BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Disusun oleh : Nurul Fitria Febriyanti ( ) Puput Wulandari ( ) Zafira Syajarotun ( ) Mega Ayu Setyana ( )

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari tidak tahu menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin dengan mengarahkan berbagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar. Sudjana dalam Rusman (2011: 1) belajar pada hakikatnya adalah proses

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono*

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar dan terencana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROUND TABLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hakekat Belajar Menurut Teori Konstruktivisme

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

(Analisis Semiotika Terhadap Film Garuda di Dadaku)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

I. PENDAHULUAN. tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa untuk mencapai hasil yang optimal. Belajar adalah sebuah proses

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mujiono (2002:9) belajar adalah suatu. dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

SKRIPSI. Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh WILUDJENG HERAWATI NIM.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pendidikan Kewarganegaraan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif (Suprijono,

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 2, Tahun 2012 Istiningrum & Sukanti Halaman 64-79

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret 2,3 Dosen Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Aisyatir Rodiah Guru Mata Pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Berastagi Surel :

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

DESI WIDYA NINGRUM (Mahasiswa Jurusan S1 PGSD FIP UNG) Pembimbing Drs. Djotin Mokoginta S.Pd, M.Pd Irvin Novita Arifin S.Pd, M.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PKN SD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata belajar. Menurut Rusman (2011) belajar diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu. Mudah memusatkan perhatian pada suatu tema atau topik tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn 2.1.1.1 Hakikat PKn Menurut Azyumi Azra dalam Mawardi dan Bambang S. Sulasmono (2011:10) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kwajiban warga negara, serta proses demokrasi. Selain itu ada pengertian PKn Menurut Zamroni dalam (Mawardi dan Bambang S. Sulasmono, 2011:11) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis. Dalam (PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan / SNP) mata pelajaran kewarganegaraan dimaksud untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. 2.1.1.2 Tujuan PKn Menurut Faturohman dan Wuri Wuryandari (2011:7-8) Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensikompetensi sebagai berikut : a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 7

8 c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2.1.1.3 Ruang Lingkup PKn Menurut Mawardi dan Bambang S. Sulasmono (2011: 23-25) menetapkan ruang lingkup materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, Keutuhan Negara Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Norma, hokum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hokum dan peradilan nasional, hokum dan peradilan internasional. c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. d. Kebutuhan warganegara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai anggota masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, persamaan kedudukan warga Negara. e. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar Negara dengan konstitusi.

9 f. Kekuasaan dan politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintah daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistim politik, budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistim pemerintahan, Pers dan masyarakat demokrasi. g. Pancasila meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasr negara dan ideology negara, Proses perumusan pancasila sebagai dasr negara, Pengamalan nilainilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negri Indonesia di era globalisasi, Dampak Globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi. 2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Numbered Head Togeteher (NHT) Anita Lie (2004:59) menyatakan Numbered Head Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Trianto (2007:82) menyebutkan Numbered Head Together merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Miftahul Huda (2011:130) menyatakan Numbered Head Together (NHT) pada dasarnya, merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok, masing-masing anggota kelompok diberi nomor. Setelah itu, guru memanggil nomor (baca; anggota) secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

10 2.1.2.2 Tujuan Model Pembelajaran Numbered Head Togeteher (NHT) Miftahul Huda (2011:138) menjabarkan: 1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat; 2) meningkatkan semangat kerja sama siswa; 3) dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. 2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Numbered Head Togeteher (NHT) Kelebihan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) menurut Arends dalam Awaliyah (2008:3) menjabarkan: 1) terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi atau siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi; 2) siswa pandai maupun lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar kooperatif; 3) dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar atau kemungkinan bagi siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan; 4) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakanketerampilan bertanya, berdiskusi dan bakat kepemimpinan. Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan: 1) dapat meningkatkan prestasi beljar siswa; 2) mampu memperdalam pemahaman siswa; 3) menyenangkan siswa dalam belajar; 4) mengembangkan sifat positif siswa; 5) mengembangkan sifat kepemimpinan siswa; 6) mengembangkan rasa ingin tahu siswa; 7) mengembangkan rasa saling memiliki; 8) mengembangkan keterampilan masa depan. Kelemahan model pembelajaran Numbered Head Togeteher (NHT) menurut Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan: 1) kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru; 2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru; 3) waktu yang dibutuhkan banyak; 4) guru tidak mengetahui kemampuan dari masing-masing siswa.

11 2.1.2.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Togeteher (NHT) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada Kagen dalam Ibrahim (2000:9) dengan tiga langkah yaitu pembentukan kelompok, diskusi masalah, dan tukar jawaban antar kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000:9) menjadi enam langkah sebagai berikut: Langkah 1. Persiapan. Dalam hal ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat skenario pembelajaran (SP), (LKS) yang sesuai dengan pembelajaran NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok. Dalam pembetukan kelompok disesuaikan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siwa guru memberi nomor pada siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan pencampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal, sebagai dasar dalam menentukan masingmasing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah. Dalam kerja kelompok guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang diberikan oleh guru pertanyaan dapat bervariasi dan yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

12 Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini guru memanggil satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berkembang dari materi yang disajikan. Dari urian di atas singkatnya NHT merupakan kegiatan pembelajaran kooperatif deangan 4 tahap kegiatan: pertama, siswa dikelompokan menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri dari 5 orang setiap anggota kelompok diberi satu nomor 1, 2, 3,4 dan 5; kedua, guru menyampikan pertanyaan; ketiga, berpikir bersama siswa menyatukan pendapatnya terhadap pertanyaan itu; keempat guru menyebut nomor (1, 2, 3, 4 atau 5) dan siswa dengan nomor yang tersebut itu yang harus menjawab. Kagen dalam Trianto (2011:82) menjabarkan: Fase 1. Penomoran. Dalam fase ini, guru membagi siswa dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5; Fase 2. Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertayaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya; Fase 3. Berpikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim; Fase 4. Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Anita Lie (2004:60) menjabarkan: 1) siswa dibagi dalam kelompok. Setiap kelompok mendapat nomor; 2) guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya; 3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahuai jawaban

13 tersebut; 4) guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. 2.2 Hasil Belajar 2.2.1 Pengertian Belajar Agus Suprijono (2009:5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009:6) hasil belajar mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehention (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakteristik). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre routine, reutinized. Psikomotor juga mencangkup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2006:30).

14 Dimyati dan Mujiono (2006:250-251) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar adalah saat terselesainya bahan pelajaran. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark pada tahun 1981 bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran menurut Sudjana (2006:39). Perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang

15 dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik) menurut Ali (2011:1). Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif menurut Djamarah (2011:1). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 2.2.3 Hasil Belajar PKn Secara garis besar pembelajaran PKn harus mengacu pada standar kompetensi maupun pada kompetensi dasar PKn. Standar kompetensi PKn merupakan kompetensi PKn yang dibakukan dan harus ditunjukkan siswa pada hasil belajarnya dalam pembelajaran PKn.

16 Dengan demikian hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi PKn berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti pembelajaran secara periodik dalam kelas. Dengan selesainya proses belajar mengajar diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa atau terhadap materi PKn yang diberikan oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. 2.3 Hubungan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Pembelajaran PKn Penerapan dan keunggulan Numbered Head Together (NHT) adalah suatu proses pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang ahirnya dipersentasikan di depan kelas. NHT pertama kali dikenalkan Spenser Kagen (1993) dalam Trianto (2007: 82) bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural yang dirancang khusus untuk mempengaruhi interaksi siswa. Kagen menghendaki agar siwa bekerja saling bergantung pada kelompokelompok kecil secara kooperatif. Struktural tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Suasana seperti akan menimbulkan kegaduhan di dalam kelas, karena para siswa saling berebut untuk menjawab pertanyaan. Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Lalu seperti apa langkah-langkah pembelajaran NHT? Sintaks NHT dijelaskan sebagai berikut: Langkah Pertama Penomoran. Penomoran adalah hal yang utam dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang

17 beranggotakan 3-5 dan memberi siswa nomor yang berbeda-beda sesuai dangan kelompok siswa. Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari pelajaran tertentu yang memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan diusahakan bervariasi dari yang spesifik sehingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. Dilanjutkan berpikir bersama setelah mendapat pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan dan menjelaskan jawaban kepada anggota, mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Langkah terakhir adalah pemberian jawaban. Guru menyebutkan satu nomor dari setiap kelompok siswa dan tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, Selanjutnya nomor yang disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. 2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relavan Istiyati, Siti, A. Dakir, dan Jenny ISP. 2010. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari rata-rata skor observasi angket serta didukung dengan nilai hasil belajar siswa kelas 4 SDN 02 Doplang Karangpandan selama pelaksanaan tindakan kelas dari pra tindakan, siklus I maupun siklus II terjadi peningkatan motivasi belajar siswa yang signifikan. Peningkatan tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut : (1) Dari data observasi pembelajaran siswa rata-rata sebelum tindakan sebesar 16,38 atau kurang lebih 16 menjadi 19,17 atau kurang lebih 19 rata-rata di siklus II meningkat menjadi 26,68 atau 27, dari 17 peserta didik, (2) untuk rata-rata motivasi belajar siswa

18 juga mengalami peningkatan, rata-rata motivasi belajar sebelum tindakan adalah sebesar 60,88 pada siklus I rata-rata motivasi belajar siswa menjadi meningkat 72,80 atau sekitar 73, pada siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 84,20 dari 17 peserta didik. (3) Sedangkan untuk rata-rata hasil belajar IPS siswa juga mengalami peningkatan yang signifikan, adapun rata-rata peningkatan nilai belajar IPS siswa sebagai berikut: rata-rata nilai IPS siswa sebelum tindakan sebesar 60,03 menjadi 69,58 atau 70 pada siklus I meningkat sebesar 9,55, kemudian meningkat lagi menjadi 77,17 pada siklus II atau mengalami peningkatan sebesar 17,14%. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan yang signifikan skor observasi, motivasi serta nilai belajar IPS siswa selama tahap pra tindakan menuju siklus I dan siklus II. Dan peningkatan tersebut tergolong dalam kategori yang tinggi. Dari hasil penelitian, siswa yang memiliki motivasi tinggi siswa tersebut aktif dalam kegiatan pembelajaran terutama pada saat kelompok, selain itu nilai evaluasinya juga tinggi, akan tetepi beberapa siswa yang hasil angket motivasinya tinggi tetapi hasil belajarnya masih sedang, hal ini karena daya tangkap siswa tersebut memang rendah. Dari keseluruhan tindakan atau siklus yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya keterkaitan antara keaktifan siswa dengan motivasi dan hasil belajar siswa, dengan penggunaan model pembelajaran koopertaif tipe NHT 9 siswa menjadi lebih antusias, lebih aktif, percaya diri meningkat dan lebih tertarik dengan pembelajaran yang dilakukan guru sehingga siswa yang semula tidak aktif dan motivasinya rendah dapat meningkat keaktifan dan motivasi belajarnya, karena disini siswa yang aktif baik dalam kelompok maupun individu siswa juga merasa senang dengan pembelajaran yang dilakukan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dan hal ini berpengaruh pada nilai belajar siswa pula karena dengan motivasi belajar yang tinggi dalam pembelajaran maka penguasaan materi siswa juga lebih baik dan dapat meningkat.

19 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian Kurniasih Wahyusari, tahun 2009 pada siswa kelas V SDN Luwuk Kecamatan Kejayaan Pasuruan dengan judul Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Luwuk Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan, menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil tes tulis pada setiap siklus. Hasil tes pada siklus I mencapai 69,12% dan meningkat menjadi 80,88% pada siklus II. Selain itu tidak hanya meningkatkan aspek kognitif saja, namun semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran seperti kemampuan bekerjasama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran. Selain itu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang serta mengelola pembelajaran secara individual, klasikal maupun kelompok. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan informasi bahwa model Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Hal tersebut menjadi penguat dalam penelitian yang akan dilakukan di kelas 5 SD Negeri 01 Karangduren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn yang meliputi peningkatan aktivitas siswa, peningkatan ketrampilan guru, dan peningkatan hasil belajar siswa. 2.5 Kerangka Pikir Kemampuan memecahkan masalah PKn merupakan usaha kegiatan yang dicapai siswa dalam periode tertentu dari mata pelajaran PKn. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran juga memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Pembelajaran PKn ini diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi.

20 Mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Selain itu pembelajaran PKn juga cenderung kurang bermakna karena hanya berpatokan pada penilaian hasil bukan pada penilaian proses. Suatu upaya yang dilakukan adalah melalui pembelajaran NHT. Guru dalam memberikan tugas didiskusikan untuk dipecahkan bersama dengan memformulasikan pengalaman yang mereka punya sehingga dapat menemukan apa yang mereka cari dengan maksimal, sehingga NHT dapat meningkatkan kemampuan memacahkan masalah PKn. Supaya penelitian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka peneliti mempunyai gambaran kerangka pikir. Adapun kerangka pikir tersebut, adalah sebagai berikut:

21 Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Menggunakan strategi mengajar yang konvensional: Kurang melibatkan siswa Hanya ada komunikasi satu arah Siswa pasif Penggunaan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT), yaitu: Siswa berpikir bersama-sama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu. Pembelajaran menyenangkan Perilaku mengganggu kurang. Pemahaman lebih mendalam. Hasil belajar lebih meningkat. Gambar 1. Kerangka Berpikir Hasil belajar siswa rendah. Hasil belajar meningkat. Pemantapan model pembelajaran NHT: Membenahi kegiatan pembelajaran yang kurang efektif. Memotivasi siswa agar lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran. 2.6 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) diduga dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas 5 SD Negeri 01 Karangduren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.