Terobosan baru metoda inventarisasi hutan: Ultra Aerial Photograph Ruandha Agung Sugardiman

dokumen-dokumen yang mirip
PT.LINTAS ANANTARA NUSA DRONE MULTI PURPOSES.


(LAPAN) LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI DRONE UAV & MULTIROTOR UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Disusun Oleh: Agus Widanarko

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

"We know Exactly What You Need"

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TEKNOLOGI RIMS (RAPID IMAGING AND MAPPING SYSTEMS)

III. METODE PENELITIAN

Artikel. Pemanfaatan Pesawat Nir-Awak untuk Pemetaan Garis Pantai. Kerjasama BIG dan LAPAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR. Indah Prasasti*, Parwati*, M. Rokhis Khomarudin* Pusfatja, LAPAN

KETENTUAN HUKUM DALAM PENGGUNAAN DRONE DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstract. Keywords: Aerial Photo, EAGLE, Orienteering, UAV

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

PLATFORM UNMANNED AERIAL VEHICLE UNTUK AERIAL PHOTOGRAPHY AEROMODELLING AND PAYLOAD TELEMETRY RESEARCH GROUP (APTRG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengoperasian Sistem Pesawat Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara Indonesia

PEMANTAUAN PERTAMA PUNCAK MERAPI SETELAH ERUPSI 2010 MENGGUNAKAN PESAWAT NIR AWAK

Ilustrasi: Proses Produksi

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

PEDOMAN PENGOPERASIAN, PERAWATAN, DAN PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG MICROLIGHT TRIKE

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

III. METODE PENELITIAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan perancangan tugas akhir dilaksanakan mulai Agustus 2015

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

MEMBANGUN KAPASITAS DAERAH SLEMAN UNTUK MITIGASI BENCANA DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI UAV

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBERDAYA HUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN SISTEM TELE-NAVIGATION PADA PESAWAT TANPA AWAK (MICRO UAV)

1 TAHUN PELAKSANAAN INPRES 10/2011: Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

APLIKASI FOTO UDARA UNTUK MEMPREDIKSI POTENSI SAWAH KOTA SOLOK DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK ABSTRAK

Dedi Irawadi Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh. KLHK, Jakarta, 25 April 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat. baling-baling penggerak.

SISTEM PEMANTAUAN TATA RUANG KOTA DENGAN WAHANA UDARA NIR- AWAK SEBAGAI PENYEDIA FOTO UDARA MURAH

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012

Proof of Concept Platform SPBP Sebagai Layanan Penyajian Data Penginderaan Jauh yang Cepat dan Mudah Untuk Seluruh Pemerintahan Provinsi

RANCANG BANGUN SISTEM MUATAN VIDEO SURVEILLANCE & TELEMETRI RUM-70. Kata Kunci : rancang bangun, video surveillance, telemetri, roket.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

I. PENDAHULUAN. Akhmad (2000) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat zat asing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

CV. DIVISION AERO COMPANY PROFILE

Langkah-langkah Photo dan Shoot Video Dengan Drone DJI Phantom 3 atau 4

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV)

I. PENDAHULUAN. misalnya teknologi elektronik dengan keluarnya smartphone ataupun gadget

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

EXECUTIVE SUMMARY PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA (IPKPP) TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Transkripsi:

Terobosan baru metoda inventarisasi hutan: Ultra Aerial Photograph Ruandha Agung Sugardiman "A man must rise above the Earth to the top of the atmosphere and beyond, for only thus will he fully understand the world in which he lives" Socrates (circa 399 BC). **) Seseorang harus naik di atas bumi ke atas atmosfer dan seterusnya, hanya dengan demikian maka ia akan sepenuhnya memahami dunia dimana dia tinggal (Sugardiman, R.A., 2007). Pendahuluan Inventarisasi hutan (forest inventory) dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Survei inventarisasi hutan dapat dilakukan secara terrestrial (ground-based measurement) maupun dengan menggunakan data citra penginderaan jauh (remote sensing). Penggunaan data citra penginderaan jauh dapat melalui media wahana (platform) antariksa (satelit) maupun pesawat terbang yang saat ini sudah semakin mudah dikerjakan. Metoda yang dikembangkan untuk mendukung pembangunan sektor kehutanan membutuhkan teknologi yang mampu menyiapkan maupun memproses dan menampilkan informasi hutan secara akurat, terpercaya, dengan biaya tidak mahal, cepat bahkan terkini atau near real-time *) (hampir waktu nyata). Salah satu metoda yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan adalah metoda tepat guna untuk menunjang kepentingan inventarisasi sumber daya hutan terutama di daerah dengan tingkat aktifitas manusia sangat tinggi dengan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga pengurusan hutan untuk menunjang pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara maksimal. Metoda tersebut adalah pemanfaatan Ultra Aerial Photograph menggunakan wahana microlight/ ultra-light (trike). Pilihan metoda Perkembangan teknologi informasi komunikasi (ICT: information communication technology) begitu cepat dan beragam aplikasi semakin membanjiri dunia pada seluruh sisi kehidupan. Demikian juga teknologi penerbangan tidak luput dari perkembangan tersebut. Sebagai pengguna teknologi, kita harus pandaipandai memilih dan memilah teknologi mana yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan kita, dilandasi dengan berbagai pertimbangan. Tujuan kita adalah mendapatkan informasi sumber daya hutan secara cepat dan akurat serta memberikan gambaran kondisi lapangan yang sesunggguhnya, sehingga pengambilan kebijakan benar-benar sesuai dengan kondisi yang ada. Persyaratan tersebut dapat dipenuhi apabila kita berada di atas obyek yang diamati **), sehingga kita bisa memahami tidak saja hutan sebagai obyek pengamatan kita tetapi juga kondisi sekitarnya. *) Real-time: Dalam teknologi informasi komunikasi, istilah real-time (waktu nyata) adalah kondisi pengoperasian dari suatu sistem perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang dibatasi oleh rentang waktu dan memiliki tenggat waktu (deadline) yang jelas, relatif terhadap waktu suatu peristiwa atau operasi terjadi. Contoh teknologi real-time adalah Closed-circuit television (CCTV), Video Conference. Hal 1/ 7

Dengan berada pada ketinggian, bisa merekam (capture) areal yang cukup luas, tidak saja fenomena alam (hutan) namun juga kondisi sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang kehidupannya bergantung pada hutan, yang dapat diberdayakan untuk pengamanan hutan itu sendiri, juga sebagai sumber tenaga kerja atau sebaliknya kita bisa mengenali sejak dini (awal) kemungkinan adanya tindakan illegal sebagai ancaman dan gangguan (encroachment). Pilihan kemudian mempertimbangkan biaya dan ketelitian (spasial resolusi), di samping waktu ketersediaan data (temporal resolusi) antara data citra penginderaan jauh dan pemotretan udara: 1. Data citra satelit resolusi rendah dan sedang saat ini tersedia dengan biaya murah (bahkan gratis), luas cakupan yang besar tetapi memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperoleh data. Bahkan citra resolusi tinggi, biaya masih mahal dan waktu lama. Dengan demikian data citra satelit kurang cocok untuk aplikasi yang memerlukan waktu singkat dan biaya murah; apalagi optical citra satelit masih terganggu dengan adanya penutupan awan (cloud cover). 2. Sedangkan pemotretan udara konvensional/ tradisional menawarkan resolusi tinggi tetapi dengan biaya tinggi pula; dan masih ada kemungkinan tertutup awan, mengingat ketinggian terbang cukup tinggi (2.000 m - 8.000 m). Pertimbangan tersebut membuka kemungkinan untuk memanfaatkan wahana (platform) lain yang tersedia saat ini; yaitu Unmanned Aerial Vehicle (UAV) lebih dikenal dengan istilah drone atau pesawat udara nir awak (PUNA) dan ultralight atau flexible wing micro-light atau lebih dikenal dengan trike karena menggunakan 3 (tiga) roda; bike untuk istilah sepeda roda dua. Trike ultra-light atau flexible wing micro-light. Kedua wahana tersebut, UAV (drone) dan trike bisa diuraikan kelebihan ataupun kelemahan masing-masing, sebagai berikut: 1. Kedua wahana ini mampu terbang di bawah ketinggian awan (<1.000 m), sehingga data yang dihasilkan dari potret udara ini akan bebas awan (cloud free). 2. UAV, baik di Indonesia maupun di dunia (a.l. US, Israel, Turki, ASEAN) masih tahap uji-coba/ penelitian bahkan sejauh ini hanya untuk kepentingan militer; sementara trike sudah banyak dimanfaatkan bahkan telah dioperasikan di Indonesia oleh beberapa Taman Nasional, Ditjen PHKA-Kemenhut. 3. Biaya per unit UAV masih sangat mahal: 3 unit seharga Rp29 miliar (Hadi, M.S., 2013); harga trike plus standard minimum equipment per unit saat ini tidak lebih dari Rp1 miliar. 4. Daya jelajah / jarak tempuh UAV masih terbatas tergantung jangkauan remote control-nya (jarak tempuh Wulung maksimal 200 km, sekitar 4 jam terbang); sementara trike bisa mencapai 600 km, >4 jam terbang. 5. Payload (muatan) yang bisa diangkut oleh UAV terbatas (<50 kg), trike mempunyai daya angkut bisa mencapai 300 kg, sehingga dapat membawa selain peralatan perpetaan (a.l. GPS, Camera) juga bahan bakar cadangan. 6. UAV tanpa human pilot, trike memerlukan pilot yang harus di-training dan mempunyai Pilot License. Puna Wulung UAV atau drone BPPT-Indonesia. Puna Pelatuk UAV atau drone BPPT- Indonesia. Hal 2/ 7

Dari analisis spesifikasi teknis, pengalaman operasional dan berbagai keunggulan yang ada, Ditjen Planologi Kehutanan memutuskan untuk mengembangkan penggunaan ultra-light atau trike untuk kegiatan inventarisasi hutan. Operasionalisasi Secara garis besar kegiatan yang akan didukung oleh pemanfaatan trike ini antara lain adalah: 1. Inventarisasi hutan: Survei udara untuk preliminary survey terrestrial (ground-based measurement) Survei udara sosial masyarakat (desa sekitar hutan) Ground-truthing/ checking lapangan hasil penafsiran citra satelit Pemetaan pohon (Tree mapping) Pemetaan 3D (3D mapping, DTM/DSM) Pemetaan penyebab deforestasi Pemantauan untuk program penanaman (MRV) 2. Pengukuhan kawasan hutan: Inventarisasi trayek batas Pemotretan pal batas Land tenure conflict verifikasi Ground control point 3. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan: Survei udara areal KPH Survei udara areal pemanfaatan hutan Rencana konstruksi infrastruktur KPH 4. Pengawasan dan pengendalian (surveillance): Combating illegal logging Areal pertambangan Pelepasan areal untuk non kehutanan Hotspot verifikasi Patroli hutan rutin Tanggap bencana alam Kunjungan lokasi oleh pejabat Masih banyak lagi kegiatan yang bisa didukung oleh pemanfaatan trike atau ultra-light tersebut, yang perlu digali lebih dalam untuk dapat disusun dalam program operasionalisasi trike atau ultra-light agar investasi yang ditanamkan bermanfaat dan tidak berpotensi pemborosan. Pengadaan trike dan trailer (untuk mobile) akan dilengkapi dengan peralatan sistem penerbangan dan peralatan sistem perpetaan (pemotretan udara) yang payload (muatan) sebagai berikut: Aviation navigation pilot system (GPS, Altimeter, Air Speed Indicator, Vertical Speed Indicator, Temperature, RPM, Fuel indicator, Radio communication) Electronic Located Transmitter (ELT). Helm + helm intercom Parachute safety GPS mapping + Gyro system Mapping camera Action camera: pesawat dan pilot Extra fuel tank jika diperlukan. Selain pesawat ultra-light atau trike akan disiapkan juga kegiatan pendukungnya serta peralatan perpetaan untuk processing setelah dilakukan survei udara, antara lain: Sistem perpetaan pre- and post-processing Video conference, selain: Basic training untuk pilot Small-light maintenance Tahap awal (tahun pertama) pengadaan ultralight atau trike sudah dilengkapi dengan kegiatan pendukung, sehingga unit peralatan langsung sudah siap bisa dioperasikan. Tahun berikutnya, akan di-training beberapa pilot tambahan untuk masing-masing unit pesawat beserta alokasi dana untuk kegiatan operasional dan maintenance (pemeliharaan rutin). Selanjutnya akan menjadi kegiatan rutin. BPKH yang mendapatkan pesawat tersebut agar segera mengantisipasi untuk operasional, yaitu: Menyusun rencana kegiatan yang bisa didukung oleh trike tersebut Menyusun unit organisasi kecil Menyiapkan tenaga untuk pilot Menyiapkan tenaga untuk operator Menyiapkan tempat untuk hangar Menyiapkan ruangan video conference Menghubungi PB FASI setempat Menghubungi Lapangan udara setempat. Hal 3/ 7

Untuk tahap awal penempatan pesawat ultralight atau trike dan peralatan perpetaan direncanakan pada beberapa Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan di Pusat, sebagai berikut: Medan, Palembang, Pontianak, Samarinda, Banjarbaru, Makassar, Manado, Palu, Ambon, Bali, Yogyakarta, Tanjung Pinang, Manokwari, Pusat: Jakarta (Halim/ Cibubur: a.l. untuk keperluan training) dan Bogor (Lido/ Pondok Cabe: a.l. untuk kegiatan lokasi penanaman). Lokasi rencana penempatan ultra-light atau trike dan peralatan perpetaan Contoh aplikasi kegiatan Pemanfaatan ultra-light atau trike ini sangat fleksibel, dapat take-off dan landing di darat (aspal, jalan tanah, lapangan rumput) atau di perairan (sungai, danau, kanal). Trike ini dapat dioperasikan kapan saja, dimana saja diperlukan asal cuaca mendukung (dalam training, pilot akan dibekali pengetahuan tentang cuaca). Namun pengoperasian tetap harus didukung dengan perencanaan yang baik (a.l. tata waktu yang terjadwal) sehingga pemanfaatan pesawat bisa lebih optimal, berdaya guna dan tepat guna. Ultra-light dengan pelampung pendarat (floater). Setiap misi terbang yang akan dilakukan pada suatu waktu, pilot dan operator wajib menyusun rencana terbang (flight-plan), dari posisi tertentu (koordinat) ke lokasi tujuan (koordinat), berapa kilometer terbang jarak yang akan ditempuh, berapa lama (jam) perkiraan terbang, kebutuhan bahan bakar, dan rencana kegiatan pemotretan yang akan dilakukan. Semua koordinat tersebut harus di-upload ke dalam GPS navigation system. Flight-plan yang disusun harus dipahami betul oleh pilot dan operator, peta lokasi atau daerah yang akan disurvei atau didatangi harus dipelajari terlebih dahulu dengan cermat, apabila perlu dibantu dengan data sekunder yang ada (Peta Penutupan Lahan, citra satelit apabila tersedia). Ultra-light (trike) dengan roda pendarat (wheel). Flight-plan untuk deteksi perubahan penutupan lahan (Sugardiman, R.A., 2007). Gambar di atas adalah salah satu contoh aplikasi untuk pengecekan perubahan penutupan lahan (change detection), dari desk analysis langsung ditindaklanjuti dengan field aerial survey. Hal 4/ 7

Berikut beberapa contoh dari penyusunan flightplan, realisasi terbang, mosaicking hasil potret udara kemudian dilanjutkan dengan post processing untuk pembuatan Peta 3D dan Peta Penghitungan jumlah pohon. Flight plan dan realisasi terbang Contoh tahapan pos-processing untuk pemetaan 3D Hasil pemotretan udara Contoh post-processing untuk penghitungan pohon Hal 5/ 7

Contoh-contoh potret udara untuk kegiatan pengawasan dan pengendalian (surveillance) Kegiatan areal pertambangan Survei udara sosial masyarakat (desa sekitar hutan) Deteksi kegiatan illegal logging Lokasi Ex-Proyek Lahan Gambut (PLG)/ Proyek Satu juta hektar Hal 6/ 7

Proses hasil survei udara langsung bisa dikomunikasikan ke Pusat via video conference Setelah selesai melakukan survei udara sesuai dengan misinya, data digital potret udara dan/ atau video camera di-download dan diproses (post-processing) oleh operator di BPKH, hasilnya langsung bisa dikomunikasikan dengan Pusat (Ditjen Planologi Kehutanan) melalui fasilitas video-conference system secara interaktif tanpa jeda waktu yang terlalu lama (near real-time). Kesimpulan 1. Ultra-light atau trike akan menjadi alat bantu survei hutan sebagai terobosan baru Ultra Aerial Photograph untuk meningkatkan pelayanan yang baik dengan tersedianya informasi sumber daya hutan yang terkini. 2. Banyak aplikasi kegiatan pengurusan hutan yang dapat didukung dengan pemanfaatan ultra-light atau trike dan sistem perpetaan ini. 3. Hasil pemotretan udara obyek muka bumi dari ultra-light atau trike akan lebih mudah dikenali dan dipahami oleh masyarakat luas (what you see is what you get). 4. Perlu diantisipasi persiapan teknis dan perencanaan operasionalisasi yang matang untuk ultra-light atau trike pada lokasi penempatan peralatan agar pemanfaatan pesawat tersebut optimal dan berdaya guna. Pustaka Anomin, 1999. Undang-Undang no. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167., 2011. Pembuatan Peta Dengan Small Format Aerial Photo. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan RI. Buletin, Datinlitbang, Selasa, 06/28/2011. Hadi, M.S., 2013. PUNA (Pesawat Udara Nir Awak) WULUNG SIAP MENGGEBRAK. KORAN TEMPO, 2 Mei 2013. Hartono, 2009. Teknologi Penginderaan Jauh Dan Perkembangannya. Seminar Nasional dengan tema Peranan Penginderaan Jauh dalam Pembelajaran Geografi, kerjasama antara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negri Semarang (UNNES) dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Semarang, 29 Januari 2009. Sugardiman, R.A., 2007. Space borne Radar Monitoring of Forest Fires and Forest Cover Change. A case study in Kalimantan. PhD thesis, Wageningen University, Wageningen, The Netherlands, 190p. Hal 7/ 7