BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan di bidang perekonomian senantiasa mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Pembangunan ekonomi nasional menjadi tolak ukur kemajuan ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan setiap warga masyarakat. Pembangunan ekonomi pedesaan menjadi hal yang sangat penting karena merupakan bagian yang menunjang perekonomian nasional dengan wilayah Indonesia sebagian besar diantaranya memiliki daerah pedesaan yang menyimpan potensi dalam membantu kelancaran pembangunan ekonomi. Mata pencaharian penduduk desa yang sebagian besar adalah bertani menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki pendapatan yang rendah. Pada umumnya yang dihadapi masyarakat di pedesaan adalah masalah permodalan. Keadaan serupa terjadi di wilayah Provinsi Bali, suatu daerah yang pada era globalisasi ini penduduknya masih menganut adat-istiadat tradisional layaknya kehidupan suatu desa, namun menyimpan potensi yang besar. Suatu daerah yang sebagian penduduknya masih bertahan pada mata pencaharian sebagai petani dan menjalankan usaha mikro, membutuhkan suatu lembaga keuangan yang dapat membatu dalam masalah permodalan untuk mengembangkan usaha mereka. Masih sedikitnya lembaga keuangan yang dapat menjangkau daerah pedesaan, dapat memberikan peluang berkembangnya praktik rentenir yang menyebabkan masyarakat pedesaan menjadi semakin terjebak dalam masalah keuangan. 1
Mengatasi permasalah tersebut, pemerintah Provinsi Bali melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 972 tahun 1984 mengembangkan lembaga keuangan di tingkat pedesaan yang sering di sebut dengan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Hal ini didukung dengan peraturan daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang LPD, yang menyebutkan bahwa untuk melestarikan dan meningkatkan kemandirian kehidupan desa pekraman dengan segala aspeknya, di pandang perlu mengadakan usaha-usaha memperkuat keuangan desa sebagai sarana penunjang melalui pendirian suatu badan usaha milik desa berupa LPD yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 tahun 2002 tentang Lembaga Keuangan Desa, menyatakan bahwa LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa, melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD dapat didirikan pada desa pada wilayah Kabupaten/Kota, dimana dalam tiap-tiap desa pekraman hanya dapat didirikan satu LPD. LPD bertujuan untuk membantu masyarakat desa dalam pemupukan modal, untuk dikembangkan guna meningkatkan usaha ekonomi rakyat. Disamping itu juga untuk melestarikan keberadaan Desa Adat di seluruh Kabupaten di Bali. Untuk mencapai hal itu maka kegiatan utama LPD adalah menyalurkan kredit kepada msyarakat dan menghimpun dana dari masyarakat berupa tabungan dan deposito. Menurut Seibel, (2008:7) LPD berperan dalam membangun perekonomian pedesaan setempat. Melihat pentingnya peranan LPD di dalam menunjang perekonomian masyarakat desa yang nantinya mempengaruhi perkembangan 2
perekonomian Indonesia secara menyeluruh, maka LPD perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik. Perhatian LPD tidak lepas dari kemampuanya memperoleh laba. Besar kecilnya laba suatu LPD salah satunya tergantung pada kemampuan manajemen mengelola aktiva dan utang. Menurut UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit yang disalurkan ke masyarakat atau debitur selalu dalam keadaan berputar. Perputaran kredit merupakan perputaran piutang dalam periode tertentu. Tinggi rendahnnya penghasilan sangat ditentukan oleh kualitas kredit dan kualitas kredit berhubungan dengan tingkat perputarannya. Pada penelitian Ramantha (2004) menyatakan semakin tinggi tingkat perputaran kredit maka semakin baik kualitas kredit dan semakin tinggi kesempatan LPD untuk menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat atau debitur, sehingga kesempatan memperoleh laba semakin besar, begitu pula sebaliknya. Ball dan Watts (1972) dalam penelitiannya melakukan berbagai pengujian statistik yang berbeda terhadap laba untuk menaksirkan laba di masa yang akan datang. Sedangkan Ou dan Penman (1997) Mengembangkan model penaksiran dengan menggunakan data neraca dan laba rugi untuk memprediksi laba perusahaan. Dengan mengetahui sifat laba sebagai data runtut waktu yang menunjukkan bahwa perubahan laba bersifat acak dan ada korelasi maka laba berpotensi sebagai alat prediksi. 3
Pendapatan atau laba LPD yang utama berasal dari bunga kredit. Bank Indonesia (2001:7), suku bunga adalah harga atau balas jasa yang dibayarkan oleh masyarakat pada bank atas pinjaman yang telah diberikan untuk jangka waktu tertentu. Penentuan tingkat suku bunga menjadi suatu alat persaingan yang sangat strategis. Lembaga keuangan bukan bank khususnya LPD yang mampu mengendalikan pokok dalam menentukan tingkat suku bunga kredit (lending rate) akan mampu menentukan bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan LPD-LPD lainnya. Besar suku bunga kredit berpengaruh terhadap tingkat perputaran kredit, artinya semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar keinginan masyarakat untuk meminjam kredit dan semakin rendah pula beban bunga pinjaman yang harus dibayar masyarakat atau debitur dan tingkat peputaran kredit akan semakin tinggi. Pinjaman yang diberikan LPD kepada masyarakat atau debitur dalam bentuk kredit kenyataanya berpotensi menjadi kredit bermasalah atau piutang tak tertagih. Salah satu kebijakan yang dilakukan LPD untuk menanggulangi kredit bermasalah adalah Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure). Menurut Suwardjono (2005:583), Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) merupakan pengungkapan yang dilakukan perusahaan diluar yang diwajibkan dalam standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilalukan oleh LPD untuk menanggulangi terjadinya kredit bermasalah dengan mengungkapkan atau mengumumkan nama-nama krama atau debitur yang bermasalah. Pengungkapan ini diharapkan mampu membuat krama atau debitur merasa malu apabila diungkapkan keburukan atau 4
kekurangan dirinya dan dapat segera melunasi kewajibannya kepada LPD. Dengan pengungkapan ini diharapkan akan berpengaruh positif terhadap tingkat perputaran kredit. Menurut Kross Schroder (1984) dalam Ferry (2007) menguji tentang karakteristik pengungkapan (disclosure) terhadap adanya return saham. Penelitian tersebut menemukan berita yang baik (good news) menghasilkan adanya return saham positif dan sebaliknya karakteristik berita yang buruk menghasilkan return saham yang negatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengungkapan sukarela merupakan bentuk dari karakteristik berita yang dapat menimbulkan reaksi tertentu bagi penerima informasi. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah Tingkat Suku Bunga dan Pengungkapan Sukarela berpengaruh terhadap Tingkat Perputaran Kredit LPD di Kabupaten Klungkung? 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga dan pengungkapan sukarela secara simultan terhadap tingkat perputaran kredit LPD di Kabupaten Klungkung. 5
2) Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga dan pengungkapan sukarela secara parsial terhadap tingkat perputaran kredit LPD di Kabupaten Klungkung. 1.2.2 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di perusahaan serta penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan serta wawasan yang luas tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Klungkung pada khususnya dan Bali pada umumnya. 2) Manfaat Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya LPD tentang pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Pengungkapan Sukarela pada Tingkat Perputaran Kredit. 1.3 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, antara bab yang satu dengan bab yang lainnya merupakan satu kesatuan. Gambaran secara garis besar mengenai isi dari masing-masing bab tersebut adalah sebagai berikut. 6
BAB I : Pendahuluan Bab ini merupakan bagian awal dari skripsi yang menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penyajian. BAB II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Bab ini merupakan bab kajian pustaka yang menguraikan teoriteori yang berkaitan dengan pembahasan masalah, beberapa penelitian sebelumnya, dan rumusan hipotesis. BAB III : Metode Penelitian Bab ini memuat lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analis data. BAB IV : Pembahasan Bab ini akan menampilkan data-data relevan beserta proses dan hasil pengolahan dari data-data tersebut. Selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap data yang ada secara statistik beserta pembahasan analisis data tersebut dalam menjawab pokok permasalahan penelitian yang telah dikemukakan. BAB V : Simpulan dan Saran Bab ini memuat simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasannya pada bab sebelumnya, serta saran-saran. 7