BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. berupa untung atau rugi. Mengurangi potensi kerugian atau resiko merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri adalah kegiatan penanaman modal untuk harta yang dimiliki baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. B. Implikasi Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai adanya keterkaitan faktor-faktor psikologis pada

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan efek. Melalui pasar modal, perusahaan dapat memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa datang. Namun pada kenyataannya seorang investor tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya penelitian ini berkaitan dengan perkembangan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. 100 saham perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Efek

BAB I PENDAHULUAN. dapat memaksimalkan return. Investor yang bersikap rasional tentu akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Yohnson (2008) : Regret Aversion Bias dan Risk Tolerance Investor

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fury Ratnadewi, 2014 Behavioral finance dalam keputusan investasi saham

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perilaku investor (Tilson, 2005:1). Perilaku keuangan yang

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN STOCK SPLIT DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTOR SEKTOR SAHAM PERBANKAN DI PASAR MODAL JAKARTA USULAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manajer keuangan pasti sangat berhati-hati dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. yaitu : Portofolio theory (Markowitz, 1952) Capital Asset Pricing theory [Sharpe

BAB I PENDAHULUAN. 1.8 Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang tepat agar keuntungan tersebut bisa diraih (Manurung, 2004). Ada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pula minat masyarakat untuk berinvestasi, pasar modal menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menjual saham, membeli saham, maupun menahan saham. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Tempat di mana terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Price limit..., Eko Prasetyo, FE UI, 2009.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu

BAB I PENDAHULUAN. investasi disebut return. Investasi dapat didefinisikan sebagai penundaan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak diperjualbelikan dengan tujuan mendapatkan return dan capital gain,

BAB IV ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diperdagangkan instrumen keuangan jangka panjang (Hanafi, 2008). perusahaan, dan pemerintah. Menurut Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. Secara perlahan namun pasti pasar modal Indonesia tumbuh menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu motivasi investor melakukan investasi di pasar modal adalah untuk UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu investasi. Return bisa positif dan juga negatif, jika positif berarti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. menguji dua teori terkait risiko kesulitan keuangan dan return saham yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk membuktikan apakah kandungan informasi akuntansi merupakan isu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Latifah (2012), menganalisis perbedaan return saham sebelum dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut dan harus mampu bersaing untuk mempertahankan atau

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kewarganegaraannya, investor di pasar modal dibedakan dalam dua

BAB II LANDASAN TEORI. Efficient Market Hypothesis merupakan salah satu pilar penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, berapa lama kenaikan tersebut bertahan, hingga nilai akhir dari

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya (idx.co.id)

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan investasi. Pasar modal juga berperan sebagai sumber pendanaan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. memajukan pasar modal di Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan surat berharga yang banyak diperdagangkan di pasar modal. Faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ekonomi karena pasar modal adalah tempat penyaluran dana dari (lenders)

BAB I PENDAHULUAN. utama untuk memperoleh suatu keinginan, dengan uang tersebutlah suatu transaksi

ANALISIS PENGARUH MOMENTUM, TRADING VOLUME DAN SIZE TERHADAP DISPOSITION EFFECT DAN RETURN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepat informasi baru sebagaimana informasi tersebut menjadi tersedia. Teori

Bab I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu komponen pembiayaan struktur modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Martalena dan Malinda; 2011:2 )

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu

PERILAKU LOSS AVERSION STUDI KASUS PADA PASAR MODAL DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis market overreaction..., Indra Prakoso, FE UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keputusan pengelolaan keuangan yang harus dilakukan sebaik mungkin (Asri,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kalinya pada satu hari perdagangan di bursa efek. Penetapan opening price

BAB I PENDAHULUAN. untuk modal di masa yang akan datang. Selain untuk perencanaan di masa yang

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Investasi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar Modal merupakan tempat diperjualbelikannya berbagai instrumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pemahamannya terhadap sinyal tersebut. Follower investor memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu emerging

BAB I PENDAHULUAN. keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi mendorong hampir sebagian besar negara di dunia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TELAAH TEORETIS DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan menerbitkan saham. Penerbitan saham ini dilakukan oleh berbagai jenis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BEHAVIORAL BIASES PADA INDIVIDUAL INVESTOR DI KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Selain itu juga penanaman modal atau investasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Perilaku Investasi Individu dan Reaksi Afektif

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi yang dilakukan akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini perilaku seseorang mengelola uang yang dimiliki, sudut pandang atau pola

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang berusaha mendapatkan penghasilan yang lebih saat ini dan di

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi keadaan ekonomi suatu negara. Bursa efek merupakan institusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh dividen per share (DPS), earning per share

BAB I PENDAHULUAN. Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke

BAB I PENDAHULUAN. Valuta asing (valas) atau disebut juga foreign exchange (forex) merupakan pasar

BAB I PENDAHULUAN. kisaran 6% per tahun (sumber : Selain itu salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Ema Maharani, Erman Denny Arfianto 1 Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. keuangannya. Dalam teori market efficiency, Fama (1969) dan Fama (1991)

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Saldo Awal Minimal (Minimum Opening Balance) untuk melakukan perdagangan valas dibutuhkan langkah langkah awal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. January effect merupakan kecenderungan terjadinya lonjakan harga saham pada

Transkripsi:

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan berbasis perilaku Sebelum pandangan mengenai keuangan berbasis perilaku muncul, keuangan konvesional berpandangan bahwa investor dalam membuat keputusan keuangan secara rasional. Menurut Barberis & Thaler (2002), menyebutkan bahwa rasionalitas dalam membuat keputusan keuangan mempunyai dua arti, yaitu pertama, ketika investor menerima sebuah informasi baru, mereka segera memperbarui kenyakinan mereka secara benar, dan yang kedua, berdasarkan kepercayaan tersebut, investor membuat sebuah pilihan keputusan yang dapat diterima secara mendasar atau rasional. Nofsinger (2005) menambahkan ide mendasar mengenai pandangan keuangan konvesional dalam membuat keputusan keuangan dimana pandangan keuangan konvesional mempunyai dua asumsi yang mendasar, yaitu : (a) orang membuat keputusan secara rasional dan (b) orang tidak mengalami bias terhadap prediksi mereka terhadap masa depan. Namun pada kenyataannya, seringkali ditemukan perilaku investor dalam membuat keputusan keuangan 10

tidak rasional. January effect dan market bubble (1999 an) adalah sebagian contoh dari beberapa anomali atau penyimpangan yang tidak biasanya terjadi pada pasar saham. January effect mencerminkan adanya optimisme investor yang berlebihan pada awal tahun, dimana optimisme tersebut secara tidak langsung mendorong sebagian besar investor untuk melakukan investasi pembelian saham di pasar saham, sedangkan adanya Market bubble( tahun 1999 an) mencerminkan adanya pasar saham yang overvalued akan aksi perilaku spekulan, dimana harga saham-saham internet pada waktu itu secara terus-menerus mengalami kenaikan (Ricciardi & Simon, 2000). Mengenai pandangannya tentang behavioral finance, Barberis & Thaler (2002) menyebutkan bahwa behavioral finance adalah sebuah pendekatan baru dalam bidang keuangan sebagai respon atas beberapa kesulitan yang dihadapi dalam pandangan keuangan konvesional, dimana beberapa fenomena yang terjadi dibidang keuangan akan dapat lebih mudah dimengerti jika menggunakan sebuah model dimana suatu agent tidak sepenuhnya berperilaku rasional. Menurut Ricciardi & Simon (2000), behavioral finance merupakan suatu disiplin ilmu dimana mencoba untuk menjelaskan dan meningkatkan pemahaman mengenai apa, mengapa dan bagaimana investor berperilaku, termasuk adanya proses keterlibatan emosional yang 11

mana berpengaruh dalam proses pembuatan keputusan. Lebih lanjut, Ricciardi & Simon (2000) menambahkan bahwa behavioral finance terdiri dari unsur ilmu psikologi, sosiologi dan keuangan dimana kedepannya akan dapat selalu berkembang dan berintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya. Dalam penelitian keuangan berbasis perilaku, khususnya mengenai pengaruh faktor psikologis dalam pengambilan keputusan keuangan, Hirschey & Nofsinger (2008) sebagaimana dikutip dalam Supramono & Putlia (2010) menyebutkan bahwa seorang sering berperilaku aneh atau tidak rasional jika membuat keputusan yang melibatkan uang karena faktor psikologis lebih berperan dalam pengambilan keputusan keuangan. Salah satu contoh dari bentuk perilaku tidak rasional karena pengaruh faktor psikologis adalah perilaku disposition effect, yang mana menurut Shefrin & Statman (1985) diartikan sebagai kecenderungan seorang investor menjual saham yang bagus terlalu cepat, dan menahan saham yang tidak mempunyai prospek terlalu lama. 2.2 Disposition Effect Disposition effect yang diartikan oleh Shefrin & Statman (1985) merupakan pengembangan dari prospect theory yang dikemukakan oleh Kahneman & 12

Tversky (1979), dimana dalam prospect theory disebutkan bahwa kebanyakan investor akan berperilaku menghindari resiko (risk averse) jika dihadapkan dengan sebuah pengharapan akan adanya keuntungan dalam investasinya namun jika investor dihadapkan pada sebuah kemungkinan akan mendapatkan kerugian dalam investasinya, kebanyakan dari mereka seringkali mengambil keputusan untuk mengambil resiko (risk taking), hal ini disebabkan mereka merasa enggan untuk mengalami kerugian (loss aversion). Mengenai dampak perilaku disposition effect terhadap tingkat kemakmuran atau kekayaan seseorang, Nofsinger (2005) pada penelitiannya terhadap investor saham di USA menyebutkan bahwa perilaku investor dalam menjual saham yang bagus (the winner) terlalu cepat dan menahan saham yang jelek (the losser) terlalu lama akan berpengaruh terhadap tingkat kemakmuran investor dalam 2 hal, yaitu, pertama : Investor akan membayar pajak Capital gain lebih besar, dimana saat mereka terlalu cepat menjual saham pemenang secara otomatis mereka telah merealisasikan capital gain sehingga harus membayar pajak atas capital gain. Pengenaan pajak atas capital gain tersebut akan mengurangi keuntungan investor, dan pada periode yang sama, mereka cenderung untuk menahan saham yang jelek terlalu lama (tidak 13

merealisasikan kerugian mereka) dimana seharusnya dengan menjual saham yang jelek atau merealisasikan kerugian tersebut, investor berkesempatan untuk mengurangi nilai pajak dan mengurangi jumlah kerugian. Hal inilah yang menyebabkan akhirnya investor harus membayar pajak capital gain lebih besar, karena mereka membuang kesempatan untuk mengurangi nilai pajak dengan cara tetap menahan saham yang jelek atau tidak merealisasikan kerugian mereka. Hal yang kedua adalah bahwa investor menerima return yang lebih rendah atas saham bagus yang mereka jual terlalu cepat, dimana tidak berapa lama kemudian saham tersebut mempunyai performa yang terus mengalami peningkatan (well performance), sedangkan disaat periode yang sama, saham jelek yang mereka tahan secara berkelanjutan terus menurun nilainya. 2.3 Faktor Demografi Demografi adalah ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran, territorial, dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul dari fertilitas, mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status)(http://id.shvoong.com/exact-sciences/. 14

Bhandari & Daves (2006) menambahkan bahwa dalam penelitian keuangan berbasis perilaku seringkali menggunakan 3 (tiga) kategori variabel demografi. Varibel demografi tersebut berupa variabel bersifat numerik, seperti usia, berpasangan seperti gender serta marital status dan kategori yang terakhir yaitu odered yang terdiri dari pendapatan). Beberapa penelitian dalam bidang keuangan berbasis perilaku, menemukan adanya peran dari faktor demografi seperti variabel usia, pengalaman dan pendidikan dimana ikut berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan investasi, misalnya dalam pengaruhnya dengan perilaku disposition effect (Chen et al, 2007; Goo et al, 2010). Chen et al, (2007) juga menambahkan mengkategorikan aspek demografi menjadi 5 (lima) faktor berdasarkan karakteristik investor yakni : pengalaman, usia, investor yang efektif, tingkat kekayaan investor dan dimana investor yang berdomisili. Hilgert et al (2003) mengemukakan bahwa individu dengan usia yang masih relatif muda cenderung membuat keputusan keuangan yang bias karena memiliki pengetahuan keuangan yang masih rendah. Hirschey & Nofsinger (2008) menambahkan mengenai faktor pengalaman, dimana faktor pengalaman mempunyai peran penting dalam 15

mempengaruhi ketepatan pengambilan keputusan keuangan.. Terkait faktor pendidikan, lebih lanjut Mittal dan Vyas (2009) menyatakan bahwa orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi, lebih rasional dalam membuat keputusan karena merasa memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih. 2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Kecenderungan perilaku Disposition Effect dalam perdagangan saham, real estate dan pasar berjangka. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya perilaku disposition effect adalah adanya perilaku loss aversion. Kahneman & Tversky (1979), dalam prospect theory menyebutkan, perilaku keengganan akan menerima kerugian dari investasinya, menyebabkan investor berperilaku tidak rasional, yaitu berperilaku mengambil resiko disaat sedang mengalami kerugian, sedangkan disisi lain, ketika dihadapkan pada suatu pilihan akan mendapatkan keuntungan, investor cenderung berperilaku menghindari resiko (risk averse). Dapat dikatakan bahwa, sebenarnya investor enggan menyadari dan mengakui bahwa keputusan yang dibuatnya adalah keputusan yang salah. Muermann & Volkman (2006) menambahkan perilaku menghindari penyesalan (avoiding regret) dan mencari kebanggaan 16

(seeking pride) adalah emosi psikologis yang mendorong investor melakukan perilaku disposition effect, dimana perilaku menghindari penyesalan akan mendorong investor untuk terus memegang saham pecundang (saham yang tidak mempunyai prospek) terlalu lama, dimana mereka berpikir saham tersebut akan segera pulih kembali (menjadi bagus), disisi lain perilaku mencari kebanggaan mendorong investor untuk segera menjual saham pemenang (saham bagus), dimana investor ingin segera merealisasikan keuntungannya dan berpikir bahwa keputusannya menjual saham yang sudah untung tersebut adalah tepat. Dalam penelitiannya terhadap investor individu di China, Chen, Kim, Nofsinger & Rui (2007) dengan menggunakan data dari broker-broker saham di China, menemukan beberapa hal sebagai berikut : (a) investor saham individu di China mempunyai keputusan perdagangan saham yang sangat lemah atau kurang bagus, dan mereka mengalami tiga perilaku bias, yaitu Disposition Effect, Overconfidence dan Representativeness bias; (b) investor china nampaknya mengalami perilaku Disposition Effect yang lebih kuat dibandingkan dengan investor di U.S. dan ; (c) Investor China yang berpengalaman cenderung lebih rendah mengalami perilaku bias dibandingkan dengan investor yang kurang berpengalaman. 17

Memperkuat hasil penelitian sebelumsebelumnya mengenai perilaku disposition effect terhadap investor individu, penelitian Goo, Chen, Chang & Yeh (2010) terhadap investor saham individu di Taiwan dalam perdagangan saham secara online trading, menunjukan beberapa point penting yaitu : (a) Hanya 26 % Investor individu di Taiwan yang melaporkan memperoleh keuntungan dalam pasar yang sedang kondisi bull ;(b) Tingkat pendidikan secara signifikan mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap perilaku disposition effect, dimana investor dengan tingkat pendidikan sarjana atau lebih tinggi, mempunyai tingkat perilaku disposition effect yang lebih rendah dibandingkan dengan investor yang mempunyai pendidikan dibawah pendidikan sarjana ; (c) Status keuntungan dan kerugian dari hasil perdagangan sangat berhubungan dengan perilaku disposition effect, dimana perilaku disposition effect ditemukan lebih kuat terjadi pada group dengan status lebih banyak tingkat kerugian (losser group) dibandingkan dengan group dengan status tingkat keuntungannya, dan (d) Terdapat 2 elemen atau variabel penting mengenai perilaku disposition effect yaitu menghindari penyesalan, dan mencari kebanggaan, dimana kedua elemen atau variabel tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat kuat atau saling 18

berhubungan satu sama lain dalam konsep pengamatan perilaku disposition effect. Lebih lanjut, penelitian Brown, et al. (2006) sebagaimana dikutip dalam Indrayono (2011) terhadap investor individu dan investor institusi di Australia menghasilkan beberapa hal penting terkait perilaku disposition effect, yaitu : (a) Investor yang bermodal besar cenderung lebih sedikit dipengaruhi oleh disposition bias; (b) Disposition effect semakin berkurang dalam jangka waktu yang lebih lama dan akan tidak dapat dideteksi dalam waktu 200 hari perdagangan sejak saat pembelian; (c) Investor institusi lebih rendah melakukan disposition effect; (d) Loyalitas pemegang saham pada emiten, sedikit mengurangi pilihan menjual saham yang sedang untung, dan (e) pembalikan arah disposition effect pada bulan juni (bulan terakhir dari tahun pajak di Australia) tidak terjadi diantara para investor yang tidak memperoleh keuntungan penghematan pajak (tax shields). Dalam kasus perilaku disposition effect pada housing market atau pasar real estate(perumahan) di Boston (U.S), Genesove & Mayer (2001) menemukan hubungan antara perilaku keengganan menjual saham the losser (loss aversion) dengan disposition effect, dimana ketika harga perumahan mengalami penurunan hampir 40% setelah masa peak, pemilik rumah merasa enggan untuk menjual perumahan 19

mereka dan kurang menerima harga pasar yang telah turun. Mereka menetapkan premium price sebesar 25 30 % diatas harga pasar atas perumahan mereka, namun mereka harus menunggu waktu yang sangat lama sebelum akhirnya ada yang mau memberikan penawaran. Hubungan antara Investment performance dan disposition effect dalam pasar berjangka khususnya pada perdagangan indeks saham KOSPI 200 terhadap investor Individu, Institusi dan foreign investor di Korea Selatan telah diteliti oleh Choe & Eom (2009) dan menemukan hasil penelitian sebagai berikut : (a) Investor individu lebih cenderung mudah terkena disposition effect dibandingkan dengan investor institusi dan foreign investor; (b) Pengalaman perdagangan cenderung mengurangi perilaku disposition effect; (c) Perilaku disposition effect cenderung lebih kuat ditemukan pada perdagangan yang bersifat long position daripada short position, dan yang terakhir (d) Terdapat hubungan yang negatif antara perilaku disposition effect dengan investment performance. Dari beberapa penelitian diatas menunjukan bahwa dalam perdagangan di pasar saham, pasar perumahan atau real estate serta pasar berjangka khususnya dalam perdagangan indeks saham ditemukan kecenderungan adanya perilaku disposition 20

effect. Lebih lanjut dari penelitian diatas, investor individu lebih rentan mengalami disposition effect daripada investor institusi. Berdasarkan dukungan hasil telaah pustaka yang telah dilakukan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Terdapat kecenderungan perilaku Disposition effect pada trader individu dalam transaksi perdagangan valuta asing via online trading. 2.4.2 Disposition effect dan pengaruh variabel demografi Usia Hilgert et al (2003) dalam penelitianya pada manajemen keuangan rumah tangga, mengemukakan bahwa individu dengan usia yang masih relatif muda cenderung membuat keputusan keuangan yang bias karena memiliki pengetahuan keuangan yang masih rendah. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa faktor usia mempunyai peran dalam mempengaruhi pengambilan keputusan keuangan. Disisi lain, penelitian Goo et al (2010) pada investor saham di China, kaitannya dengan perilaku disposition effect, menunjukan bahwa faktor usia investor tidak menunjukan keterkaitan dalam mempengaruhi adanya perilaku disposition effect. Penelitian ini akan menguji kembali keterkaitan faktor usia trader valuta asing 21

dalam kaitannya dengan perilaku disposition effect. Dengan demikian, dari pemaparan diatas maka hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut : H2 : Terdapat keterkaitan faktor usia dengan perilaku disposition effect dalam transaksi perdagangan valuta asing 2.4.3 Disposition effect dan pengaruh variabel demografi tingkat pendidikan Penelitian Goo et al (2010) pada investor saham di Taiwan, menunjukan konsistensi akan dampak dari variabel demografi, khususnya variabel tingkat pendidikan dalam kecenderungan perilaku disposition effect. Mereka menemukan bahwa investor dengan tingkat pendidikan Sarjana atau gelar yang lebih tinggi, mempunyai tingkat perilaku disposition effect lebih rendah dibandingkan dengan investor yang memilki tingkat pendidikan dibawah Sarjana. Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka hipotesis ke tiga dapat dirumuskan sebagai berikut : H3 : Terdapat keterkaitan faktor tingkat pendidikan dengan perilaku disposition effect dalam transaksi perdagangan valuta asing 22

2.4.4 Disposition effect dan pengaruh variabel demografi tingkat pengalaman Penelitian Feng & Seasholes (2005), Choi % Eom (2009) pada investor saham di China serta investor indeks saham di Korea, mempelajari dampak dari variabel pengalaman investor saham dan indeks saham pada perilaku disposition effect. Mereka menemukan bahwa Investor yang berpengalaman (melakukan perdagangan dalam jangka waktu yang cukup lama) mempunyai tingkat perilaku disposition effect yang lebih rendah dibanding investor yang baru melakukan perdagangan. Dari pemaparan hasil penelitian dan telaah pustaka diatas, maka dapat disusun hipotesis ke empat sebagai berikut : H4 : Terdapat keterkaitan faktor tingkat pengalaman trading terhadap perilaku disposition effect dalam transaksi perdagangan valuta asing 23