HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA BERO KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN KLATEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

KESIAPSIAGAAN SISWA KELAS X DI SMA BERBUDI KECAMATAN GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI ARTIKEL PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak

PENGETAHUAN DAN KESIAPSIAGAAN GURU DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI SMP NEGERI 6 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN SKRIPSI

ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi. Disusun Oleh: NIA PARAMITHA SARI A Kepada:

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GURU TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN TAHUN 2014

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

KESIAPSIAGAAN SMP NEGERI 1 GATAK KABUPATEN SUKOHARJO DALAM MENGHADAPI BENCANA ALAM NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

PENGETAHUAN SISWA SMA MTA SURAKARTA KELAS X DAN KELAS XI TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat S-1

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta merupakan kota dengan wilayah yang berbatasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

ANGGI PRATIWI A

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Klaten merupakan bagian dariprovinsi Jawa Tengah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Powered by TCPDF (

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

ARTIKEL PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarana S-1 Pendidikan Geografi. Diajukan Oleh: TEGUH SUBROTO

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki wilayah negara yang sangat luas. Terbentang mulai dari 6 0 LU

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Oleh: HERNI SETYAWATI A 610 100 091 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2014 0

1

2

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN Herni Setyawati, A610100091, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014 Indonesia merupakan Negara kepulauan yang di antara pertemuan 3 lempeng tektonik. Keadaan tersebut membuat Indonesia rentan terhadap ancaman bencana geologi seperti letusan gunung berapi, gempabumi, tsunami dan tanah longsor. Salah satu wilayah yang rawan bencana gempabumi Klaten, karena kota Klaten berdekatan dengan gunung Merapi yang masih aktif, sehingga daerah di sektar gunung Merapi rawan bencana. Untuk mengurangi dampak bencana gempabumi perlu adanya pengetahuan dan kesiapsiagaan tidak hanya masyarakat, tetapi juga pada remaja di tingkat Sekolah Pendidikan Pertana (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) untuk mengetahui kesiapsiagaan siswa Kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi di Kabupaten Klaten, (2) untuk mengetahui pengetahuan siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi, dan (3) untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada siswa di SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa SMA N 1 Cawas seluruh kelas XI IPS berjumlah 132 siswa dari 4 kelas. Sampel penelitian kelas XI IPS dengan jumlah sampel 66 siswa atau siswa dua kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu studi kepustakaan, wawancara, observasi, angket dan dokumentasi. Analisis data menggunakan korelasi product moment. Kesimpulan dalam peneliti ini yaitu : (1) Pengetahuan siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempa bumi termasuk kategori cukup mengetahui. Hal ini ditunjukkan perolehan frekuensi antara 54-58 sebanyak 30 subjek atau 46%. Tingkat mengetahui dan kurang mengetahui sama sebanyak 18 subjek atau 27,3%. Tingkat kurang mengetahui antara 49-53 dan tingkat mengetahui antara 5-62. (2) Tingkat kesiapsiagaan siswa Kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempa bumi di kabupaten klaten termasuk siap. Hal ini ditunjukkan untuk frekuensi dengan nilai antara 16 32 sebanyak 28 subjek atau 42,4%. Tingkat hampir siap antara 33-54 sebanyak sebanyak 21 atau 31,8%, dan tingkat siap antara 55-64 sebanyak 17 orang atau 25,8%. (3) Ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan siswa dengan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi pada siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan hasil korelasi sebesar 0,612 denan sig. atau p = 0,022 (p = 0,022 < 0,05) Kata kunci : Pengetahuan, Kesiapsiagaan, Bencana Gempabumi 3

PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau besar dan kecil dan 6.000 diantaranya tidak berpenghuni. Wilayah Indonesia terbentang antara 6 0 LU sampai 11 0 08 garis LS sepanjang 1.760 km, dan dari 95 0 sampai 141 0 45 BT serta terletak antara dua benua yaitu benua asia dan benua Australia (Kodoatie & Sjarief, 2010: 111). Kepulauan Indonesia juga terletak di antara pertemuan 3 lempeng tektonik (The Eurasian Continental Plate, India- Australian Oceanic Plate, and Pacific Oceanic Plate) yang disebut ring of fire. Indonesia rentan terhadap ancaman bencana geologi seperti letusan gunung berapi, gempabumi, tsunami dan tanah longsor. Potensi ancaman bencana alam lainnya termasuk banjir, kebakaran, kekeringan, gelombang pasang dan badai tropis. Menurut Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), selama satu abad terakhir (1907-2007), menunjukkan bahwa telah terjadi 343 bencana alam besar dalam wilayah Indonesia. Bencana alam tersebut menelan 236.543 korban jiwa dan menyentuh 2.639.025 penduduk, dan lebih dari 19 juta orang yang terkena dampak dari 309 kejadian bencana yang terjadi sepanjang 2 dekade terakhir ini, tahun 1980-2009. Bencana di Indonesia memang bermacam-macam tetapi dengan tiga bencana alam menimpa Indonesia seperti tsunami Aceh, gempabumi karena gunung Merapi di Yogyakarta dan banjir di Jakarta, masyarakat trauma terhadap ketiga bencana tersebut sebagai perbandingan dari bencana-bencana yang terjadi saat ini, dengan adanya bencana tersebut maka muncul berbagai macam persoalan akibat bencana dari sebelum bencana bahkan pasca-bencana, seperti munculnya, kesiapsiagaan masyarakat sebelum bencana dan juga bantuan pasca bencana. Bencana gempabumi yang sering terjadi dan sikap pemerintah yang kurang tanggap untuk member informasi kepada masyarakat tentang kemungkinan akan terjadi gempa bumi, membuat masyarakat menuntut agar warganya untuk waspada dengan berbagai macam cara untuk waspada bencana, masyarakat menuntut pertanggungjawaban moral (accountability) dari lembaga yang 1

berwenang terhadap keselamatan sipil (civil security) setelah terjadinya bencana. Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah telah menempatkan persoalan bencana alam menjadi salah satu isu serius yang diprioritaskan penanganannya (Nugroho, 2007) Penjelasan mengenai bencana di atas merupakan salah satu gambaran umum mengenai permasalahan yang muncul sebelum dan sesudah bencana di Indonesia. Permasalahan yang muncul sebelum terjadinya bencana gempa bumi pada persiapan untuk siap siaga pada peristiwa akan terjadinya bencana, sehingga dapat meminimalkan korban dan kerugian. Permasalahan sesudah bencana terjadi adalah cara mengatasi akbat bencana pada suatu daerah, seperti bencana yang terjadi di kota Klaten Jawa Tengah misalnya. Kabupaten Klaten merupakan daerah rawan bencana gempabumi. Berdasarkan data BNPB tahun 2011 dalam kategori Indeks Rawan Bencana Single Hazard Kabupaten/Kota, Klaten menempati rangking 2 tingkat nasional. Kabupaten Klaten terletak diantara 110 26'14"BT - 110 47'51"BT dan 7 32'19"LS - 7 48'33"LS Klaten memiliki ketinggian antara 100 400 m diatas permukaan laut (Klaten dalam Angka, 2005). Bencana gempabumi pernah terjadi di Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan banyaknya bangunan rusak dan banyaknya korban jiwa. Bencana gempa bumi tersebut mengguncang daerah Klaten dan sekitarnya dengan kekuatan 6,3 Skala Richter dengan pusat gempa terletak di daerah selatan Yogyakarta. No Nama Desa Rusak Rusak Rusak Total Berat Ringan 1 Karang Asem 70 277 422 2 Burikan 23 128 465 3 Nanggulan 95 235 336 4 Bendungan 71 165 168 5 Tugu 133 264 313 6 Kedungampel 88 269 396 7 Bawak 172 432 453 8 Baropan 138 421 131 9 Pakisan 197 346 371 10 Balak 197 242 381 11 Cawas 159 502 586 12 Plosowangi 57 153 298 13 Baran 105 271 196 14 Ttirtomartu 251 248 189 15 Japanan 109 228 227 16 Tlingsing 64 322 484 17 Melese 393 278 65 18 Gombang 79 228 31 19 Pogong 32 176 721 20 Bogor 54 214 454 Salah satu kecamatan yang terkena dampak dari bencana gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 adalah Kecamatan Cawas. Terdapat banyak 2

korban yang mengungsi dalam kejadian tersebut. Banyak pula korban jiwa yang meninggal. Tidak hanya rumah yang mengalami kerusakan saat gempa tersebut terjadi. Namun banyak pula fasilitas umum seperti sekolah yang juga mengalami kerusakan saat gempa tahun 2006 tersebut. Masyarakat klaten sudah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang merujuk pada Perda tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang tengah dipersiapkan. Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Klaten, Sri Winoto mengatakan, BPBD merupakan implementasi dari kebutuhan riil penanganan bencana di Klaten. Sri Winoto menjelaskan pembentukan BPBD merupakan salah satu amanat UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kekurangan dari Badan tersebut, bahwa tidak selamanya bisa menjangkau keseluruhan masyarakat Klaten (Joglosemar, 2013). Pengadaan penyuluhan mengenai bencana, berkisar pada penduduk yang dewasa karena dianggap mereka mampu melindungi orang-orang terdekatnya ketika terjadi bencana. Penelitian yang peneliti lakukan berupaya mencoba menyentuh kesiapsiagaan terhadap bencana gempabumi pada anak usia sekolah. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi tidak hanya masyarakat dewasa saja yang diberikan tanggung jawab untuk siap siaga terhadap bencana. Khususnya, pada remaja di tingkat Sekolah Pendidikan Pertana (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Para siswa SMP dan SMA berhak untuk mengetahui apa itu bencana, mengapa terjadi bencana, bencana apa saja yang perlu diwaspadai di lingkungan daerah siswa, dan bagaimana cara siswa untuk siapsiaga bilamana terjadi bencana dan juga pasca bencana. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) untuk mengetahui kesiapsiagaan siswa Kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi di Kabupaten Klaten, (2) untuk mengetahui pengetahuan siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana 3

gempabumi, dan (3) untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada siswa di SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Cawas yang berada di kecamatan Cawas kabupaten Klaten. Populasi yang digunaan pada penelitian ini adalah siswa SMA N 1 Cawas seluruh kelas XI IPS Secara keseluruhan total populasi yang ada adalah 132 siswa dari 4 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari kelas XI IPS dengan jumlah sampel 66 siswa atau siswa dua kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: studi kepustakaan, wawancara, observasi, angket dan dokumentasi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survai dengan tipe descriptive explanotory research. Untuk mengetahui derajat hubungan dan kontribusi antara pengetahuan dan sikap maka hipotesis di uji menggunakan Korelasi Pearson Product Moment PEMBAHASAN Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Tingkat Pengetahuan siswa Frequency Pengetahuan Siswa Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1 18 27.3 27.3 27.3 2 30 45.5 45.5 72.7 3 18 27.3 27.3 100.0 Total 66 100.0 100.0 Tabel di atas menunjukkan tingkat pada indikator pengetahuan siswa termasuk kategori cukup mengetahui. Hal ini ditunjukkan perolehan frekuensi antara 54-58 sebanyak 30 subjek atau 46%. Tingkat mengetahui dan kurang mengetahui sama sebanyak 18 subjek atau 27,3%. Tingkat kurang mengetahui antara 49-53 dan tingkat mengetahui antara 5-62. 2. Tingkat Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Frequency Kesiapsiagaan Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1 17 25.8 25.8 25.8 2 21 31.8 31.8 57.6 3 28 42.4 42.4 100.0 Total 66 100.0 100.0 Tabel menunjukkan tingkat pada kesiapsiagaan menghadapi bencana pada subjek termasuk kategori kurang siap. Hal ini ditunjukkan untuk frekuensi dengan nilai antara 16 32 4

sebanyak 28 subjek atau 42,4%. Tingkat hampir siap antara 33-54 sebanyak sebanyak 21 atau 31,8%, dan tingkat siap antara 55-64 sebanyak 17 orang atau 25,8% 3. Uji Hubungan Antara Pengetahuan Siswa dengan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Hasil uji hipotesis dengan rumus korelasi product moment diketahui ada hubungan positif yang signifikan antara pengetahuan siswa dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Hal ini ditunjukkan dengan hasil korelasi sebesar 0,612 dengan sig. atau p = 0,022 (p = 0,022 < 0,05). Sekolah memiliki peran yang strategis dalam upaya mitigasi bencana. Sekolah perlu membangun kapasitas guru agar memahami konsep yang benar tentang kebencanaan. Guru sebagai pengajar juga memiliki tanggung jawab pembentuk konsep diri dalam memahami mitigasi bencana pada siswa namun kenyataan di lapangan sebagian besar guru belum memiliki ketrampilan dan pengetahuan mengenai mitigasi bencana, padahal peran guru pada pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam pembentukan konsep diri dan pemahaman mitigasi bencana bagi siswa. Kesiapsiagaan siswa akan ditentukan oleh dominasi aktifitas guru dalam memberikan penyuluhan dan pengertian mengenai bencana terutama gempabumi. Hasil penelitian adanya hubungan antara pengetahuan siswa dengan Correlations Pengetahuan Siswa Kesiapsiagaan Penge Pearson 1.612 tahuan Correlation Siswa Sig. (2-tailed).022 Kesiap siagaan N 66 66 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).022.612 1 N 66 66 kesiapsiagaan bencana gempabumi. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyanto (2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana. Seperti pendapat Twigg (2007), bahwa apabila pengetahuan manusia akan bahaya, kerentanan, risiko dan kegiatan-kegiatan 5

pengurangan risiko cukup memadai maka akan dapat menciptakan aksi masyarakat yang efektif (baik secara sendiri maupun bekerjasama dengan para pemangku kepentingan lainnya) dalam menghadapi bencana. Sesuai dengan hasil penelitian LIPI (2006), menunjukkan pengaruh paling besar dalam perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat pedesaan Aceh adalah tingkat pengetahuan yang dinilai cukup baik untuk individu/rumah tangga, sehingga nilai indeks pengetahuan rumah tangga sebesar 72 yang dapat dikategorikan siap. Sekolah siaga bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum, saat dan sesudah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, prosedur tetap (standard operational procedure), dan sistem peringatan dini. Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular dengan kerja bersama berbagai pihak terkait yang dilembagakan dalam kebijakan lembaga pendidikan tersebut untuk mentransformasikan pengetahuan dan praktik penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga sekolah sebagai konstituen lembaga pendidikan, (KPBI. 2011: 9) Kesiapsiaggan sekolah dalam menghadapi bencana ditentukan oleh lima indikator yaitu pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, rencana penyelamatan, peringatan bencana, mobilitas sumber daya dan menghadapi bencana gempa. 1. Hubungan pengetahuan dengan sikap terhadap resiko bencana Secara umum guru-guru yang menjadi responden adalah guruguru yang secara langsung/tidak langsung mengalami kejadian bencana terutama gempa bumi. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka secara obyektif ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dari jawaban yang berhubungan dengan respon terhadap bencana, cara merefleksi bencana, kesadaran resiko bencana dan tindakan terhadap bencana. 6

Berdasarkan hasil penelitian di mana pemahaman tentang bencana serta dalam pengurangan risiko bencana. Dimana risiko itu dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Pemahaman dan pengetahuan tentang bencana adalah modal dasar dalam konsep mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Menyadarkan masyarakat agar tidak hanya berpasrah terhadap bencana yang datang tanpa berusaha untuk menghindarinya merupakan upaya penting yang harus dilakukan pada kesempatan pertama. Bencana yang datang selalu ada sebab dan akibatnya, di mana masyarakat masih memiliki peluang untuk menghindari dan merencanakan upaya penanggulangan jauh-jauh hari sebelum bencana itu terjadi. 2. Hubungan pengetahuan dengan rencana penyelamatan Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN Cawas dapat diketahui bahwa sekolah telah menginformasikan tentang tindakan tetap (protap) untuk keadaan darurat, memberikan informasi cara melakukan penyelamatan dan pengamanan pada sekolah. Informasi yang diperoleh oleh siswa akan menambah kemampuan pengetahuan siswa, sehingga memungkinkan siswa memiliki rencana penyelamatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat dan sekolah. 3. Hubungan pengetahuan dengan peringatan bencana Pengetahuan yang harus dimiliki siswa mengenai bencana gempabumi yaitu pemahaman tentang bencana gempabumi dan pemahaman tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi gempabumi serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempabumi, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana gempabumi. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat 7

memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, siswa dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat siswa berada saat terjadinya peringatan. Sistem peringatan bencana untuk siswa berupa tersedianya sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. 4. Hubungan pengetahuan dengan mobilitas sumber daya Mobilitas sumber daya berkaitan dengan adanya saranasarana yang tersedia dalam mengahadapi bencana. Contohnya sekolah mempunyai nomer-nomer penting (Polisi, Rumah sakit, Pemadam kebakaran, dan sebagainya) yang dapat dihubungi pada saat darurat. Dengan diketahui nomor-nomor tersebut akan memudahkan siswa untuk menghubungi dan menginformasikan adanya peringatan bencana. Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan dan sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. 8

Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi sumber daya siswa meliputi adanya siswa yang terlibat dalam pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan siswa untuk menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan siswa untuk memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler. 5. Hubungan pengetahuan dalam menghadapi bencana gempa. Menurut Notoatmoodjo (2003), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan adalah ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Menurut LIPI (2006), pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengalaman bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Nias dan Yogyakarta serta berbagai bencana yang terjadi diberbagai daerah lainnya memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya pengetahuan mengenai bencana alam. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam menghadapi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penmabahasan Identifikasi Kesiapsiagaan Siswa Kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten Terhadap Bencana Gempabumi Di Kabupaten Klaten dapat diperoleh kesimpulan, sebagai berikut: 1. Pengetahuan siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana 9

gempabumi termasuk kategori cukup mengetahui. Hal ini ditunjukkan perolehan frekuensi antara 54-58 sebanyak 30 subjek atau 46%. Tingkat mengetahui dan kurang mengetahui sama sebanyak 18 subjek atau 27,3%. Tingkat kurang mengetahui antara 49-53 dan tingkat mengtahui antara 5-62. 2. Tingkat kesiapsiagaan siswa Kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi di kabupaten klaten termasuk kurang siap. Hal ini ditunjukkan untuk frekuensi dengan nilai antara 16 32 sebanyak 28 subjek atau 42,4%. Tingkat hampir siap antara 33-54 sebanyak sebanyak 21 atau 31,8%, dan tingkat siap antara 55-64 sebanyak 17 orang atau 25,8%. 3. Ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan siswa dengan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi pada siswa kelas II IPS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan hasil korelasi sebesar 0,612 denan sig. atau p = 0,022 (p = 0,022 < 0,05). Dari hasil kesimpulan tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada pihak terkait yaitu Bagi Siswa, mengingat hasil pengetahuan siswa termasuk kategori sedang dan tingkat kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana gempa bumi termasuk rendah, maka disarankan bagi siswa untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Untuk meningkatkan pengetahuan siswa dapat memperbanyak membaca bukubuku pengetahuan atau membaca artikel yang berhubungan dengan gempa di internet. Bagi Guru, guru disarankan untuk membantu meningkatkan pengetahuan siswa tentang bencana alam dapat diakitkan dengan materi pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran bahasa Indonesia atau Geografi guru dapat menuyuruh siswa untuk mencari data-data wilayah yang sering terkena bencana di internet atau surat kabar. Agar siswa kesiapsiagaan dalam menghadap bencana dapat meningkat, guru dapat memberikan bimbingan dan pengarahan saat menghadapi bencana atau diberikan latiha-latiha pada kegiatan pramuka. 10

DAFTAR PUSTAKA Joglosemar. 2013. Klaten Segera Punya Badan Penanggulangan Bencana. Dalam (www.sigapbencana-bansos). KPBI. 2011. Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Perkumpulan Lingkar Kurniawan, Herry. 2012. Pemerintah Perlu Meminimalisasi Dampak Gempa. http://www.unisosdem.org/arti cle_detail.php?aid=6406&coid =1&caid=56&gid=3. LIPI. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. UNESCO/ISDR Notoatmodjo, S. 2003. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, Cahyo. 2007. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Gemba Bumi dan Tsunami di Nias Selatan. Jakarta: Tim Unesco. 11