II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi

dokumen-dokumen yang mirip
B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pada Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

Jesly Marlinton 1. Kata Kunci : pengawasan, pengelolaan, alokasi dana desa (ADD)

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR X8 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2000 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FAKFAK NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN KAMPUNG BUPATI FAKFAK,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. bidang ilmu akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA SERTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 25 TAHUN 2006 T E N T A N G PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2012

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI KAMPAR NOMOR 8 TAHUN 2016

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Akuntabilitas 1. Konsep Akuntabilitas Konsep akuntabilitas berawal dari pemikiran bahwa, setiap kegiatan harus dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi kewenangan untuk melaksanakan suatu program, seperti yang dinyatakan oleh Haris (2007: 349) bahwa, a kuntabilitas merupakan kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut kebijakan fiskal, managerial dan program. Sedangkan menurut Djalil (2014: 63) definisi akuntabilitas tidak hanya itu, Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga yudikatif) yang memunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan ( responbility), yang dapat dipertanyakan (answerbility), yang dapat dipersalahkan ( blameworthiness) dan yang memunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkan salah satu aspek dari administrasi publik/pemerintah. Selanjutnya menurut Adisasmita (2011: 30) akuntabilitas adalah instrumen pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan tugas pokok dan fungsi serta misi organisasi.

11 Sedikit berbeda dengan definisi akuntabilitas yang telah disebutkan di atas, Sulistiyani (2004: 79) memberikan definisi yang lebih luas, bahwa: Transparansi dan akuntabilitas adalah dua kata kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun penyelenggaraan perusahaan yang baik, dinyatakan juga bahwa dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Akuntabilitas dapat dilaksanakan dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan, bertanya atau menggugat pertanggungjawaban para pengambil keputusan dan pelaksana baik ditingkat program, daerah dan masyarakat. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban seseorang atau kelompok dalam suatu unit organisasi untuk memertanggungjawabkan setiap kegiatan dalam hal pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksana kebijakan yang dimandatkan kepadanya dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Konsep akuntabilitas dalam penelitian ini yaitu pertanggungjawaban aparatur pekon sebagai tim pelaksana pengelola ADP yang berkewajiban untuk melaporkan segala kegiatan terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi dan pertanggungjawaban baik di tingkat program, daerah dan masyarakat.

12 2. Dimensi Akuntabilitas Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari lembaga-lembaga sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban. Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari beberapa dimensi. Menurut Rasul (2002: 11) dimensi akuntabilitas terdiri dari 5, yaitu: a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran ( accountability for probity and legality) Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik organisasi sehat. b. Akuntabilitas manajerial Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja ( performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien. c. Akuntabilitas program Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publik harus

13 memertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program. d. Akuntabilitas kebijakan Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat memertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan memertimbangkan dampak dimasa depan. e. Akuntabilitas finansial Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Berdasarkan pendapat tersebut ada beberapa dimensi akuntabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu pertanggungjawaban hukum aparatur pekon, pertanggungjawaban kinerja, pertanggungjawaban program dan pertanggungjawaban pihak aparatur pekon dalam pengelolaan ADP dalam penyelenggaraan pemerintah. 3. Indikator Akuntabilitas Dimensi akuntabilitas yang telah dijelaskan di atas yang bersumber dari Rasul (2002: 11), diturunkan menjadi indikator akuntabilitas. Indikator akuntabilitas digunakan sebagai alat ukur berdasarkan akuntabilitas. Penetapan alat ukur digunakan untuk membandingkan dan menilai kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan rencana, pedoman dan peraturan.

14 Berkenaan dengan indikator akuntabilitas tersebut menurut Kurniawan (Lalolo, 2003: 17) akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan terdiri dari beberapa elemen antara lain: a. Adanya akses publik terhadap laporan yang telah dibuat, b. Penjelasan dan pembenaran terhadap tindakan pemerintah, c. Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum terbuka, d. Aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir. Sedangkan indikator pengelolaan Alokasi Dana Pekon (ADP) menurut Soemantri (2011: 160) yang menyatakan bahwa: Pengelolaan ADP ditentukan berdasarkan beberapa variabel independen. Variabel independen merupakan indikator yang memengaruhi besarnya nilai bobot setiap pekon yang dapat membedakan beban yang ditanggung antara satu pekon dengan pekon yang lain. Salah satu bentuk variabel independen adalah variabel independen utama. Variabel independen utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot pekon. Variabel utama ditunjukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan atas dasar umum antar pekon secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat di pekon. Selanjutnya Soemantri (2011: 160) menyebutkan variabel independen utama terdiri dari sebagai berikut: a. Akuntabilitas kepemimpinan 1) Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADP Merupakan pendisiplinan pemerintah pekon untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dengan memeriksa dan menyeimbangkan pengaturan kewenangan.

15 2) Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pengelolaan ADP Yaitu peratin dan pihak aparatur pekon menerapkan prinsip transparansi dengan mematuhi undang-undang dalam hal pengelolaan ADP dan berpijak pada aturan yang ditetapkan. b. Akuntabilitas proses 1) Kesesuaian pengelolaan ADP dengan prosedur yang berlaku Yaitu terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas, sistem informasi manajemen pengelolaan ADP serta prosedur administrasi pengelolaan ADP. Akuntabilitas proses termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsive dan murah biaya. 2) Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada pencapaian tujuan Yaitu upaya pencapian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh serta dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan. c. Akuntabilitas program 1) Kesesuaian program yang dibiayai ADP dengan kebutuhan masyarakat Yaitu terkait dengan pertimbangan dengan tujuan yang ditetapkan dengan memertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

16 2) Pelaksanaan program ADP Yaitu upaya proses pengelolaan dan pelaksanaan ADP difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang menjadi prioritas pekon yang bersangkutan dan dengan memerhatikan asas umum pengelolaan ADP. d. Akuntabilitaas kebijakan 1) Penyusunan pengelolaan ADP Yaitu proses pengelolaan ADP dalam pencapaian tujuan dibuat dengan kebijakan-kebijakan yang terarah dan perencanaan yang matang. 2) Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADP. Yaitu dokumen tertulis yang disusun dengan tujuan memberikan laporan tentang pelaksanaan ADP sebagai wujud pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya. Berdasarkan indikator yang telah disebutkan di atas, indikator dalam penelitian ini merujuk pada independen variabel utama yang terdiri dari akuntabilitas kepemimpinan, akuntabilitas proses, akuntabilitas program dan yang terakhir adalah akuntabilitas kebijakan dalam pengelolaan ADP.

17 B. Tinjauan Tentang Pemerintahan Pekon Merujuk pada penjelasan indikator di atas, untuk mewujudkan pelaksanaan indikator pengelolaan ADP, maka diperlukan adanya kepatuhan pemerintahan pekon sebagai pihak pengelola ADP. Menurut Soemantri (2011: 7) pemerintah pekon terdiri dari peratin dan perangkat pekon, sedangkan perangkat pekon terdiri dari sekretaris pekon dan perangkat lainnya, yaitu sekretariat pekon, pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat. Sedangkan menurut Bratakusumah, dkk (2004: 8) landasan pemikiran dalam pengaturan menganai pemerintahan pekon adalah keanekaragaman, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan pekon merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga pekon memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Selanjutnya menurut Soemantri (2011: 135) peratin sebagai kepala pemerintah pekon adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan pekon dan mewakili pemerintah pekon dalam kepemilikan kekayaan pekon yang dipisahkan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka peratin memunyai kewenangan: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBP, b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang pekon, c. Menetapkan bendahara pekon,

18 d. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan pekon, e. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik pekon. Peratin dalam melaksanakan pengelolaan keuangan pekon dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Pekon (PTPKD), yang terdiri dari sekretaris pekon dan perangkat pekon lainnya. Merujuk pada pihak yang mengelola ADP tersebut, menurut Hendarsah (2009: 211), urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pekon mencakup: a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul pekon, b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada pekon, c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten/kota, d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada pekon. Keuangan pekon adalah semua hak dan kewajiban pekon yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik pekon berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Pekon dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan pekon yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada bupati/walikota melalui camat.

19 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Pekon pada Pasal 23 dan 24 disebutkan bahwa pemerintahan pekon diselenggarakan oleh pemerintah pekon. Penyelenggaraan pemerintahan pekon harus berdasarkan asas: a. Kepastian hukum, b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan, c. Tertib kepentingan umum, d. Keterbukaan, e. Proporsionalitas, f. Profesionalitas, g. Akuntabilitas, h. Efektivitas dan efesiensi, i. Kearifan lokal, j. Keberagaman, dan k. Partisipatif. Berdasarkan penjelasan yang disebutkan di atas pengelolaan Alokasi ADP dalam penyelenggaraan pemerintahan pekon didasarkan pada asas-asas untuk mewujudkan nilai akuntabilitas dan proporsionalitas penggunaan ADP diterapkan sesuai dengan undang-undang sehingga tujuan dari ADP bisa tercapai dan keterbukaan pada forum publik akan terhindarnya praktek penyalahgunaan anggaran dari pemerintah pekon.

20 C. Tinjauan Tentang Alokasi Dana Pekon 1. Pengertian Alokasi Dana Pekon (ADP) Menurut Soleh dan Rochmansjah (2014: 11) ADP adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk pekon, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima pemerintah kabupaten/kota. Permendagri No 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Pekon disebutkan bahwa ADP adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Bab VI Pasal 96 disebutkan pengalokasian ADP harus memertimbangkan: a. Kebutuhan penghasilan tetap peratin dan perangkat pekon, dan b. Jumlah penduduk pekon, angka kemiskinan pekon, luas wilayah pekon, dan tingkat kesulitan geografis pekon. ADP dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan pekon dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pekon.

21 2. Tujuan Alokasi Dana Pekon (ADP) Tujuan di tetapkannya ADP menurut Soemantri (2011: 157) adalah: a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat pekon dan pemberdayaan masyarakat, c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur pekon, d. Meningkatkan pengalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial, e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat, f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pekon dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat, h. Meningkatkan pendapatan pekon dan masyarakat pekon melalui Badan Usaha Milik Pekon (BUMP). 3. Pengelolaan Alokasi Dana Pekon (ADP) Pengelolaan ADP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan pekon dalam APBP oleh karena itu dalam pengelolaan ADP harus memenuhi prinsip pengelolaan ADP. Menurut Soleh dan Heru Rochmansjah (2014: 16) menyebutkan prinsip-prinsip pengelolaan ADP adalah sebagai berikut:

22 a. Pengelolaan ADP merupakan bagian tak terpisahkan dari pengelolaan keuangan pekon dalam APBP, b. Seluruh kegiatan yang dibiayai ADP direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat pekon, c. Semua kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, secara teknis dan secara hukum, d. ADP digunakan secara terarah, ekonomis, efisien, efektif, berkeadilan dan terkendali. Pelaksanaan pengelolaan ADP sesuai dengan yang disebutkan di atas maka dibentuk pelaksana kegiatan tingkat pekon, tim fasilitasi tingkat kecamatan dan tim pembina tingkat kabupaten sebagai pelaksana kegiatan pengelolaan ADP. 4. Sumber Dana dan Besaran Alokasi Dana Pekon (ADP) Sumber dana dan besaran ADP menurut Soleh dan Rochmansjah (2014: 17) menyebutkan bahwa: a. Besaran ADP di tetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, b. ADP bersumber dari bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh pemerintah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) paling sedikit 10% diperuntukan bagi pekon dengan pembagian secara merata dan adil (proporsional),

23 c. Pembagian secara merata adalah pembagian dari ADP yang sama untuk semua pekon yaitu sebesar 60% sebagai alokasi dana pekon minimal (ADPM) sedangkan pembagian secara adil adalah pembagian dari ADP secara proporsional untuk setiap pekon yaitu sebesar 40% sebagai alokasi dana pekon proporsional (ADPP), d. Besarnya dana pekon alokasi proporsional (ADPP) untuk masing-masing pekon berdasarkan nilai bobot pekon yang dihitung dengan rumus tertentu, e. Penetapan bobot pekon dilakukan dengan menimbangkan variabel utama seperti kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan, keterjangkauan dan variabel tambahan seperti jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi dan partisipasi masyarakat, f. Rumus dan penetapan ADP: 1) Besarnya ADP yang di terima oleh pemerintah pekon terdiri dari Alokasi Dana Minimal (ADPM) ditambah Alokasi Dana Pekon Proporsional (ADPP) 2) Rumus ADP untuk suatu pekon adalah ADPx = ADPMx + ADPPx. 5. Penggunaan Alokasi Dana Pekon (ADP) Penggunaan ADP menurut Soleh dan Rochmansjah (2014: 18) bahwa: a. ADP yang diterima Pemerintah Pekon 30% dipergunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pemerintahan pekon dan LHP, yang terdiri dari:

24 1) Biaya operasional Pemerintah Pekon, 2) Biaya operasional LHP, 3) Biaya operasional Tim Pelaksana ADP. b. 70% dipergunakan untuk pemberdayaan masyarakat pekon yang terdiri dari: 1) Pembangunan sarana dan prasarana ekonomi pekon, 2) Pemberdayaan dibidang pendidikan, kesehatan dan pengarusutamaan gender, 3) Pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama untuk mengentas kemiskinan, dan 4) Bantuan keuangan kepada lembaga masyarakat pekon. 6. Lembaga Pengelola Alokasi Dana Pekon (ADP) Lembaga pengelola ADP menurut Soleh dan Rochmansjah (2014: 18) adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan ADP dibentuk tim pengarah, tim teknis fasilitasi, tim pendamping yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota dan tim pelaksana yang ditetapkan dengan keputusan peratin, b. Tim pengarah berasal dari unsur pemerintah daerah yang bertugas memberikan arahan yang berupa kebijakan pelaksanaan ADP, c. Tim fasilitasi teknis berasal dari unsur pemerintah daerah yang tugas pokoknya berkenaan dengan masalah teknis keuangan seperti perhitungan besarnya ADP untuk setiap pekon dan teknis operasional terkait dengan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan,

25 d. Tim pedamping bertugas antara lain membantu tim pelaksana dalam menyusun rencana teknis penggunaan ADP. 7. Pertanggungjawaban Alokasi Dana Pekon (ADP) Menurut Soleh dan Rohmansjah (2014: 19) bahwa pertanggungjawaban ADP merupakan satu kesatuan dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBP yang merupakan bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Pekon (LPPP) yang disampaikan oleh bupati kepada peratin melalui camat. Pertanggungjawaban pengelolaan ADP di dasari dengan berdasarkan pada peraturan yang ada. Pertanggungjawaban tersebut dijalankan oleh pihak pemerintah pekon agar terhindar dari penyalahgunaan pengelolaan ADP serta terhindar dari praktek-praktek kecurangan dengan mementingkan kesejahteraan masyarakat. D. Kerangka Pikir ADP adalah salah satu bentuk transfer dana dari pemerintah yang telah ditetapkan sebesar 10% dari dana pemerintah pusat dan daerah yang diterima Kabupaten Lampung Barat. Pengelolaan diartikan sebagai kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban mengenai ADP Pekon Sindang Pagar, dengan peratin sebagai pemegang kekuasaan sekaligus penanggungjawab utama. Peratin dalam menjalankan administrasi keuangan pekon dibantu oleh perangkat pekon yang terdiri dari sekretaris pekon dan perangkat pekon lainnya.

26 Pengelolaan ADP disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Bab VI Pasal 100 bahwa 70% dari jumlah anggaran pekon digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan pekon, pelaksanaan pembangunan pekon, pembinaan kemasyarakatan pekon dan pemberdayaan masyarakat pekon, sedangkan 30% dari jumlah anggaran pekon digunakan untuk mendanai biaya operasional pemerintah pekon. Merujuk pada peraturan tersebut, menurut Soemantri (2011: 160) indikator pengelolaan ADP berdasarkan beberapa variabel independen. Variabel independen merupakan indikator yang memengaruhi besarnya nilai bobot setiap pekon yang dapat membedakan beban yang ditanggung antara satu pekon dengan pekon yang lain. Salah satu bentuk variabel independen adalah variabel independen utama. Variabel independen utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot pekon. Variabel utama ditunjukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan atas dasar umum antar pekon secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat di pekon. Variabel independen utama terdiri dari sebagai berikut: 1. Akuntabilitas kepemimpinan a) Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADP Merupakan pendisiplinan pemerintah pekon untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dengan memeriksa dan menyeimbangkan pengaturan kewenangan.

27 b) Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pengelolaan ADP Yaitu peratin dan pihak aparatur pekon menerapkan prinsip transparansi dengan mematuhi undang-undang dalam hal pengelolaan ADP dan berpijak pada aturan yang ditetapkan. 2. Akuntabilitas proses a.) Kesesuaian pengelolaan ADP dengan prosedur yang berlaku Yaitu terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas, sistem informasi manajemen pengelolaan ADP serta prosedur administrasi pengelolaan ADP. Akuntabilitas proses termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsive dan murah biaya. b) Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada pencapaian tujuan Yaitu upaya pencapian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh serta dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan. 3. Akuntabilitas program a) Kesesuaian program yang dibiayai ADP dengan kebutuhan masyarakat Yaitu terkait dengan pertimbangan dengan tujuan yang ditetapkan dengan memertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

28 b) Pelaksanaan program ADP Yaitu upaya proses pengelolaan dan pelaksanaan ADP difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang menjadi prioritas pekon yang bersangkutan dan dengan memerhatikan asas umum pengelolaan ADP. 4. Akuntabilitaas kebijakan a) Penyusunan pengelolaan ADP Yaitu proses pengelolaan ADP dalam pencapaian tujuan dibuat dengan kebijakan-kebijakan yang terarah dan perencanaan yang matang. b) Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADP. Yaitu dokumen tertulis yang disusun dengan tujuan memberikan laporan tentang pelaksanaan ADP sebagai wujud pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengelolaan ADP dalam penyelenggaraan pemerintahan pekon di Pekon Sindang Pagar Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat dengan berfokus pada indikator pengelolaan ADP, jika indikator akuntabilitas telah diterapkan oleh tim pelaksana, maka pemerintah Pekon Sindang Pagar telah berupaya mewujudkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pekon. Kerangka Pikir di atas dijelaskan dengan skema sebagai berikut:

29 Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Pekon (ADP) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Pekon Indikator Pengelolaan Alokasi Dana Pekon (ADP) 1. Akuntabilitas kepemimpinan: a. Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADP b. Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pengelolaan ADP 2. Akuntabilitas proses a. Kesesuaian pengelolaan ADP dengan prosedur yang berlaku b. Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada pencapaian tujuan 3. Akuntabilitas program a. Kesesuaian program yang dibiayai ADP dengan kebutuhan masyarakat b. Pelaksanaan program ADP 4. Akuntabilitaas kebijakan a. Penyusunan pengelolaan ADP b. Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADP AKUNTABEL TIDAK AKUNTABEL Gambar 1. Kerangka Pikir Keterangan: : Ditentukan : Menghasilkan