BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP STRATEGI COPING STRES PADA WANITA SINGLE PARENT DEWASA AWAL (STUDI DI KECAMATAN PERAK JOMBANG)

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SINGLE PARENT DI JORONG KANDANG HARIMAU KENAGARIAN SIJUNJUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LAYANAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada positivistik

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

KELELAHAN EMOSIONAL DAN STRATEGI COPING PADA WANITA SINGLE PARENT (STUDI KASUS SINGLE PARENT DI KABUPATEN PASER)

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. individu bisa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, agar. dalam kehidupan suami istri. Putusnya hubungan perkawinan yang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN. wanita remaja yang telah menjadi ibu muda adalah suatu persoalan yang serius,

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lembaga terkecil namun memberikan pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun keluarga yang utuh dan harmonis diperlukan komitmen dan peran yang jelas dari setiap pasangan. Munculnya konflik pada pasangan suami istri antara lain disebabkan oleh tidak adanya komunikasi yang baik, dengan berbagai konflik yang ada hal ini dapat menyebabkan terjadinya perceraian. Menjadi single parent atau janda pasti bukanlah hal yang diinginkan oleh semua wanita. Perceraian terjadi mempunyai sebab yang beranekaragam, dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Bainah mengungkapkan bahwa beberapa faktor penyebab perceraian adalah faktor pendidikan yang perbedaannya terlampau jauh, masalah komunikasi, perbedaan usia, ekonomi yang kurang layak dan KDRT (Bainah, 2013: 1). Hal-hal tersebut menyebabkan terjadinya perceraian sehingga perpisahan terjadi dan seorang ibu menjadi janda atau single parent. Single parent biasanya digambarkan sebagai seorang perempuan yang tangguh, karena segala hal yang berhubungan mengenai rumah tangga ditanggung sendiri. Mulai membersihkan rumah, mengurus anak dan mencari 1

2 nafkah dilakukan seorang diri. Menjadi lebih berat lagi ketika single parent menjadi tulang punggung untuk membesarkan anak-anaknya (Layliyah, 2013: 89). Kewajiban yang harus ditunaikan kaum ibu bukanlah semata-mata mengandung, melahirkan menyusui, dan mencurahkan kasih sayang. Melainkan juga berbagai kewajiban lain yang bersifat sekunder. Menurut Qaimi, pada saat anak kehilangan ayahnya lantaran sabab tertentu dan sang guru tak sanggup mendidik dan memperbaiki kepribadiannya, kemudian sang anak tersebut menolak bergaul dengan teman-teman atau masyarakat sekitarnya, maka kaum ibu yang harus memainkan sejumlah peran lain yang disebut Qaimi sebagai peran sekunder (Qaimi, 2002: 207). Berdasarkan data, lebih dari tujuh puluh persen orang tua tunggal dialami kaum perempuan. Meningkatnya angka perceraian, gaya hidup bersama tanpa ikatan nikah, bertambahnya anak di luar nikah, dan kian bebasnya hubungan seksual telah menambah berbagai persoalan rumah tangga (Santrock, 2002: 123). Menurut Sauber dan Corrigan mengungkapkan bahwa perceraian telah menjadi wabah dalam kebudayaan kita. Sampai kini, hal itu meningkat secara tetap sebesar 10 persen setiap tahun, meskipun tingkat peningkatannya kini telah melambat. Perceraian telah meningkat pada semua kelompok sosial ekonomi. Mereka yang termasuk kelompok tidak beruntung memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi. Pernikahan kaum muda dengan tingkat

3 pendidikan rendah dan berpenghasilan rendah dikaitkan dengan meningkatnya perceraian. Begitu juga kehamilan sebelum menikah. Stress akibat perpisahan dan perceraian yang terjadi menempatkan laki-laki maupun perempuan dalam resiko kesulitan fisik maupun psikis (dalam Santrock, 2002: 123) Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengungkapkan perceraian di Tanah Air sudah melewati angka 10 persen dari peristiwa pernikahan setiap tahun. Angka perceraian sudah mencapai 354.000, ini sudah melewati angka 10 persen dari peristiwa pernikahan setiap tahun. Ketika dirinya menjabat Dirjen (Bimas Islam) 2 tahun silam, angka perceraian mencapai 215.000. Menurut pihak kementrian agama, bahwa sekarang 80 persen perceraian merupakan pasangan muda, baru 2-5 tahun berumah tangga. (Okezonenews.com). Bukan hanya perceraian yang menjadi fenomena single parent, kematian pasangan hidup juga menjadi pemyebab banyaknya single parent yang ada di Indonesia. Hasil observasi dan wawancara awal yang peneliti lakukan di Kecamatan Perak Jombang, bahwasanya perempuan yang ditinggal oleh suaminya baik bercerai ataupun suaminya meninggal, pada umumnya memiliki masalah yang kompleks, antara lain mendapat penilaian negatif dari masyarakat ketika memutuskan untuk menikah lagi, mendapat penilaian negatif dari masyaraat ketika keluar rumah/bepergian ataupun ketika menerima telepon, merasa kesepian, kesulitan dalam menjalankan tugas

4 sebagai kepala rumah tangga, mengurus anak, dan masalah dalam mencukupi kebutuhan ekonomi untuk keluarga. Semua masalah kompleks yang dihadapi oleh single parent dari anggapan negatif dari masyarakat, merasa kesepian, kesulitan dalam menjalankan tugas sebagai kepala rumah tangga, mengurus anak, hingga masalah dalam mencukupi kebutuhan ekonomi untuk keluarga, menjadi sumber stress yang kompleks dalam kehidupan wanita single parent. (wawancara pada subyek single parent, 15 Nopember 2014) Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Qaimi bahwasanya anakanak yatim seringkali merasa terasing, menderita, mudah dirundung perasaan gelisah, dan gampang bersedih. Lebih lagi ia akan menampakkan penderitaan dan segenap apa yang terpendam didadanya dalam bentuk pembangkangan dan kekeraskepalaan. Karenanya, tanggung jawab kaum ibu terhadap anak yatim sangatlah besar, sulit dan kompleks. Dalam keadaan ini, kaum ibu menanggung dua bentuk tanggung jawab. Bentuk yang pertama berkaitan erat dengan dirinya sebagai sosok ibu. Bentuk yang kedua mencakup tanggung jawab sebagai sosok ayah (Qaimi, 2002: 208). Dalam penelitian Chase-Lansdale & Hethering-ton menyebutkan bahwasanya stress akibat perpisahan dan perceraian yang terjadi menempatkan laki-laki maupun perempuan dalam resiko kesulitan fisik maupun psikis. Laki-laki dan perempuan yang berpisah ata bercerai memiliki tingkat kemungkinan yang lebih tinggi mengalami gangguan psikiatris, masuk rmah sakit jiwa, depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikosomatis,

5 seperti gangguan tidur, daripada orang dewasa yang sudah menikah (Santrock, 2002: 124). Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Irma Mailany dan Afrizal Sano yang berjudul Permasalahan yang Dihadapai Single Parent di Jorong Kandang Harimau Kenagarian Sijunjung dan Implikasinya Terhadap Layanan Konseling mengungkapkan bahwa sebagai orang tua tungga, ibu janda atau single parent mengalami berbagai masalah dalam menjalankan fungsinya sebagai orang tua anak-anaknya, masalah-masalah tersebut adalah di bidang karir yaitu dalam memilih pekerjaan serta masalah ekonomi dan keuangan (Milany, 20013: 81). Banyaknya sumber stress yang dialami oleh wanita single parent, mereka mempunyai berbagai cara untuk mengatasi masalah-masalah yang telah mereka hadapi. Strategi dalam mengatasi stress biasa disebut dengan coping stress. Dan perilaku strategi coping dapat bervariasi mulai dari maladaptive hingga yang bermanfaat, mulai dengan cara menghindari masalah (flight), memproyeksikan pada orang lain, sampai cara pengatasan masalah yang rasional. Menurut Cohen dan Lazarus tujuan melakukan coping adalah untuk mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan, meningkatkan kemungkinan untuk pulih, menyelesaikan diri terhadap kejadian-kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata, mempertahankan keseimbangan emosional, meneruskan hubungan yang

6 memuaskan dengan orang lain, serta mempertahankan citra diri yang positif. Dua strategi coping umum coping yang digunakan individu untuk mengurangi tekanan akibat stressor yang dihadapi. Sebagian orang mengurangi tekanan akibat stressor yang dihadapi. Sebagian orang mengurangi tekanan stressor melalui aksi nyata, misalnya menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang dimilikinya, membuat strategi sistematis dan terencana dan sebagainya. Sebagian lain hanya cukup melakukan reaksi emosional saja, yaitu dengan membiarkan masalah sampai akhirnya masalah tersebut selesai dengan sendirinya, atau dengan melakukan rasionalisasi terhadap masalah yang dihadapi. (dalam Taylor, 2003: 221) Ada dua strategi coping yang digunakan individu untuk mengurangi tekanan akibat stressor yang dihadapi. Sebagian orang mengurangi tekanan stressor melalui aksi nyata, misalnya menyelesaikan masalah degan kemampuan yang dimilikinya, membuat strategi sistematis dan terencana dan sebagainya. Sebagian lainnya hanya cukup melakukan reaksi emosional saja, yaitu dengan membiarkan masalah sampai akhirnya masalah tersebut selesai dengan sendirinya, atau dengan melakukan rasionalisasi terhadap masalah yang dihadapi. Menurut Carver strategi coping yang dilakukan oleh individu dipengaruhi oleh beberapa komponen yang terdiri dari personality variables seperti optimism, locus of control, neuroticism, self-esteem dan extraversi. (Taylor, 2003: 224)

7 Pusat kendali atau biasa disebut dengan locus of control adalah gambaran keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Pusat kendali merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu. Orang yang mempunyai pusat kendali internal mempunyai keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, kegagalan-kegagalan, keberhasilan-keberhasilannya karena pengaruh dirinya sendiri. Orang yang mempunyai pusat kendali eksternal mempunyai anggapan bahwa faktor-faktor yang ada diluar dirinya akan mempengaruhi tingkah lakunya, seperti kesempatan, nasib dan keberuntungan (Ghufron, 2010: 65). Locus of control merupakan salah konstruk psikologis yang turut memberikan kontribusi dalam pemilihan strategi coping, maka akan terdapat perbedaan dalam strategi atau gaya coping individu dalam mengatasi stres. Individu dengan internal locus of control lebih mungkin melakukan active coping dan planning, sedangkan eksternal lebih cenderung menghindar. Individu dengan internal locus of control cenderung menggunakan variasi coping yang berorientasi masalah (problem focused coping), sedangkan eksternal cenderung menggunakan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) (Carver, 1989). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Palupi (2007) dengan judul Hubungan Locus of Control Internal dengan Problem Focused Coping pada Karyawan PT Pos Indonesia Malang. Penelitian ini dilakukan dengan membagikan angket kepada 75 karyawan PT Pos Indonesia. Hasil penelitian

8 membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control dengan problem focused coping. Pada penelitian ini, peneliti mencoba meng-compare locus of control dengan strategi coping stress, Sebuah konstruk psikologi yang biasa dibahas pada psikologi klinis. Sesuai dengan beberapa literatur yang menyebutkan bahwasanya ada pengaruh locus of control terhadap strategi coping stres, peneliti menduga bahwasanya wanita single parent juga menggunakan locus of control sebagai strategi coping. Berdasarkan asumsi diatas, dilakukan observasi dan wawancara awal di Kecamatan Perak Jombang pada beberapa wanita single parent. Hasil observasi dan wawancara memperoleh fakta bahwasanya perempuan yang ditinggal oleh suaminya baik bercerai ataupun suaminya meninggal, pada umumnya memiliki masalah yang kompleks, antara lain mendapat penilaian negatif dari masyarakat ketika memutuskan untuk menikah lagi, mendapat penilaian negatif dari masyaraat ketika keluar rumah/bepergian ataupun ketika menerima telepon, merasa kesepian, kesulitan dalam menjalankan tugas sebagai kepala rumah tangga, mengurus anak, dan masalah dalam mencukupi kebutuhan ekonomi untuk keluarga. Wanita single parent melakukan usaha yang bervariasi dalam menghadapi stress yang telah menimpa mereka, mulai dari menggunakan problem focused coping (coping yang berorientasi pada masalah) hingga emotion focused coping (coping yang sebatas emosi saja).

9 Wawancara yang peneliti lakukan di Kecamatan Perak Jombang, menemukan bahwasanya subyek menggunakan eksternal locus of control dan melakukan coping stress yang berfokus pada emosi (emotion focused coping). Hal ini dibuktikan dari jawaban wawancara yang dilakukan peneliti, subyek menyatakan bahwa apa yang sudah menimpa dirinya (ditinggal suami) merupakan kehendak Tuhan/takdir Tuhan, subyek menerima dengan lapang dada apa yang sudah terjadi pada dirinya, subyek uga menyadari bahwasanya semua yang sudah terjadi pasti ada hikmahnya. Dan subyek juga banyak melakukan pendekatan kepada Tuhan, banyak berdoa kepada Tuhan agar dimudahkan segala urusannya, agar diberi rizki yang lancar. Hal ini mengindikasikn bahwasanya subyek berorientasi pada eksternal locus of control dan subyek melakukan emotion focused coping sebagai strategi coping yang digunakan. Selain berfokus pada eksternal locus of control, peneliti juga menemukan bahwa wanita single parent juga melakukan internal locus of control. Merujuk pada hasil wawancara pada wanita single parent yang menyiratkan bahwa dirinya menggunakan internal locus of control dan malakukan coping stress yang berfokus pada masalah (problem focused coping). Menurut subyek apa yang terjadi pada dirinya (meninggalnya suami) merupakan kesalahannya, subyek merasa menyesal karena tidak merawat dengan baik keika suaminya sakit, subyek merasa menyesal kenapa dulu tidak ikhtiar dengan sungguh-sungguh ketika melakukan pengobatan untuk

10 suaminya. Subyek juga menyadari bahwa dirinya tidak boleh terpuruk terus menerus, subyek beranggapan bahwa apa yang terjadi pada dirinya pasti ada solusinya karena itu subyek terus berusaha untuk bisa menghidupi anakanaknya. Hasil wawancara di atas menyebutkan bahwasanya apa yang terjadi pada subyek saat ini pasti ada solusinya, hal ini mengindikasikan bahwasanya subyek berorientasi pada internal locus of control. Hal ini subyek melakukan problem focused coping sebagai strategi coping yang digunakan, karena dari hasil wawancara menyebutkan bahwa subyek lebih giat dalam bekerja untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Peneliti juga menemukan temuan lapangan atau fenomena bahwasanya ada sebagian kecil subyek yang meyakini bahwasanya apa yang terjadi dalam dirinya merupakan hasil dari usahanya, dan dalam strategi coping stress subyek condong ke emotional focused coping. Subyek lebih banyak melakukan coping dengan melakukan penyangkalan terhadap masalah yang ada dan banyak berserah diri kepada Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwasanya subyek berorientasi pada locus of control internal dan menggunakan emotional focused coping dalam strategi coping yang digunakan. Ada juga sebagian kecil dari subyek yang meyakini bahwasanya apa yang terjadi dalam dirinya merupakan nasib yang sudah digariskan oleh sang kuasa, dan dalam strategi coping stres yang digunakan, subyek melakukan penyelesaian terhadap masalah dan mencari dukungan sosial. Hal ini menunjukkan

11 bahwasanya subyek berorientasi pada locus of control eksternal dan menggunakan problem focused coping dalam strategi coping yang digunakan. Temuan fenomena pada observasi dan wawancara diatas merupakan sebatas dugaan dan asumsi, untuk mengatahui lebih mendalam tentang fenomena diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan jawaban yang lebih detail dan ilmiah, dengan melakukan penelitian di Kecamatan Perak Jombang dengan judul penelitian Hubungan Locus of Control terhadap Strategi Coping Stress Pada Wanita Single Parent A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana orientasi locus of control pada wanita single parent? 2. Bagaimana bentuk strategi coping pada pada wanita single parent? 3. Apakah ada hubungan antara locus of control dengan strategi coping stres pada wanita single parent? B. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bentuk locus of control pada wanita single parent. 2. Untuk mengetahui bentuk strategi coping pada wanita single parent. 3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara locus of control dengan strategi coping pada wanita single parent.

12 C. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritik Memberikan kontribusi ilmiah bagi perkembangan Psikologi di Indonesia pada bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial khususnya bagi perkembangan kajian mengenai Psikologi Gander. 2. Secara Praktis a. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat membantu wanita dengan status single parent untuk meningkatkan pemahaman diri serta pemahaman terhadap masalah yang dihadapi sehingga dapat memilih strategi coping yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. b. Mengembangkan model teoritis dalam melakukan coping stress pada wanita single parent dengan memperhatikan orientasi locus of control yang dimiliki. c. Sebagai bahan evaluasi maupun pertimbangan untuk mengembangkan model intervensi (seperti konseling dan pelatihan) bagi para wanita single parent dalam mengatasi stress dan masalah yang dihadapi.