BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

DAFTAR PUSTAKA. Anastasi, A. dan Urbina, S Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. Alih Bahasa : Imam, R.H. Jakarta : Prenhallindo.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS III SMU. Lilis Selytania Sukarti INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan disertai berbagai keluhan fisik. Atkinson (2001) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan- ketakutan yang lain (Chaplin, 2000). Sukmadinata, dkk (2003) mengemukakan rasa cemas menunjukkan keadaan tidak tentramnya hati karena khawatir terhadap sesuatu yang belum diketahui dengan pasti dan rasa cemas dapat memperburuk kesehatan dan mengganggu ketenangan hidup. Kecemasan merupakan suatu keadaan emosional, suatu perasaan yang tidak menyenangkan sebagai reaksi terhadap ancaman dari suatu objek yang belum jelas (Chaplin, 2000). Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan ialah suatu kondisi atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri individu, dimana objek penyebab kecemasan itu tidak jelas. Sehingga menyebabkan individu merasa khawatir, was-was, dan tidak tahu terhadap apa yang terjadi di masa yang akan datang. Orang yang merasa cemas dapat diketahui dengan melihat gejala-gejala fisiologis maupun psikologis yang timbul oleh rasa cemas tersebut. Menurut Shadily (2002), ujian merupakan suatu pemeriksaan mengenai pengetahuan, keahlian atau kecerdasan seseorang (siswa) untuk 11

diperkenankan atau tidak dalam mengikuti pendidikan tingkat tertentu sedangkan Sudjana (2005) menyatakan bahwa ujian adalah hasil belajar siswa yang merupakan akibat dari suatu proses belajar siswa yang merupaka akibat dari suatu proses belajar siswa selama menjalani pendidikannya. Mahmud (1998) menyatakana bahwa ujian adalah suatu penilaian yang dilakukan sebagai tes hasil dari suatu proses belajar mengajar. Sebagai suatu penilaian, berarti ujian merupakan suatu tindakan yang tepat bila siswa ingin menyelesaikan proses belajar. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ujian merupakan suatu proses pemeriksaan mengenai pengetahuan, keahlian atau kecerdasan siswa sebagai akibat dari suatu proses belajarnya selama menjalani pendidikan. Menurut Lewis (Larinta, 2006) kecemasan menghadapi tes adalah pengalaman buruk yang kurang menyenangkan yang dialami individu baik disaat persiapan tes, menjelang dan selama pelaksanaan tes. Seseorang yang menderita kecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes menyebabkan seseorang terhambat atau kurang dalam memperoses informasi dan tidak dapat menemukan cara pemecahan masalah yang tepat. Kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMP adalah suatu keadaan atau perasaan yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan siswa mengalami perasaan khawatir, tegang, takut dan tidak berdaya dalam tingkat yang berbeda-beda karena ketidakmampuan menyesuaikan diri yang timbul pada saat menghadapi ujian nasional. 12

2.1.2 Aspek-aspek Kecemasan Menghadapi Ujian Menurut Bakar (dalam Nurhidayati, 2004) aspek-aspek yang mempengaruhi kecemasan yaitu: a. Aspek Fisiologis Kecemasan mempunyai ciri-ciri seperti, tekanan darah meningkat, kaki dan tangan terasa dingin, mudah berkeringat, jantung berdebar-debar, muka tiba-tiba menjadi pucat, sering sakit perut, sulit tidur, mudah pusing, nafsu makan berkurang, sering kali terasa mual, gangguan pada lambung, dan sesak nafas. b. Aspek Psikologis Kecemasan dari aspek psikologis mempunyai ciri-ciri seperti, mudah gelisah, tegang, bingung dan mudah marah terhadap apa yang akan terjadi, merasa tidak berdaya, merasa tidak berguna. Mudah kehilangan perhatian dan mudah tertekan, mudah kehilangan perhatian dan gairah, tidak percaya diri, ingin lari dari kenyataan, merasa tidak tentram atau tidak aman dan merasa tidak mampu menyesuaikan diri. Ayurweda ( dalam Ramaniah, 2003) menyatakan karakteristik orang yang mengalami kecemasan adalah : a. Kehilangan percaya diri dalam mengambil keputusan b. Mudah marah dan meledak c. Pikiran berubah-ubah atau resah d. Berfikir negative terutama terhadap kemampuan diri sendiri. 13

Koeswara (1991) menyatakan bahwa kecemasan berfungsi sebagai peringatan bagi siswa agar mengetahui adanya bahaya yang sedang mengancam, sehingga siswa tersebut bisa mempersiapkan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bahaya yang mengancam itu. Berdasarkan uraian diatas, penulis menggunakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Bakar ( dalam Nurhidayati, 2004) yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Alasan penulis karena penulis menggunakan aspek-aspek yang digunakan untuk mengungkapakan tingkat kecemasan dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi unian nasional. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Ayurweda (dalam Ramainah, 2003) faktor utama yang mempengaruhi kecemasan adalah : a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal seseorang mempengaruhi cara berfikir seseorang tentang dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini bisa saja disebabkan pengalaman individu dengan kelurga, dengan sahabat, dengan rekan kerja, dan lain-lain. Kecemasan wajar timbul jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika seseorang tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan dalam hubungan personal. Ini benar terutama jika seseorang menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang lama sekali. 14

c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini biasanya terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja, dan waktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini perubahan-perubahan lazim muncul dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. d. Keturunan Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluargakeluarga tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan. Freud (dalam Suryabrata, 2004) membagi lima macam faktor kecemasan, diantaranya adalah : a. Frustasi Frustasi adalah proses yang menyebabkan merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan atau menyangka bahawa akan terjadi suatu hal yang menghalagi keinginannya. b. Konflik Konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Kecemasan timbul karena konflik yang timbul dimana terdapat satu atau lebih kebutuhan harapan. c. Ancaman 15

Ancaman adalah lingkungan yang mengancam atau membahyakan keberadaan, kesejahteraan, dan kenyamanan seseorang. d. Harga diri Harga diri adalah suatu penilaian yang dibuat oleh individu tentang dirinya sendiri dan dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan, e. Lingkungan Adanya lingkungan dari lingkungan dapat membuat individu berkurang kecemasannya. 2.2 Self-Efficacy 2.2.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang tepat untuk menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan seperti yang diharapkan. Bandura (1977) mendefinisikan self-efficacy sebagai pertimbangan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai kinerja yang diinginkan. Hal ini tidak tergantung pada jenis keterampilan atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang, tetapi berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan menyangkut seberapa besar usaha yang dikeluarkan seseorang dalam suatu tugas dan seberapa lama individu akan bertahan. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri menyebabkan seseorang terus berusaha 16

sampai tujuannya tercapai. Namun, apabila keyakinan akan kemampuan diri tidak kuat, seseorang cenderung akan mengurangi usahanya bila menemui masalah. Tingkat self efficacy individu juga berpengaruh terhadap stres serta depresi yang dapat menguatkan situasi tertentu sebagaimana tingkat motivasi yang tentu juga mempengaruhi pencapaian prestasinya. Bandura (1994) menyebutkan bahwa self efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa seseorang dapat mengatasi masalahnya. Saat melakukan pengaturan diri dalam perilaku efektif dituntut suatu ketrampilan self efficacy yang tinggi. Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan mempunyai kemampuan bertahan lebih lama dalam menyelesaikan masalah yang sulit dibandingkan dengan seseorang yang memiliki self efficacy yang rendah. Hal ini karena self efficacy merupakan suatu bentuk kemampuan yang dimiliki individu tersebut sehingga self efficacy cenderung merupakan suatu karakter dari individu tersebut. Self efficacy bukan merupakan ketrampilan yang dapat dirasakan, melainkan berkenaan dengan pernyataan; Apa yang diyakini atau kepercayaan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan sesuatu dengan ketrampilan yang dimilikinya dalam situasi tertentu atau kondisi tertentu. Self efficacy tidak terkait dengan keyakinan tentang melakukan suatu tindakan khusus dan gerakan motoris sederhana, tetapi berkenaan dengan keyakinan seseorang tentang kemampunnya dalam mengubah serta menghadapi situasi yang penuh dengan tantangan (Sudrajat, 2005). 17

Feist dan Feist (2002) menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan siswa bahwa siswa memiliki kemampuan dalam mengadakan kontrol terhadap pekerjakan siswa sendiri terhadap peristiwa lingkungan itu sendiri. Bandura (dalam Warsito,2004) menyatakan bahwa individu yang memiliki self efficacy yang rendah akan menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul. Siswa menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan yang ada. Dalam kaitannya dengan keyakinan akan kemampuan ini, orang yang memiliki self efficacy yang tinggi berusaha atau mencoba lebih keras dalam menghadapi tantangan sebaliknya orang yang memiliki self efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka untuk bekerja dalam situasi yang sulit. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dinyatakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan siswa terhadap kemampuan yang dimiliknya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi, sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkannya. 2.2.2 Aspek aspek self efficacy Menurut Bandura (1997) aspek-aspek self efficacy adalah sebagai berikut : a. Outcome Expectancy Adalah suatu kemungkinan hasil dari suatu perilaku yaitu suatu perkiraan laku, tindakan tertentu yang bersifat khusus. Outcome Expectancy 18

mengandung keyakinan sejauh mana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. b. Efficacy Expectancy Adalah harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat suatu keyakian bahwa seseorang akan berhasil dalam brtindak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan seseorang berkaitan dengan kesanggupan melakukan suatu perilaku yang dikehendaki Efficacy expectancy tergantung pada situasi dan berupa persepsi dari hasil suatu tindakan yang didapatkan melalui kehidupan, modeling, persuasi verbal, dan keadaan emosi yang mengancam. c. Outcome value Adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu pilihan dilakukan dan seseorang harus mempunyai outcome value yang tertinggi untuk mendukung outcome expectancy yang dimiliki. 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self Efficacy Menurut Bandura (1997) ada empat faktor penting yang digunakan individu dalam pembentukan self efficacy yaitu : a. Master Experience ( pengalaman keberhasilan) Keberhasilan siswa menguatkan keyakinan akan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan menyebabkan seseorang bertindak lebih hati-hati. Jika pengalaman seseorang diperoleh berdasarkan keinginan mencapai keberhasilan dengan mudah, maka siswa cenderung memperoleh hasil 19

dengan cepat dan mudah putus asa saat menghadapi suatu hambatan dan kegagalan. b. Vicarious Experience (meniru) Vicarious Experience merupakan pengalaman orang lain yang seolah-olah dialami sendiri. Hal ini menunjukkan pada proses menirukan yang akan membangun harapan bahwa siswa dapat memperbaiki prestasi yang dimiliki dengan belajar dari pengamatan. c. Social Persuasion Social Persuasion menunjuk pada suatu aktivitas dimana seseorang mendapat dorongan untuk menimbulkan kepercayaan bahwa siswa dapat mengalami kesuksesan dengan tugas-tugas yang spesifik. d. Psyologicial & Emotional State ( Kondisi fisiologis & emosi) Keadaan fisik dan emosi berpengaruh pada penilaian Self Efficacy individu. Emosi berpengaruh yang negatif seperti kecemasan untuk menyelesaikan tugas-tugas. Bandura (dalam Tahalele, 2005) memaparkan mengenai perbedaan ciri-ciri orang yan memepunyai self efficacy tinggi dengan orang yang mempunyai self efficacy rendah, sebagai berikut: a). Orang yang mempunyai self efficacy yang rendah (yang ragu-ragu akan kemampuannya): 1. Menjauhi tugas-tugas yang sulit, 2. Berhenti dengan cepat bila menemui kesulitan, 20

3. Memiliki cita-cita yang rendah dan komitmen yang buruk untuk tujuan yang mereka pilih 4. Berfokus pada akibat yang buruk dari kegagalan, 5. Mereka mengurangi usaha kareana lambat untuk memeperbaiki keadaan dari kegagalan yang dialami, mudah untuk mengalami stress dan depresi. b). Orang yang mempunyai self efficacy yang tinggi ( yang mempunyai kepercayaan yang kuat akan kemampuannya): 1. Mendekati tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dimenangkan, 2. Menyusun tujuan-tujuan yang menentang dan memelihara komitmen untuk tujuan-tujuan tersebut, 3. Mempunyai usaha yang tinggi atau gigih, 4. Mereka berfikir strategis, 5. Berfikir bahwa kegagalan yang dialami karena usaha yang tidak cukup sehingga diperlukan usaha yang tinggi dalam menghadapi kesulitan, 6. Cepat memperbaiki keadaan setelah mengalami kegagalan, 7. Mengurangi stess. 2.3 Hubungan antara Self Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Secara lebih 21

rinci menurut Thornburg (Dariyo, 2004) masa remaja terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: (a) remaja awal (usia 13-14 tahun), pada masa ini umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menegah tingkat pertama (SLTP); (b) remaja tengah (usia 15-17 tahun) sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU); (c) ramaja akhir (usia 18-21 tahun) pada masa ini remaja umumnya sudah memasuki perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. Dalam kaitannya dengan masa perkembangan remaja, pada masa remaja tujuan utama dari keseluruhan perkembanganya adalah pembentukan identitas diri. Setiap individu harus melalui tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangannya, akan menentukan perkembangan kepribadiannya. Seorang individu yang mampu menjalaninya dengan baik akan timbul perasaan mampu atau yakin, berharga, dan optimis menghadapi masa depannya, sebaliknya individu yang gagal akan merasakan bahwa dirinya adalah orang yang tidak mampu, putus asa, ragu-ragu, rendah diri, dan pesimis menghadapi masa depannya (Dariyo, 2004). Lingkungan sosial seperti sekolah, memiliki arti penting bagi perkembangan remaja. Sekolah menengah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk konsep-konsep para remaja tentang siapa dirinya dan akan menjadi apa kelak. Sekolah menengah juga merupakan jalan ke arah dunia yang lebih luas yang akan dimasuki oleh para remaja. 22

Apa bila para remaja berhasil di sekolah menengah, masa depan tetap terbuka. Sebaliknya apabila mengalami kegagalan dan meninggalkan sekolah, maka akan berpengaruh bagi masa depannya. Berkaitan dengan hal ini Gunarsa (2003) menyebutkan bahwa pada diri remaja mengalami perubahan-perubahan yang tidak saja didalam dirinya, akan tetapi juga perubahan dari luar dirinya, seperti perubahan sikap orang tua, anggota keluarga lain, sikap guru-guru di sekolah, cara dan metodik mengajar guru yang berbeda, dan kurikulum yang berubah. Adanya perubahan sistem kurikulum pada evaluasi belajar dari Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) menjadi Ujian Nasional (UN) sejak pada tahun ajaran 2002/2003, membawa pengaruh pada diri siswa yang dapat berupa perasaan cemas. Hal ini dapat dilihat dari fenomena banyaknya siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional pada tahun-tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh nilai standar kelulusan yang ditetapkan relatif tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya. Adanya perubahan-perubahan tersebut diatas dapat menimbulkan kecemasan tersendiri bagi siswa dalam menghadapi ujian nasional. Dari keadaan ini siswa yang mengalami perasaan cemas, akan menganggap ujian nasional sebagai sesuatu yang mengancam sehingga siswa merasa sulit untuk lulus. Keadaan ini semakin membuat siswa merasa pesimis, tertekan, dan tidak berdaya dalam menghadapi ujian nasional. Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah self-efficacy. Self-efficacy berfungsi 23

penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh seseorang. Dengan self-efficacy individu akan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya yang didasarkan pada cara pandang individu terhadap dirinya. Terkait dengan menghadapi ujian nasional, sering kali siswa memilki persepsi bahwa siswa tidak mampu untuk menghadapi ujian nasional tersebut, sehingga timbulah perasaan cemas. Menurut Koswara, (1991) kecemasan merupakan suatu fungsi peringatan bagi individu agar mengetahui adanya bahaya yang mengancam, sehingga individu tertentu bisa mempersiapakan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bahaya yang mengancam itu. Bandura (dalam de Clerg, 1994) menyatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah self efficacy. Perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya. Dalam kaitannya dengan ujian nasional, siswa yang memiliki selfefficacy yang tinggi akan mensikapi ujian nasional sebagai tantangan yang harus diselesaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab, agar harapanharapannya dapat tercapai. 24

Selain itu individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki sikap positif mudah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, tidak merasa takut dan khawatir serta menghadapi segala sesuatu dengan tenang. Sebaliknya bagi siswa yang kurang memiliki self-efficacy tang rendah, akan menganggap ujian nasional sebagai suatu ancaman yang membuat siswa tersebut merasa cemas. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya keyakinan diri atau self-efficacy yang dimiliki siswa akan lebih mendorong dan menumbuhkan perasaan mampu serta yakin pada kemampuan dirinya, lebih bersikap antisipatif ke arah masa depan dengan upaya mempersiapkan diri sedini mungkin, sehingga siswa diharapkan tidak merasa cemas pada saat menghadapi ujian nasional. 2. 4 Penelitian yang Relevan Selain itu juga sejalan dengan hasil penelitian Nooriizki (2011) menyatakan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara efikasi diri dan kecemasan terhadap ujian nasional pada siswa kelas XII SMK PGRI 6 Malang. Siswa yang mempunyai self-efficacy yang tinggi tentunya akan mempunyai prestasi akademik yang tinggi pula. Penelitian Hadi Warsito (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal positif signifikan antara selfefficacy dengan prestasi akademik (r = 0,472). Hasil selanjutnya juga menemukan bahwa self-efficacy berhubungan causal baik secara langsung (r5 = 0,222), maupun secara tak langsung (r5 = 0,154), dengan 25

prestasi akademik. Karena hubungan kausal langsung lebih kuat daripada tak langsung, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik lebih dipengaruhi secara langsung oleh self-efficacy. 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesa penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ada hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara self efficacy dengan kecemasan menghadapi ujian nasional kelas IX SMP N Sumowono. 26