BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup bermasyarakat ada harapan-harapan dan norma-norma yang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu akan selalu dihadapkan dengan berbagai masalah dengan bentuk

BAB I. Latar Belakang Masalah. sosial dan moral berada dalam kondisi kritis karena peran masa remaja berada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik

Kontribusi Social Comparison Terhadap Body Image pada Wanita Dewasa Awal

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

Skala Kepercayaan Diri Tryout

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengadilan dan kalaupun bersalah hukuman yang diterima lebih ringan. Selain

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH IDEAL DENGAN USAHA MEMBANGUN DAYA TARIK FISIK PADA PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

PENDAHULUAN BABI. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung bagaimana cara mereka mengembangkan kepercayaan. dirinya (Havighurst dalam Monks, dkk., 2002, h.22).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa saat seseorang mengalami perubahan secara psikis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, dunia kecantikan juga berkembang cukup

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BABI PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penampilan yang menarik tentu tidak akan ada habisnya.

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BABI PENDAHULUAN. Era tahun 1960-an figur seorang model identik dengan bentuk tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah idiom Bahasa Inggris yang berbunyi don't judge a book by its cover yang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang memiliki bentuk tubuh yang ideal memang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BABI PENDAHULUAN. Masa remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses. pertumbuhannya terutama fisik telah mencapai kematangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. berdirinya beberapa salon terkemuka di Indonesia. Tak jarang para investor asing

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

Bab 1. Pendahuluan. kosmetik telah berkembang dari sekedar perubahan penampilan fisik. Sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pipit Yuliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Dalam sepanjang rentang transisi tersebut, masa remaja juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun) (Monks, 2006). Perkembangan pada masa remaja juga menjadi hal yang dianggap penting, terutama pada perkembangan fisik mereka. Perubahan ini terjadi dikarenakan adanya perubahan hormonal di dalam tubuh mereka. Terdapat perbedaan perkembangan fisik yang terjadi pada anak laki-laki dan perempuan. Pada anak laki-laki pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh semakin bertambah kuatnya susunan urat daging. Sedangkan pada anak perempuan lebih disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit (lemak) terutama pada bagian paha, pantat, lengan atas, dan dada. Pertambahan jaringan lemak pada bagian

tersebut membuat bentuk badan wanita mendapatkan bentuk yang khas wanita (Monks, 2006). Perubahan-perubahan inilah yang menurut Hurlock (1980) disebut sebagai ciri seksual sekunder remaja. Hurlock juga menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah menerima perubahan yang terjadi pada dirinya dan bisa memanfaatkannya secara efektif. Adaptasi terhadap perubahan fisiknya ini merupakan tantangan remaja yang harus mereka lewati. Pada remaja akhir khususnya remaja wanita, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka juga mulai memperhatikan penampilan mereka. Remaja akan cenderung mulai menyukai lawan jenis dan berupaya berpenampilan untuk dapat menarik lawan jenis yang mereka sukai. Hal ini tentunya membuat remaja semakin berusaha untuk dapat terlihat cantik dan menarik. Menurut Hill dan Monks (dalam Monks, 2006), remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai rangsang sosial. Bila ia mengerti bahwa badannya memenuhi persyaratan, maka hal ini berakibat positif terhadap penilaian dirinya. Dan menurut Hurlock (1980), terdapat minatminat pribadi yang dimiliki oleh para remaja antara lain, minat pada penampilan diri, minat pada pakaian, minat pada prestasi, minat pada kemandirian, minat pada uang, pendidikan, pekerjaan, agama, dan simbol status. Setiap remaja pada umumnya memiliki gambaran ideal mengenai dirinya sendiri yang ia harapkan dapat dimilikinya, namun perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja sering membuat remaja merasa aneh terhadap tubuh yang ia miliki. Remaja menjadi sering sensitif dan sangat memperhatikan

bentuk tubuh atau penampilan fisik (Langone dan Glickman, dalam Putri, 2010), terlebih lagi saat mereka akan berinteraksi dengan masyarakat luas, mereka akan cenderung lebih memperhatikan penampilan fisiknya, hal ini biasanya terjadi pada remaja wanita dimana mereka akan lebih memperhatikan penampilan mereka sebagai bentuk dari sisi feminim mereka, sedangkan pada remaja pria akan lebih memperhatikan dan memprioritaskan sisi maskulin mereka. Remaja pria cenderung akan memperhatikan prestasi, kemampuan intelektual, dan tanggung jawab mereka. Remaja pria akan lebih sering terlihat sebagai sosok individu yang mampu menjadi seorang pemimpin daripada hanya memperhatikan sisi penampilan seperti halnya remaja wanita. Dalam kehidupan bermasyarakat juga terdapat harapan-harapan dan norma-norma yang dibebankan kepada wanita sebagai anggota masyarakat. Wanita disosialisasikan untuk lebih memprioritaskan hubungan interpersonal dibandingkan pria (Striegel-Moore, dalam Permatasari, 2006). Identitas wanita diorganisasi berdasarkan bagaimana ia menilai, mencari dan mempertahankan hubungan sosial. Dalam hakikatnya untuk mencapai konformitas dalam masyarakat, wanita belajar untuk menemukan harapan-harapan sosial yang memiliki nilai tinggi. Harapan sosial yang memiliki nilai tinggi untuk wanita di masyarakat adalah berpenampilan menarik. Penampilan menarik dianggap membuka semua pintu kesempatan dan penerimaan yang lebih layak di masyarakat. Penampilan menarik membuat seorang wanita menjadi populer di kalangan teman-teman, mendapat tempat dalam pergaulan, lebih mudah menyesuaikan diri, dan lebih mudah mendapatkan

pasangan. Sebaliknya, wanita-wanita yang dipandang kurang menarik, seringkali menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, seperti menjadi bahan ejekan, tidak dianggap penting dalam pergaulan, dan kurang menarik lawan jenis (Bukowsky, dalam Permatasari, 2006). Melalui pengalaman tersebut wanita belajar menghubungkan kesuksesan dalam relasi sosial dengan daya tarik fisik. Berbagai pandangan dan informasi yang terkait dengan pentingnya penampilan fisik bagi seorang wanita, kemudian menjadikan seorang remaja wanita mempunyai persepsi maupun pandangan mengenai aspek ketubuhannya sendiri, juga perasaan-perasaannya saat ia melihat tubuhnya sendiri, serta penilaian orang sekitarnya yang memperhatikannya. Hal inilah yang disebut dengan citra tubuh (body image). Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya, baik secara keseluruhan, maupun bagian per bagian, seperti ukuran (size), bentuk tubuh (shape), dan nilai estetisnya (Cash, dalam Permatasari, 2006). Sikap terhadap tubuh individu itu sendiri dapat bersifat positif maupun negatif. Individu yang memiliki body image positif akan memiliki kepuasan citra tubuh (body image satisfaction) yang tinggi. Individu yang puas akan merasa nyaman dan percaya diri di lingkungan sosialnya. Sedangkan individu yang memiliki citra tubuh negatif akan memiliki kepuasan citra tubuh yang rendah. Mereka akan mengalami hambatan sosial, rendahnya harga diri, juga kecemasan. (Cash, dalam Permatasari, 2006). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh StrategyOne yang berbasis di New York, berkerja sama dengan DR. Nancy Etcoff dari Universitas Harvard dan DR. Susie Orbach dari London School of Economics atas permintaan Dove-

sebuah merk produk kecantikan, pada perempuan-perempuan di kota-kota besar di Indonesia ditemukan bahwa hanya 1% dari keseluruhan responden yang merasa dirinya cantik (Kompas, dalam Permatasari 2006). Sedangkan penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa gadis remaja lebih terpaku pada penampilan dibandingkan hal lainnya. Lebih dari separuh gadis remaja responden penelitian dengan rentang usia 12-22 tahun melakukan diet untuk mendapatkan bentuk tubuh yang menarik (Patton, dalam Permatasari, 2006). Dan gadis remaja lebih menginginkan perubahan fisik dibandingkan dengan hal apapun (Santrock, 2003). Selain internalisasi media dan penilaian masyarakat yang menyebabkan munculnya body image pada wanita, tekanan dari orang-orang sekitar untuk menjadi kurus seperti halnya kebiasaan kuat dalam keluarga maupun lingkungan untuk senantiasa membanding-bandingkan individu dengan orang lain (Shonfeld, dalam Blyth, 1985) membuat para wanita semakin peka terhadap penampilan dirinya, sehingga merasa tidak puas dan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Perbandingan-perbandingan yang dilakukan inilah yang dikenal dengan sebutan social comparison. Social comparison merupakan proses subyektif seseorang dalam membandingkan kemampuan dan penampilan dirinya dengan orang lain yang berada dalam lingkungannya (Festinger, dalam Sarwono, 2014). Perbandingan sosial (social comparison) menjadi parameter bagi wanita untuk mengevaluasi penampilan fisiknya. Dengan melakukan social comparison wanita belajar untuk mengenali penampilan menarik seperti apa yang menjadi

standar ideal dalam masyarakat, untuk kemudian mengidentifikasi dirinya apakah sudah sesuai dengan standar ideal tersebut. Standar ideal kecantikan selalu berubah dari masa ke masa. Pada abad ke- 19 wanita yang cantik dan menarik diidentikkan dengan wanita yang bertubuh subur. Tubuh yang subur pada masa itu melambangkan kemampuan seksual dan reproduksi yang baik. Sejak munculnya model fashion Twiggy yang bertubuh super ramping pada era 60-an, tubuh langsing dijadikan patokan konsep tubuh feminim yang ideal, sehingga upaya mengurangi berat badan menjadi obsesi nasional di Amerika. Selain berdasarkan trend, standar kecantikan juga tidak terlepas dari latar belakang sosio-kultural. Di Amerika, wanita cantik haruslah berambut pirang (blonde). Di Korea dan Jepang, mata yang besar dan hidung yang mancung menjadi patokan. Operasi plastik untuk memperbaiki bentuk hidung dan bentuk mata menjadi sesuatu yang umum di kota-kota besar Korea dan Jepang (Cash, dalam Permatasari, 2006). Namun walau ada perbedaan dari faktor budaya tersebut, ada standar ideal yang telah menjadi acuan bersama bagi wanita di seluruh dunia tanpa dihalangi oleh sekat-sekat geografis dan sosio-kultural, yaitu tubuh tinggi, badan ramping, hidung mancung, kulit putih, dan rambut lurus. Walaupun Amerika dan negara-negara Eropa lainnya menjadi pelopor untuk standar kecantikan tersebut, Indonesia seperti halnya negara-negara Asia lainnya mengadaptasinya ke dalam budaya mereka sendiri. Wanita Indonesia, terutama di kota-kota besar juga memandang tubuh tinggi dan ramping, kulit putih dan mulus, serta hidung mancung dan rambut lurus sebagai kecantikan ideal.

Pada dasarnya, tidak semua orang dianugerahi tubuh tinggi dan ramping, kulit putih dan mulus, serta hidung mancung dan rambut lurus seperti standar ideal itu. Individu yang tidak menyamai citra ideal itu seringkali merasa tidak percaya diri dan merasa tidak ada bagian dari hidup ini yang dapat dinikmati (Kosasih, dalam Permatasari 2006). Akhirnya salon-salon kecantikan, dokter bedah plastik, serta pusat-pusat perampingan tubuh menjadi sebuah solusi. Tidak bisa dipungkiri bahwa citra ideal kecantikan dikonstruksikan secara sosial oleh media massa dan industri kecantikan. Media massa memainkan peranan yang penting dalam menyebarkan informasi mengenai standar ideal dalam berpenampilan. Majalah-majalah wanita di hampir seluruh isinya baik artikel maupun iklan memuat tentang cara-cara mencapai penampilan menarik. Bahkan tak jarang artikel mengenai kesehatan pun menyiratkan pesan dengan gamblang bahwa tubuh ramping itu sehat, dan diet itu untuk menjaga tubuh tetap langsing. Dalam rubik fashion, model-model yang bertubuh tinggi kurus dan cantiklah yang mengenakan busana-busana indah rancangan desainer dan terlihat pantas di tubuh. Hal ini mengirimkan isyarat kepada pembaca bahwa tubuh yang seperti model itu merupakan gantungan ideal untuk baju-baju yang indah. Industri kecantikan dan kosmetika juga memainkan peranan utama dalam penciptaan standar ideal kecantikan. Industri-industri itu selalu menciptakan kebutuhan akan penampilan sempurna dan tak jarang mampu membuat wanita cantik merasa dirinya tidak menarik apabila tidak memakai produk-produk yang mereka keluarkan. Industri kecantikan membuat berbagai macam produk yang ditujukan untuk setiap bagian tubuh wanita. Industri kecantikan juga selalu

mengiklankan produknya dengan model yang cantik dan merupakan icon citra feminim yang ideal. Iklan-iklan produk kecantikan juga menyampaikan informasi kepada khalayak bahwa produknya adalah sarana untuk mencapai penampilan ideal. Dalam konteksnya dengan perbandingan sosial, model-model iklan merupakan target yang akan dijadikan sumber penilaian untuk dijadikan pembanding karena mereka dianggap mewakili citra ideal (upward comparison). Target lain yang biasanya ditentukan sebagai sumber penilaian adalah teman sebaya yang dianggap memiliki penampilan menarik (downward comparison). Dengan adanya target itu, membuat individu berusaha menyamai atau setidaknya mendekati target yang mereka tetapkan. Dalam perbandingan ini mereka tidak sekedar menerima informasi tentang bentuk tubuh atau penampilan ideal dari target, tetapi juga berusaha untuk menilai sejauh apa kekurangan dan kemiripan diri mereka dibandingkan dengan target yang mewakili standar ideal itu. Apabila perbandingan tersebut memperlihatkan hasil bahwa dirinya tidak mendekati atribut-atribut ideal yang dimiliki target mereka akan merasa tidak puas dengan dirinya (Jones, 2001). Thompson (dalam Jones 2001) juga menambahkan bahwa remaja putri yang sering melakukan social comparison cenderung memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putri yang jarang melakukan social comparison Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Social Comparison dengan Body Image pada Remaja.

B. Identifikasi Masalah Masa perkembangan yang dilewati remaja putri dalam proses pencarian jati diri agar dapat diterima oleh orang-orang sekitarnya mendorong remaja untuk berusaha melakukan segala upaya agar keinginannya dapat tercapai. Penerimaan di tengah masyarakat menjadi hal yang cukup penting bagi remaja, untuk dapat mencapai hal tersebut remaja tentunya harus dapat memenuhi harapan sosial yang diinginkan oleh masyarakat. Kepopuleran menjadi suatu aspek kehidupan yang terbilang penting bagi remaja. Untuk dapat mencapai kepopuleran tersebut remaja akan berupaya mengevaluasi kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepopuleran remaja adalah faktor fisik. Maka untuk dapat mencapai hal tersebut remaja akan berupaya untuk mengevaluasi kekurangan fisik yang remaja miliki. Adanya suatu kepentingan tersendiri bagi remaja mengenai penampilan fisik mereka menjadikan remaja cenderung terus menilai bagaimana tampilan yang ia miliki (body image). Remaja akan memiliki persepsinya sendiri mengenai fisik yang ia miliki, berusaha mencari kekurangan yang ia miliki, serta memiliki perasaan tersendiri tentang fisik yang mereka nilai terhadap dirinya sendiri. Remaja yang merasa memiliki fisik yang memenuhi syarat dari harapan sosial di masyarakat tentunya akan merasa percaya diri untuk tampil di masyarakat, dalam hal ini remaja tersebut tergolong sebagai remaja yang memiliki body image positif karena memiliki kepuasan citra tubuh (body image satisfaction) yang tinggi. Namun bagi remaja yang merasa bahwa fisiknya tidaklah memenuhi standar ideal

yang diinginkan masyarakat, maka remaja ini tergolong sebagai remaja yang memiliki body image negatif karena remaja tersebut memiliki body satisfaction yang rendah. Body image yang dimiliki remaja dengan mengikuti harapan sosial yang dibentuk oleh masyarakat akan membuat remaja untuk mencari suatu obyek sebagai pembanding. Obyek pembanding inilah yang nantinya akan menjadi kiblat remaja dalam memperhatikan penampilan fisiknya, sehingga remaja akan semakin mendekati fisik ideal jika mengikuti penampilan yang dimiliki obyek tersebut. Proses membandingkan diri sendiri dengan obyek pembanding inilah yang disebut sebagai social comparison yang merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya body image pada remaja. C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalahnya dengan menjelaskan body image yang dialami oleh remaja akhir berusia 18-22 tahun yang berjenis kelamin perempuan, dan berstatus mahasiswi di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara social comparison dengan body image pada remaja?

E. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara social comparison dengan body image pada remaja di Universitas Medan Area. F. Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi sosial dan psikologi perkembangan dalam kaitannya dengan body image dan social comparison. b) Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan acuan bagi para remaja agar dapat mengetahui, menyadari dan akhirnya mengambil sikap terhadap masalah yang terkait dengan body image dan social comparison.