KADAR AIR DAN ph SILASE RUMPUT GAJAH PADA HARI KE - 21 DENGAN PENAMBAHAN JENIS ADDITIVE DAN BAKTERI ASAM LAKTAT

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

PENGARUH BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI STARTER PADA PROSES ENSILASE THE EFFECT OF LACTIC ACID BACTERIA AS STARTER ON ENSILAGE PROCESSED

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

PENGARUH PENAMBAHAN DEDAK PADI DAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP KUALITAS FISIK SILASE RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureumcv.hawaii)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

KANDUNGAN NUTRISI SILASE JERAMI JAGUNG MELALUI FERMENTASI POLLARD DAN MOLASES

PENGGUNAAN BEBERAPA ADITIF DAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SILASE RUMPUT GAJAH PADA HARI KE- 14

Pengaruh Penggunaan Berbagai Bahan Sumber Karbohidrat terhadap Kualitas Silase Pucuk Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

PENGARUH PENAMBAHAN DEDAK PADI DAN INOKULUM BAKTERI ASAM LAKTAT DARI CAIRAN RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SILASE RUMPUT GAJAH

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI ADITIF TERHADAP KANDUNGAN NUTRIEN SILASE CAMPURAN DAUN UBIKAYU DAN GAMAL

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN PERSENTASE KEBERHASILAN SILASE RUMPUT Panicum sarmentosum Robx

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

KARAKTERISTIK FISIK SILASE JERAMI JAGUNG (Zea mays) DENGAN LAMA FERMENTASI DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED

KUALITAS FISIK SILASE BUAH SEMU JAMBU METE PADA BERBAGAI LEVEL TEPUNG GAPLEK DAN LAMA PEMERAMAN

Pengaruh Penambahan EM4 dan Gula Merah terhadap Kualitas Gizi Silase Rumput Gajah (Pennesetum purpereum)

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

KANDUNGAN NUTRIEN SILASE BUAH SEMU JAMBU METE SEBAGAI PAKAN PADA BERBAGAI LEVEL TEPUNG GAPLEK DAN LAMA PEMERAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN SILASE HIJAUAN SEBAGAI PAKAN NUTRISI UNTUK TERNAK Yenni Yusriani

Kualitas Silase Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Penambahan Dedak Halus dan Ubi Kayu

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

Kualitas dan Nilai Kecernaan In Vitro Silase Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Penambahan Beberapa Akselerator

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

EFEK SUPLEMENTASI BERBAGAI AKSELERATOR TERHADAP KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH TANAMAN SINGKONG

Ika Purwaningsih (NIM ) Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM

TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

KUALITAS SILASE RUMPUT IRIAN (Sorghum sp) DENGAN PERLAKUAN PENAMBAHAN DEDAK PADI PADA BERBAGAI TINGKAT PRODUKSI BAHAN KERING

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASES DAN ONGGOK TERHADAP KANDUNGAN ASAM LAKTAT DAN DERAJAT KEASAMAN PADA SILASE AMPAS TEH

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN KADAR BAHAN ORGANIK SILASE LIMBAH SAYURAN

THE USAGE OF FERMENTABLE CARBOHYDRATES AND LEVEL OF LACTIC ACID BACTERIA ON PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTICTS OF SILAGE

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produktivitas ternak ruminansia (Kurnianingtyas, 2012). Semakin banyaknya

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

Mivida Febriani Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150, Surabaya

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA Silase

(The effect of cassava meal and lactic acid bacteria isolated from rumen liquid of PO cattle on napier grass silage quality)

PEMANFAATAN LIMBAH JAGUNG UNTUK PEMBUATAN BISKUIT PAKAN HIJAUAN DI KECAMATAN LIMA KAUM BATUSANGKAR

I. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan. Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2015 Vol. 17 (1) ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Daun Lamtoro (Leucaena leocephala) terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpereum) yang Diberi Molasses

Kualitas Silase Rumput Gajah yang Diberi Tepung Umbi Talas Sebagai Aditif Silase

HASIL DAN PEMBAHASAN

KUALITAS SILASE RUMPUT GAJAH DENGAN BAHAN PENGAWET DEDAK PADI DAN TEPUNG GAPLEK

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berpengaruh terhadap kadar air silase tebon jagung (Zea mays), hal ini dapat dilihat

Pengaruh tingkat Syaiful Umam

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

EVALUASI KUALITAS SILASE LIMBAH SAYURAN PASAR YANG DIPERKAYA DENGAN BERBAGAI ADITIF DAN BAKTERI ASAM LAKTAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di

I. PENDAHULUAN. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

Transkripsi:

KADAR AIR DAN ph SILASE RUMPUT GAJAH PADA HARI KE - 21 DENGAN PENAMBAHAN JENIS ADDITIVE DAN BAKTERI ASAM LAKTAT (MOISTURE AND ph OF ELEPHANT GRASS SILAGE ON 21 ST DAY WITH THE TYPES OF ADDITIVE AND ADDITION OF LACTIC ACID BACTERIA) Risna Esti Mugiawati, Suwarno, Nur Hidayat Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto kekehnose@yahoo.com ABSTRAK Silase rumput gajah merupakan pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi alami rumput gajah oleh bakteri asam laktat dengan kadar air yang tinggi (60%) dalam keadaan anaerob. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan additive dan bakteri asam laktat terhadap perhitungan dari kadar air dan ph silase rumput gajah pada hari ke - 21. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), adapun perlakuannya adalah R1 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 40 ml tetes + 20 ml bakteri asam laktat, R2 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 40 ml tetes + 40 ml bakteri asam laktat, R3 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 200 g onggok + 20 ml bakteri asam laktat, R4 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 200 g onggok + 40 ml bakteri asam laktat, R5 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 200 g bekatul + 20 ml bakteri asam laktat dan R6 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah layu + 200 g bekatul + 40 ml bakteri asam laktat. Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diukur adalah kadar air dan ph silase. Hasil analisis menunjukkan penambahan jenis additive dan bakteri asam laktat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan ph silase rumput gajah pada hari ke 21. Hasil uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan kadar air R2 berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan kadar air R4, R5 dan R6. Pada ph uji BNJ menunjukkan R1 dan R2 berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan ph R3, R4, R5 dan R6. Kesimpulan berdasarkan penelitian yaitu penggunaan 40 ml tetes dan 40 ml bakteri asam laktat dapat menghasilkan kadar air yang cukup dan ph silase rumput gajah terendah. Kata kunci : silase rumput gajah, additive, bakteri asam laktat, kadar air, ph ABSTRACT Elephant grass silage fodder is produced through a natural fermentation process in elephant grass by lactic acid bacteria with a high water moisture (60%) under anaerobic conditions. The research objective was to determine the effect of the addition of lactic acid bacteria and additives on grass silage and the effectiveness of the moisture of grass silage. The research used completely randomized design (CRD) with 6 treatments R1 = Usage of 2 Kg withered elephant grass + 40 ml molasses + 20 ml lactic acid bacteria, R2 = Usage of 2 Kg withered elephant grass + 40 ml molasses + 40 lactic acid bacteria, R3 = Usage of 2 Kg withered elephant grass + 200 g onggok + 20 ml lactic acid bacteria, R4 = Usage of 2 Kg withered elephant grass +200 g onggok + 40 ml lactic acid bacteria, R5 = Usage of 2 Kg withered elephant grass + 200 g bran + 20 ml lactic acid bacteria and R6 = Usage of 2 Kg withered elephant grass + 200 g bran + 40 ml lactic acid bacteria, every treatment was repeated 3 times. The variable that were analyzed were silage moisture and ph. The results showed that the types of additive and addition of lactic acid bacteria significantly affected (P<0.05) the moisture and ph of elephant grass silage at 21 st day. The result of Honestly Significant Difference test (HSD) showed, the moisture of R2 was significantly higher (P<0.05) than R4, R5 and R6. The HSD of ph showed R1 and R2 were significantly lower (P<0.05) than R3, R4, R5 201

and R6. The conclusion based on the research was the usage of 40 ml of molasses and 40 ml of lactic acid bacteria produces enough moisture and lowest ph. Keywords : grass elephant silage, additive, lactic acid bacteria, moisture, ph PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan pakan hijauan sepanjang tahun adalah syarat mutlak pada usaha peternakan ruminansia. Produksi hijauan pada musim kemarau sangatlah rendah sehingga terjadi kekurangan hijauan, sedangkan pada musim hujan terjadi kelebihan hijauan. Kelebihan hijauan tersebut dapat dimanfaatkan untuk musim kemarau dalam bentuk silase. Silase merupakan awetan segar yang disimpan dalam silo pada kondisi anaerob. Pada suasana tanpa udara tersebut akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob untuk membentuk asam laktat. Penambahan karbohidrat tersedia seperti tetes, onggok dan bekatul untuk mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia bagi bakteri. Kelebihan dan kekurangan dari masing masing bahan jenis additive dapat dilihat dari komposisi gizinya karena masing masing memiliki komposisi gizi yang berbeda, sehingga diduga menghasilkan kualitas silase yang berbeda pula. Selain jenis additive bakteri asam laktat juga diduga berpengaruh terhadap kualitas silase. Hal ini sesuai pendapat Murni dkk. (2008) menyatakan selain penambahan karbohidrat, yang mempengaruhi kualitas silase antara lain spesies tanaman yang dibuat silase, fase pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen dan mikroorganisme (bakteri asam laktat) yang terlibat. Kadar air dan ph silase perlu diketahui karena merupakan tolak ukur dari keberhasilan silase. Setelah mengetahui kadar air dan ph silase diharapkan akan menghasilkan silase yang berkualitas sehingga disukai ternak. Perumusan Masalah Bahan additive yang berbeda dapat menghasilkan kualitas kimiawi silase yang berbeda. Masing masing karbohidrat fermentable mempunyai kelebihan dan kekurangan pada komposisi gizinya sehingga kualitas yang dihasilkan berbeda diantaranya kadar air dan ph silase. Tetes yang kaya akan karbohidrat diduga berperan lebih dapat menurunkan ph silase dibandingkan bekatul dan onggok. Bekatul dan onggok memiliki kadar bahan kering yang tinggi dibandingkan tetes sehingga diduga dapat berperan menurunkan kadar air silase. Kadar air yang berlebih diduga dapat menyebabkan silase jadi cepat busuk dan mempersulit pemadatan dan hal tersebut terjadi karena adanya fermentasi karbohidrat dari bahan pengawet oleh bakteri asam laktat dengan hasil utama berupa asam laktat sehingga ph silase yang dihasilkan turun. Bakteri asam laktat diperlukan dalam proses pembuatan silase hijauan karena berfungsi untuk mempercepat terbentuknya asam laktat pada pembuatan silase sehingga kualitas silase yang dihasilkan meningkat. Semakin banyak penambahan BAL dalam pemuatan silase maka semakin cepat proses ensilase, oleh karena itu diperlukan penelitian tentang sejauh mana perananan karbohidrat fermentable dan bakteri asam laktat terhadap kadar air dan ph silase. 202

TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang telah dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui jenis additive dan level bakteri asam laktat yang terbaik terhadap kadar air dan ph silase rumput gajah. METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) varietas hawai, tetes, bekatul, onggok dan bakteri asam laktat. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, ph meter, oven dan timbangan duduk tripel dan balance. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar air (%) dan ph. Jumlah perlakuan 6 macam dengan 3 kali ulangan. adapun perlakuannya adalah R1 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 40 ml tetes + 20 ml bakteri asam laktat, R2 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 40 ml tetes + 40 ml bakteri asam laktat, R3 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 200 g onggok + 20 ml bakteri asam laktat, R4 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 200 g onggok + 40 ml bakteri asam laktat, R5 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 200 g bekatul + 20 ml bakteri asam laktat dan R6 = Penggunaan 2 Kg rumput gajah + 200 g bekatul + 40 ml bakteri asam laktat. Data yang diperoleh ditabulasikan dalam tabel tabulasi, kemudian dianalisis menggunakan analisis variansi. Analisis variansi dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diuji. Apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur ( Steel dan Torrie, 1994). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jenis additive dan bakteri asam laktat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air. Rataan hasil penelitian kadar air dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar air tertinggi pada perlakuan 40 ml tetes dan 40 ml bakteri asam laktat serta terendah pada perlakuan 200 g onggok dan 40 ml bakteri asam laktat. Tabel 2. Rataan Kadar Air dengan Penambahan Jenis Additive dan Bakteri Asam Laktat No Jenis Perlakuan Rataan Kadar Air 1 R1 76,53 ab ± 0,58 2 R2 79,53 a ± 1,66 3 R3 76,20 ab ± 0,75 4 R4 74,93 b ± 1,79 5 R5 75,87 b ± 1,16 6 R6 75,33 b ± 1,60 Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air antara perlakuan R1, R2 dan R3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal yang sama terjadi juga antara perlakuan R4, R5 dan R6 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Kadar air pada R2 berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan R4, R5 dan R6. Kadar air pada R2 lebih tinggi dibandingkan dengan R4, R5 dan R6, karena tetes merupakan bahan additive dengan kadar air tertinggi dibandingkan onggok dan bekatul. Menurut Sutardi (1981) kandungan kadar air tetes ialah 17,6% dan kadar air bekatul 12,3%, Suhayono(1982) menyatakan kadar air onggok 11,62%. Jadi dapat 203

disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air bahan bahan yang digunakan untuk membuat silase maka semakin tinggi juga kadar air silase yang dihasilkan. Selain itu pada R2 menggunakan bakteri asam laktat 60 ml sehingga dengan bakteri asam laktat yang lebih banyak maka menghasilkan air yang lebih banyak juga, karena bakteri asam laktat dapat mengubah glukosa menjadi air. Sesuai pendapat Mc Donald (1981) selama proses ensilase berlangsung maka terjadi penurunan kandungan bahan kering (BK) dan peningkatan kadar air yang disebabkan oleh tahap ensilase pertama yaitu dimana respirasi masih terus berlangsung, glukosa diubah menjadi CO 2, H 2 O dan panas. Kadar air silase pada perlakuan yang diberi onggok dengan perlakuan yang diberi bekatul manghasilkan nilai kadar air yang hampir sama. Hal ini disebabkan karena kadar air dari kedua bahan tersebut juga hampir sama yaitu kadar air onggok 11,62% dan kadar air bekatul 12,3%. Selisih kedua kadar air bahan hanyalah 0,68 saja. Penambahan jenis additive berpengaruh nyata terhadap kadar air, hal ini sesuai pendapat Simanjuntak (1988) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan bahan tambahan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air silase. Pada penelitian lain (Lado dkk., 2007) menunjukkan bahwa macam (molases, putak, dan dedak padi,) dan level aditif (0%, 2,5% dan 5%) memberikan pengaruh terhadap ph, kadar air, kadar asam laktat, BK, BO, SK, KcBK dan KcBO tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar PK. Salah satu faktor yang mempengaruhi silase ialah kadar air hijauan dan bahan. Hal ini sesuai pendapat Pioner Development Foundation (1991) Kualitas silase yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh tiga faktor dalam pembuatan silase antara lain: hijauan yang digunakan, zat aditif (aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein dan karbohidrat pada material pakan) dan kadar air bahan di dalam hijauan tersebut karena kadar air yang tinggi mendorong pertumbuhan jamur dan menghasilkan asam butirat, sedangkan kadar air yang rendah menyebabkan suhu di dalam silo lebih tinggi sehingga mempunyai resiko yang tinggi terhadap terjadinya kebakaran. Kadar air bahan yang tinggi mengakibatkan silase yang dihasilkan pun berkadar air air tinggi dan sebaliknya jika kadar air bahan yang digunakan untuk silase rendah maka menghasilkan silase berkadar air rendah. Pendapat ini juga didukung oleh Sapienza dan Bolsen (1993) bahwa semakin basah bahan/hijauan yang diensilase semakin banyak panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu silase dan semakin banyak kecepatan kehilangan bahan kering atau peningkatan kadar air. Selama proses ensilase berlangsung terjadi peningkatan kadar air yang disebabkan oleh tahap respirasi yang mengubah glukosa menjadi H2O sesuai pendapat Mc Donald (1981) selama proses ensilase berlangsung maka terjadi penurunan kandungan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO). Hal tersebut terjadi pada tahapan ensilase, sebagai berikut: 1. Tahap 1 dimana respirasi masih terus berlangsung, glukosa diubah menjadi CO2, H2O dan panas. Sehingga ada sebagian fraksi glukosa yang merupakan fraksi BK yang hilang dan kehilangan BK terbesar karena adanya oksidasi selama proses silase. 2. Tahap 2 fermentasi anaerob dimana glukosa diubah menjadi asam laktat, etanol dan CO2. Kehilangan BK dan BO akan lebih besar terjadi apabila aktifitas fermentasi didominasi oleh bakteri heterofermentatif. 204

Derajat Keasaman (ph) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jenis additive dan bakteri asam laktat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ph. Rataan ph silase dapat dilihat pada Tabel 3. Perlakuan 40 ml tetes dan 20 ml bakteri asam laktat memiliki ph terkecil (4,02 ± 0,043). Perlakuan 200 g onggok 20 ml bakteri asam laktat memiliki ph terbesar (5,36 ± 0,270). Tabel 3. Rataan ph dengan Penambahan Jenis Additive dan Bakteri Asam Laktat No Jenis Perlakuan Rataan ph 1 R1 4,02 d ± 0,043 2 R2 4,06 d ± 0,055 3 R3 5,36 a ± 0,270 4 R4 5,15 a ± 0,155 5 R5 4,69 ab ± 0,145 6 R6 4,65 bc ± 0,360 Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa antara perlakuan R3, R4 dan R5 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal yang sama juga terjadi jika melakukan pembandingan R5 dengan R6 dan R1 dengan R2, maka tidak akan menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada ph perlakuan R1 dan R2 berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan R3, R4, R5 dan R6. Pada perlakuan R3 dan R4, ph menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan R1, R2 dan R6. Pada penambahan tetes (R1 dan R2) berbeda nyata dengan penambahan onggok (R3 dan R4) dan bekatul (R5 dan R6) hal ini erat kaitannya juga dengan glukosa bahan, Folley et al. (1972) menyatakan Bakteri asam laktat akan mengubah glukosa atau karbohidrat sederhana menjadi alkohol, asam asetat, asam karbonat dan asam laktat. Jadi jika glukosa atau karbohidrat yang terkandung dalam bahan tinggi maka akan menghasilkan ph yang lebih asam. Karbohidrat yang tetinggi pada tetes, menurut Kurnia (2010) tetes mengandung karbohidrat 48-68%, Rahmasari dan Putri (2009) karbohidrat onggok 40,26% dan Astrawan (2012) karbohidrat bekatul 51-55%. Penambahan jenis additive berpengaruh terhadap ph silase yang dihasilkan sesuai pendapat Cherney et al. (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antar karbohidrat larut air dan ph. Karbohidrat larut air dibutuhkan oleh bakteri asam laktat hingga menyebabkan penurunan ph sampai 3,5 (Muck, 1997). Beberapa tahapan yang menjadikan silase semakin asam sesuai yang dikemukakan Folley et al. (1972) yaitu : 1. Sel tanaman masih melakukan respirasi setelah hijauan dimasukkan dalam silo. Pada tahap ini karbohidrat sederhana diubah menjadi CO 2, H 2 O dan panas. Bakteri dan jamur aktif pula memecah karbohidrat sederhana menjadi alkohol, asam asetat, asam karbonat dan asam laktat. Disamping itu proses proteolisis juga terjadi pada tahap ini. 2. Asam asetat mulai dihasilkan. 3. Fermentasi karbohidrat sederhana menjadi asam laktat. 4. Terjadi penurunan ph sampai dibawah 4,2 sebagai akibat produksi asam laktat yang mencapai 1-1,5 % berat segar silase. 205

5. Apabila asam laktat yang terbentuk pada tahapan sebelumnya cukup, maka penguraian karbohidrat lebih lanjut tidak akan berlangsung dan kualitas silase dapat dipertahankan. Akan tetapi apabila asam laktat yang terbentuk tidak cukup, maka akan terjadi perombakan asam laktat yang telah terbentuk pada proses sebelumnya menjadi asam butirat. Peristiwa ini disertai dengan perombakan asam amino menjadi Volatile Fatty Acid (VFA) dan amonia dalam jumlah yang besar. Terkadang juga terjadi perombakan karbohidrat menjadi CO 2, sehingga kualitas silase tidak dapat dipertahankan. Penurunan ph silase pada penelitian ini disebabkan oleh asam yang dihasilkan oleh BAL selama ensilase. Wallace dan Chesson (1995) menyatakan bahwa asam yang dihasilkan selama ensilase adalah asam laktat, propionate, formiat, suksinat dan butirat. Edward (1983) rnenyatakan bahwa penarnbahan tetes atau jagung giling dapat menurunkan ph silase dibandingkan dengan kontrol (P<0,01), sehingga perlakuan dengan penambahan 40 ml tetes menghasilkan ph silase yang paling baik dan memenuhi kriteria silase yang baik menurut Direktorat Pakan Ternak (2009) yaitu berwarna hijau kekuningan; ph 3,8-4,2; tekstur lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau; Kadar air 60-70% dan baunya wangi. Deptan (1980) juga membagi kriteria silase yang baik berdasarkan ph yaitu baik sekali 3,2-4,5; baik 4,2-4,5; sedang 4,5-4,8 dan buruk > 4,8. Berdasarkan ph maka perlakuan 40 ml tetes menghasilkan kualitas silase baik sekali, perlakuan 200 g bekatul menghasilkan kualitas sedang dan 200 g onggok mengahsilkan kualitas silase buruk. Sedangkan level atau konsentrasi dari bakteri asam laktat tidak berpengaruh secara signifikan jika dilihat dari bahan additive yang sama. Hal ini didukung oleh pendapat Ratnakomala dkk (2006) perlakuan konsentrasi inokulum tidak memberikan perbedaan nyata terhadap ph silase, sehingga konsentrasi paling kecil yaitu 1g yang dianjurkan untuk ditambahkan pada pembuatan silase. KESIMPULAN Berdasaarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan penggunaan 40 ml tetes dan 40 ml bakteri asam laktat dapat mempertahankan kadar air dan menurunkan ph silase rumput gajah. DAFTAR PUSTAKA Astrawan, M. 2012. Bekatul Kaya Gizi dan Menurunkan Kolesterol Darah. http://www.kabarsehat.com/bekatul-kaya-gizi-dan-menurunkan-kolesterol-darah.html. Diakses 26 Januari 2013. Bolsen K.K dan Sapienza. 1993. Teknologi Silase : Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak. Pioner Seed. Kansas. Cherney, D.J.R., J.H. Cherney, and L.E. Chase. 2004. Lactation Performance of Holstein Cows Fed Fescue, Orchardgrass, or Alfalfa Silage. Journal Dairy Science. 87:2268-2276. Bogor. Direktorat Pakan Ternak. 2009. Silase. Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Jakarta. Edward, D. 1983. Pengaruh Panjang Pemotongan dan Penggunaan Pengawet terhadap Sifat Fisik dan Kimia Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum. Schumacker & Thonn Strain Hawaii). IPB Press. Bogor. Folley, R.C., Bath, D.L., Dickinson, F.N and Tucker, H.A., 1972. Dairy Cattle: Principles, Practice, 206

Problems and Profits. Febringer. Philadelphia. Kurnia. W. 2010. Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Dalam Rangka Zero Emission. http://lordbroken.wordpress.com/2010/01/14/pemanfaatan-limbah-pabrik-gula/. Diakses 27 Januari 2013. Lado, Lilo Jogbeth Merry Christna Kale. 2007. Evaluasi Kualitas Silase Rumput Sudan (Sorghum sudanense) pada Penambahan Berbagai Macam Aditif Karbohidrat Mudah Larut. Tesis. UGM Press. Jogjakarta. Muck RE, L Kung. 1997. Effect of Silage Additives on Ensiling. Dalam. Proceeding Form The Silage: Proceeding FAO E- Conf. on Trops Silage. FAO Plant Production And Protection. hlm 151 164. Murni, R., Suparjo, Akmal, B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboraturium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi. Nursiam, Intan. 2012. Penggunaan Asam Organik dalam Pakan Ternak. http:/intannursiam.wordpress.com. Diakses 31 Maret 2012. Pioner Development Foundation. 1991. Silage Technology. A.Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pacific Inc. :15 24. Rahmasari, S dan Putri, K. P. 2009. Pengaruh Hidrolisis Enzim pada Produksi Ethanol dari Limbah Padat Tepung Tapioka (Onggok). ITS Library. Surabaya. Ratnakomala, S., R. Ridwan, G. Kartina, Y. Widyastuti. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2 terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). LIPI. cibinong bogor. Simanjuntak, G. 1988. Mempelajari Pembuatan Silase dari Pod Coklat secara Kimia dan Biologis. IPB. Bogor. Steel, G. D. dan J. H. Torrie. 1994. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan oleh. Sumantri, B. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sutardi,T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wallace, R.J. and C. Chesson. 1995. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Winheim. Ithaca and London. 207