LAPORAN SIMULASI DEBIT SUNGAI DAS CIKAPUNDUNG MENGGUNAKAN SWAT (Soil and Water Assessment Tool )

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

III. METODOLOGI PENELITIAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

LAMPIRAN PROSEDUR ANALISA DENGAN ARCGIS

MAP VISION citrasatelit.wordpress.com MEI

Masukkan CD Program ke CDROM Buka CD Program melalui My Computer Double click file installer EpiInfo343.exe

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0

BAB III METODE PENELITIAN

10.1 Pelajaran: Menginstal dan mengatur Plugin

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten

3 MEMBUAT DATA SPASIAL

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

12. DAERAH ALIRAN SUNGAI

LOCUS GIS. Oleh : IWAN SETIAWAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Membuat File Database & Tabel

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

E-Trik Visual C++ 6.0

16) Setelah layer contour masuk pilihan, pada kolom height_field pilih Elevation, dan pada kolom tag_field pilih <None>. Klik tombol OK.

Identifikasi wilayah rawan longsor dengan menggunakan ekstensi SINMAP dalam Arc View 3.3

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ArcGIS 10.2 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

C. Prosedur Pelaksanaan

Pengenalan SPSS 15.0


Membuat File Database & Tabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

PENGENALAN DAN PEMANFAATAN

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

TUGAS. Otomatisasi Arc Hydro Tools menggunakan ModelBuilder. SIG untuk Teknik Sipil dan Lingkungan. Mahasiswa: Vita Ayu Kusuma Dewi NRP.

adalah jenis-jenis tombol-tombol (buttons) yang dipakai di dalam system ini : Gambar 4.63 : Tombol ruler

using ArcGIS Agus Wibowo MSc in IT for NRM Bogor Agricultural University

METODOLOGI PENELITIAN

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk pemakaian aplikasi yang

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Pengantar Saat ini terdapat beberapa aplikasi pemetaan yang digunakan di dunia baik yang berbayar maupun yang sifatnya gratis. Beberapa nama besar apl

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

Gambar 3. 1 Wilayah Sungai Cimanuk (Sumber : Laporan Akhir Supervisi Bendungan Jatigede)

Modul : Grass Pelajaran :Pengaturan GRASS Ikuti bersama: Mulai Proyek GRASS Baru BAB 12

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Metodologi Penelitian Pengumpulan Bahan Penelitian. Dalam penelitian ini bahan atau materi dikumpulkan melalui :

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

MANUAL PENGOPERASIAN JSTOCKINVENTORY Twitter

M O D U L PENYUSUNAN PETA STATUS KERUSAKAN TANAH

Setting Client Pada PC (OS Windows 7 SP1) Last Update: 19 Agustus 2015

Penyusunan PETA RISIKO

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS

STUDI PENILAIAN INDIKATOR KINERJA DAS KONAWEHA AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN BERDASARKAN KRITERIA HIDROLOGIS

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGANTAR : GEODATABASE 2. Personal Geodatabase 3 Komponen Geodatabase 3 Feature Class 4 ShapeFile 5 Tabel 6 LATIHAN : MEMBANGUN GEODATABASE 7

TUGAS SISTEM INFORMASI PERENCANAAN PERMODELAN BUILDER

Daftar Isi. 1. Panduan Instalasi Aplikasi PDSR3 2. Panduan Merubah Region dan Language ke format Indonesia 3. Panduan Tambah Formulir Data Pribadi

MODUL DASAR ArcGIS ver Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

LAMPIRAN Menggabungkan Citra dari Wikimapia dengan metode Panavue; Metode Panavue. 2. Kemudian pilih File, lalu New Project

PATCH ANALYSIS MENGGUNAKAN FRAGSTAT (Studi Kasus Area Jambi) Oleh : Muhammad Ramdhan

MODUL 3 IMPORT DATA DARI MAPINFO KE DATABASE. Praktikan dapat mengetahui cara meng-inport data dari MapInfo ke database pada PostgreSQL.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTEMUAN 12 PEMBUATAN PETA TEMATIK QUERY DATA. Oleh: Andri Oktriansyah

Dimana: Tmxbulan. Dimana: Tmnbulan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

Cara Install Java SE Development Kit (JDK) di Windows

MODUL PELATIHAN PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERETANAN PANTAI

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

BAB 3 KOREKSI KOORDINAT

BAB IV METODE PENELITIAN

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Latihan 2 : Displaying data

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Ward, 1967)

Bab I Pengenalan ArcGIS Desktop

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Praktikum 2 - Digitasi Peta : Membuat Peta Digital

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

BAB I MENGENAL PLANNER

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Untuk menjalankan alat bantu normalisasi ini dibutuhkan sarana perangkat keras

Praktikum 1 - Pengantar Quantum GIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREDIKSI PERUBAHAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI USAHA MITIGASI BANJIR DI MANADO

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

MANUAL PENGGUNAAN GIS BENIH

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. 4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Pera ngkat Lunak. program aplikasi dengan baik adalah sebagai berikut:

ANALISIS PERUBAHAN BILANGAN KURVA ALIRAN PERMUKAAN (RUNOFF CURVE NUMBER) TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS LESTI

Transkripsi:

LAPORAN SIMULASI DEBIT SUNGAI DAS CIKAPUNDUNG MENGGUNAKAN SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) Disusun Oleh : Noer Sulistyarini (22715002) Fithriyani F. (22715003) Hazmanu Hermawan Y. (22715004) PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK AIRTANAH FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN (FITB) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG i

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN DAS Cikapundung adalah salah satu bagian dari sub DAS Citarum yang berfungsi sebagai drainase utama di pusat kota Bandung. Hingga saat ini sub DAS Cikapundung masih berpotensi sebagai penyedia air baku untuk kebutuhan penduduk meski debit bulanannya telah menurun hingga 20-30% dari debit normal. Kondisi hidrogeologi di daerah penelitian menunjukan sistem airtanah yang terdiri dari akuifer bebas dan sebagian kecil akuifer setengah tertekan. Litologi penyusun akuifer pada daerah tersebut berupa breksi vulkanik dan batu pasir tufaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa daerah resapan alamiah ditinjau dari kondisi tanah, kemiringan lereng, litologi dan daerah luahan memiliki luas 6 juta m². Dari arsip data historikal (1916-2006) tercatat komponen hujan (P) dan debit air (Q) sebagai input watershed model, sebagai output diperoleh nilai koefisien limpasan (C) yang semakin besar seiring berjalannya waktu, yang merupakan akibat dari proses alih fungsi lahan dari lahan hutan menjadi lahan budidaya, pemukiman, pedesaan dan urban (Arwin, 2008). Sedangkan dari pengamatan selama 40 tahun dari tahun 1966-2006, koefisien limpasan telah meningkat dari 0,25 menjadi 0,3 (tutupan lahan didominasi budidaya pertanian dan permukiman). Untuk sampai pada pengelolaan DAS yang berkelanjutan diperlukan kajian yang tepat terhadap pola pengelolaan unsur-unsur di dalam DAS tersebut. Namun, seiring dengan peningkatan pembangunan dan laju alih fungsi kawasan konservasi menjadi lahan terbangun maka kapasitas infiltrasi air hujan di DAS ini menurun drastis, sehingga air yang mengalir di limpasan (surface runoff) menjadi besar dan masuk menjadi air tanah dan aliran dasar (baseflow) menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab bertambahnya resiko banjir di downstream DAS Cikapundung saat musim basah dan semakin kecilnya aliran di saat musim kering. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) merupakan model dalam skala DAS yang dikonstruksi tahun 1990 oleh DR. Jeff Arnold dari USDA Agricultural Research Servise (ARS). SWAT dibentuk untuk memprediksi dampak dari manajemen perairan, sedimen dan bahan kimiawi pertanian dalam DAS besar dan kompleks. Sebagai salah satu pengaplikasian model SWAT akan dipakai untuk mensimulasikan debit sungai di DAS Cikapundung. Hasil simulasi rata-rata debit sungai tersebut nantinya akan dianalisa dengan kondisi iklim dan penggunaan tanah untuk melihat bagaimana resiko banjir di DAS Cikapundung. lapora Dalam laporan ini akan membahas mengenai pengaplikasian SWAT dalam memprediksi debit sungai di DAS Cikapundung, disertai dengan tahapan pengerjaan dan analisa hasil simulasi debit untuk resiko banjir. 1.2. Tujuan Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai laporan hasil pengaplikasian simulasi SWAT untuk mengetahui debit sungai di Cikapundung serta keterkaitannya dengan resiko banjir.

2.1. Instalasi dan Review Aplikasi SWAT BAB II TAHAPAN PEMODELAN SWAT Aplikasi yang digunakan dalam pemodelan SWAT kali ini adalah MWSWAT2012. Aplikasi ini merupakan salah satu interface SWAT dengan menggunakan aplikasi Map Windows. Aplikasi MWSWAT merupakan aplikasi open sorce sehingga kita dapat secara bebas untuk mengunduh dan menggunakan aplikasi ini. Aplikasi ini memiliki beberapa versi pengembangan yaitu MWSWAT versi 2005, 2009 dan 2012. Ketiga versi aplikasi tersebut dapat dengan mudah diunduh dari : http:// swat.tamu.edu/software/arcswat/swateditor/. Sebelum melakukan instalasi MWSWAT terlebih dahulu kita melakukan instalasi Map Windows. Map Windows merupakan aplikasi Geographic Information System (GIS) yang juga open source, dengan cara mengunduhnya melalui: http://www.mapwindow.org/. Setelah menginstal Map Windows, Install MWSWAT2009 sebagai plugin di C:\Program Files\MapWindow\Plugins\MWSWAT. Untuk dapat menjalankan model SWAT selain kedua aplikasi tersebut diperlukan instalasi beberapa aplikasi pendukung lainnya, diantaranya adalah : 1. SWAT Editor 2009.93.7a 2. SWATGraph and SWATPlot 3. MS Excel 4. MS Acces. Setelah melakukan instalasi, maka kita dapat melihat tampilan dari aplikasi Map Windows dan plug in MWSWAT2009 seperti pada gambar 2.1. 2.2. Persiapan Data Gambar 2.1 Tampilan Map Windows dan MWSWAT di dalamnya Data yang diperlukan untuk pemodelan prediksi debit sungai dengan menggunakan aplikasi MWSWAT2009 ini meliputi data dalam bentuk data spasial dan data iklim. Data spasial dan iklim yang diperlukan diantaranya seperti pada tabel 2.1. 2

Tabel 2.1 Jenis dan Bentuk Data Jenis Data Kebutuhan Data Bentuk Data DEM (Digital Elevation Model) Data raster (.tif) Poligon DAS Cikapundung Shapefile (.shp) Data Jaringan sungai Shapefile (.shp) Spasial Tekstur tanah Data raster (.tif) Penggunaan tanah (tahun 2009) Data raster (.tif) Curah hujan harian Numerik Temperatur maksimum-minimum Numerik Data Iklim Kelembapan relatif Numerik Kecepatan angin Numerik Solar radiation Numerik Sebelum menjalankan MWSWAT maka terlebih dahulu data seperti pada tabel 2.1, perlu melakukan persiapan data untuk disesuaikan dengan Input Data dari MWSWAT. Tahapan untuk persiapan data tersebut adalah sebagai berikut: 2.2.1. Proyeksi Data Spasial Untuk memasukkan data spasial dalam aplikasi MWSWAT perlu terlebih dahulu memastikan proyeksi datanya dalam bentuk proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator). Dalam mengubah bentuk proyeksi dapat menggunakan aplikasi Map Windows ataupun aplikasi GIS lainnya (ArcGIS, global mapper, atau lainnya). Karena data yang dipakai yaitu DAS Cikapundung, Jawa Barat. Maka proyeksi yang dipakai WGS 1984, Southern Hemisphere, zona 48. Tahapan untuk merubah proyeksi pada Map Windows adalah sebagai berikut: 1. Masukkan data pada software dengan klik Add Layer 2. Kemudian pada tab Toolbox, pilih Projections 3. Klik Assign Projection to Shapefile 4. Pada gambar 2.2, pilih jenis proyeksi pada panel kiri yaitu WGS 1984, Southern Hemisphere, zona 48 5. Buka layer yang ingin diproyeksikan di panel kanan 6. Klik Assign 7. Lakukan hal yang sama untuk semua data (setiap ganti data yang ingin diproyeksikan, tutup program kemudian buka kembali agar proyeksi kembali seperti default awal). 3

Gambar 2.2 Merubah proyeksi pada Map Windows 2.2.2. Membuat Database Projek Untuk mengolah data dari DAS Cikapundung kita perlu menambahkan data yang kita memiliki ke dalam database MWSWAT. Pembuatan database tersebut dilakukan pada format Access dengan menggunakan Microsoft Office Access yang di dalamnya memuat beberapa tabel informasi data pada daerah kajian yang akan disesuaikan dengan kode dari SWAT. Tabel yang perlu dibuat dalam database seperti pada gambar 2.3, yaitu meliputi : Gambar 2.3 Database DAS Cikapundung pada Ms.Access 4

ckpd_landuse : menghubungkan nilai dari peta penggunaan tanah dengan kode jenis penggunaan tanah SWAT. Gambar 2.4 Peta dan tabel database jenis penggunaan tanah ckpd_soil : menghubungkan nilai dari peta jenis tekstur tanah dengan nama tekstur tanah dari klasifikasi FAO sesuai nama di SWAT. Gambar 2.5 Peta dan tabel database jenis tekstur tanah 5

Weather_StasiunIklim : berisi informasi mengenai nama, posisi (longitude dan latitude) serta elevasi dari stasiun iklim yang akan digunakan. pcp701075 : berisi data presipitasi harian selama satu tahun (365 hari) dari stasiun iklim yang digunakan. Penamaan tabel pada database harus disesuaiakan dengan nama stasiun agar SWAT tidak salah ketika menghubungkan data presipitasi dengan stasiun iklim yang digunakan (pcpxxx, dimana xxx diisi dengan nama atau nomor stasiun yang digunakan). hmd701075 : berisi data kelembapan relatif harian selama satu tahun pada stasiun iklim yang digunakan (penamaan database sama seperti presipitasi). tmp701075 : berisi data suhu maksimum dan minimum harian selama satu tahun (penamaan database sama seperti presipitasi). Slr701075 : berisi data solar radiation harian selama satu tahun pada stasiun iklim yang digunakan (penamaan database sama seperti presipitasi). Gambar 2.5 Tabel database stasiun iklim dan presipitasi 2.2.3. Membuat Input Data Iklim (.wgn ) Dalam SWAT sumber data iklim selain dalam bentuk tabular pada database (.mdb) juga memerlukan weather generator dalam bentuk input data (.wgn). Weather generator ini berfungsi untuk mengisi kelengkapan informasi data iklim. Tampilan dan informasi pada.wgn seperti terlihat pada gambar 2.6, yaitu meliputi : Baris 1 : Nama atau nomor stasiun iklim yang di pakai, pastikan penulisan nama sesuai dengan penulisan pada database (Weather_StasiunIklim). Baris 2 : Latitude dan longitude (dalam derajat). Baris 3 : Elevasi stasiun iklim dalam meter. Baris 4 : Jumlah tahun yang digunakan dalam menghitung curah hujan maksimum. 6

Mulai dari baris 5, setiap kolom (1-12) merupakan data rata-rata setiap bulan dari Januari sampai Desember. Baris 5 : Rata-rata harian suhu maksimum Baris 6 : Rata-rata harian suhu minimum Baris 7 : Standart deviasi suhu maksimum harian Baris 8 : Standart deviasi suhu minimum harian Baris 9 : pcpmm merupakan rata-rata presipitasi Baris 10 : pcpstd merupakan rata-rata standar deviasi presipitasi Baris 11 : pcpskew meruapakan ske koefisien dari presipitasi Baris 12 : probabilitas hari basah berdasarkan hari kering Baris 13 : probabilitas hari basah berdasarkan hari basah Baris 14 : pcpd merupakn jumlah hari hujan dalam satu bulan Baris 15 : ranihhr merupakan hujan ekstrim dalam 30 menit yang tercatat dalam satu bulan Baris 16 : solarav merupakan rata-rata solar radiation Baris 17 : rata-rata kelembapan dalam satu bulan Baris 18 : windav merupakan rata-rata kecepatan angin. Gambar 2.6 Tampilan informasi pada Weather Generator (.wgn) 2.3. Membuat Projek Baru Setelah melakukan instalasi dan menyiapkan data, maka tahapan pertama untuk menjalankan MWSWAT adalah membuat projek baru. Langkah pengerjaanya adalah sebagai berikut : 1. Buka MapWindow GIS, untuk menampilkan program MWSWAT, klik tab Plug-ins, pilih Edit Plugins, pastikan MWSWAT2009 dan Watershed Delineation terpilih sebagai plugin, klik Apply, lalu OK. 7

2. Klik tab MWSWAT2009, pilih New Project dan beri nama projek serta tentukan tempat untuk menyimpannya (Gambar 2.7). Gambar 2.7 Membuat projek baru 3. Akan muncul kotak peringatan, dan pilih OK. Setelah projek baru dibuat, kita dapat membuka kembali folder projek yang telah kita simpan sebelumnya. Ketika folder projek dibuka, terdapat beberapa file yang terdiri dari :.mwprj : ini merupakan file projek mapwindow yang menyimpan sistem MapWindow sehingga dapat dimulai ulang dengan peta yang sama..cfg : ini merupakan file konfigurasi MWSWAT. File ini menyimpan pilihan tertentu selama MWSWAT berproses untuk membantu memulai ulang projek..mdb : merupakan database projek awal Scenarios : subfolder ini akan digunakan untuk menyimpan hasil SWAT Source : subfolder ini akan digunakan untuk menyimpan input peta-peta, dan peta perantara yang akan dihasilkan. Pada tahapan persiapan data kita sebelumnya telah membuat database untuk DAS Cikapundung. Sebelum menjalankan MWSWAT lebih lanjut, kita perlu memasukkan database yang telah dibuat kedalam database pada projek baru yang kita buat. Tahapan pengerjaanya adalah sebagai berikut: 1. Buka folder projek, kemudian buka file database pada projek (.mdb ) melalui Ms.Access. 2. Klik External Data pada menu bar utama. 3. Klik Access 4. Klik Browse arahkan pada file database yang telah kita buat DATABASE_ckpd.mdb, kemudian pilih Open dan OK. 5. Klik Select All untuk memasukkan semua database DAS Cikapundung, dan klik OK (gambar 2.8). 6. Tutup Ms.Access. Sekarang semua database DAS Cikapundung telah menjadi bagian dari database SWAT. 8

2.4. Deliniasi DAS Gambar 2.8 Import database Cikapundung pada Ms.Access Setelah projek baru dibuat tahapan selanjutnya adalah deliniasi watershed dalam hal ini DAS Cikapundung. Langkah pengerjaanya adalah sebagai berikut : 1. Pada Step 1, klik Delineate Watershed (gambar 2.9). 2. Masukkan base DEM, dengan membuka file DEM yang telah disiapkan. 3. Klik Process DEM (gambar 2.10) Gambar 2.9 Step 1 (Delineate Watershed) Gambar 2.10 DEM Processing 9

4. Layer DEM secara otomatis ditampilkan di panel (gambar 2.11) Gambar 2.11 Automatic watershed deliniation 5. Pilih Stream Polyline Shapefile dengan memilih file aliran sungai DAS Cikapundung (dalam bentuk.shp) untuk menyesuaikan dengan data aliran sungai yang telah ada. 6. Pilih Use a Focusing Mask, lalu Use Grid or Shapefile for Mask dengan membuka file DAS Cikapundung (dalam bentuk.shp) yang telah disiapkan. 7. Klik Run, hasil pada gambar 2.12. 8. Pada Network Delineation by Threshold Method, pilih satuan sq km sebagai satuan luas. Jumlah sungai di dalam jaringan sungai ditentukan oleh threshold/ambang batas, luas daerah yang dibutuhkan untuk membentuk sungai, dapat kita atur sebagai jumlah sel dari grid DEM atau luas daerah. Pada pengerjaan kali ini, kita menggunakan daerah sebesar 1033 km 2, sehingga kita akan mengatur unit menjadi hectares, angka didalamnya adalah 1033. 10

Gambar 2.12 Setup dan Preprocessing 9. Klik Run, hasil pada gambar 2.13. 10. Lalu pilih Use a Custom Outlets/Inlets Layer 11. Karena belum ada file outlet/inlet sebagai output dan input aliran sungai, maka klik Draw Outlets/Inlets. 12. Buat shapefile outlet/inlets baru, kemudian pilih manual inlet dan outlet dari aliran sungai, lalu simpan. 13. Klik Run, hasil pada gambar 2.14. Pada layer akan muncul inlet/outlet yang telah kita bentuk pada jaringan sungai baru. Gambar 2.13 Jaringan sungai baru yang terbentuk 11

Gambar 2.14 Inlet/outlet jaringan sungai baru yang terbentuk 14. Klik Run All untuk memproses gabungan hasil-hasil sebelumnya. Hasil watershed deliniation seperti pada gambar 2.15. Sekarang, MapWindow menampilkan DAS yang telah dibuat batasnya. Peta tersebut menunjukkan jaringan sungai dan outlet sungai. Perhatikan bahwa DAS dibagi menjadi beberapa SubDAS. Gambar 2.15 Sub DAS yang terbentuk 12

2.5. Pembentukan HRU (Hydrologic Response Units) SWAT menggunakan pembagian SubDAS sebagai unit respon hidrologi (HRU). Masing- masing HRU merupakan kombinasi dari SubDAS, penggunaan lahan, tanah dan kelas lereng. Tahapan dalam membuat HRU adalah sebagai berikut: 1. Pada jendela MWSWAT, klik Create HRUs (gambar 2.16) Gambar 2.16 Step 2, Create HRUs 2. Pada jendela Create HRUs, Landuse Map pilih tombol folder dan pilih file landuse yang telah disiapkan LU_ckpd.tiff, klik Open. 3. Untuk Soil Map, pilih peta tekstur tanah yang telah disiapkan soil_ckpd.tiff, dan klik Open. 4. Pada Landuse Table dan Soil Table, pilih database ckpd_landuse dan ckpd_soil melalui menu pull-down. Ketika database DAS Cikapundung yang telah kita import ke database projek, maka secara otomatis tabel dari database akan masuk dalam sistem Input projek MWSWAT kita (gambar 2.17). Gambar 2.17 Opsi Maps and Tables 5. Beri tanda centang pada option Generate FullHRUshapefile, dan kemudian klik Read. 6. Pada pilihan Single/Multiple HRU, pilih Dominant landuse,soil,slope untuk membuat HRU berdasarkan area landuse, soil dan slope terbesar pada DAS (gambar 2.18). 7. Klik Create HRUs, dan tunggu selama proses pembuat HRU berlangsung. 8. Ketika proses Create HRU berhasil maka pada Map Windows akan muncul shapefile dari HRU yang terbentuk (gambar 2.19). Dari hasil pembuatan HRU diperoleh 16 HRU pada 16 sub DAS yang terbentuk. 13

Gambar 2.18 Create HRUs Gambar 2.19 HRU yang terbentuk pada tampilan Map Windows 14

9. Untuk mengetahui informasi pada HRU kita dapat melihatnya dengan cara pilih HRUs pada pilihan Reports di jendela MWSWAT. Kemudian akan muncul laporan informasi HRU yang menggambarkan distribusi untuk penggunaan lahan, tanah dan kelas lereng, dan juga informasi detil untuk setiap HRU (gambar 2.20). 2.6. Set Up dan Run SWAT Gambar 2.20 Laporan hasil HRU 2.6.1. Mendefinisikan Input Data Iklim Dalam SWAT Setalah HRU terbentuk maka tahapan selanjutnya adalah melakukan Set Up dan Run SWAT. Sebelum menjalankan SWAT, kita perlu mendefinisikan data iklim untuk projek SWAT terlebih dahulu. Adapun langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Pada jendela MWSWAT klik SWAT Setup and Run (gambar 2.21). Gambar 2.21 Step 3 SWAT Setup and Run 15

2. Pada jendela SWAT Setup and Run klik Choose untuk memilih Weather Sources (gambar 2.22). 3. Pada Weather Sources, pilih Database table dan pilih weather_stasiunikim sesuai input database yang telah kita import dalam SWAT sebelumnya. 4. Untuk Weather Generator masukkan data.wgn yang telah disiapkan (cikapundung.wgn) (gambar 2.22). 5. Klik Done. 2.6.2. Melakukan Input File SWAT Gambar 2.22 Tampilan Weather Sources Pada jendela SWAT Setup and Run menampilkan periode simulasi sesuai dengan database yang kita masukkan. Karena data iklim yang digunakan pada tahun 2013 maka pada periode simulasi akan dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2013. Sebelum menjalankan simulasi model SWAT, perlu mengatur setup untuk input file yang akan diproses oleh SWAT. Adapun yang perlu dilakukan diantaranya : 1. Pada jendela SWAT Setup and Run, untuk pilihan jenis durasi Rainfall/Runoff/Routing pilih Daily/CN/Daily. 2. Pada pilihan Rainfall Distribution, pilih Skewed normal. 3. Untuk metode perhitungan Potential ET method, pilih Penman-Montheit. 4. Untuk Prinout frequency, pilih Monthly. 5. Kemudian untuk file data yang akan diproses, beri tanda centang dengan cara meng klik select all files. 6. Klik menu Write files, maka SWAT akan mengecek kembali semua data untuk melakukan pemrosesan. Jika data telah lengkap akan muncul jendela informasi seperti pada gambar 2.23. 7. Klik OK, dan proses peng inputan data selesai. 16

2.6.3. Menjalankan SWAT Gambar 2.23 Tampilan Writing files Adapun tahapan untuk menjalankan simulasi SWAT adalah sebagai berikut: 1. Pada jendela SWAT Setup and Run, klik Run. Pada jendela SWAT Run akan muncul seperti gambar 2.24. Gambar 2.24 Tampilan proses Run SWAT 2. Jika proses Run SWAT berhasil maka akan muncul jendela informasi, yang memberikan informasi bahwa proses simulasi SWAT telah berhasil seperti pada gambar 2.25. 17

Gambar 2.25 Jendela informasi bahwa SWAT Run berhasil 3. Selanjutnya klik OK. 4. Pada jendela SWAT Setup and run pilih menu Save run. 5. Kemudian beri nama proses runing SWAT yang baru saja dilakukan Run1, seperti pada gambar 2.26. 6. Klik tombol Save. 7. Setelah tersimpan klik Close. 2.7. Visualisasi Output SWAT Gambar 2.26 Tampilan Save run MWSWAT menawarkan visualisasi hasil dari SWAT, dengan memberi warna pada peta subdas sesuai dengan nilai dari variabel output SWAT. Output dari pemodelan SWAT dapat berdasarkan variabel subdas (dari output.sub) atau variabel sungai (dari output.rch), atau jika HRU tunggal yang dipilih, dari output.hru. Jenis visualisasi simulasi juga dapat berupa statistik ataupun animasi dinamik. Visualisasi statik menampilkan hanya satu nilai untuk masing- masing subdas. Karena output SWAT merupakan seris waktu, hasilnya berupa ringkasan angka dari beberapa output. Sedangkan Visualisasi dinamik menampilkan seris waktu berdasarkan animasi secara dinamik dari tampilan MapWindow. Dalam simulasi kali ini kita akan menggunakan simulasi 18

statistik saja. Adapun tahapan untuk memvisualisasikan statistik output dari SWAT adalah sebagai berikut : 1. Pada jendela MWSWAT, pilih Visualise (gambar 2.27). Gambar 2.27 Step 4 Visualise 2. Maka akan muncul jendela Visual output, pada pilihan Choose run pilih Run1 (sesuai dengan hasi Run SWAT yang telah disimpan sebelumnya). 3. Pada pilihan Choose SWAT output pilih reach (output divisualisasikan berdasarkan aliran sungai). 4. Klik Statistic data, untuk memvisualisasikan output berupa data statistik. 5. Pada pilihan Choose variable, karena tujuan dari simulasi SWAT ini adalah untuk mengetahui debit sungai maka variable yang dipilih yaitu reach \ FLOW_Incms, reach \ FLOW_Outcms, dan EVAPcms. Pilih variabel dengan cara klik Add untuk setiap variabel (gambar 2.28). 6. Pada Choose summary, pilih Monthly means untuk memvisualisasikan rata-rata bulanan. 7. Klik Save. Gambar 2.28 Tampilan Visual output 19

8. Akan muncul kotak dialog yang berisi pesan meminta kita memberi warna pada layer yang dihasilkan, klik OK. 9. Pada Map Windows akan muncul hasil dalam bentuk shapefile, tetapi semua subdas masih menunjukkan warna yang sama, untuk itu kita masih perlu mendefisikan/menampilkan informasi dari setiap variabel (gambar 2.29). Gambar 2.29 Tampilan Map Windows hasil dari visualisasi output SWAT 10. Untuk mendefinisikan tampilan pada Map windows, klik kanan pada result.shp, dan pilih Shapefile categories. 11. Pada jendela Shapefile categories, klik tombol 12. Jendela Category generation akan terbuka, pada Number of categories isikan jumlah kategori yang ingin dibuat, pada pilihan Classification field pilih variabel yang ingin ditampilkan (gambar 2.30). 13. Pada pilihan Visualization, pilih skema warna dan kemudian klik Ok. 14. Klik Apply atau OK, maka tampilan result.shp akan berubah warna sesuai klasifikasi yang dilakukan (gambar 2.31). 20

Gambar 2.30 Pemilihan kategori warna pada result.shp Gambar 2.31 Kategori Flow_Out (aliran permukaan keluar) pada result.shp 2.8. Menampilkan Output SWAT Terdapat dua aplikasi yang dapat membantu user untuk menampilkan output dari SWAT, yaitu SWATPlot dan SWATGraph. SWATPlot merupakan alat untuk mengekstrak data dari file output SWAT, apakah dari proses tunggal maupun beberapa proses. SWATGraph merupakan alat untuk menampilkan output dari SWATPlot. Tahapan untuk menampilkan output SWAT pada SWATPlot adalah sebagai berikut: 21

1. Buka aplikasi SWATPlot, maka jendela SWATPlot akan muncul seperti gambar (2.32). Gambar 2.32 Tampilan SWATPlot 2. Pada Select Scenario Folder pilih floder scenario dalam folder projek, tutorial\scenario. 3. Klik menu Add Plot 4. Pilih scenario Run1 (hasil Run SWAT yang telah disimpan), Source pilih reach, Sub-basin pilih 5, dan untuk Variable pilih FLOW_OUTcms. Variabel FLOW_OUTcms merupakan debit aliran sungai rata-rata harian yang keluar dari outlet (m 3 /s), sehingga dalam simulasi nantinya kita akan menggunakan variabel ini. 5. Lakukan tahapan 3 dan 4 untuk Sub-basin 2, 3, 10, dan 11 (gambar 2.33) Gambar 2.33 Pemilihan plot untuk visualisasi simulasi 22

6. Klik Plot, maka kita akan diminta untuk memberi nama hasil Plot dan menyimpanya, Klik Save. 7. Akan muncul SWATGraph yang menampilkan hasil dari Plot variabel (gambar 2.34). 8. Kita dapat merupah bentuk grafik dari bentuk 2d bar menjadi 2d line, dengan cara merubah Chart Type. Gambar 2.34 Pemilihan plot untuk visualisasi simulasi 9. Kita dapat melihat visualisasi output yang telah kita buat dalam bentuk Excell, dengan cara membuaka folder project kita, buka folder Scenario, kemudian buka dengan format file Excell (gambar 2.35). Gambar 2.35 Pemilihan plot untuk visualisasi simulasi 23

3.1. Deliniasi DAS Cikapundung BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN DAS Cikapundung merupakan salah satu sub DAS dari DAS Citarum yang berada di sebelah Utara Kota Bandung, Jawa Barat. DAS Cikapundung secara geografis terletak antara 107,598º 107,648º BT dan 6,814º 6,882ºLS. Berdasarkan proses deliniasi DAS Cikapundung menggunakan SWAT terbentuk 16 sub DAS Cikapundung seperti terlihat pada gambar 3.1. Total luas sub DAS yang terbentuk yaitu sekitar 184,14 km 2. Deliniasi DAS ini terbentuk berdasarkan data digital elevation model (DEM) DAS Cikapundung dengan menambahkan titik outlet sebagai outlet debit aliran sungai sebanyak empat titik (gambar 3.1). Gambar 3.1 Peta Sub DAS Cikapundung hasil deliniasi DAS menggunakan SWAT 24

3.2. HRU (Hydrologic Response Units) DAS Cikapundung Setelah proses delineasi, dilakukan pembentukan HRU (hydrological response unit). Pada tahap ini dilakukan overlay antara hasil data DEM, data penggunaan lahan, serta data tanah. Berdasarkan proses pembentukan HRU menggunakan SWAT HRU yang terbentuk 16 HRU yang berbeda pada setiap sub DAS. Pada setiap sub DAS memiliki karakteristik dominasi jenis penggunaan tanah dan jenis tekstur tanah yang berbeda-beda. Dominasi jenis penggunaan tanah dan tektur tanah seperti terlihat pada gambar 3.2. Gambar 3.2 Peta HRU dominasi a) Jenis Penggunaan Tanah b) Jenis Tekstur Tanah 3.3. Hasil Visualisasi Debit Sungai SWAT mampu mensimulasikan aliran masuk dan keluar pada setiap sub DAS yang terbentuk. Untuk simulasi debit sungai pada daerah kajian DAS Cikapundung kali ini akan menggunakan variabel aliran keluar (FLOW_OUT) sebagai aliran debit yang keluar dari outlet. Hasil dari simulasi debit sungai pada setiap sub DAS dapat dilihat pada gambar 3.3. Berdasarkan sebarannya, sub DAS yang menunjukkan debit aliran harian yang tinggi berada pada sub DAS 2, 3, dan 5 dengan besar debit aliran harian berkisar lebih dari 6 m 3 /s. Debit harian maksium hasil simulasi SWAT berada di sub DAS 2 dengan besar debit harian 13 m 3 /s. Sebagian besar sub DAS yang dekat dengan hulu DAS Cikapundung termasuk dalam kategori rendah yaitu rata-rata berkisar 2 m 3 /s. Pada proses deliniasi DAS, terdapat lima outlet yang dijadikan sebagai acuan simulasi debit sungai. Berdasarkan aliran sungai yang terbentuk, keempat outlet ini mengaliri air pada sub DAS 5, 2, 3, 10, dan 11. Aliran sungai pada sub DAS tersebut selanjutnya yang menjadi simulasi debit pada SWATPlot dan SWATGraph. Grafik rata-rata debit harian pada tahun 2013 berdasarkan hasil simulasi seperti terlihat pada gambar 3.4. 25

Debit (m 3 /s) Gambar 3.3 Peta debit harian hasil simulasi SWAT 25,000 20,000 15,000 Debit Simulasi SWAT Sub DAS 5 Sub DAS 3 Sub DAS 2 Sub DAS 10 Sub DAS 11 10,000 5,000-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Gambar 3.4 Grafik debit hasil simulasi SWAT 26

3.4. Karakteristik Debit Sungai Simulasi Karakteristik debit sungai berdasarkan simulasi SWAT pada sub DAS 2, 3, 5, 10, dan 11 dilihat dari grafik debit simulasi (gambar 3.4) menunjukkan grafik yang sama. Dimana sub DAS 2 memiliki rata-rata debit sungai yang tertinggi dibanding sub DAS lainnya. Ratarata debit sungai bulanan pada sub DAS 2 adalah 13,32 m 3 /s dengan debit maksimum mencapai 21,9 m 3 /s pada bulan Desember dan debit minimum sebesar 5,64 m 3 /s pada bulan September. Debit sungai pada sub DAS 3 menunjukan debit sungai rata-rata bulanan sebesar 8,54 m 3 /s. Debit maksimum pada sub DAS ini terjadi pada bulan April yaitu sebesar 14,18 m 3 /s, sedangkan debit minimumnya terjadi pada bulan Januari dengan besar debit sungai yaitu 3,4 m 3 /s. Pada sub DAS 5, debit rata-rata bulanannya sebesar 6,79 m 3 /s. Debit maksimum pada sub DAS ini terjadi pada bulan April yaitu sebesar 11,4 m 3 /s. Debit minimumnya mencapai 2,65 m 3 /s yang terjadi pada bulan September. Rata-rata debit sungai bulanan pada sub DAS 10 dan 11 menunjukkan rata-rata yang tidak berbeda jauh yaitu sebesar 3,96 m 3 /s untuk sub DAS 10 dan 3,8 untuk sub DAS 11. Debit sungai maksimum untuk kedua sub DAS ini terjadi pada bulan yang sama yaitu pada bulan Desember, dengan besar debit maksimum sebesar 6,9 m 3 /s untuk sub DAS 10 dan 6,7 m 3 /s untuk sub DAS 11. Sedangkan untuk debit minimum pada kedua sub DAS ini juga terjadi pada bulan yang sama yaitu pada bulan September dengan besar debit 1,25 m 3 /s untuk sub DAS 10 dan 1,2 m 3 /s untuk sub DAS 11. Berdasarkan karakteristik besar debit sungai setiap bulan pada sub DAS 2, 3, 5, 10, dan 11, debit sungai akan mencapai maksimum pada bulan April dan Desember dan debit minimum cenderung terjadi pada bulan September. 3.5. Hubungan Debit Sungai dan Kondisi Iklim Berdasarkan grafik debit rata-rata harian simulasi SWAT (gambar 3.4), debit sungai mencapai maksimum rata-rata pada bulan Februari, April, Juli dan Desember. Sedangkan debit sungai minimum rata-rata terjadi pada bulan Agustus dan September. Fluktuasi rata-rata debit simulasi SWAT tersebut jika dihubungkan dengan kondisi curah hujan rata-rata memiliki hubungan yang signifikan. Dimana seperti terlihat pada gambar 3.5, rata-rata curah hujan yang turun menunjukkan grafik yang sama dengan rata-rata debit sungai pada setiap DAS. Dengan demikian tingginya debit sungai yang terjadai pada sub DAS 2, 3, 5, 10 dan 11 berkaitan dengan fluktuasi curah hujan yang jatuh, dimana semakin besar intensitas hujan yang jatuh maka semakin besar pula debit sungai. 27

Debit (m 3 /s) Debit Simulasi SWAT dan Rata-Rata Curah Hujan 30,000 25,000 20,000 Sub DAS 5 Sub DAS 3 Sub DAS 2 Sub DAS 10 Sub DAS 11 Curah Hujan 15,000 10,000 5,000-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Gambar 3.5 Grafik Hubungan debit simulasi dengan rata-rata curah hujan 3.6. Analisa Debit Sungai dan Resiko Banjir Seiring dengan peningkatan pembangunan dan laju alih fungsi kawasan konservasi menjadi lahan terbangun di daerah hulu DAS Cikapundung maka kapasitas infiltrasi air hujan di DAS ini menurun drastis, sehingga air yang mengalir di limpasan (surface runoff) menjadi besar dan masuk menjadi air tanah dan aliran dasar (baseflow) menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab bertambahnya resiko banjir di downstream DAS Cikapundung saat musim basah dan semakin kecilnya aliran di saat musim kering. Berdasarkan analisa debit sungai dengan jenis penggunaan tanah, diketahui bahwa sub DAS yang memiliki rata-rata debit sungai yang tinggi memiliki dominasi jenis penggunaan tanah berupa pemukiman (gambar 3.6). Sub DAS dengan rata-rata debit sungai yang tinggi terdapat pada sub DAS 2, 3, dan 5, jika dilihat dominasi jenis penggunaan tanahnya berupa pemukiman dan pertanian musim yang kering. Jika dilihat elevasinya (gambar 3.1), ketiga sub DAS ini cenderung tergolong menuju elevasi yang landai. Dengan demikian semakin bertambahnya alih fungsi lahan menjadi pemukiman serta dengan kondisi elevasi yang landai menyebabkan sub DAS 2, 3, dan 5 tergolong beresiko terhadap banjir. 28

Gambar 3.6 Peta Hubungan penggunaan tanah dan rata-rata debit sungai 29

BAB IV KENDALA DAN KELEBIHAN APLIKASI SWAT 4.1. Kendala Menjalankan Simulasi SWAT 1. Data - Ukuran Besar, data yang harus didownload yaitu : a. MapWindow GIS Installer (48.8 MB) b. MWSWAT 2012 plugin (13.8 MB) c. SWATeditor plugin (63.4 MB) d. World Data Grids (4 MB) e. Digital Elevation Map (DEM) (200 MB) f. Landuse Map (20 MB) g. Soil Map (5 MB) h. Globar River Basin Map (30 MB) i. Weather Data (5 MB) J. SWATplot (10 MB) - Totally Raw data Data yang telah didownload belum siap pakai, butuh proses lanjut agar dapat disimulasikan. 2. Proyeksi - Tutorial tidak memadai Karena data yang masih harus diproses lebih lanjut, dibutuhkan penjelasan yang lengkap dan sistematis. Dalam hal ini, tutorial yang tersedia tidak cukup jelas sehingga pada saat proyeksi dilakukan, banyak kendala yang dihadapi. - Trial & Error Akibat tutorial yang tidak memadai, hal yang harus dilakukan yaitu trial dan error dalam pengerjaan proyeksi data yang akan digunakan. - Time Consuming Proses trial dan error yang berkali-kali membutuhkan waktu yang lama sampai data siap untuk disimulasikan. 3. Simulasi - Konversi data Dalam proses simulasi MWSWAT 2012, dibutuhkan data cuaca. Format yang diperlukan agar dapat diproses yaitu.wgn. Proses yang dilakukan membutuhkan waktu yang lama. 30

- Butuh memori yang besar Proses running simulasi MWSWAT direkomendasikan di perangkat komputer yang memiliki memori RAM di atas 4 GB agar proses simulasi tidak gagal. - Banyak Bug Terkadang dalam simulasi, walaupun memori perangkat komputer telah cukup, proses simulasi gagal untuk menghasilkan output yang seharusnya. Setelah dicoba di perangkat komputer yang memorinya lebih rendah, proses berjalan sukses. 4.2. Kelebihan Menggunakan Simulasi SWAT 1. Data - Gratis Tidak dibutuhkan dana sedikitpun dalam simulasi MWSWAT dari awal sampai akhir dan sifatnya legal. - Tersedia lengkap Selain gratis, data yang tersedia lengkap. Data yang tersedia meliputi seluruh permukaan bumi. 2. Simulasi - Cepat dan ringkas Dengan syarat data telah siap setelah proses proyeksi dan konversi yang lama serta memori mencukupi, proses simulasi MWSWAT membutuhkan waktu hanya kurang dari 1 jam dari awal sampai akhir. 31

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi menggunakan SWAT diperoleh 16 sub DAS, dimana sub DAS yang sesuai dengan outlet debit sungai adalah sub DAS 2, 3, 5, 10, dan 11. Hasil simulasi debit harian dari simulasi SWAT menunjukkan grafik yang sama. Dimana rata-rata debit sungai terbesar berada di sub DAS 2, dengan rata-rata debit sungai adalah 13,32 m 3 /s. k Berdasarkan karakteristik besar debit sungai setiap bulan pada sub DAS 2, 3, 5, 10, dan 11, debit sungai akan mencapai maksimum pada bulan April dan Desember dan debit minimum cenderung terjadi pada bulan September. Hal ini sesuai dengan grafik rata-rata curah hujan pada DAS Cikapundung, dimana debit maksimum terjadi pada saat bulan yang menunjukan curah hujan tinggi. Sub DAS yang memiliki rata-rata debit sungai tinggi (sub DAS 2, 3 dan 5) didominasi jenis penggunaan tanah berupa pemukiman dan memiliki elevasi landai. Dengan demikian perkiraan adanya perubahan alih fungsi lahan menjadi pemukiman semakin besar serta dengan kondisi elevasi yang landai menyebabkan sub DAS 2, 3, dan 5 beresiko terhadap banjir. 32

DAFTAR PUSTAKA Neitsch, S.L. Arnold, J.G. Kiniry, J.R. and K.W. King.Williams, J.R. (2002). Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation version 2000. Grassland, Soil and Water Research Laboratory. Agricultural Research Service. Temple, Texas. Blackland Research Center. Texas Agricultural Experiment Station. Temple, Texas. Published 2002 by Texas Water Resources Institute, College Station, Texas. Gassman, P.W., J.R. Williams, V.R. Benson, R.C. Izaurralde, L.M. Hauck, C.A. Jones, J.D. Atwood, J.R. Kiniry, and J.D. Flowers. 2005. Historical Development and Applications of the EPIC and APEX models. CARD Working Paper 05-WP 397. Center for Agricultural and Rural Development, Iowa State University. Available at: www.card.iastate.edu/publications/synopsis.aspx?id=763. Diakses pada 04 Oktober 2015. Gassman, P. W., M. Reyes, C. H. Green, and J. G. Arnold. 2007. The Soil and Water Assessment Tool: Historical development, applications, and future directions. Trans. ASABE 50(4): 1211-1250. Easton, Z.M, Fuka, D.R, Todd, W, Cowan, D.M, Schneiderman, E.M, Steenhuis, T.S. (2007). Re-conceptualizing the soil and water assessment tool (SWAT) model to predict runoff from variable source areas. Journal of Hydrology (2008) 348, 279 291. Chandra, A. 2014. Prediksi dan Karakteristik Daerah Aliran Cileungsi Hulu Kabupaten Bogor Tahun 2020 dan 2030. Skripsi. Universitas Indonesia Emiyati. 2012. Hydrologic Response Unit (HRU) dan Debit Aliran Daerah Ci Rasea. Thesis. Universitas Indonesia 33