BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis kasus dan penetapan Pengadilan Agama Klas IA Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

al-za>wa>j atau ahka>m izwa>j. 1

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Ketentuan Pemberian Dispensasi

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

P E N E T A P A N NOMOR : 0018/Pdt.P/ 2013/PA.Kbm BISMILAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

SALINAN P U T U S A N Nomor 144/Pdt.G/2011/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. maka biaya ekonomi semakin tinggi yang tidak diikuti lapangan kerja yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup bersama merupakan suatu gejala yang biasa bagi seseorang manusia dan diluar kewajaran atau ada suatu kelainan apabila hidup mengasingkan diri dari manusia-manusia lainnya. Dikatakan oleh Aristoteles, seorang filsuf yunani terkemuka, manusia adalah zoon politikon, yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian berorganisasi. Dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai adanya keluarga 1. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan. Dari sudut ilmu bahasa atau semantik perkataan perkawinan berasal dari kata kawin yang merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah, dalam bahasa arab lazim juga digunakan kata ziwaaj untuk maksud yang sama. Kata nikah mengandung dua pengertian, yaitu dalam arti yang sebenarnya (haqiqat) dan dalam arti kiasan (majaaz), dalam pengertian yang sebenarnya kata nikah itu berarti berkumpul, sedangkan dalam arti kiasan berarti aqad atau mengadakan perjanjian perkawinan. 2 Dalam Islam pembentukan sebuah keluarga dengan menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan diawali dengan suatu ikatan suci, yakni kontrak perkawinan atau ikatan perkawinan. Ikatan ini mensyaratkan komitmen dari masing-masing pasangan serta perwujudan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bersama. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Th. 1974, yang berbunyi: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan 1 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hal.1 2 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang 1974), cetakan pertama, hal. 11 1

2 tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Rukun dan Syarat Perkawinan Bab IV Pasal 14 telah tertulis sebagai berikut: Untuk melaksanakan perkawinan harus ada, yaitu: 1. Calon Suami; 2. Calon Isteri; 3. Wali nikah; 4. Dua orang saksi dan; 5. Ijab dan Kabul. 3 Lima perkara yang ditetapkan oleh KHI ini adalah sesuai dengan syariat Islam. Ini dikarenakan lima perkara ini adalah bagian dari rukun nikah di dalam mazhab Syafi'i. Rukun perkawinan tersebut yaitu: 1. Mempelai laki-laki 2. Mempelai perempuan 3. Wali 4. Dua orang saksi 5. Sighat Ijab qabul. 4 Di dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 termuat beberapa asas dan prinsip penting yang berkenaan dengan perkawinan. Asas-asas dan prinsipprinsip ini, yang boleh dikatakan telah disesuaikan dengan dunia kehidupan modern, adalah sebagai berikut: 1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 2. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiaptiap perkawinan sama dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam Surat-Surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan. 3 Ibid, hal. 232 4 H.S.A. Al Hamdani, Risalah Nikah hukumperkawinan Islami, Alih Bahasa Agus Salim, (Jakarta : Pusaka Amani) hal. 30

3 3. Undang-undang itu menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan. 4. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa-raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih di bawah umur. Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyatalah bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin, baik bagi pria maupun bagi wanita, yaitu 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita. 5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan. 6. Kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah-tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu di dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri. 5 Dari beberapa asas perkawinan diatas disebutkan tentang batasan usia minimal dalam perkawinan serta alasan-alasan mengapa perlunya diatur masalah usia tersebut. Meskipun al-qur an sebagai sumber hukum Islam tidak menyebutkan batasan usia perkawinan secara jelas namun ada pertimbangan yang harus dipenuhi calon mempelai yang ingin melakukan perkawinan. Hal itu dapat kita petik dalam surat an-nisa ayat 6: 5 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Citra Umbara, 2007), hal.29-31

4... Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta) maka serahkanlah kepada mereka hartanya, 6 Dalam ayat Al-Qur an di atas, secara konkrit tidak menentukan batas usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan. Batasan hanya diberikan berdasarkan kualitas diri seseorang, yaitu telah cerdas dalam mengelola harta. Berdasarkan ketentuan umum tersebut, para fuqoha dan ahli undang-undang sepakat menetapkan, seseorang diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya dan mempunyai kebebasan menentukan hidupnya setelah cukup umur (baligh). Walaupun dalam al-qur an secara konkrit tidak menentukan batas usia pernikahan, namun UU Perkawinan No. 1 Th. 1974 menentukan batasan usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan sebagai salah satu syarat perkawinan. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Namun dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa menikah di bawah umur tetap bisa dilaksanakan jika mendapat ijin orang 6 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, (Surabaya : Mekar 2004) hal. 38

5 tua/wali sebelum usia 21 tahun. Mendapat ijin/dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum berusia 19 tahun dan di bawah usia 16 tahun bagi calon isteri. Maka, secara eksplisit tidak tercantum jelas larangan untuk menikah di bawah umur. Penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari pengadilan atau pejabat yang berkompeten. Pengadilan Agama adalah salah satu lembaga peradilan yang berwenang dalam memberikan dispensasi bagi yang ingin menikah dibawah umur. Akan tetapi permohonan tersebut tidak selalu dikabulkan karena pertimbangan hakim mengacu kepada kemaslahatan. Undang-undang tidak menyebutkan syarat-syarat atau alasan-alasan dalam pengajuan dispensasi, namun berikut ini adalah hal-hal yang biasa menjadi penyebab utama dispensasi kawin itu diajukan yaitu: 1. Telah melakukan hubungan suami-isteri Arus informasi begitu kuat yang tidak didukung oleh pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai menyebabkan begitu mudahnya remaja-remaja kita melakukan hubungan badan. Bahkan banyak dari mereka yang dengan tanpa bebannya tinggal bersama. Tapi kebiasaan ini tentu belum bisa diterima oleh masyarakat. Dan ketika masalah ini terjadi, maka dengan serta merta orang tua si anak berinisiatif untuk menikahkan anak-anak ini. 2. Hamil Sebelum Menikah. Ini hanya sebagai akibat dari penyebab di atas. Dalam pergaulan sesama remaja diikuti kurangnya kontrol, maka bisa berakibat hamil di luar pernikahan. Sedangkan dalam masyarakat kita, hamil di luar pernikahan merupakan aib. Dan untuk menutupi aib, maka disegerakan menikah dengan harapan anak yang lahir kelak mempunyai status nasab yang jelas. 3. Pemahaman terhadap agama. Ada beberapa orang tua, memahami bahwa jika mempunyai anak gadis, dimana anak tersebut telah haid, maka segera dinikahkan. Walaupun sikapsikap demikian tidak banyak diikuti, tapi yang jelas masih ada.

6 Perkara nikah di bawah umur bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Praktik ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak pelaku. Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Sebabnya-pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, karena hamil terlebih dahulu (kecelakaan atau populer dengan istilah (married by accident), dan lain-lain. Dalam masalah ini penulis melihat hal tersebut banyak terjadi di Kecamatan Pelaihari. Setelah melakukan observasi awal ditemukan beberapa pasangan menikah dibawah usia yang ditentukan dalam undang-undang. Akan tetapi ada kejanggalan-kejanggalan yang dirasa penting untuk dipertanyakan. Pertama, karena instansi Pengadilan Agama Pelaihari mengaku sudah lama tidak menangani berita acara permohonan dispensasi kawin. Terahir pada bulan februari 2009 pernah masuk berita acara permohonan dispensasi kawin, namun pada hari persidangan ternyata pemohon tidak datang dan tidak berhubungan lagi dengan pihak Pengadilan Agama. Untuk menikah dibawah umur masyarakat cenderung melakukan pengubahan data usia dibanding harus beracara dipengadilan agama. Sudah menjadi sifat manusia bahwa manusia itu cendrung mencari jalan yang lebih mudah. Ketika ada dua pilihan cara menikah di bawah umur dalam masyarakat yaitu, memohon dispensasi kawin kepengadilan Agama atau merubah data umur, maka pilihan yang dianggap cepat dan mudah adalah pilihan ke dua. Hal tersebut dibenarkan oleh sebagian masyarakat kecamatan Pelaihari yang mengetahui adanya praktek tersebut. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul: MEKANISME MANIPULASI USIA NIKAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ACARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DI KECAMATAN PELAIHARI. B. Rumusan Masalah

7 Agar penelitian ini lebih terarah dan untuk memudahkan pemecahan masalah, maka permasalahannya rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme manipulasi usia nikah? 2. Bagaimanakah implikasinya terhadap acara permohonan dispensasi kawin? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui: 1. Mengetahui mekanisme manipulasi usia nikah. 2. Mengetahui implikasinya terhadap acara permohonan dispensasi kawin. D. Signifikasi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai 1. Bahan informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum keluarga (Ahwal al-syakhsiyyah). 2. Sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khazanah perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin. 3. Bahan informasi bagi yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih jauh mengenai kajian yang serupa. E. Defenisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda dan dikhawatirkan keluar dari tujuan yang sebenarnya, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan terhadap permasalahan yang akan dibahas yaitu : 1. Mekanisme adalah hal cara bekerjanya. 2. Manipulasi adalah tindakan mengerjakan sesuatu dengan penyelewengan disini dimaksudkan dalam usia seseorang yang akan melakukan pernikahan. 3. Usia nikah batas usia kawin yang disyaratkan dalam Undang-undang

8 4. Implikasi adalah dampak yang ditimbulkan (keterlibatan penyelipan masalah)7. 5. Dispensasi Kawin yaitu kelonggaran, pengecualian, memberikan keringanan, memberikan kelonggaran dalam hal khusus dari ketentuan undang-undang. F. Kajian Pustaka Sepanjang penulis ketahui dalam penelitian manipulasi usia nikah, belum ada buku atau artikel yang membahas secara khusus tentang manipulasi usia nikah tersebut serta mekanismenya. Hal ini yang mendorong penulis untuk meneliti tentang mekanisme manipulasi usia nikah dan implikasinya terhadap acara permohonan dispensasi kawin. Ahrum Hoerudin dalam bukunya yang berjudul Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan Perkara dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama), mengungkapkan tentang pengertian dispensasi kawin. Menurutnya dispensasi kawin ialah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Dispensasi kawin diajukan oleh para pihak kepada Pengadilan Agama yang ditunjuk oleh orang tua masing-masing. Pengajuan perkara permohonan dispensasi kawin dibuat dalam bentuk permohonan (voluntair) bukan gugatan 8. Roihan A. Rasyid dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Peradilan Agama, menjelaskan bahwa calom suami belum berusia 19 tahun dan calon isteri belum berusia 16 tahun sedangkan mereka mau kawin dan untuk kawin diperlukan dispensasi dari Pengadilan. Jika kedua calon suami- 7 A. Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Bahri, Kamus Ilmiah Populer, (Surbaya: Arloka, 1994), cetakan VI, hal. 247 8 Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan Perkara dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 11

53. 10 Dari penelitian-penelitian di atas hanya membahas tentang mekanisme 9 isteri tersebut sama beragama Islam, keduanya dapat mengajukan permohonan, bahkan boleh sekaligus hanya dalam satu surat permohonan, untuk mendapatkan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama. Dan jika calon suami-isteri beragama non Islam maka mengajukan permohonannya ke Pengadilan Negeri 9. Sariyanti dalam skripsinya yang berjudul Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005) menjelaskan Mekanisme pengajuan perkara permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Salatiga adalah sebagai berikut: Prameja, Meja I, Kasir dan yang terakhir ke Meja II. Proses penyelesaian perkara permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Salatiga adalah sebagai berikut: sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum kemudian penasehatan selanjutnya pemeriksaan dan yang terakhir penetapan. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara permohonan Dispensasi Kawin karma hubungan luar nikah di Pengadilan Agama Salatiga adalah kemaslahatan dan kemudharatannya, ditakutkan bila tidak dinikahkan akan menambah dosa dan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan mengacaukan proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak anak yang dilahirkan. Penetapan hakim dalam permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Salatiga dengan Nomor: 04/Pdt.P/2005/PA.Sal. dan 05/Pdt.P/2005/PA.Sal. tidak menyimpang dari ketentuan UU perkawinan pasal 7 ayat (2) dan KHI pasal permohonan dispensasi kawin dan tidak ada yang membahas tentang mekanisme manipulasi usia nikah dan implikasinya terhadap acara permohonan dispensasi kawin. 9 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Oktober 1998), cetakan VI, hal. 32 10 Sariyanti, Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005). (Salatiga: STAIN Salatiga, 2007), hal. 66

10 G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab yang dijabarkan sebagai berikut: Bab I Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang permasalahan mendasar diangkatnya penelitian ini, sehingga dari kesimpulan awal diketahui dengan jelas bagaimana gambaran pernikahan dibawah umur tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Kemudian agar permasalahan yang diteliti terjawab maka ditetapkanlah tujuan penelitian. Agar terarahnya maksud dan arti dari permasalahan yang diteliti ini, maka dijelaskanlah batasan istilah penelitian ini dan untuk mengetahui pentingnya dilakukan penelitian ini maka di uraikan dalam bentuk signifikansi penelitian. Agar penelitian ini tersusun secara sistematis maka disusunlah sitematika penulisan ini. Bab II memuat Kajian teoritis penelitian ini, yang memuat bab pengertian, Batas usia menurut fiqh, batas usia menurut UU perkawinan no. 1 tahun 1974, syarat serta mekanisme dan penyebab dispensasi kawin. Bab III memuat metodologi penelitian yaitu mengenai tatacara atau teknik dalam melakukan penelitian, yang meliputi jenis dan sifat penelitian, lokasi dilakukannya penelitian ini, yang menjadi subjek dan objek penelitian ini, mengenai jumlah populasi dan yang dijadikan sampel penelitian, data yang harus digali dan sumber datanya, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, teknik yang dikumpulkan untuk mengolah data yang telah diproses, teknik yang digunakan untuk menganalisis data dan tahapan-tahapan penelitian ini. Bab IV merupakan penyajian data hasil penelitian dan pembahasan yang memuat analisis. Penyajian data dalam bentuk laporan basil penelitian yang terdiri dari; identitas para responder penelitian ini, berisi tentang bagaimana mekanisme manipulasi usia nikah dan implikasinya terhadap acara permohonan dispensasi kawin. Kemudian pembahasan yang memuat analisis penelitian ini

11 yang menelaah secara mendalam terhadap data hasil penelitian yang dikaji berdasarkan landasan teoritis pada bab II, analisis ini dilakukan sesuai dengan rumusan masalahnya dan di kaji berdasarkan hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Bab VI merupakan penutup dari penelitian ini yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian baik mengenai data hasil penelitian maupun kesimpulan hukum dari hasil analisis dan saran-saran dari penulis yang berkaitan permasalahan penelitian ini.