Bab I Pendahuluan 1.Latar Belakang Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki pemikiran bentuk yang jelas lalu dituangkan secara sadar (concious) dalam bentuk penciptaan karya sastra. Selanjutnya, karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologi, karena menampilkan aspek-aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh dalam bentuk teks berupa puisi, drama, maupun prosa. Karya sastra seperti itu, seyogianya dianalisis berdasarkan pendekatan psikologi sastra. Pengarang akan menangkap gejala yang ada dalam masyarakat kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaan. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara,2008:7). Dorongan kejiwaan pengarang yang kuat karena obsesi atau mencoba mengangkat realitas kehidupan di masyarakat yang ada dapat tercerminkan pada tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam karyanya. Perwatakan tokoh-tokoh itu perlu dikaitkan dengan alur cerita, dalam hal ini analisis struktural menjadi pegangan awal penelitian. Analisis tokoh seharusnya ditekankan pada nalar perilaku tokoh. Tokoh yang disoroti tidak hanya terfokus pada tokoh utama, tetapi juga tokoh-tokoh lain, yang berinteraksi dengan tokoh utama. Dipilihnya Novel Hades Sebuah Novel Sang Autis (selanjutnya disingkat HSNSA) karya Deasylawati Prastyaningtyas sebagai objek kajian, karena mengungkapkan tentang penderita autis. HSNSA memberikan ketegangan kepada pembaca dari awal hingga akhir 1
cerita. Novel ini menceritakan seorang remaja bernama Narendra yang mengidap autis tetapi memiliki tingkat IQ (Intellgence quotient) 189. Angka 189 didapatkan pada acuan skala Stanford Binet yang menyatakan bahwa anak normal berada pada kisaran angka 85 sampai 115. Jika melebihi angka 115, maka anak tersebut dapat dikatakan sebagai anak yang jenius (www.beritaunik.com). Narendra mendapatkan doktrin dari kakak tirinya yang bernama Rahardian dengan cara memberikan buku mitologi Romawi kuno kepada Narendra untuk menjadi Hades. Hades adalah dewa yang menguasai underworld, dunia bawah tanah yang sekaligus menguasai dunia kematian. Kakak tiri Narendra berhasil membuat Narendra percaya bahwa sosok Hades meresap pada dirinya. Rahardian juga berhasil memanipulasi pikiran dan perasaan teman-teman Narendra agar percaya bahwa Narendra melakukan penyiksaan di gudang sekolah. Sampul (HSNSA) bergambar sebuah belati terbalik dengan ujung berlumuran darah menggambarkan seseorang yang membawa belati siap membunuh dan seolah-olah ingin memberikan kejutan kepada pembaca novel. Badan pisau belati yang memantulkan separuh wajah seseorang dengan mata membalak menakutkan dan bibirnya menyungging senyum menggambarkan seorang yang siap membunuh. Di belakang belati, ada pula ilustrasi seorang manusia dengan tangan menggenggam sebilah belati lagi. Hal ini menandakan bahwa di balik kemegahan dan kemewahan gedung-gedung pencakar langit, terdapat sebuah misteri yang tidak terungkap pada satu keluarga pejabat parlementer yang agung memiliki anak penderita autis. Novel ini dibicarakan dalam bentuk resensi-resensi kecil yang dimuat dalam internet. Pada umumnya, resensi-resensi tersebut mengulas dari sudut-sudut tertentu, sehingga belum dianggap sebagai suatu analisis karya sastra yang mendalam. Resensi yang ditulis oleh Kurniawan ( Tempo, ruang baca 25 Febuari 2009) mengatakan bahwa 2
novel ini dapat dikatakan sebagai salah satu upaya novelis Indonesia menggunakan tema pembunuhan berantai, tema yang tergolong langka yang digunakan oleh pengarang di Nusantara untuk membuat karya sastra. 2.Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah struktur novel HSNSA karya Deasylawati Prasetyaningtyas yang meliputi tokoh, latar, dan alur? 2. Bagaimanakah aspek-aspek psikologi tokoh-tokoh pada novel HSNSA karya Deasylawati Prasetyaningtyas? 3.Tujuan Penelitian Tujuan analisis novel HSNSA dibedakan menjadi dua pokok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 3.1 Tujuan umum Tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menambah pemahaman masyarakat terhadap karya sastra khususnya novel yang mempersoalkan penderita autis. 3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini untuk memahami novel HSNSA secara lebih mendalam meliputi: 3
1. Memahami struktur novel HSNSA karya Deasylawati Prasetyaningtyas yang meliputi tokoh,latar,dan alur. 2. Untuk memahami aspek psikologi tokoh dalam novel HSNSA karya Deasylawati Prasetyaningtyas. 4. Penelitian Sebelumnya Berdasarkan data yang diperoleh pada perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Udayana, novel HSNSA belum pernah diteliti dan dijadikan skripsi. Pembicaraan mengenai novel HSNSA diulas dalam beberapa artikel pada media-media yang beredar di masyarakat seperti media internet. 5. Landasan Teoretik Sebelum melakukan analisis berdasarkan pendekatan psikologi sastra, akan dilakukan analisis struktural pada objek penelitian. Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail dan mendalami keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Teeuw lebih lanjut menjelaskan bahwa analisis struktur salah satu langkah, sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses itu sesempurna mungkin. (Teeuw,1988:134-135). Analisis struktur merupakan suatu tahap dalam penelitian yang sukar dihindari sebab pengetahuan tentang struktur merupakan syarat mutlak (Teeuw,1983:61). Dalam menetukan unsur-unsur karya sastra yang akan diteliti secara lebih mendetail. Selain itu, Teeuw (1984:154) menyebutkan bahwa analisis struktur memang suatu langkah, satu sarana atau alat dalam proses pencarian makna dan dalam usaha alamiah untuk memahami proses itu dengan sesempurna mungkin. Langkah itu tidak boleh dimutlakkan, 4
tetapi juga tidak boleh ditiadakan atau dilampaui. Pandangan di atas mengandung arti bahwa analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterkaitan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw,1984:135). Oleh karena itu, sebelum sampai pada analisis segi lain, analisis struktur dianggap sebagai pijakan awal analisis karya sastra. Pedekatan psikologi sastra adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologi yang terdapat dalam suatu karya sastra. Hal ini dapat membuka pendekatan-pendekatan lain untuk menganalisis novel HSNSA. Mengapa segi-segi psikologi ini mendapatkan perhatian dalam penelaahan dan penelitian sastra? Hal ini terjadi disebabkan timbulnya kesadaran bagi para pengarang, yang dengan sendirinya juga bagi kritikus sastra, bahwa perkembangan dan kemajuan masyarakat di zaman modern ini tidaklah semata-mata dapat diukur dari segi material, tetapi juga dari segi rohaniah atau kejiwaan (Semi,1989:46). Rene Wellek dan Austin Warren (1989:89), menjelaskan bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca. Di antara pengertian di atas yang berkaitan dengan analisis ini adalah pengertian yang ketiga, itulah yang diterapkan dalam novel HSNSA. Untuk mendukung corak watak dalam cerita diperlukan pemaparan latar secara jelas. Cerita berkisah tentang seseorang atau beberapa tokoh. Peristiwa peristiwa dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau dalam suatu rentan waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya dalam 5
suatu karya sastra membangun cerita (Sudjiman, 1988:44). Penokohan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam sebuah karya fiksi tanpa tokoh-tokoh yang diceritakan, adanya tokoh-tokoh yang bergerak akan membentuk aliran cerita. Hudson memandang penokohan penting, bahkan lebih penting dari pada pengaluran. Dalam konflik kepentingan alur dan penokohan diutamakan. Novel novel yang dianggap bernilai sastra pada umumnya adalah novel yang cermat penokohannya (Sudjiman, 1988:27-28). Stanton membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian : fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra). Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Ketiganya ini merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut struktur faktual atau derajat faktual sebuah cerita. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro,2007:25). Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersamaan membentuk sebuah totalitas itu, di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar, berbagai macam unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun cerita, unsur yang dimaksud misalnya plot, penokohan, latar (Nurgiyantoro,2007: 23). Pada penelitian ini, teori psikologi digunakan untuk memahami kondisi kejiwaan anak autistik dengan kajian teoretik dan empirik yang banyak dimanfaatkan oleh para pakar psikologi dan pemerhati anak berkebutuhan khusus agar lebih memahami tentang anak autistik. Autisme adalah kombinasi dari beberapa gangguan perkembangan saraf, 6
otak, dan perilaku pada anak yang secara tipikal muncul pada tiga tahun pertama usia anak. Kata autisme itu sendiri, berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti diri sendiri. Biasanya anak-anak penderita autisme akan hidup dalam dunianya sendiri, meskipun di tengah keramaian sekali pun. Dunia pikiran yang dimiliki penderita autis tercipta, karena ketakutan mereka dengan perubahan-perubahan di sekitar yang terlalu cepat, seperti halnya ketika menghadapi manusia yang memiliki kecenderungan sikap dan sifat yang labil. Ketakutan itu juga yang membuat mereka memiliki kesulitan untuk melakukan komunikasi. Jika ketakutan mereka muncul, salah satu penyalurannya adalah lewat amukan. Sebagaian besar penderita autisme mengalami gejala-gejala negatif skizofrenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta lemah dalam berfikir. Penderita autisme terbiasa untuk sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan lingkungannya, penderita autisme sangat terobsesi dengan benda-benda mati. Selain itu, anak penderita autisme tidak memiliki kemampuan untuk menjalin persahabatan, menunjukan rasa empati, serta memahami apa yang diharapkan oleh orang lain dalam berbagai situasi sosial (Maulana, 2010:12). 6. Metode Penelitian Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna,2009: 34). Metode dalam 7
penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini sebagai berikut. 6.1 Tahapan pengumpulan data Pada tahapan ini digunakan metode studi pustaka, yakni dengan membaca secara menyeluruh, baik objek penelitian itu sendiri yakni novel HSNSA maupun pustaka lain yang memuat berbagai informasi yang mendukung proses penelitian. Pada tahapan ini dilakukan dengan teknik catat, mencatatat hal-hal penting yang dapat mendukung dalam pengolahan data. 6.2 Tahapan Pengolahan Data Pada tahapan ini digunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dapat dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusun dengan analisis. Metode deskriptif tidak semata-mata hanya menguraikan, tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya mengenai data yang ada (Ratna,2009:53). Pada tahapan diawali dengan membaca novel HSNSA beberapa kali, setelah mengetahui isi novel kemudian dilanjutkan dengan meneliti unsur-unsur psikologi tokoh dalam novel HSNSA. 6.3 Tahapan Penyajian Hasil Metode yang digunakan dalam tahap ini adalah metode informal. Metode informal menyajikan kaidah atau hasil penelitian secara verbalistis (menggunakan kalimat-kalimat) atau dapat dikatakan metode informal merupakan penyajian data (hasil analisis) terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angkaangka (Semi,1993:24). 8
9