LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA LKM PRIMA KEADILAN KELURAHAN BANTAN KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR

dokumen-dokumen yang mirip
sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6.1 Peruntukkan Kawasan

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

ANALISIS DAN SINTESIS

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK


PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS BAB IV KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS 81

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISA TAPAK

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut :

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB III DESKRIPSI PROYEK

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN KERAJINAN GERABAH KASONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

Transkripsi:

LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR Aturan Bersama Kelurahan Bantan telah disusun secara partisipatif oleh masyarakat Kelurahan Bantan melalui rangkaian kegiatan rembug warga. Pematangsiantar, 2013 LURAH BANTAN LKM PRIMA KEADILAN Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) (ISWONO) NIP. 196001011981031010 (NINAWATY) KOORDINATOR ( ) Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Pematangsiantar Ketua Tim Teknis PLPBK Kepala BAPPEDA Kota Pematangsiantar Ir.Adres Tarigan NIP. 196302131992031002 Herowhin TF Sinaga.AP.,Msi NIP. 197406161994021002 1

LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR Aturan bersama Kelurahan Bantan telah disusun secara partisipatif oleh masyarakat Kelurahan Bantan melalui rangkaian kegiatan rembug warga. Pematangsiantar, 2013 LURAH BANTAN LKM PRIMA KEADILAN Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) (ISWONO) NIP. 196001011981031010 (NINAWATY) KOORDINATOR ( ) Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Pematangsiantar Ketua Tim Teknis PLPBK Kepala BAPPEDA Kota Pematangsiantar Ir.Adres Tarigan NIP. 196302131992031002 Herowhin TF Sinaga.AP.,Msi NIP. 197406161994021002 2

A. ATURAN PENGEMBANGAN PERUNTUKAN LAHAN Secara makro peruntukan lahan di wilayah perencanaan adalah untuk kegiatan pemukiman, perdagangan dan perkantoran dengan dominasi penggunaan lahan adalah perdagangan dan perumahan. Mengingat wilayah perencanaan merupakan pusat kegiatan skala Kelurahan yang akan berpengaruh terhadap perkembang kegiatan perlu memiliki prioritas pembangunan sehingga pembangunan kota tumbuh membentuk struktur yang efisien dan efektif. Untuk itu perlu menetapkan fungsi kawasan perencanaan yaitu Kawasan Permukiman dan Penghijauan. Di dalam penetapan peruntukan tanah mikro, didasarkan atas beberapa pertimbangan bagi peruntukan penggunaan tanah secara tepat di wilayah perencanaan, yang pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu 1) general perspectives dan 2) street-level perspectives. Perspektif umum (general perspective) didasarkan atas pertimbangan: Arahan rencana lahan, terutama rencana-rencana lahan yang telah di-perda-kan. Kecenderungan dan perkembangan guna tanah di wilayah perencanaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pertimbangan faktor alam dan lingkungan/ekologi. Street level perspectives didasarkan pada perhatian terhadap aktivitas pejalan kaki. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka analisis peruntukan mikro wilayah perencanaan dapat didekati dari blok, koridor ataupun unit lingkungan. Ditinjau dari penggunaannya maka secara keseluruhan (general perspectives) wilayah perencanaan telah menunjukkan adanya vitalitas kawasan, percampuran kegiatan yang saling mendukung telah terjadi, sehingga segregasi ruang sudah tidak menjadi faktor kendala. Permasalahan secara umum terlihat bila dianalisis dari street-level perspectives, bangunan-bangunan merupakan bangunan yang mempunyai kesan pedesaan dan masih sederhana, walaupun sudah terjadi mix yang baik pada beberapa unit lingkungan, namun belum bisa memberikan kenyamanan pedestrian maupun kenyamanan visual. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas kiranya perlu dipertimbangkan beberapa aspek urban design yang lain yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan secara langsung dengan penggunaan lahan, di antaranya: a) Penetapan sequencial movement dengan memberikan kejelasan akan elemen node, path, landmark dan edge dari kawasan (K. Lynch). b) Menciptakan pedestrian freedom dan menentukan skala manusiawi (human scale) pada lingkungan binaan yang diciptakan. (F. Tibbalds). Lebih lanjut bisa dilihat dari analisis sistem hubungan (linkage system) dan analisis bangunan dan lingkungan. 3

Secara lebih spesifik maka analisis arahan peruntukan penggunaan tanah mikro di wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Kawasan Perkantoran dan Pemukiman Kondisi penggunaan lahan pada saat ini adalah perkantoran/pusat pemerintahan, pemukiman, pendidikan dan semak/belukar. Pola perpetakan yang ada belum tertata dengan baik dimana masih ada bangunan yang belum menerapkan aturan seperti Garis Sempadan Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Selain itu juga elemen elemen pendukung dalam satu kawasan belum tersedia seperti Ruang Terbuka Hijau atau Taman sebagai pengikat antar lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya penataan dan penegasan yang jelas. Kawasan Perkantoran dan Pemukiman diarahkan untuk pusat pemerintahan, pemukiman, taman atau Ruang Terbuka Hijau sebagai baffer atau pemisah antara blok pemukiman dan perkantoran. Selain itu juga perlu adanya pedestrian sebagai penghubung antar blok yaitu blok pemukiman dengan perkantoran, blok pendidikan dengan pemukiman serta blok perkantoran atau pemukiman dengan perdagangan skala lingkungan. 2. Kawasan Perdagangan Pada umumnya persil telah terbentuk tetapi belum memiliki nilai estetika terutama pada daerah pinggiran sungai. Hal ini terlihat disepanjang bibir sungai berdiri bangunan yang berbatasan langsung dengan sungai. Untuk itu perlu adanya pembatas pengaman sungai berupa taman atau pedestrian. Selain itu pada kawasan perdagangan belum tersedia parkir kendaraan hal ini menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan di kawasan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengaturan sirkulasi kendaraan dan penyediaan areal parkir. Pada blok pertokoan Garis Sempadan Bangunan yang seharusnya merupakan jalur pejalan kaki di manfaatkan untuk berjualan baik itu oleh pemilik toko maupun pedagang kaki lima. Kondisi ini mengakibatkan wajah kawasan menjadi semrawut dan tidak tertata. Dalam hal ini perlu adanya relokasi bagi pedagang kaki lima untuk menempati pasar tradisional yang telah tersedia namun belum dimanfaatkan. B. ATURAN PENGEMBANGAN INTENSITAS PERUNTUKAN LAHAN Berdasarkan analisa kondisi yang ada, kecenderungan perkembangan kawasan serta arahan-arahan yang ditetapkan sebelumnya, maka perlu ditetapkan konsep penataan bangunan dan lingkungan. Konsep penataan bangunan dan lingkungan meliputi konsep umum dan konsep akhir. Konsep umum penataan bangunan dan lingkungan Perdagangan dan permukiman di kawasan perencanaan adalah penataan kembali kawasan perdagangan, dan perumahan. Secara umum, strategi dasar yang ada untuk penataan bangunan dan lingkungan di wilayah perencanaan meliputi: 1. Pemanfaatan lahan terbuka berupa lahan terbuka dengan intensifikasi lahan dan penambahan barrier antara jalan dan lahan tersebut, sehingga menciptakan kesan visual yang tertata sepanjang koridor jalan akses masuk ke wilayah. 4

2. Meningkatkan heterogenitas penggunaan tanah serta mempertahankan sebahagian penggunaan tanah yang ada, terutama yang telah menjadi ciri atau karakter kawasan. Untuk meningkatkan vitalitas lingkungan dapat dilakukan dengan perubahan fungsi lama atau penambahan fungsi baru terhadap fungsi lama. 3. Mempertahankan atau mengendalikan dan meningkatkan fungsi ruang terbuka yang ada pada wilayah perencanaan. 4. Bentuk dan tampilan bangunan disepanjang koridor jalan harus membentuk suatu irama untuk mengurangi karakter yang monoton dan membosankan serta memberikan ciri-ciri kawasan sekitar sebagai titik referensi. Pembentukan irama dapat melalui pergantian karakter ruang yang bersifat menekan, mengarahkan, menghambat, melingkari atau lepas pada sepanjang jalan. Selain itu bentuk dan tampilan bangunan dalam wilayah perencanaan, harus saling mendukung untuk menciptakan satu kesatuan yang utuh melalui penggunaan elemen bangunan yang ada dan telah dikenal, sebagai elemen penyatu. Gambar 1 Konsep Dasar Pembedaan Karakter Ruang 5

C. C. ATURAN PENGEMBANGAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN A. Sempadan Bangunan Penetapan garis sempadan bangunan atau set back bangunan, diatur dengan penetapan Damija (Daerah Milik Jalan) serta Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan). Arahan garis sempadan bangunan pada masing-masing segmen adalah sebagai berikut: - Jalan dengan lebar jalan 12 m GSB 8 meter - Jalan dengan lebar 10 meter GSB 6 meter - Jalan dengan lebar 8 meter GSB 6 meter - Jalan dengan lebar 4 meter (jalan setapak) GSB 2 meter - Jalan pada kawasan perdagangan ditetapkan 1,25 4 meter B. Koefisien Dasar Bangunan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu luasan dasar persil yang dapat dibangun. KDB harus tetap memperhatikan fungsi dan kegunan bangunan. KDB berdasarkan blok adalah sebagai berikut : KDB 75 % diarahkan pada Blok B, J, I, H, N, O, S dan R KDB 50 % diarahkan pada Blok D, G, L, M, dan P KDB 60 % diarahkan pada Blok Q, S, T dan A KDB 10 % diarahkan pada Blok C, E, K dan T C. Tinggi Bangunan atau Garis Langit Penentuan Tinggi bangunan ini akan menentukan wajah bangunan, karakter ruang dan juga garis langit koridor jalan. Dalam kaitan ini penentuan tinggi bangunan atau pembentukan garis langit juga menggunakan instrumen Koefisien Lantai Bangunan. Konsep tinggi bangunan dan garis langit untuk masing-masing segmen adalah sebagai berikut : 6

Bangunan yang terdapat pada wilayah perencanaan diarahkan mempunyai ketinggian maksimal 3 lantai untuk fungsi bangunan lain. Variasi garis langit tidak terjadi antara bangunan-bangunan sehingga tidak tampak adanya berbedaan ketinggian bangunan ataupun garis langit. Variasi garis langit secara lokal dapat diciptakan terutama untuk bangunan-bangunan yang diarahkan sebagai landmark yang terletak pada persimpangan jalan. Untuk menghindari karakter ruang yang terlalu menekan, diarahkan agar bagian bangunan yang mempunyai tinggi bangunan paling banyak diletakkan di belakang. Gambar 2 Konsep Dasar Ketinggian Bangunan Gambar 3 Konsep Dasar Pembentukan Landmark Melalui Ketinggian Bangunan 7

D. Tampilan Bangunan Konsep tampilan bangunan secara umum didasarkan atas pertimbangan komposisi bangunan secara keseluruhan, jenis kegiatan yang mencerminkan karakter bangunan serta kondisi lingkungan yang mencerminkan karakter kawasan. Adapun konsep tampilan bangunan pada masing-masing segmen adalah sebagai berikut: Pada Kawasan Perdagangan karakter bangunan bervariasi sesuai dengan fungsi masing-masing. Untuk itu konsep yang digunakan adalah mengurangi karakter yang dominan dengan memberikan elemen-elemen kontras, seperti ketinggian bangunan, penggunaan elemen-elemen pemecah skala, penggunaan elemen-elemen ornamental atau penggunaan elemenelemen tata hijau secara proporsional. D. ATURAN PENGEMBANGAN SIRKULASI DAN JALUR PENGHUBUNG Pergerakan yang membentuk sirkulasi sistemik merupakan faktor penting dalam memacu perkembangan kegiatan fungsional yang teratur di wilayah perencanaan. Oleh karena itu, sistem sirkulasi tersebut akan selalu berkaitan langsung dengan fungsi-fungsi bangunan dan fungsi peruntukan tanah di sepanjang koridor jalan. Secara konseptual, rencana pengembangan sistem sirkulasi di wilayah perencanaan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: Terintegrasi antara jalur kendaraan, jalur pejalan kaki serta fasilitas-fasilitas parkir dan intermoda. Sesuai dengan kondisi dan potensi fisik alamiah. Sesuai dengan arahan perkembangan fungsi tanah dan bangunan serta struktur dan fungsi kawasan. Sesuai dengan pola aktivitas dan pergerakan penduduk baik dalam wilayah perencanaan maupun lingkup wilayah yang lebih luas. A. Sirkulasi Kendaraan Sepanjang Jalan Akses merupakan jalur kendaraan dua arah, dengan jenis moda yang beragam. Jalan ini secara konseptual berstatus jalan tersier. Di samping itu fungsi sebagai penghubung antara lingkungan. 8

B. Sirkulasi Pejalan Kaki Sirkulasi pejalan kaki diutamakan sebagai fasilitas penghubung antar bangunan, dan fungsi-fungsi kegiatan yang berada pada jarak jangkau pejalan kaki. Fasilitas untuk sirkulasi ini dapat berupa pedestrian dan jalur penyeberangan. Pedestrian secara umum diartikan sebagai tempat atau jalur khusus bagi orang pejalan kaki. Sedangkan jalur penyeberangan adalah bagian dari fasilitas pejalan kaki yang perpotongan dengan jalur kendaraan. Pengembangannya perlu diperhatikan mengenai fasilitas ini yang mempunyai fungsi yang beragam, yang meliputi: Sebagai fasilitas pejalan kaki, yang menampung pergerakan manusia berjalan untuk menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan fungsi kawasan lain. Sebagai unsur keindahan, melalui korelasi antara pedestrian dengan elemen pendukungnya antara lain: lampu penerangan, gardu telpon umum, bangku duduk, papan pengumuman, tempat sampah, dan lain-lain. Sebagai media interaksi sosial, yang memberikan kesempatan kepada warga untuk bertemu. Sebagai tempat bersantai dan bermain. 9

C. Tempat Parkir Tempat parkir, sebagai salah satu unsur penting dalam sistem sirkulasi, akan menentukan hidup tidaknya suatu kawasan fungsional. Secara khusus, tempat parkir di wilayah perencanaan belum tersedia. Apabila pengadaan tempat parkir tidak direncanakan dengan baik, adalah terganggunya kegiatan street level baik secara visual maupun fungsional. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka konsep sirkulasi pada tiap blok di wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: Peningkatan kualitas dan lebar jalan-jalan Memberi median dengan kansteen Pedestrian selain berada pada dua sisi jalan akses juga dibuat untuk menghubungkan tiap-tiap kegiatan yang ada serta dilengkapi dengan peneduh elemen pohon. Pedestrian sekaligus sebagai penutup saluran/drainase. Parkir kenderaan dibuat tersendiri dalam komplek kawasan serta secara off-street untuk parkir khusus bagi fungsi bangunan yang memberi bangkitan parkir. Memperjelas damija dengan memberi batas dengan pedestrian Pada area yang mempunyai sempadan depan dan samping adalah 0 m, dimungkinkan membentuk pedestrian yang membentuk street-arcade. Parkir off-street dipersayaratkan untuk bangunan yang mempunyai bangkitan parkir besar, seperti bangunan perdagangan. E. ATURAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA dan JALUR HIJAU Ruang terbuka dan tata hijau untuk setiap blok, dalam perencanaannya tidak lepas dari fungsi jalan serta fungsi-fungsi bangunan yang ada. Ruang terbuka berfungsi sebagai fasilitas publik yang keberadaannya harus terintegrasi dengan sistem sirkulasinya, melalui penempatan rancangan elemen-elemen ruang terbuka yang tepat. Elemen ruang terbuka tersebut dapat elemen buatan dan elemen vegetasi (alam). 10

Gambar 4 Konsep Perpakiran A. Elemen Vegetasi Elemen vegetasi untuk ruang terbuka, di samping sebagai peneduh bagi pejalan kaki berfungsi juga: Sebagai kontrol visual dan mampu mereduksi silau sinar matahari. Sebagai pembatas fisik, khususnya memberi batasan antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan. Sebagai kontrol iklim mikro, terutama mereduksi kecepatan angin. Sebagai unsur keindahan. Sebagai pengendali pencemaran udara oleh asap kendaraan. 11

Dengan fungsi tersebut, maka elemen vegetasi untuk ruang terbuka di sepanjang koridor jalan akses masuk di wilayah perencanaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut: Mampu memberi naungan secara baik dan tidak menimbulkan kerusakan pada jalan maupun pedestrian. Untuk itu pohon yang diperlukan adalah yang cepat dan tidak berakar besar namun mampu bertahan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran kendaraan. Tidak menimbulkan bahaya atau masalah terhadap lingkungan. Untuk itu perlu dipilih pohon yang mempunyai cabang dan ranting yang kuat, tidak mempunyai buah yang terlampau besar dan daunnya tidah mudah rontok. Mempunyai nilai estetis, yang mampu menciptakan suasana menyebarkan, dan keindahan lingkungan. Untuk itu dipilih pohonan yang mempunyai tajuk, tekstur dan pola batang yang sesuai dengan karakter lingkungannya. 12

B. Elemen Buatan Elemen buatan untuk ruang terbuka berkaitan dengan fasilitas fungsional untuk kegiatan-kegiatan publik. Di samping itu juga dimaksudkan untuk mendukung karakter kawasan serta mendukung kenyamanan gerak dan visual. Elemen ruang luar untuk wilayah perencanaan terdiri dari: Pedestrian, lampu penerangan, papan pengumuman, rambu penunjuk arah, hidran, telepon umum, dan pot-pot bunga. Gambar 5 Fungsi Vegetasi F. ATURAN PENGEMBANGAN AKSIBELITAS LINGKUNGAN Sistem keterkaitan atau hubungan antar ruang kota yang satu dengan ruang kota yang lain sangatlah penting guna mewujudkan suatu pola penataan kota yang terpadu, sesuai dengan rencana atau kebijakan kota yang telah dibuat. Aksesibilitas lingkungan penting artinya, terutama dalam memposisikan wilayah perencanaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Kota Pematang Siantar. Sistem keterkaitan yang dimaksud dalam sub bahasan ini, lebih menitikberatkan hubungan suatu bagian dari suatu kawasan dengan bagian kawasan yang lain, melalui penataan sistem sirkulasinya. Konsep aksesibilitas yang diarahkan untuk pengembangan wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: 13

Membuka ruas-ruas jalan yang merupakan cabang dari jalan utama pada wilayah perencanaan, terutama ruas jalan yang yang dapat menghubungkan daerah di bagian Barat dan Timur wilayah perencanaan. Konsep pedestrian adalah mengembangkan keterhubungan fasilitas kegiatan utama yang merupakan bangkitan pergerakan pejalan kaki menuju fasilitas kegiatan utama yang lain. G. ATURAN PENGEMBANGAN SARANA dan PRASARANA A. Prasarana Konsep sistem utilitas meliputi arahan penataan sistem jaringan listrik, air bersih, telepon dan drainase. Jaringan Listrik Sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan, penataan jaringan listrik di wilayah perencanaan diarahkan kepada upaya untuk mengatasi gangguan visual kabel udara, maka diusulkan penyelesaian sebagai berikut: - Pada tahap awal, merapikan jaringan kabel udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan (antara lain penyeragaman posisi tiang, merapikan kabel yang semrawut). Kabel udara yang menyeberangi jalan diisyaratkan mempunyai tinggi minimum 5 meter di atas permukaan jalan. - Dalam jangka panjang (10 tahun mendatang) di sepanjang wilayah perencanaan agar menggunakan kabel di bawah tanah. Untuk mempermudah pemeliharaan kabel di bawah tanah bisa menggunakan shaft khusus agar tidak sering melakukan penggalian dan pengurugan yang cukup mengganggu lalu lintas dan keindahan lingkungan. 14

Gambar 6 Konsep Pedesterian Jaringan Air Bersih Sesuai konsep yang telah dirumuskan, penataan jaringan air bersih di wilayah perencanaan diarahkan kepada penempatan jaringan air bersih yang tidak berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan telepon yang menggunakan jaringan kabel tanah guna meminimalkan gangguan pada jaringan tersebut. Jaringan Telepon Jaringan telepon ke depan menggunakan konsep penataan jaringan telpon di wilayah perencanaan yang diarahkan kepada upaya untuk mengatasi gangguan visual kabel udara, maka diusulkan penyelesaiannya sebagai berikut: - Untuk mendapatkan pandangan yang bersih dari rentangan kabel udara diusulkan untuk menggunakan kabel tanah. Untuk mempermudah pemeliharaan kabel tanah bisa menggunakan shaft tersendiri atau bisa digabung dengan kabel listrik, agar tidak terlalu sering melakukan penggalian dan pengurugan yang cukup mengganggu lalu lintas dan keindahan lingkungan. Jaringan kabel tanah agar tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan jaringan air bersih. Drainase Pembuatan saluran drainase baru di semua lokasi yang sudah tidak dapat menampung debit air yang ada. 15

B. Sarana Lahan dengan fungsi fasilitas umum pada wilayah perencanaan adalah sekolah didominasi oleh perpetakan lahan dengan sistem kapling sistem blok (> 2500 m 2 ). Konsep perpetakan lahan untuk jenis kegiatan fasilitas umum disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya Lahan dengan fungsi perkantoran dan pelayanan umum termasuk dalam kapling sistem blok yaitu lebih dari 2500 m 2. Masing-masing bangunan tersebut berdiri di atas tanah kapling seluas 15000 m 2 dengan ukuran 150 m x 100 m. Namun demikian untuk mengakomodasi kebutuhan pengembangan di masa mendatang, maka klasifikasi perpetakan lahan untuk kawasan permukiman tetap disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007. H. ATURAN PENGEMBANGAN PELESTARIAN BANGUNAN dan LINGKUNGAN A. Penandaan/iklan Konsep penataan elemen perkotaan berupa penandaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu papan iklan/reklame dan rambu-rambu serta lampu lalu lintas. a. Papan iklan/reklame Reklame yang dimaksud di sini, yaitu reklame permanen berupa reklame yang menempel pada bidang dinding maupun reklame tiang (diatas tanah maupun bangunan). Konsep penataan yang diusulkan untuk penataan reklame adalah: Ditinjau dari segi keindahan Pemasangan dan penempatan reklame agar lebih dititik beratkan pada unsur estetika dibanding unsur komersialnya, dan lebih banyak menggunakan reklame lampu untuk menghidupkan suasana di malam hari. Ukuran reklame perlu dibatasi sedemikian rupa agar tidak menutupi sebagian besar tampilan bangunan atau mendominasi fasade lingkungan sekitarnya. Reklame tempel dan reklame dinding agar dipasang pada bidang dinding. Jangan dipasang menutupi jendela, pintu atau atap bangunan. Prinsipnya adalah reklame dirancang sebagai bagian dari bangunan, bukan mendominasi bangunan (maksimal, hanya 20% saja dari bidang muka bangunan yang boleh tertutup papan reklame) Penempatan lokasi pada koridor-koridor jalan dirancang agar tidak saling berhimpitan atau saling menutupi satu dengan yang lainnya. Sehingga informasi satu dengan yang lain bisa terbaca oleh pengamat. Ditinjau dari segi keamanan dan keselamatan 16

Pemasangan reklame jangan sampai mengacaukan konsentrasi pemakai jalan (karena gambarnya menyolok, menimbulkan silau, posisinya sulit dilihat pada sudut pandang normal, menutupi atau mengaburkan rambu lainnya), selain itu konstruksinya harus memenuhi syarat teknis dan tidak melewati batas Damija. b. Rambu-rambu dan lampu lalu lintas Menambah variasi penempatan rambu petunjuk lokasi, antara lain berupa papan petunjuk yang ditempatkan menjorok ke jalan pada tiang setinggi 5 meter, di lokasi yang trategis atau digabung dengan tiang traffic light. Rambu-rambu ini agar ditempatkan di tempat yang strategis. Rambu-rambu agar tidak ditempatkan di tengah-tengah lebar trotoar. Penempatannya jangan sampai membingungkan atau menimbulkan keraguan kepada pemakai jalan. B. Telepon umum Sejauh ini wilayah perencanaan belum mempunyai spesifikasi bentuk boks telepon yang khas, oleh karena itu diusulkan desain yang spesifik dan dikembangkan dengan memperbanyak penempatannya di beberapa lokasi yang strategis. Konsep penempatan boks telepon dan bis surat diusulkan sebagai berikut : Ditempatkan di lokasi yang tidak langsung terkena matahari dan hujan. Boks telepon yang belum terlindung agar dilindungi dengan menanam tanaman peneduh. Memberikan space yang agak lebih leluasa dengan mengadakan bukaan ke dalam dan apabila diperlukan dapat diberikan bangku-bangku taman untuk dipakai sebagai ruang tunggu dan juga ruang untuk parkir kendaraan bermotor. Kecuali yang menyatu dengan shelter, boks telepon agar tidak ditempatkan di daerah larangan parkir atau larangan kendaraan berhenti kendaraan. Ditempatkan dalam jangkauan pencahayaan penerangan umum agar bisa digunakan pada malam hari. Agar tidak terjadi tumpang tindih, penempatan fasilitas-fasilitas semacam ini sebelumnya perlu dikoordinasikan dengan pihak-pihak yang terkait (antara lain Dinas Pekerjaan Umum, PT. Telkom, PLN, Dinas Pertamanan, dan lain sebagainya). C. Lampu penerangan jalan Berdasarkan atas kondisi yang ada di lapangan dan hasil analisis, maka pada beberapa ruas jalan yang masih mengandalkan penerangan yang berasal dari kapling bangunan dapat dikembangkan dengan meningkatkan partisipasi sosial penduduk setempat, selain itu juga perlu diupayakan untuk melakukan penyediaan lampu jalan yang konsep penataannya diusulkan sebagai berikut : Penyeragaman ketinggian lampu penerangan jalan pada tiap-tiap ruas jalan. Jarak penempatan lampu untuk jalan-jalan utama maksimal adalah 40 m, sedangkan untuk lampu skala pejalan kaki ditempatkan dengan jarak 20 meter. 17

Perlu adanya penciptaan bentuk lampu yang spesifik sebagai pembentuk identitas lingkungan. Lampu penerangan agar tidak digunakan untuk menempatkan reklame tempel, spanduk, selebaran atau yang lainnya, yang sifatnya merusak keindahan lampu. Sumber tenaga lampu penerangan jalan agar dipisahkan dengan kapling sekitarnya, sehingga pada saat terjadi pemadaman listrik total, lampu penerangan jalan masih tetap bisa menyala. D. Tempat sampah Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan, yaitu antara lain: Perlu penyeragaman bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam satu koridor jalan. Setiap pembangunan baru, harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang ditempatkan sedemikian rupa untuk peningkatan kualitas lingkungan. Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika, terutama yang dapat menciptakan identitas lingkungan. Dipisahkan antara tempat sampah kering dan sampah basah. Gambar 7 Penandaan Berupa Box Telepon, Papan Pengumuman, Nama Jalan dan Tempat Sampah 18