15,92 ± 3,28 16,59 ± 1,67 19,09 ± 3,28 14,31 ± 2,65 16,84 ± 5,15 18,85 ± 5,15 18,40 ± 0,63 Rerata (%) 13,42 a ± 1,70 16,07 b ± 0,94 17,12 b ± 0,95 19,84 c ± 1,38 Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB. Gambar 4.1Diagram rata-rata hepatosit. Keterangan: P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB.

33 Berikut ini adalah gambaran histopatologis hati mencit pada masingmasing perlakuan: Gambar 4.2 Gambaran histopatologis hati mencit pada kelompok P0 perbesaran 400x. h=hepatosit normal, kp=sel Kupffer, si=sinusoid, pb= pembengkakan sel, hd=hidropik, n=nekrosis. Gambar 4.3 Gambaran histopatologis hati mencit pada kelompok P1 perbesaran 400x. h=hepatosit normal, kp= sel Kupffer, si=sinusoid, pb= pembengkakan sel, hd=hidropik, n=nekrosis.

34 Gambar 4.4 Gambaran histopatologis hati mencit pada kelompok P2 perbesaran 400x. h=hepatosit normal, kp=sel Kupffer, si=sinusoid, pb= pembengkakan sel, hd=hidropik, n=nekrosis. Gambar 4.5 Gambaran histopatologis hati mencit pada kelompok P3 perbesaran 400x. h=hepatosit normal, kp=sel Kupffer, si=sinusoid, pb= pembengkakan sel, hd=hidropik, n=nekrosis.

35 Tabel 4.5 Nilai probabilitas (p) pada uji normalitas, homogenitas dan One Way Anova Kriteria hepatosit Nilai p normalitas Nilai p uji homogenitas Nilai p uji One Way Anova Normal 0,745 0,749 0,000 Pembengkakan sel 0,911 0,737 0,419 Hidropik 0,884 0,092 0,005 Nekrosis 0,861 0,378 0,000 Hasil analisis data dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa masing-masing data hepatosit normal, pembengkakan sel, hidropik, dan nekrosis berdistribusi normal dengan nilai p=0,745, p=0,911, p=0,884, dan p=0,861 (p>0,05). Kemudian dilanjutkan menggunakan uji Homogenity of Variences yang menunjukkan data bersifat homogen dengan nilai masing-masing p=0,749, p=0,737, p=0,092, dan p=0,378 (p>0,05). Pada hasil analisis data dari keempat kriteria hepatosit menggunakan One Way Anova menunjukkan p=0,000 dan p=0,005 (p<0,05). Pada pengamatan terhadap jumlah hepatosit normal, hepatosit mengalami perubahan hidropik, dan nekrosis menunjukkan perbedaan antar perlakuan. Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan pemberian PSK ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap gambaran histologis hati mencit (H 0 1) ditolak. Untuk mengetahui signifikansi antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjutan yaitu menggunakan uji Duncan. Sedangkan pada hepatosit yang mengalami pembengkakan, hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan pemberian PSK ekstrak jamur C. versicolor terhadap gambaran histologis hati mencit (H 0 1), diterima.

36 Hasil analisis menggunakan uji Duncan pada histologis hati yang berupa hepatosit normal mencit pada kelompok perlakuan kontrol (P0) menunjukkan berbeda signifikan dengan perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2), dan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan 1 (P1) berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan 2 (P2) dan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan (P2) berbeda signifikan dengan perlakuan 3 (P3). Hasil analisis menggunakan uji Duncan pada histologis hati mencit berupa perubahan hidropik pada kelompok perlakuan kontrol (P0) menunjukkan berbeda tidak signifikan dengan kelompok perlakuan 1 (P1) namun berbeda signifikan dengan perlakuan 2 (P2) dan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan 1 (P1) berbeda tidak signifikan dengan perlakuan 2 (P2) namun berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan 2 (P2) berbeda tidak signifikan dengan kelompok perlakuan 3 (P3). Hasil analisis menggunakan uji Duncan pada histologis hati mencit berupa nekrosis hepatosit pada kelompok perlakuan kontrol (P0) menunjukkan berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2) dan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan 1 (P1) berbeda tidak signifikan dengan perlakuan 2 (P2) namun berbeda signifikan dengan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan 2 (P2) berbeda signifikan dengan perlakuan 3 (P3).

37 4.1.2 Pengukuran kadar SGPT Data yang diperoleh dari pengukuran kadar SGPT setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor dapat dilihat pada tabel 4.6. Pada penelitian ini kadar SGPT mencit pada masing-masing kelompok perlakuan adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Rerata kadar SGPT dan hasil analisis uji Duncan pada 4 kelompok perlakuan Kelompok perlakuan Dosis PSK (mg/kg BB) Kadar SGPT (IU/L) pada ulangan ke- Rerata 1 2 3 4 5 6 P0 0 11,91 11,91 15,88 13,24 17,20 13,24 13,9 a ± 2,17 P1 1,5 11,91 11,91 14,57 11,91 13,24 11,91 12,58 a ± 1,11 P2 3 13,24 17,20 9,27 11,91 10,6 11,91 12,36 a ± 2,73 P3 6 11,91 9,13 9,13 17,20 10,6 11,91 11,59 a ± 3,34 Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan ada beda tidak signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB.

38 Gambar 4.6 Diagram rata-rata kadar SGPT. Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan ada perbedaan yang tidak signifikan. P0: pemberian larutan salin; P1: pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB. Hasil analisis data dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dengan nilai p=0,117 (p>0,05). Kemudian dilanjutkan menggunakan uji Homogenity of Variences yang menunjukkan data bersifat homogen dengan nilai p=0,525 (p>0,05). Pada hasil analisia data menggunakan One Way Anova menunjukkan p=0,436 (p<0,05), sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada pengaruh pemberian PSK ekstrak jamur Coriolus versicolor pada kadar kreatinin mencit (H 0 2) diterima. 4.2 Pembahasan Jamur Coriolus versicolor banyak digunakan sebagai suplemen kesehatan. Dalam dunia pengobatan tradisional di Cina dan Jepang, Coriolus versicolor dikeringkan untuk digunakan sebagai teh (Cui dan Christi, 2003).

39 Manfaat terpenting dari polisakarida krestin (PSK) adalah sebagai imunomodulator dan anti kanker (Cheng dan Leung, 2008). Selain itu, ekstrak Coriolus versicolor dapat memberikan efek penekanan tumor pada in vivo (Ho et al., 2006). Penelitian yang dilakukan Tochikura et al., (1987) menunjukkan bahwa PSK mampu menghambat pertumbuhan HIV yang menginfeksi sel T pada manusia. Penelitian tentang toksisitas akut polisakarida peptida (PSP) yang dilakukan Jin (1999) dalam Cheng dan Leung (2008) menunjukkan bahwa LD50 PSP adalah dosis 26-300,36 mg/kg untuk mencit yang diberikan secara intraperitoneal. Sedangkan penelitian toksisitas akut PSK yang dilakukan Wahyuningsih dan Darmanto (2010) adalah dosis 231,8 mg/kg BB untuk mencit betina dewasa. Namun penelitian toksisitas subkronik dan kronik yang dilakukan Jian et al., (1999) menunjukkan bahwa pemberian dosis PSP 0, 1,5, 3, dan 6 mg/kg BB secara oral selama 62 hari tidak menunjukkan toksisitas pada darah dan perubahan biokimia tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronik polisakarida krestin ekstrak Coriolus versicolor terhadap histologi hati dan kadar SGPT pada mencit. Dosis PSK yang diberikan adalah 0 mg/kg BB, 1,5 mg/kg BB, 3 mg/kg BB dan 6 mg/kg BB. Menurut Cui et al., (2007), penelitian in vivo menggunakan hewan coba dan manusia sangat diperlukan untuk memperoleh dosis optimum polisakarida krestin agar tidak menyebabkan efek toksik bagi tubuh.

40 Pada penelitian ini pengamatan sediaan histologis hati merupakan data primer. Sediaan histologis hati dibuat menggunakan metode parafin. Pada pengamatan histologis hati dilakukan dengan menghitung rerata persentase hepatosit normal dan kerusakan hepatosit yang meliputi pembengkakan sel, hidropik, dan nekrosis. Pada kelompok perlakuan kontrol (P0) memperlihatkan gambaran histologis hati dengan hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik dan nekrosis. Persentase hepatosit normal pada kelompok ini lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang diberi PSK. Sedangkan jumlah sel yang mengalami pembengkakan, hidropik dan nekrosis hanya sedikit. Menurut Sarjadi (2003), adanya pembengkakan hepatosit hanya terjadi pada mitokondria dan retikulum endoplasma akibat rangsang yang menghasilkan oksidasi. Kerusakan hepatosit berupa pembengkakan bersifat reversibel. Begitu pula dengan hidropik yang bersifat reversibel. Hepatosit yang mengalami nekrosis disebabkan adanya perubahan inti sel, hal ini wajar sebab setiap sel akan mengalami kematian sel. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal yaitu pada pemberian pakan dan minum pada mencit yang kurang sesuai standar, kondisi kandang yang kurang ideal, faktor stress mencit, pengaruh zat atau penyakit lain, serta faktor internal lain seperti daya tahan dan kerentanan mencit. Pada kelompok P1 dengan pemberian PSK dosis 1,5 mg/kg BB menunjukkan adanya hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis. Persentase hepatosit normal pada kelompok ini berbeda signifikan

41 dengan kelompok kontrol maupun perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan hepatosit sudah mulai mengalami kerusakan. Sedangkan persentase hepatosit yang mengalami pembengkakan berbeda tidak signifikan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini dapat disebabkan pembengkakan hepatosit terjadi cukup singkat yang selanjutnya mengalami perubahan hidropik. Sedangkan rerata persentase sel tubuli yang mengalami nekrosis adalah 16,07% dan menunjukkan adanya perbedaan signifikan dibanding kelompok perlakuan kontrol. Pada kelompok P2 dengan pemberian PSK dosis 3 mg/kg BB menunjukkan adanya hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis. Persentase pembengkakan hepatosit pada kelompok ini berbeda tidak signifikan dengan kelompok kontrol dan perlakuan lainnya. Persentase hepatosit yang mengalami hidropik berbeda tidak signifikan dengan P1 dan P3, namun berbeda signifikan dengan P0. Perubahan hidropik pada dasarnya sama dengan pembengkakan sel, perubahan ini bersifat reversibel. Namun, derajat perubahan hidropik lebih berat dibanding pembengkakan sel. Menurut Sarjadi (2003), perubahan hidropik memiliki ciri vakuola berisi air dalam sitoplasma yang tidak mengandung lemak atau glikogen. Pada penelitian ini persentase hepatosit yang mengalami nekrosis pada kelompok berbeda tidak signifikan dengan kelompok P1 namun berbeda signifikan dengan kelompok P0 dan P3. Menurut Sarjadi (2003), nekrosis ditandai dengan perobekan membran plasma dan terjadi perubahan inti. Perubahan ini bersifat irreversibel dan merupakan perkembangan dari perubahan biokimia.

42 Pada kelompok P3 dengan pemberian PSK dosis 6 mg/kg BB menunjukkan adanya hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis. Persentase hepatosit normal pada kelompok ini berbeda tidak signifikan dengan kelompok P0, P1 dan P2. Persentase hepatosit yang mengalami hidropik berbeda signifikan dibanding kelompok kontrol dan perlakuan lainnya. Persentase hepatosit yang mengalami nekrosis berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan yang lain. Pada kelompok P3 yang diberi PSK dosis 6 mg/kg BB menunjukkan adanya perubahan secara histologis berupa perubahan hidropik dan nekrosis yang cukup banyak sehingga terjadi penurunan fungsi hati dalam menyaring racun yang ada dalam tubuh. Hati adalah tempat metabolisme utama, karena hati berfungsi mengelola sistem pembuluh darah dan sistem parenkim hepatika. Sistem pembuluh hepatika memungkinkan masuknya racun ke dalam hati melalui vena portal; sebelum racun itu disekresi ke dalam empedu dan disalurkan ke saluran sistematik melalui vena hepatika. Jadi hati memiliki kesempatan untuk mengekskresikan racun dari darah sewaktu racun itu pertama kali melintas hati, kemudian menyimpannya dalam parenkim. Di dalam sistem parenkim hati, terdapat beragam sistem enzim pemetabolisme senyawa asing. Karena adanya sistem parenkim hepatika ini hati dapat menjadi tempat metabolisme racun (Donatus, 2001). Gangguan fungsi hati dapat dideteksi pada aktivitas serum glutamate piruvat transaminase (SGPT), serum glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT), alkaline phosphatase (AP), γ-glutamyl transaminase (GGT), sorbitol dehydrogenase (SDH), ornithine carbamoyltransferase (OCT) dan lactate

43 dehydrogenase (LD) (Stacey, 2004). Salah satu enzim yang diteliti pada penelitian ini adalah GPT. Pada pengukuran kadar SPGT mencit menunjukkan kelompok P0 berbeda tidak signifikan dengan kelompok P1, P2, dan P3. Ini menunjukkan bahwa PSK tidak mempengaruhi proses metabolisme biokimia darah. Hal ini didukung oleh penelitian Hor et al., (2011) bahwa Coriolus versicolor tidak mempengaruhi kadar enzim transaminase. Pada kelompok perlakuan P1 menunjukkan persentase hepatosit normal lebih sedikit daripada kelompok kontrol (P0) namun tidak mempengaruhi persentase pembengkakan hepatosit, hidropik, dan kadar SGPT. Namun persentase kerusakan nekrosis P1 berbeda signifikan dibanding P0. Pada kelompok perlakuan P2 menunjukkan persentase hepatosit normal lebih sedikit daripada kelompok P0 dan P1, namun tidak mempengaruhi persentase pembengkakan hepatosit dan kadar SGPT. Persentase kerusakan hidropik dan nekrosis P2 berbeda tidak signifikan dengan P1. Pada kelompok perlakuan P3 persentase hepatosit normal paling sedikit dibanding kelompok perlakuan lainnya. Persentase pembengkakan sel dan kadar SGPT berbeda tidak signifikan dibanding kelompok perlakuan lainnya. Namun persentase kerusakan hidropik dan nekrosis berbeda signifikan dibanding kelompok perlakuan P2. Dari sini dapat disimpulkan bahwa dosis PSK 1,5 mg/kg BB adalah dosis yang paling ideal sebab tidak mempengaruhi kerusakan pembengkakan hepatosit, hidropik, dan kadar SGPT.