BAB IV TAHAPAN PRODUKSI FILM, PROSES PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM

BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM

BAB IV TAHAPAN PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,

BAB IV KONSEP DESAIN DAN TEKNIS PRODUKSI. cerita dan konsep yang dipadukan dengan elemen audio visual dan

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab

BAB V EVALUASI. 5.1 Editing dan Mixing

BAB V EVALUASI. Gambar 5.1 Final Cut Pro

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang implementasi karya atau penerapan. perancangan karya pada proses pembuatan karya.

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter Creation Of Daniel s ini, peneliti

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

EDITOR ORANG YANG TERLATIH DAN TERDIDIK UNTUK MENGEDIT FILM DAN REKAMAN VIDEO

Finishing Audio Visual dengan Analisa Editing

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta


BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu. Film digunakan untuk memenuhi suatu kebutuhan umum yaitu. mengkomunikasikan suatu gagasan, pesan atau kenyataan.

KAMPUNG SENI ISI LAPORAN PENYUNTINGAN DIGITAL VIDEO TRAILER

II. METODE PERANCANGAN

SOSIAL MEDIA. Munif Amin Romadhon. munifamin. Munif Amin. munifamin89

LAPORAN PRODUKSI TEASER KAMPUNG SENI ISI SURAKARTA

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV TEKNIS PERANCANGAN DAN MEDIA. produksi yaitu media utama yang berupa motion graphic video.

BAB V PASCA PRODUKSI

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. motion dan animasi 2D di mana cerita yang diambil yaitu cerita rakyat si Kancil

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dapat merubah pola hidup manusia maupun nilainilai

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA. IV 1. Media film dokumenter

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen. rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ABSTRAK...

BAB III KONSEP PERANCANGAN. Tujuan peneliti dalam film dokumenter SENJANG ini, peneliti ingin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

VIDEO TRAILER KAMPUNG SENI

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA

SILABUS MATA PELAJARAN DESAIN GRAFIS PERCETAKAN

Bab V PASCA PRODUKSI

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. merancang naskah, hunting lokasi, merancang dan menyususl pada tahap prapoduksi

PRODUKSI FILM ANIMASI SEDERHANA

LAPORAN EDITING TEASER KAMPUNG SENI 2015

BAB III LAPORAN KERJA PRAKTEK

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB V PASCA PRODUKSI

BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI Teknis Produksi

Perbandingan Ketrampilan Penggunaan Aplikasi Edit Vidio Adobe Premiere dan Sony Vegas pada Siswa Kejuruan Multimedia. (Studi di SMK N 1 Pringapus)

BAB 5 EVALUASI. Gambar 5.1 Editing imovie

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

BAB V IMPLEMENTASI KARYA

Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV IMPLEMENTASI DAN CATATAN PRODUKSI

BAB 3 METODE/PROSES PERANCANGAN (METODOLOGI)

BAB IV PEMBAHASAN. :Diandra Anti-Aging & Aesthetic Clinic. :Production (Videographer) :Ruko Plaza Graha Family Blok D-8,

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA. Ilmu Multimedia memiliki cakupan yang sangat luas, oleh sebab itu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

W, 2015 #INSTAMOMENT KARYA CIPTA FOTOGRAFI MENGGUNAKAN MEDIA SMARTPHONE ANDROID DENGAN APLIKASI INSTAGRAM

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA

II. METODOLOGI. Budaya Lokal Betawi. Ondel-ondel. Bentuk Ondel-ondel. Data. Video, Artikel, Buku dan lain-lain. Macam-macam aplikasi ondel-ondel

LAPORAN ASPEK EDITING DALAM TRAILER KAMPUNG SENI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB IV TAHAPAN PRA PRODUKSI, PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI

BAB 5 EVALUASI. Gambar 5.1 Offline Editing 1

Produksi AUDIO VISUAL

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. produksi. Proses tersebut akan digambarkan pada gambar 4.1. lokasi akan ditata seperti yang digambarkan pada storyboard.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer komunikasi atau

BAB V IMPLEMENTASI KARYA. terencana pada bab sebelumnya. berikut ini proses pasca produksi dan rundown

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage

SEGMEN VIDEO SCREENSHOOT EFFECTS AUDIO

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. pembuatan Film Pendek Tentang Bahaya Zat Karsinogen dengan Menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan resolusi tinggi serta reproduksi suara maupun video dalam bentuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 KONSEP DESAIN. 1. Agar animasi edukasi "Strawberry" ini layak ditonton anak-anak usia 7 sampai 12 tahun.

BAB 3 PRA PRODUKSI 3.1 Ide dan Pengembangan Konsep

REVIEW KARYA AUDIO VISUAL

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

Sumber : Gambar 1.2 Pantai Pangandaran

BAB IV ANALISIS PROSES. Still Alive, yaitu tahap Pra Produksi, Produksi, dan Paska Produksi.

BAB IV. PEMBAHASAN, IMPLEMENTASI dan CATATAN PRODUKSI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG... ii. HALAMAN PENGESAHAN SIDANG.. iii

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI EDUKASI MY MOM MY HERO

BAB III KONSEP PERANCANGAN

LAPORAN VIDEO TRAILER KAMPUNG SENI #2 ISI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ada dorongan untuk berhubungan dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial untuk

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya.

Transkripsi:

BAB IV TAHAPAN PRODUKSI FILM, PROSES PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI 4.1 Tahap Produksi Tahap Produksi terdiri dari 3 tahap yaitu : 1. Pra Produksi 2. Produksi 3. Pasca Produksi 4.1.1 Pra Produksi Tahap ini berisikan pembentukan konsep yang akan dibangun dalam pembuatan film. Perencanaan yang matang sebelum tahap produksi, mencakup seluruh persiapan dan aktivitas sebelum melaksanakan produksi. Dalam tahap praproduksi film dokumenter ini penulis mempersiapkan beberapa hal seperti, menuangkan ide kedalam naskah skenario, pembuatan storyline dan pembuatan storyboard (Ayawaila 2008: 86). 4.1.2 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pra produksi, dimana rancangan-rancangan yang sudah dibuat pada saat pra produksi akan dilaksanakan pada tahap ini. Dalam tahap produksi film dokumenter ini penulis beserta tim membuat sistem perekaman. Sistem perekaman dalam pembuatan film dokumenter ini dilakukan secara langsung ( direct ) baik dari unsur audio, maupun visual. Namun pada akhirnya akan dilakukan pengeditan dan pemilihan ulang baik untuk audio maupun visual yang telah diambil secara 31

langsung di lokasi. Untuk unsur audio yang diantaranya meliputi sound effect dan ilustrasi musik (Ayawaila 2008: 118). 4.1.3 Pasca Produksi Proses ini lebih dikenal dengan proses editing. Setelah proses pengambilan gambar selesai maka editor mulai dengan proses editing yang tentu saja dengan bekal naskah skenario, storyline dan storyboard. Pada tahap editing, mencakup seperti pemindahan data gambar dari kamera ke komputer dan proses editing untuk video maupun proses editing untuk effect atau animasi beserta audio yang akan digunakan (Ayawaila 2008: 137). 4.2 Proses Produksi Dalam produksi film dokumenter ini dilakukan pembuatan tim kecil yang terdiri dari tiga orang yang sudah diberikan tugas masing-masing, diantaranya cameraman dan lightman. Pada proses produksi penulis sebagai produser serta menjadi sutradara lebih memegang kendali dan bertanggung jawab atas proses jalannya shooting begitu juga dengan teknis pengambilan gambar, sedangkan untuk proses eksekusi dilakukan oleh cameraman. Selama proses pengambilan gambar berlangsung, penulis berhak melakukan penambahan maupun pengurangan dalam scene, tanpa merubah konsep yang telah dirancang dan ditentukan sebelumnya pada tahap praproduksi. Perubahan yang terjadi pada saat produksi adanya perubahan waktu, yaitu pada saat ingin wawancara dengan fotografer profesional Darwis Triadi, berawal dari hal tersebut terjadi perubahan tempat untuk wawancara dan pengambilan gambar, mengharuskan untuk memutar otak kembali untuk mensiasatinya tanpa merubah konsep sebelumnya. Film Dokumenter sains ini membahas mengenai fotografi khususnya seni foto telanjang. Karya seni foto telanjang memang menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai, disatu sisi memang karya seni foto telanjang ( nude art ) ini dianggap sebuah karya foto pornografi. Oleh sebab itu Darwis Triadi penulis posisikan sebagai narasumber utama, dimana Darwis Triadi adalah seorang fotografer profesional dengan 32

segala kemahiran dan pengalamannya di bidang fotografi. Sebelum membahas mengenai seni foto telanjang, penulis mencoba meminta pendapat mengenai seni foto telanjang kepada sebagian masyarakat dari beberapa kalangan. Kemudian mengungkap mengenai makna Ketelanjangan itu sendiri seperti apa yang ada dalam seni foto telanjang. Tidak hanya Darwis Triadi, narasumber lainnya seperti Fajar Junaedi seorang dosen Ilmu Komunikasi dari sisi akademisi, Maya Indah dari sisi hukum, dan Isworo sebagai seniman lukis juga ikut terlibat dalam memberikan pendapatnya mengenai seni foto telanjang dalam fotografi ini. Mengapa demikian, penulis juga memberikan batasan dalam membahas mengenai seni foto telanjang ini mengingat tujuan dari film dokumenter yang penulis rancang, ingin memberikan positif bahwa tidak selamanya ketelanjangan itu mempunyai makna yang negatif, khususnya dalam seni foto telanjang dengan alasan yang mendasar untuk memberikan pengetahuan, memberikan positif dan meluruskan mengenai seni foto telanjang dalam fotografi. Mengenai Ketelanjangan itu sendiri, Fajar Junaedi sebagai seorang dosen yang akan membahas hal ini dari sisi akademisi, berpendapat bahwa jika membahas ketelanjangan mengacu pada kajian tentang tubuh, mengutip pemikiran Michel Foucault, tentang dimana tubuh mengalami pendisiplinan dari masa Ratu Victoria Era Victorian tubuh harus ditutupi, tidak hanya semata-mata ditutupi oleh pakaian namun tubuh mengalami pendisiplinan tubuh yang ideal harus mempunyai standart-standart tertentu sama halnya ketika membicarakan ketelanjangan pasti masyarkat satu dengan lainnya mempunyai standart yang berbeda dan bersifat relatif. Pemikiran Michel Foucault hanya untuk menegaskan pendapatnya Fajar Junaedi mengenai ketelanjangan secara historis. Kemudian menurut Isworo sebagai seorang seniman lukis yang memang pernah juga membuat lukisan yang menampilkan ketelanjangan, baginya Ketelanjangan didalam seni foto ini hanyalah bentuk keindahan yang dalam seni lukis mempunyai istilah yaitu Realis. Jika dari sisi hukum memang simbol Ketelanjangan Maya Indah berpendapat bahwa tidak bisa dipandang dari satu sisi saja namun harus mempunyai batasan-batasan yang sudah dimuat dan diatur dalam 33

UUD Pornografi, karena sekali lagi yang dimana seni ini dipandang sebuah karya pornografi bukan karya seni. Tidak jelasnya batasan-batasan ataupun unsur-unsur dalam peraturan mengenai pornografi dalam UUD juga menjadi suatu perdebatan khususnya mengenai seni fotografi ini, seperti pendapat Maya Indah mengenai Ketelanjangan jika dilihat dari informasi dalam bentuk karya seni itu juga hak seseorang untuk bebas berekspresi khususnya bagi seniman fotografi. Ini yang menjadi contoh kecil ketidak jelasannya peraturan yang dibuat, berbenturan dengan hak seseorang yang dimana juga sudah diatur dalam UUD, unsur norma susila misalnya yang sudah dimuat dalam pasal 1, seperti pendapatnya Maya Indah sebagai pakar hukum pidana mengatakan bahwa norma susila bersifat relatif, punya standart masing-masing. Seni foto telanjang bagi Darwis Triadi adalah sebuah eksplorasi seni dalam dunia fotografi, menurutnya seni foto telanjang haruslah syarat dengan teknis, jadi terlihat jelas perbedaan tujuannya, cara membuatnya, dan cara berpikirnya antara foto seni dan foto pornografi, kondisi yang dipelihara oleh masyarakat kita sekarang adalah tidak sinkronnya antara pikiran, perkataan, dan perbuatan itulah proses yang salah pada saat ini. Inilah yang menjadi inti dari pembahasan seni foto telanjang di film dokumenter ilmu pengetahuan ini. Dari segala sisi haruslah bisa duduk bersama untuk kebaikan khususnya dari segi hukum di Indonesia. Simbol Ketelanjangan dalam seni foto telanjang ini yang nantinya akan memberikan makna sendiri, bahwa tidak selamanya Ketelanjangan mempunyai makna negatif. Kembali disaat produksi sedang berjalan, kejadian yang tidak terduga tersebut sangatlah wajar dalam setiap melakukan produksi dikarenakan beberapa faktor yang ada. Langkah yang ditempuh penulis untuk mengatasi perubahan tersebut yaitu penulis berdiskusi dengan seluruh tim produksi khususnya cameraman yang nantinya akan mengeksekusi dalam pengambilan gambar tanpa merubah konsep. Dalam pengambilan gambar lainnya dirasa cukup berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang sudah ditentukan sebelumnya. 34

Penulis dan tim produksi juga harus bisa menyesuaikan keadaan lapangan yang tidak menentu. Penulis beserta tim produksi selalu menjaga suasana hati disaat produksi sedang berjalan di lapangan, sebagai contoh: penulis terkadang berbeda pendapat sama cameraman dalam pengambilan gambar, dalam menentukan angle dan menentukan komposisi gambar maupun teknis lainnya, namun untuk tetap menjaga suasana hati di lapangan pada saat produksi, penulis mencoba mengajak istirahat sejenak untuk meredam hal tersebut dan kembali melakukan produksi. Penulis selalu menjaga emosi, keegoisan, dan selalu bersabar selama proses produksi berlangsung. 4.3 Pasca Produksi Setelah menyelesaikan serangkaian proses dari pra produksi dan produksi, akhirnya tiba saatnya proses pasca produksi, yaitu editing. Pada proses ini, editor berkomunikasi kepada penulis tentang sistem maupun standart editing. Penulis memberikan izin dan memberikan tenggang waktu selama dua mingggu untuk menyelesaikan editing gambar, hal ini dikarenakan penyesuaian jadwal penulis untuk bisa mencapai target penyelesaian film dokumenter yang penulis rancang. Penulis memilah gambar-gambar mana yang dipakai dan tidak terpakai. Selain itu, penulis juga memberikan storyline, storyboard, naskah skenario dan transkrip wawancara sebagai panduan untuk editor untuk proses editing. Dalam proses editing film dokumenter sains TELANJANG ini. Penulis tidak selalu menemani editor dalam proses pengeditan. Dikarenakan akan mengganggu proses pengeditan, penulis hanya mengarahkan dan memantau setiap editor mengalami kesulitan. Beberapa kegiatan dalam tahapan pasca produksi film dokumenter sains TELANJANG diantaranya adalah: 35

1) Capture Proses transfer hasil record dari kamera DSLR Canon 600D, Canon 60D, dan Kamera Video Sony MC1500 media komputer. 2) Editing Gambar 5 Proses Editing menggunakan Adobe Premier Pro CS 5 Proses ini dilaksanakan dirumah editor dengan menggunakan software Adobe Primere Pro CS 5, Adobe After Effect CS 5 dengan tahapan offline. Dalam proses ini agar meminimalisir kebosanan audience peulis dan editor mensiasatinya dengan menambahkan insert gambar 36

3) Import File Gambar 6 Proses Import File Video kedalam Software Adobe Premier Pro CS 5 Semua video serta insert gambar yang akan diedit di-import ke dalam software Adobe Premier Pro CS5. 4) Fades and cuts Untuk minimalisir jumping pada setiap peralihan scene (cut to cut), editor menambahkan fade-in dan fade-out yang sesuai dengan perpindahan gambar yang diperlukan dari frame satu ke frame lainnya. 5) Colouring Pada proses ini hanya digunakan pada bagian video bumper in, agar terkesan dramatis dan menarik atensi audience 6) Pembuatan Bumper In 37

Gambar 7 Proses Pembuatan Bumper In Menggunakan Software Adobe After Effect CS 5 Pada proses pembuatan bumper in editor menggunakan software Adobe After Effect CS 5, pembuatan bumper in ini meliputi pembuatan judul film dokumenter, dan beberapa efek gambar yang muncul pada bumper in. 38

7) Pembuatan Insert Text Gambar 8 Proses Pembuatan Insert Text Menggunakan Software Adobe After Effect CS 5 8) Pembuatan Lower Third ( Template Nama ) Gambar 9 Proses Pembuatan Template Nama Menggunakan Software Adobe After Effect CS 5 39

9) Proses Pembuatan Profil Narasumber Gambar 10 Proses Pembuatan Profile Narasumber Menggunakan Software Adobe After Effect CS 5 Dalam film dokumenter ini penulis membuat konsep pertanyaan dengan teks berjalan, dan template nama, beserta pembuatan profile narasumber di akhir sebelum film selesai. Proses ini editor menggunakan software Adobe After Effect CS 5. 40

Mixdown dan Finishing 10) Preview Rendering Gambar 11 Proses Preview Rendering Menggunakan Adobe Premier Pro CS 5 11) Final Rendering Gambar 12 Proses Final Rendering Menggunakan Adobe Premier Pro CS 5 41

Setelah semua file video, foto, naskah, back sound, dan sound effect selesai diedit, penulis dan editor melakukan proses paling akhir yaitu menggabungkan semua untuk menjadi sebuah film yang utuh (rendering) dengan format AVI dengan resolusi 1280 x 720p dan berdurasi 18 Menit 10 Detik. 4.4 Teori Sussane K. Langer Dalam perancangan film dokumenter ini penulis menggunakan pendekatan teoritis untuk memposisikan Nude Art Photography sebagai objek film dokumenter yang dikemas secara ilmiah. Sussane Knauth Langer merupakan seorang filsuf wanita kelahiran Amerika Serikat. Ia lahir pada 1895. Susanne Langer merupakan salah satu wanita pertama yang mendalami ilmu filsafat sebagai karir akademisnya. Teori Sussane K. Langer bermanfaat dalam menegaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi. Dasar Pemikiran Susanne K. Langer mengenai seni, Sussane tidak melihat seni dari manfaat atau fungsinya melainkan dari apa yang terkandung dan dimiliki oleh seni itu sendiri. Pengertian Simbol yang dimaksud Susanne bukanlah simbol-simbol dalam seni seperti Ikonographik. Jadi bukan simbol yang berdasarkan konvensi atau menjadi referensi, tetapi yang memberikan pendalaman dan bahkan mengarahkan konvensi. Menurut Susanne, seni juga seperti ilmu pengetahuan. Seni membawa isi dunia emosi, namun tidak hanya memberikan kesenangan bagi pengamatnya. Melainkan menanamkan pemahaman (konsepsi keindahan) bagi pengamat (Acta Diurna : 2010). Jika dikaitkan dengan Nude Art Photography, yang akan dibahas oleh penulis dan akan dituangkan dalam perancangan film dokumenter sains (Ilmu Pengetahuan). Menurut Sussane K. Langer karya seni adalah bagian dari simbol yang makna atau pesan yang dibawanya bertujuan untuk memperkenalkan sesuatu yang belum dipahami, simbol versi Sussane K. Langer adalah simbol yang memberi pendalaman dengan kata lain Channel=Message ( Media Simbol tersebut adalah pesannya ). Dan teori inilah yang akan digunakan oleh penulis untuk mendukung tujuan perancangan film dokumenter ilmu pengetahuan Nude Art Photography. Merujuk pada apa yang 42

dikatakan Sussane K. Langer ini seni seperti ilmu pengetahuan, maka penulis menjadikan pembahasan mengenai seni Nude Art Photography yang dirangkum ke dalam sebuah film dokumenter ilmu pengetahuan sebagai ilmu pengetahuan yang baru, memberikan pendalaman mengenai simbol ketelanjangan yang ada dalam nude art dengan menghadirkan pakar yang memang pada bidangnya beserta fakta yang ada. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, dan sebuah simbol ada untuk sesuatu. Singgungan teori dengan praktek produksi karyakarya Nude Art. Dimana pembuatan karya-karya Nude Art ini memiliki prinsip serupa dengan yang coba dipaparkan Sussane K. Langer, yakni meletakan makna pada karya seni itu sendiri, foto nude itu sendiri itulah maknanya. 4.5 Pemikiran Michel Foucault Michel Foucault adalah filosof yang tidak mau menyebut dirinya sebagai seorang filosof, ia lebih senang jika dikatakan sebagai seorang pengamat sejarah, khususnya tentang sejarah kegilaan, seksualitas dan penjara. Dengan mengamati bagaimana struktur, dinamika dan relasi di dalamnya, Foucault berhasil menemukan titik singgung ketiganya dalam relasi manusia, pengetahuan, dan kuasa. ( Hardiyanta 1997 : 5 ) Foucault melihat kuasa dalam diri manusia begitu mempesona karena banyak orang yang rela menderita demi kekuasaan. Konsep seksulitas yang dianalisis oleh Michel Foucault terutama pada gagasan tentang realisnya dengan kuasa. Hal ini ia amati dalam konteks sejarah bagaimana masyarakat barat dari era Victorian sampai tahun 1970-an memahami dan memakni seks. Menurut Foucault, seks selalu dimaknai dalam ruang yang berkait menjadi satu dengan kuasa, baik kuasa agama, kuasa sosial, maupun kuasa budaya. Hal itu karena ada repressive hypothesis yang berkembang pada era Victorian di mana sekulitas diwacanakan dalam seni (art erotica) seperti seni sekulitas kamasutra dalam tradisi India, dan diwacanakan dalam ilmu (scientia sexualis). Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, dalam dua wacana tersebut, relasi seks dan kuasa selalu terjebak dalam 43

konteks negatif, kuasa memasung seks dalam tatanan yuridis, ada sensor, dan sistem larangan. Namun, semakin kuasa melilit semakin kuat pada saat yang sama anti kuasa selalu tumbuh subur (Abdullah Khozin : 2011). Ada ketahanan yang selalu muncul. Secara singkat dapat digarisbawahi bahwa kuasa, menurut Michel Foucault, bekerja secara halus dan melilit semakin kuat sampai di ranah diskursif dan menicptakan tubuh-tubuh yang patuh. Di dalamnya kuasa tidak menindas konsep seksualitas tetapi kuasa melahirkan konsep seksualitas yang mewacana. Untuk itu, menurut Michel Foucault, seks harus dibicarakan, harus dibahas secara terbuka dan dengan cara yang tidak terbatas pada pembedaan antara halal dan haram, meskipun pembicara membedakan untuk dirinya sendiri apa yang halal dan haram itu, seks harus dibicarakan tidak hanya untuk dikutuk atau ditoleransi, tetapi untuk dikelola, disisipkan dalam berbagai sistem kegunaan, untuk diatur demi kebaikan semua orang, untuk dibuat berfungsi semaksimal mungkin, Seks tidak hanya untuk diadili, tetapi untuk diatur. Seks termasuk bidang umum. Karena itu, perlu ada prosedur pengelolaan. Seks harus dioleh oleh berbagai urain yang analitis (Hardiyanta 1997 : 77). Konsep pemikiran Michel Foucault mengenai seks dan kekuasaan ini sempat disinggung oleh salah satu narasumber dari bidang akademisi didalam film dokumenter ini, untuk membahas konteks pemahaman ketelanjangan secara historis, mengenai kajian tentang tubuh, yang dimana terdapat didalam konsep pemikiran Michel Foucault pemahaman tentang relasi seks dan kuasa selalu terjebak dalam konteks negatif, kuasa memasung seks dalam tatanan yuridis, ada sensor, dan sistem larangan. Keterkaitan juga dengan pembahasan nude art yang penulis bahas dalam bentuk sebuah film dokumenter ilmu pengetahuan, pemahaman tentang seni fotografi telanjang (Nude art photography) yang menampilkan ketelanjangan terjebak dalam konteks negatif ditengah adanya relasi dengan kuasa. Undang-undang pornografi yang diatur saat ini pun di Indonesia masih menjadi perdebatan tersendiri, oleh sebab itu mengenai ketelanjangan di dalam seni fotografi ini terjebak didalam konteks yang negatif, dimana yang seharusnya mengenai seni ini yang menunjukan seksualitas, harus bisa 44

dibicarakan terlebih dahulu demi kebaikan semua orang, jika mengutip menurut Michel Foucault. 4.6 Teori Estetika Teori Estetika Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya ( Nanang Rizali : 2013 ). Baumgarten, yang pertama kalinya menyusun sistim estetika sebagai pengetahuan filosofis ketegasan tentang pentingnya Baumgarten menggerakan proposisi kedua yang kini merupakan keyakinan yang meluas yakni, bahwa estetika adalah pengetahuan modern, dan yang dapat ditemukan di dalam karya-karya jaman purba, abad pertengahan, dan renaisan serta jaman setelahnya, hanyalah pertentangan-pertentangan saja ( Setjoatmodjo 1988:11 ). Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Istilah estetika melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan pengamat (Dharsono, 2004: 4). Estetika berasal dari bahasa Yunani. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten ( 1714 1762 ) pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan. Didalam estetika itu sendiri menyangkut bahasan mengenai suatu karya seni, yang diantaranya adalah suatu karya fotografi nude art photography yang sebenarnya dilihat dari historisnya merupakan karya seni yang sudah ada sejak dulu dan kini 45

berkembang kemudian menjadi pertentangan. Foto memang merupakan usaha untuk meyakinkan, bahwa apa yang dipotret dapat hadir kembali dalam hasil karya berupa foto, persis seperti realitasnya. Begitu juga kaitannya dengan karya nude art photography, fotografer diharuskan mempunyai teknis fotografi dengan benar, cara berpikir yang benar, karena bagaimanapun seni adalah sebuah luapan yang nantinya akan mempunyai nilai estetika, nilai estetis tersebut dapat menjadi suatu tujuan utama dalam proses penciptaan yang diupayakan sedemikian rupa oleh pelaku seni, agar setiap proses penciptaan suatu karya seninya dapat dinilai dan dinikmati karena suatu nilai keindahan (Dharsono, 2004: 10). 46