BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

RechtsVinding Online

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

Jalur Distribusi Obat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERKAIT KASUS ALBOTHYL MENURUT UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. melarang keras para penjual bahan makanan yang menentukan harga,

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK DEPTH INTERVIEW WAWANCARA MENDALAM. 1. Daftar wawancara Kepala Lembaga Pembinaan dan Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENGGUNAAN BAHAN-KIMIA BERBAHAYA DALAM MAKANAN YANG BEREDAR DI MASYARAKAT PENULISAN HUKUM

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

Menimbang : Mengingat :

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar

BAB VI PENUTUP. menjalankan pengawasan PJAS, Dinas Kesehatan Kota Padang memiliki kesiapan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH *

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kesehatannya banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PEKERJAAN KEFARMASIAN

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

PEREDARAN OBAT PALSU DAN UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

vii DAFTAR WAWANCARA

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

2017, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

BAB I PENDAHULUAN. beli makanan dan minuman yang melintasi batas-batas wilayah suatu Negara,

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

USULAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN LANJUT USIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. 1 Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tentunya bertujuan agar kesehatan masyarakat terjaga. Namun tidak dapat dihindari, bahwa upaya mulia tersebut terganjal dengan adanya peredaran obat palsu. Beredarnya obat-obatan palsu saat ini telah membawa konsekuensi terhadap permasalahan hukum dan permasalahan kesehatan masyarakat yang serius. Obat-obatan palsu dalam pengertian obat palsu 2, pastinya telah melanggar ketentuan-ketentuan di bidang HaKI, karena pemegang lisensi obat (dalam hal ini produsen obat) akan terlanggar hak-haknya. Hal ini juga dapat merugikan konsumen (pengkonsumsi obat), karena disamping membeli barang yang tidak bermanfaat, kondisi kesehatan dapat mengalami gangguan akibat mengkonsumsi obat palsu. 1 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 242/Menkes/SK/V/1990 obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundangundangan, obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat khasiatnya menyimpang lebih dari 20 persen di bawah batas kadar yang ditetapkan.

2 Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, yang menempatkan hukum diatas segalanya (supremasi hukum), telah memberikan jaminan adanya perlindungan hukum bagi rakyatnya, meskipun perlindungan yang diberikan belum sempurna. Perkembangan IPTEK yang ditandai dengan kebutuhan yang semakin meningkat disertai kecenderungan manusia untuk memiliki keinginan melalui jalan pintas, seperti memalsukan produk barang dan/ atau jasa, untuk memperoleh keuntungan besar. Masalah kesehatan adalah hal penting untuk dipelihara oleh semua pihak, karena pembangunan disegala bidang tidak mungkin tercapai dengan baik apabila tidak didukung oleh kondisi kesehatan yang baik, jasmani maupun rohani, dari seluruh rakyat. Berdasarkan hal tersebut, agar derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat terwujud, perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu. Untuk penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan tersebut, obat merupakan salah satu unsur penting karena dengan penggunaan obat yang tepat kondisi kesehatan masyarakat dapat terjamin. Obat palsu yang beredar di pasaran dikemas sedemikian rupa, sehingga sangat sulit bagi masyarakat awam untuk mengetahui kecuali melalui uji laboratorium ataupun informasi dari tenaga kesehatan. Namun demikian, pemerintah seharusnya dapat melakukan berbagai upaya untuk menjamin kualitas obat melalui pencegahan dan pengawasan peredaran obat palsu tersebut. Masyarakat konsumen obat hingga saat ini pada umumnya masih banyak yang belum memahami hak-haknya sebagai konsumen obat, terlebih bagi mereka yang tinggal di daerah pinggiran kota atau pedesaan. Masyarakat masih menganggap bahwa obat yang

3 diberikan oleh pelaku usaha pada umumnya aman dan layak untuk dikonsumsi. Seperti telah banyak diketahui bahwa dengan mudah obat-obatan tanpa resep dokter dijual bebas di toko-toko obat tak berijin atau kios-kios. Penyaluran obat di sarana tersebut tanpa dilakukan oleh tenaga kefarmasian menyebabkan potensi kualitas obat yang disediakan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan pengawasan oleh pihak yang berwenang untuk itu tidak jelas. Selain membahayakan kesehatan, obat palsu juga merugikan konsumen secara ekonomis. Dampak kerugian dan tingkat keberbahayaan akibat menggunakan obat palsu yang tinggi, seharusnya sanksi bagi para pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab dapat memberikan efek jera. Keberadaan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menghendaki pemerintah, dalam hal ini BPOM, dapat berupaya maksimal untuk menjamin kualitas obat yang digunakan masyarakat. BPOM sebagai instansi pemerintah yang bertanggungjawab terhadap mutu obat yang beredar di pasaran, kurang terlihat peranannya. BPOM bertanggungjawab terhadap obat mulai dari obat tersebut diproduksi hingga pengawasan pada tahap peredaran/distribusi obat di pasaran. Sebelum beredar di pasaran, terdapat tahap pra-registrasi obat untuk menilai keamanan, khasiat obat, mutu, teknologi serta rasionalitas obat yang dilakukan KomNas Penilai Obat Jadi yang dibentuk oleh BPOM. Setelah diperoleh nomer registrasi, BPOM berperan dalam pengawasan tahap distribusi pada sarana-sarana pelayanan obat. Pemeriksaan zat berkhasiat melalui uji laboratorium seharusnya juga dilaksanakan pada tahap setelah obat beredar untuk memastikan bahwa obat yang digunakan masyarakat adalah obat yang berkualitas. Selain itu, pengawasan pada sarana distribusi obat yang tidak resmi juga perlu dilakukan karena merupakah salah satu kemungkinan jalur masuk peredaran obat palsu.

4 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk obat, makanan dan kosmetika untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Hal tersebut merupakan tujuan pembentukan BPOM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. 3 Peran BPOM sebagai lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pengawasan terhadap peredaran obat haruslah benar-benar dilaksanakan sebagai upaya penjaminan kualitas produk yang digunakan masyarakat. Masalah peredaran obat palsu sudah seperti masalah yang belum diketahui penyelesaian terbaik karena aturan yang tidak jelas, dan aturan tersebut sering dilanggar tanpa ada sanksi dan penegakan hukumpun amat lemah. Masalah tersebut tidak lepas dari sikap dari BPOM dan penegak hukum lain yang tidak tegas dalam usaha menekan peredaran obat palsu ini. Mudahnya memperoleh obat dalam upaya pemulihan kesehatan dan adanya klasifikasi obat bebas dan obat bebas terbatas di Indonesia merupakan realita bahwa masyarakat Indonesia dapat melakukan pengobatan sendiri tanpa pengawasan profesional seorang dokter. Bahkan kebanyakan masyarakat mencari obat yang lebih murah meski keamanannya belum tentu terjamin dengan lebih memilih membeli obat di toko obat tidak resmi dibanding di apotek. Padahal pada kenyataannya peredaran obat-obat palsu yang umumnya berasal dari pasar gelap itu kebanyakan justru dilakukan di toko obat tidak resmi tersebut. Menurut peraturan, apotek dalam melakukan tahap pengadaan obat harus menggunakan jalur resmi melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang juga diharuskan menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik, sedangkan toko obat tidak resmi 3 http://www.pom.go.id/new/index.php/view/latarbelakang.

5 dapat membeli obat dari sumber yang tidak dapat menjamin kualitas obat yang disediakan. Kualitas obat yang dijual di apotek lebih terjamin karena pengawasan dan kontrol mutu obat di apotek selalu dilakukan teratur secara berkala. Masyarakat sebagai konsumen mempunyai hak yang harus dilindungi. Penegakan hak-hak konsumen ini jelas memerlukan perlindungan hukum agar hak-hak konsumen lebih terjamin. Mengenai hak-hak konsumen ini haruslah dijelaskan secara jelas dalam undang-undang yang berlaku. Konsumen memerlukan perlindungan hukum atas kerugian yang dideritanya karena telah mengkonsumsi obat-obat palsu. Masalah keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen obat. Obat-obatan yang dalam penggunaannya tidak memberikan keamanan dan membahayakan keselamatan konsumen karena kualitas obat yang tidak baik, jelas tidak layak untuk diedarkan di masyarakat dan harus dilakukan penarikan produk. Selanjutnya untuk menjamin bahwa kualitas obat tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka konsumen diberikan hak untuk memilih jenis obat yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian yang telah ada adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum konsumen obat yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui jalur produksi dan distribusi obat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta?

6 2. Bagaimana pengawasan atau upaya-upaya dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mencegah peredaran obat-obat palsu di pasaran wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan perlindungan hukum konsumen obat yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui jalur produksi dan distribusi obat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta; dan 2. Untuk mengetahui pengawasan dan upaya-upaya dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mencegah peredaran obat palsu di pasaran wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Obat-obat Palsu Yang Beredar di Pasaran Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan suatu telaah yang baru dan sepanjang pengetahuan penulis belum ada peneliti yang melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh Nonik Shimaryani, Mahasiswa Fakultas Hukum dengan nomor mahasiswa 02/161500/HK/16125 dengan judul Peranan BBPOM Yogyakarta sebagai Pengawas Obat dan Makanan di wilayah Yogyakarta (Studi Penerapan terhadap Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Desti Isnawati, Mahasiswa Fakultas Hukum dengan nomor mahasiswa 07/250155/HK/17376 mengenai Pelaksanaan Pengawasan oleh BBPOM Yogyakarta

7 terhadap Peredaran Obat-obatan Ilegal di Yogyakarta (Ditinjau dari Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Terdapat perbedaan objek dan materi penelitian antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti dengan berjudul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Obat palsu yang Beredar di Pasaran Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti menekankan pembahasan pada sistem pengawasan BBPOM pada sarana-sarana yang peredaran obat, mulai dari sarana produksi obat hingga keseluruhan sarana distribusi obat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya menekan peredaran obat palsu. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa masalah yang diteliti dalam penulisan hukum ini merupakan karya yang belum pernah diajukan oleh penulis lain untuk memperoleh gelar kesarjanan di perguruan tinggi dan merupakan karya asli penulis. E. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Praktis: penulis berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan lengkap terhadap teknis perlindungan hukum konsumen obat yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui jalur produksi dan distribusi obat; dan 2. Kegunaan Teoritis: penulis berharap dengan adanya penelitian ini, sisi teoritis dan konstruksi hukum dari perlindungan konsumen dapat lebih dipahami secara komprehensif oleh para konsumen dan agar konsumen lebih mengetahui tentang hak-haknya terutama dalam penggunaan obat yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.