BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP DASAR LOW VISION DAN KEBUTUHAN LAYANANNYA

LAYANAN TERPADU LOW VISION DALAM MENDUKUNG INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Para pendidik mempunyai tanggung jawab besar untuk membantu siswa

BAB II MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA LOW VISION DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGINYA

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dipaparkan pada bab

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. Mengatasi Perilaku Bullying Melalui Penanaman Nilai Ke-Islaman di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu. bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KETERAMPILAN DASAR DALAM PENANGANAN PENYANDANG LOW VISION. Irham Hosni PLB FIP UPI PUSAT PELAYANAN TERPADU LOW VISION BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia, termasuk tunanetra. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran

Putri Nur Hakiki, Endro Wahyuno. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Malang, Malang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN SISWA TUNANETRA KELAS 2 MENGGUNAKAN METODE RESITASI DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL

Pola Interaksi Guru dan Siswa Tunanetra. Rany Widyastuti IAIN Raden Intan; Abstract

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA

2015 PENERAPAN PELATIHAN CETAK SABLON DIGITAL DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SISWA TUNARUNGU KELAS XII SMALBDI SLB BC YATIRA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berhitung selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dasar

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. pemilihan metode yang tepat yang digunakan dalam suatu penelitian. Metode yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. studi kasus deskriptif. Studi kasus deskriptif adalah studi kasus yang mencoba

BAB I PENDAHULUAN. paling pesat, baik fisik maupun mental (Suyanto, 2005:5). Maka tepatlah bila

BAB III METODE PENELITIAN. yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif (field research), yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada materi yang terdapat dalam kurikulum tersebut. Strandar

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang harus dialami oleh setiap manusia, mulai dari Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB III METODE PENELITIAN. yang tidak bisa dijelaskan dan dianalisa melalui data-data statistik sehingga

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada saat perjalanan. Rasa aman, nyaman dan terhindar dari bahaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sesuatu yang berada di luar individu, manusia tidak secara sederhana

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

Tahap awal. Tahap proses pelaksnaan. Tahap akhir pelaporan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sacara umum penelitian ini bertujuan untuk mengamati, mengkaji,

PENCAHAYAAN DAN WARNA RUANG UNTUK PENYANDANG LOW VISION USIA SEKOLAH DI SLB-A DAN MTSLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA JURNAL TUGAS AKHIR PENGKAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses untuk memanusiakan manusia. Artinya. pendidikan dapat membentuk manusia dewasa, dalam arti mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang disusun guna

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan suatu kebutuhan yang fundamental bagi seorang siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan keterampilan membaca untuk mendapatkan ilmu yang ada di dalamnya sehingga ia memiliki dan memahami ilmu. Di dalam konteks jenjang pendidikan, penguasaan ilmu dapat menyebabkan seseorang mencapai jejang pendidikan yang lebih tinggi. Itu pun dikarenakan, salah satunya, dengan keterampilan membaca, sebaliknya, ketidak mampuan membaca akan menemui kesulitan dalam menempuh jenjang pendidikannya. Oleh karena itu, menurut Lerner (Abdurahman, 1999) anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Belajar membaca bukan hanya hak seseorang tapi hak semua orang, Siapa pun berhak belajar membaca, tidak dibatasi usia, latar belakang ekonomi sosial, dan budaya serta tidak pula dibatasi oleh kondisi cacat tidak cacat. Begitu pula bagi siswa low vision, merka juga berhak untuk belajar membaca dan berhak memperoleh pengetahuan melalui keterampilan membaca yang dimilikinya. Hanya saja, bagi proses belajar membaca bagi siswa low vision berbeda dengan siswa lainnya. Rahardja (2006) menyatakan bahwa pembelajaran membaca bagi siswa low vision sebenarnya berbeda 1

dengan anak pada umumnya meskipun bisa saja ia belajar membaca menggunakan huruf awas. Pembelajaran membaca bagi siswa low vision tidak sesederhana seperti pada siswa yang memiliki indera visual normal karena gangguan pada fungsi visual yang disandang siswa low vision akan berdampak pada kemampuan di dalam membacanya serta dalam proses belajarnya pun akan berbeda.. Seperti yang dinyatakan Daugherty, 1977; Fellenius, 1999; Gompel, van Bon, Schreuder, & Adriaansen, 2002, bahwa: A substantial amount of research has indicated that the reading development of children with low vision lags behind that of children with normal vision. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran membaca permulaan pada siswa low vision akan membutuhkan penanganan khusus seperti penggunaan alat bantu visual, media pembelajaran, aksesibilitas lingkungan, dan sebagainya. Lebih jelas lagi dijelaskan oleh Hosni (1998) mengenai beberapa hal yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar membaca pada siswa low vision antara lain: (1) kondisi siswa low vision, (2) kondisi lingkungan belajar, (3) sarana yang digunakan dalam kegiatan membaca permulaan, (4) pelaksanaan kegiatan pembelajaran membaca permulaan itu sendiri. Kondisi-kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa low vision. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan disebuah Sekolah Luar Biasa di kabupaten Kuningan yang selanjutnya disebut SLB X, dalam 2

proses pembelajaran membaca, kenyataan dilapangan kurang memperhatikan kondisi-kondisi sebagaimana dipaparkan di atas. Kondisi tersebut sering luput dari perhatian. Proses belajar membaca tersebut sangat sedikit mempertimbangkan kondisi kekhususan siswa low vision, terkadang jarang menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Saat studi pendahuluan dilakukan, ditemukan beberapa siswa low vision yang mengalami hambatan dalam membaca permulaan, meskipun mereka telah duduk di kelas V, bahkan diantara mereka ada yang duduk di kelas VII dan kelas VIII. Siswa tersebut diduga masih memiliki sisa penglihatan yang cukup untuk membaca dengan huruf yang diperuntukan untuk yang awas. Jika guru mempertimbangkan kondisi kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa maka guru tidak akan memaksakan anak belajar membaca huruf Braille. Dampak dari tidak mempertimbangkan kemampuan yang sudah dimiliki, diantaranya siswa tersebut sering mogok apabila dihadapkan pada tugas yang harus dibaca. Tugas itu ditulis dengan tulisan Braille. Saat ini, dalam pembelajaran membaca bagi seluruh siswa di sekolah tersebut menggunakan media braille termasuk siswa-siswa low vision. Tidak ada media yang digunakan untuk mendukung anak-anak low vision dalam proses pembelajaran membaca permulaan, walaupun sebenarnya sekolah ini memiliki beberapa media yang bisa digunakan untuk siswa low vision, seperti CCTV (Cicuit Close Tele Visi), bermacam-macam magnifier, dan beberapa alat bantu lainnya. Menurut keterangan guru-guru yang dipaparkan pada peneliti, siswa-siswa low vision yang mengalami hambatan dalam membaca 3

permulaan telah diberikan bantuan dengan menggunakan berbagai media tersebut namun siswa merasa tidak nyaman menggunakannya, dan akhirnya mereka belajar tanpa menggunakan media tetapi menggunakan media-media untuk siswa tunanetra total termasuk buku-buku pelajaran semuanya menggunakan huruf braille. Kondisi tersebut seharusnya menjadi data penting bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar siswa low vision. Kondisi-kondisi keterbatasan media, kompetensi, dan lain-lain jangan hanya dijadikan bahan keluhan namun perlu dijadikan tantangan sehinga guru akan berpikir positif dan optimis. Sebagai guru yang baik tentunya ketika berpikir positif maka kondisi itu menjadi data kemampuan dan keterbatasan yang ada akan dijadikan profil atau setidaknya gambaran umum kondisi-kondisi yang mendukung pada kemampuan membaca permulaan siswa low vision. Tidak sedikit guru yang melupakan profil kemampuan awal tersebut, sehingga guru sering mengeluh merasa kesulitan mengajar membaca kepada siswa low vision. Guru juga merasa tidak ada perkembangan kemampuan membaca dari anak didiknya itu. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas maka ketika siswa low vision mengalami kesulitan dalam belajar membaca permulaan diduga dikarenakan tidak terpenuhinya kondisi-kondisi yang melatar belakangi keterampilan membaca siswa low vison. Ternyata kondisi-kondisi tersebut cukup berpengaruh pada pencapaian keterampilan membaca siswa 4

low vision. Misalnya, siswa low vision yang siap belajar membaca huruf awas namun layanan pembelajaran yang diberikan adalah membaca huruf Braille maka akan ada penolakan dari siswa tersebut yang akhirnya siswa tidak berminat dan tidak mampu belajar membaca Braille. Berdasarkan paparan di atas, melalui penelitian ini, secara sistematis dan terarah, penulis merasa tertarik untuk melihat kondisi objektif mengapa tiga orang siswa ini mengalami masalah dalam membaca permulaan ditinjau dari sudut pandang kondisi yang melatar belakanginya. B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kemampuan membaca permulaan siswa low vision ditinjau dari kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan? C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian tersebut di atas maka secara lebih terperinci disusunlah pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan membaca permulaan siswa low vision? 2. Bagaimanakah kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan siswa low vision? Pertanyaan penelitian ini dapat dirinci menjadi: a. Bagaimanakah kemampuan penglihatan siswa low vision? 5

b. Bagaimanakah lingkungan belajar membaca permulaan pada low vision? c. Bagaimanakah kondisi sarana pembelajaran membaca permulaan pada siswa low vision? d. Bagaimanakah program pembelajaran membaca permulaan bagi siswa low vision? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkap kemampuan membaca permulaan siswa low vision ditinjau dan kondisi-kondisi yang melatar belakanginya.. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1. Memperoleh gambaran mengenai kemampuan membaca siswa low vision? 2. Memperoleh gambaran mengenai kondisi penglihatan siswa low vision yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaannya. 3. Mendeskripsikan data mengenai lingkungan belajar siswa low vision yang dapat mendukung pada kemampuan membaca permulaannya. 4. Mendeskripsikan sarana yang digunakan dalam kegiatan belajar membaca permulaan bagi siswa low vision. 5. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan pembelajaran membaca permulaan bagi siswa low vision untuk menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan siswa low vision. 6

E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya untuk perbaikan pada kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca pada siswa low vision. Selain itu bagi guru-guru dan fihak-fihak yang menangani dan memberikan layanan pendidikan siswa low vision agar dalam pemberian layanan lebih memperhatikan kondisi dan kebutuhan para siswa, sehingga potensi yang dimiliki siswa dapat dikembangkan semaksimal mungkin. Harapan lain penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi guruguru, lembaga penyelenggara pendidikan, dan para pemegang kebijakan agar dalam menentukan program dan kebijakan lebih memperhatikan kondisi lapangan. F. Metode Penelitian Keberadaan siswa low vision yang memiliki keberagaman kemampuan membacanya merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Dari fenomena tersebut peneliti mengambil sebagian saja karena memiliki hal-hal yang spesifik atau unik, yang diambil adalah siswa low vision dengan usia kalender sudah mencukupi untuk belajar membaca tapi masih kesulitan dalam membaca Braille atau pun huruf latin. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Berdasarkan studi pendahuluan, studi kasus ini mengambil beberapa kasus yang terjadi di SLB X Kabupaten Kuningan. Di SLB tersebut 7

ditemukan kasus siswa low vision yang sudah kelas V bahkan kelas VII belum mampu membaca. Padahal secara kajian teoritis usia tersebut telah mencukupi untuk menguasai keterampilan membaca lancar dan membaca pemahaman. G. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sebab penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, mengutamakan proses bagaimana data dapat diperoleh sehingga data tersebut menjadi akurat dan layak digunakan dalam penelitian. Sejalan yang dinyatakan oleh Moleong (2004) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya; perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Data atau informasi yang diungkap berupa kata-kata baik secara lisan maupun secara tertulis, gambaran secara deskripsi berdasarkan pertanyaan penelitian yang diperoleh dari subyek tentang pendapatnya dan perbuatannya pada saat dilakukan penelitian. H. Sumber Data dan Latar Penelitian Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa low vision SLB X di Kabupaten Kuningan kelas V, kelas VII dan VIII. Selanjutnya sumber data ini disebut sebagai kasus. Pemilihan kasus ini didasarkan atas pertimbangan: 1. Memiliki masalah dalam kemampuan membaca permulaan 8

2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi masih belum lancar membaca 3. Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas 4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya Sumber data yang lainnya adalah guru dan kepala sekolah. Kedua sumber data ini selanjutnya disebut sebagai informan. Adapun latar penelitian ini adalah sebuah sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Kuningan, yang selanjutnya disebut SLB X. Di SLB tersebut terdapat siswa low vision yang sedang belajar membaca permulaan. I. Penjelasan Istilah 1. Membaca Permulaan M. Ngalim Purwanto (2002: 29) berpendapat bahwa: Disebut pengajaran membaca permulaan jika pengajaran membaca itu yang diutamakan adalah (1) memberikan kecakapan kepada siswa untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadikan rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, (2) melancarkan teknik membaca pada anak -anak. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjukkan pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas I dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa guna menghadapi kelas berikutnya. Membaca permulaan merupakan tahapan awal proses belajar membaca bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar. Siswa belajar 9

mengenal huruf, merangkai huruf dan teknik-teknik membaca serta memahami isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu pembelajaran membaca awal harus dipersiapkan dengan baik sehingga mampu menumbuhkan minat baca dan kemampuan membaca yang benar. 2. Low Vision adalah: Definisi low vision menurut Juang Sunanto (2004) bahwa: Low Vision (kurang lihat) adalah mereka yang mengalami kelainan penglihatan sedemikian rupa tetapi masih dapat membaca huruf yang dicetak besar dan tebal baik menggunakan Alat Bantu penglihatan maupun tidak. Sedangkan definisi Low Vision menurut WHO pada tahun 1992 A person with low vision is one has impairment of visual functioning even after treatment and/or standard refractive correction, and has a visual acuity of les then 6/18 (20/60) to light perception or a visual field of less than 10 degree from the point of fixation, but who uses or is potentially able to use, vision for the planning and/or execution of a task. Berdasarkan pengertian tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut: Bahwa low vision adalah a. Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada fungsi penglihatannya b. Ketajaman penglihatan 6/18 (20/60) sampai persepsi cahaya c. Luas pandangnya kurang dari 10 derajat d. Dapat menggunakan atau berpotensi untuk menggunakan penglihatannya dalam merencanakan dan melaksanakan tugas sehari-hari. 10