BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes R.I, 2015). Salah satu starategi pemerintah Republik Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dibentuklah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang di kelola oleh BPJS. Program jaminan kesehatan nasional adalah suatu program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap masyarakat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (UU SJSN, 2004). Program ini merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang bersifat wajib bagi seluruh penduduk melalui badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan. Implementasi program JKN pada awal pelaksanaannya mengalami beberapa kendala seperti belum semua penduduk tercakup menjadi peserta, distribusi pelayanan kesehatan yang belum merata, kualitas pelayanan kesehatan yang bervariasi, sistem rujukan serta pembayaran yang belum optimal. Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, sumber daya manusia kesehatan dan kondisi geografis yang sangat bervariasi, menimbulkan potensi melebarnya ketidakadilan kesehatan antara kelompok masyarakat (Saputra, 2013). Program Jaminan Kesehatan Nasional dibentuk untuk mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu. Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian yang cukup penting dalam usaha pencapaian tujuan tersebut. Suatu organisasi yang memiliki peralatan yang modern dengan teknologi tinggi tidak akan berhasil mencapai tujuannya tanpa didukung sumber daya manusia yang merupakan motor penggerak, tanpa manusia suatu organisasi tidak akan berfungsi (Kalinichenko et al., 2013). Sumber daya manusia 1
2 (SDM) kesehatan merupakan elemen yang sangat penting dan berpengaruh terhadap peningkatan seluruh aspek dalam sistem pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pelaksana kebijakajaminan kesehatan adalah unit-unit pelayanan kesehatan, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjutan (Helmizar, 2013). Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan haruslah didukung oleh fasilitas kesehatan yang baik, anggaran yang memadai serta sumber daya manusia kesehatan yang kompten dan berkinerja baik. Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan BPJS sudah 2 tahun, tetapi masih banyak kekurangan yang membutuhkan pembenahan disana sini. Keluhan berasal bukan hanya dari masyarakat peserta BPJS, tetapi juga dari para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Keluhan masyarakat lebih banyak mengacu pada rendahnya mutu layanan, lamanya waktu tunggu dan kurangnya sosialisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional baik oleh BPJS maupun oleh dinas kesehatan dan puskesmas. Hasil penelitian Mohammed et al. (2014) mendapatkan bahwa metode pembayaran kapitasi (95%) dilakukan lebih baik daripada metode pembayaran feefor-service (62%). Paket manfaat (97%), sedangkan mekanisme pengawasan lemah (37%). Dalam hal efisiensi administrasi yaitu ketepatan sistem rujukan (80%), aliran dana kapitasi (93%) dilakukan dengan baik. Hasil penelitan Mas ud (2015) menunjukkan bahwa puskesmas belum maksimal mengelola anggaran yang tersedia di puskesmas termasuk di antaranya adalah dana kapitasi JKN. Dari hasil penelitian mendapatkan bahwa dari 25 puskesmas yang ukur dengan metode DEA, hanya 3 puskesmas (12%) yang telah mendapatkan tingkat skor efisiensi teknis biaya maksimum (100%). Dari hasil analisis efisiensi teknis keseluruhan, terdapat 6 puskesmas yang memiliki tingkat efisiensi maksimum 100%. Hasil penelitian Dionne et al. (2008) didapatkan bahwa penetapan prioritas masalah berdasarkan alokasi sumber daya, politik, budaya organisasi dan kapasitas manajemen. Pada penelitian Ensor et al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang jauh antara sumber daya kesehatan yang dimiliki oleh beberapa daerah di yogyakarta dengan daerah di Maluku Utara.
3 Hasil penelitian Wulandari (2014) mendapati banyak keluhan yang muncul di masyarakat seperti tidak tahu mengetahui di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat mereka terdaftar sebagai peserta, peserta merasa tidak diberikan pelayanan maksimal dan bermutu, obat yang diberikan tidak standar, adanya pemulangan dini akibat klaim yang sudah habis, dan sebagainya. Dari sisi pemberi pelayananpun mengeluhkan perubahan regulasi yang terus menerus terjadi, dan kurangnya koordinasi dari pelaksana (BPJS) dan pemberi pelayanan (FKTP). Hasil Penelitian Tomi Konstantia Setiaji (2015) menunjukkan bahwa potensi fraud dana kapitasi puskesmas dipicu dari program yang masih baru dilaksanakan dan regulasi yang masih belum menegaskan secara rinci pemanfaatan dana kapitasi puskesmas, serta sumber daya manusia pengelola dana kapitasi puskesmas. Dari hasil audit BPKP Perwakilan Bengkulu (2015) di 6 puskesmas terhadap pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Seluma ditemukan beberapa temuan yaitu: 1. Dari hasil uji petik di 8 puskesmas secara umum puskesmas di Kabupaten Seluma tidak didukung dengan tenaga kesehatan yang memadai baik puskesmas perawatan maupun non perawatatan. 2. Masih terdapat fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) tidak dapat menunjukkan kartu Jaminan Kesehatan Nasional pada saat berobat ke Puskesmas Masmambang dan Puskesmas Cahaya Negeri, tetapi hanya berupa daftar nama kepesertaan yang diterima dan kepala desa pada saat pembagian kartu. Setelah dilakukan pengecekan ke aplikasi P-Care nama tersebut terdata sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). 3. Secara umum, puskesmas di Kabupaten Seluma tidak didukung dengan fasilitas kesehatan dan alat kesehatan yang memadai baik Puskesmas rawat maupun non rawat. 4. Terdapat penggunaan dana kapitasi di puskesmas tidak Sesuai dengan ketentuan Permenkes No. 19 Tahun 2014 pasal 5 ayat 1 dan 3 senilai Rp.47.891.237. Berdasarkan hasil pengujian terhadap dokumen pertanggungjawaban penggunaan dana kapitasi JKN terdapat penggunaan dana yang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.
4 5. Dari uji petik terhadap bukti pertanggungjawaban dana kapitasi di beberapa puskesmas, terdapat puskesmas yang membelanjakan dana kapitasi untuk pembelian sarana dan prasarana fisik, sementara kegiatan pengeluaran pelayanan pengobatan pasien JKN belum dilakukan secara maksimal. No Tabel 1: Standar minimal ketenagaan puskesmas (Kemenkes RI, 2014) Jenis tenaga Puskesmas kawasan perkotaan Non rawat Rawat Puskesmas kawasan pedesaan Non rawat Rawat Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil Non rawat Rawat 1 Dokter Umum 1 2 3 2 1 2 2 Dokter gigi 1 1 1 1 1 1 3 Perawat 5 8 5 8 5 8 4 Bidan 4 7 4 7 4 7 5 Tenaga kesehatan masayarakat 6 Tenga kesehatan lingkungan 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 Analis 1 1 1 1 1 1 Laboratorium 8 Tenaga gizi 1 2 1 2 1 2 9 Tenaga 1 2 1 1 1 1 kefarmasian 10 Tenaga 3 3 2 2 administrasi 11 Pekarya 2 2 1 1 1 1 Jumlah 22 31 19 27 19 27 6. Semua puskesmas di Kabupaten Seluma belum mempunyai rencana kerja pelayanan yang terukur kepada pasien JKN. Dokumen perencanaan yang ada hanya berupa dokumen pelaksanaan anggaran yang hanya menggarnbarkan rencana belanja yang akan dikeluarkan dan belum menggambarkan rencana kerja output pelayanan. Pembiayaan untuk sistem layanan kesehatan yang belum baik dan tidak adil telah disadari oleh banyak kepala negara, ahli dan akademisi sebagai hambatan utama bagi pemerintah untuk menyediakan sistem layanan kesehatan yang
5 memadai di daerahnya. Mereka menghadapi isu-isu terkait apakah belanja kesehatan masyarakatnya benar-benar memberikan manfaat yang setimpal atau sebaliknya hal tersebut merupakan pemborosan ekonomi semata. Belum maksimalnya kinerja puskesmas dalam mengelola dana kapitasi JKN juga ditandai dengan masih banyaknya keluhan petugas puskesmas terutama bidan dan perawat mengenai ketidakadilan dan ketidaktransparanan pembagian insentif jasa pelayanan kesehatan dana kapitasi JKN yang diatur dalam peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014. Selain masalah insentif jasa pelayanan kesehatan, pegawai di puskesmas juga mengeluhkan pengelolaan dana kapitasi untuk operasional puskesmas (40%) yang tidak transparan dan belum tepat sasaran karena masih kurangnya pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma dan juga masih kurangnya pemahaman kepala puskesmas dan bendahara puskesmas tentang peraturan-peraturan yang mengatur mengenai penggunaan dan pertanggungjawaban dana kapitasi JKN, sehingga kepala puskesmas membelanjakan dana tersebut tidak sesuai peruntukan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Program Jaminan Kesehatan Nasional (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Propinsi Bengkulu (2015) tahun anggaran 2014, 18 dari 22 unit puskesmas di Kabupaten Seluma mengembalikan sebagian dana operasional (40%) yang bersumber kapitasi BPJS ke kas daerah karena pembelian barang yang tidak sesuai dengan peruntukan. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis uraikan beberapa temuan BPK RI regional Bengkulu yaitu: 1. Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B) tidak digunakan sebagai dasar pembukuan pendapatan dan belanja di Laporan Realisasi Anggaran. 2. Penggunaan dana kapitasi JKN tidak sesuai dengan peruntukan yang diatur dalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2014, seperti dibelanjakan untuk pembelian televisi, kulkas, meja, dispenser, meubler dan lain-lain. 3. Pendapatan dan belanja dana non kapitasi JKN selama tahun 2014 di beberapa puskesmas tidak dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2014.
6 Tabel 2: Daftar dana kapitasi yang tidak sesuai dengan peruntukan No Puskesmas Nilai (Rp) 1 Rimbo Kedui 33.733.669 2 Puguk 6.660.000 3 Fajar Bulan 7.000.000 4 Renah Gajah Mati 8.300.000 5 Ulu Talo 5.922.408 6 Masmambang 29.514.109 7 Seluma Timur 3.000.000 8 Kota Tais 40.233.600 9 Dusun Tengah 2.625.000 10 Tumbuan 9.350.000 11 Air Periukan 11.949.950 12 Dermayu 12.500.000 13 Babatan 6.285.141 14 Ilir Talo 8.591.527 15 Cahaya Negeri 6.994.038 16 Suka Merindu 5.850.000 17 Kembang Mumpo 5.850.000 18 Gunung kembang 609.400 Total 205.853.842,00 Sumber: Laporan BPK RI Perwakilan Propinsi Bengkulu Babazono & Hillman (1994) menyatakan bahwa pada penelitiannya, mereka menemukan bahwa output-output performa kesehatan tidak berhubungan signifikan secara statistik dengan total pengeluaran kesehatan per kapita pada studi kasus 21 negara OECD tahun 1988. Mereka menyimpulkan bahwa keseimbangan antara alokasi sumber daya kesehatan dan keseimbangan antara pengeluaran kesehatan dan non-kesehatan merupakan faktor yang lebih penting dalam mendorong peningkatan kinerja atau output kesehatan di suatu negara. Hal ini juga senada dengan temuan Mackenbach (1991) yang menyatakan bahwa tingginya pembiayaan dan pengeluaran anggaran untuk kesehatan tidak serta merta menurunkan angka kematian dalam jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa biaya yang efektif sangat diperlukan di sini. Penelitian-
7 penelitian tersebut menekankan kepada efisiensi sumber daya kesehatan dan bukan hanya semata-mata besaranya saja. Hal ini mengonfirmasi kembali kepada kita pentingnya mengevaluasi efisiensi sistem kesehatan demi tercapainya sistem layanan kesehatan yang lebih baik. Elemen pembiayaan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan implikasinya pada penyediaan pelayanan kesehatan. Kelebihan dan kekurangan pilihan sistem pengelolaan asuransi kesehatan nasional perlu dianalisis berdasarkan kriteria keadilan, efisiensi, dan daya tanggap (responsiveness), baik dalam aspek pembiayaan maupun penyediaan pelayanan kesehatan (Pannarunothai, 2004). Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Seluma masih ada, baik mutu pelayanan kesehatan maupun prilaku para tenaga kesehatan. Ketidakadilan pembagian jasa pelayanan kesehatan yang hanya berdasarkan pendidikan dan kehadiran serta ketidaktransparanan penggunaan dana kapitasi JKN untuk dukungan operasional pelayanan kesehatan, yang berdampak pada kinerja tenaga kesehatan di puskesmas yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi puskesmas secara keseluruhan. Tujuan utama dari pemberian insentif adalah memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada para tenaga kesehatan untuk bekerja lebih bersemangat, lebih disiplin, lebih efisien dan lebih bertanggung jawab. Insentif merupakan penghargaan yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar prestasi yang telah ditentukan. Tujuan utama disediakannya dana kapitasi BPJS untuk dukungan operasional (40%) adalah meningkatkan Upaya kesehatan Perorangan (UKP) seperti obat-obatan, Bahan habis pakai dan Upaya Kesehatan masyarakat (UKM) seperti imunisasi, penyuluhan kesehatan dan lain-lainnya. Semua permasalahan tentunya dapat diatasi dan diperbaiki, untuk itu penulis sangat tertarik melakukan penelitan tentang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas terutama tentang kinerja puskesmas dalam mengelola dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional.
8 B. Perumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang ternyata begitu banyak permasalahan terkait dengan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Seluma. Untuk melihat langsung permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Puskesmas Kota Tais dan Puskesmas Seluma Timur untuk dijadikan subjek penelitian karena puskesmas tersebut belum optimal dalam memanfaatkan dana kapitasi JKN dan dana non kapitasi (dana klaim jasa persalinan oleh bidan) yang tidak dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran tahun 2014. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti ingin mengetahui proses pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional dan kesesuaiannya dengan peraturan yang ada di Puskesmas Kota Tais dan Puskesmas Seluma Timur Kabupaten Seluma. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui proses perencanaan, pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional di puskesmas dan mengetahui kesesuaiannya dengan peraturan yang berlaku di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi regulasi/ kebijakan kesehatan yang digunakan puskesmas sebagai acuan dalam memanfaatkan/menggunakan dana kapitasi jaminan Kesehatan Nasional. b. Mengidentifikasi kesesuaian pertanggungjawaban penggunaan dana kapitasi dengan regulasi/ kebijakan dan mengetahui sisa dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional per 31 Desember 2015. c. Mengidentifikasi dokumen perencanaan, pertanggungjawaban dan laporan keuangan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional. d. Mengidentifikasi pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan untuk operasional kegiatan pelayanan kesehatan usaha kesehatan perorangan (UKP) dan usaha kesehatan masyarakat (UKM).
9 1. Bagi Dinas Kesehatan dan puskesmas D. Manfaat Penelitian a. Sebagai Quality kontrol untuk melakukan revisi dan modifikasi kebijakan terhadap pemanfaatan dan pengawasan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kabupaten Seluma. b. Sebagai bahan acuan dalam penyusunan rencana kerja anggaran (RKA) kedepan yang lebih baik. Sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja pegawai puskesmas dalam menganggarkan, membelanjakan dan mempertanggungjawabkan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional. 2. Bagi penulis Sebagai best practice-lesson learned, yang dapat dijadikan rujukan dan perbandingan selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui Untuk mengetahui proses perencanaan, pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional di puskesmas dan mengetahui kesesuaiannya dengan peraturan yang berlaku di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu. Ada bebrapa penelitian serupa yang telah dilakukan peneliti sebelumnya. Perbedaan dengan penelitian ini teruatama pada jenis dan rancangan penelitian yang digunakan, subjek dan lokasi penelitian serta waktu penelitian. Penelitin sebelumnya antara lain sebagai berikut: 1. Evaluasi Sistem Insentif Jasa Pelayanan yang Bersumber dari Program Asuransi Kesehatan di RSUD Datu Sanggul Tapin (Rasyid 2013). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian mendapatkan pelaksanaan pembagian sistim insentif jasa pelayanan dan sistim remunerasi sudah cukup baik, keluhan terhadap sistim distribusi jasa pelayanan terutama keterlambatan waktu pembayaran dan aspek kurangnya keadilan. Pengembalian jasa pelayanan sebesar 40% dan Jasa sarana 60%. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, variabel penelitian yang digunakan serta waktu dan tempat penelitian.
10 2. Studi Deskriptif tentang Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (Khariza, 2015). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pelaksanaan program Asuransi Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Menur telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada. Staf sumber daya, sarana fisik dalam kondisi yang tidak memadai atau tidak cukup, masih diperlukan sosialisasi untuk peserta asuransi kesehatan nasional mengenai persyaratan yang harus dipenuhi ketika akan pergi ke rumah sakit. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, variabel penelitian yang digunakan serta waktu dan tempat penelitian. 3. Analisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Kota Bengkulu dalam Upaya Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan di Puskesmas (Anita & Suryani 2013). Jenis Penelitian ini non eksperimental atau disebut juga penelitian kualitatif. Hasil penelitian mendapatkan bahwa kebijakan Jamkeskot Kota Bengkulu dilaksanakan belum menerapkan prinsip asuransi, dimana penyelenggara berfungsi mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan baik di pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, variabel penelitian yang digunakan serta waktu dan tempat penelitian. 4. Program Jaminan Kesehatan Nasional dari Aspek Sumber Daya Manusia Pelaksana Pelayanan (Saputra, 2013). Penelitian tersebut menggunakan mix method antara kuantitatif dan kualitatif dengan desain urutan pembuktian (sequential explanatory). Hasil penelitian mendapatkan bahwa kuantitas dan distribusi SDM pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas Kelua dan RSUD H. Badaruddin Kabupaten Tabalong masih mengalami kekurangan. Namun, sudah dilakukan penambahan. Kualitas SDM pelaksana pelayanan kesehatan juga masih sama seperti sebelum pelaksanaan JKN. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada metode dan variabel penelitian yang digunakan, analisis data serta tempat dan waktu penelitian.