BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya wabah campak yang cukup besar. Pada tahun kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kematian ( Padila 2013).

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada tahun 2006 diperkirakan 3.3 milyar orang berisiko tertular malaria. Dari

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

Jumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012


HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

Penyakit Endemis di Kalbar

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ancaman kesehatan di negara berkembang (Jayamaha, 2011). Epidemi

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Malaria merupakan salah satu wabah penyakit menular yang menjadi momok bagi masyarakat karena menelan banyak korban jiwa di seluruh dunia. Penyakit malaria sangat mempengaruhi terhadap tingginya kematian bayi, anak balita, wanita hamil, dan dapat menurunkan produktivitas manusia yang disebabkan anemia serta kejadian luar biasa (KLB). Setiap tahunnya, lebih dari 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia. Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia karena telah mengalahkan masyarakat dunia sejak bertahun-tahun sehingga harus diperangi agar korbannya tidak semakin bertambah dan meluas. Tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis, sedangkan tahun 2007 turun menjadi 1,75 juta kasus. Berdasarkan data WHO, dalam Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (2010) di seluruh dunia masalah malaria terbanyak berada di Afrika terutama untuk daerah beriklim tropis. Enam negara Afrika yang dilaporkan memiliki angka kematian terbanyak akibat malaria atau sebanyak 60 persen adalah Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Burkina Faso, Mozambik, Pantai Gading dan Mali. Namun, juga melanda Asia termasuk Indonesia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa. Kedahsyatan virus malaria dalam membunuh manusia menurut cacatan World Health Organization (WHO) menyebutkan sebanyak 665 ribu orang meninggal disebabkan penyakit malaria pada 2010. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86 persen merupakan anak-anak di bawah lima tahun. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 5 persen dibanding pada 2009. Dari total kematian tersebut, Afrika menyumbang 91 persen dan 81 persen dari 216 juta kasus penyakit malaria di seluruh dunia pada 2010. Menurut data WHO, untuk penyakit yang satu ini penyebarannya begitu luas. Saking luasnya, endemik malaria tersebar hingga 106 negara. Namun terkonsentrasi

di 99 negara. Dari 99 negara, 43 diantaranya tercatat ada penurunan kasus lebih dari 50 persen antara 2000 dan 2010. Kasus terparah akibat malaria terjadi pada awal 2000-an, di mana tercatat sebanyak 232 juta kasus pada 2003 dan 1,2 juta kematian terjadi pada 2004. (Sumber: http://www.koran-jakarta.com. 2015) Berdasarkan The World Malaria Report 2011, dilaporkan bahwa setengah dari penduduk dunia berisiko terkena malaria. Hal ini, tentu saja berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria atau berisiko Malaria (Risk Malaria), karena hingga tahun 2011, terdapat 374 Kabupaten endemis malaria. Pada 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia 256.592 orang dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual Parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk. Hal ini berarti, setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang terkena malaria (sumber: http://www.depkes.go.id/article 2015) Di Indonesia menurut catatan Kementrian Kesehatan RI (2010) terdapat 424 kabupaten endemis malaria dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Pada umumnya lokasi endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah serta perilaku hidup sehat yang kurang baik. Pada tahun 2011, terdapat 374 Kabupaten endemis malaria. Pada 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia 256.592 orang dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual Parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk. Hal ini berarti, setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang terkena malaria. Menurut data The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), jumlah kematian akibat malaria di Indonesia pada 2013 adalah 1,4 tiap 100 ribu orang, jauh lebih rendah daripada angka rata-rata global yang mencapai 11,8 tiap 100 ribu orang. Provinsi Papua masih tercatat sebagai pemegang jumlah kasus malaria tertinggi. Rata-rata 43 dari tiap 100 orang di Papua terserang malaria. Adapun Pulau

Jawa, yang ditargetkan bebas malaria pada tahun ini, gagal mencapainya karena masih banyak kota atau kabupaten yang rawan atau terindikasi indigenous malaria. (Sumber: http://promkes.depkes.go.id 2015) Menurut data Kementerian Kesehatan RI 2010 Malaria juga dapat menimbulkan kerugian ekonomi (economic loss) yang besar. Pada tahun 2007 terdapat 1.774.845 penderita malaria (yang terlaporkan). Secara empiris jumlah kasus ini hanya 20% dari jumlah kasus yang sebenarnya, jadi kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai sebesar Rp.3,3 triliyun. Dengan demikian maka keberadaan malaria merupakan ancaman serius terhadap pembangunan bangsa dan negara (Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, 2010:4) Dengan ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam sebab jika hal ini dibiarkan akan berdampak buruk bagi masa depan bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan seperti program Menuju Indonesia Bebas (eliminasi) Malaria. Program eliminasi malaria ini adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Adanya kebijakan program eliminasi malaria karena adanya dasar hukum yang melatar belakangi program tersebut, apalagi Indonesia adalah negara hukum. Adapun dasar hukum dari program eliminasi malaria tersebut sebagai berikut: Undang Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional Kemenkes RI Nomor : 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia Surat Menteri Dalam Negeri, Nomor : 443.41/465/SJ, tanggal 8 Februari 2010, Perihal Pedoman Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia.

Kemenkes RI Nomor : 131/Menkes/SK/2012, tentang Forum Nasional Gerakan Berantas Kembali Malaria (sumber: http://pppl.depkes.go.id 2015). Indikator dari eliminasi malaria pada suatu wilayah adalah kabupaten/kota, provinsi, dan pulau dinyatakan sebagai daerah tereliminasi malaria bila tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat (indigenous) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang baik. Dalam pelaksanaanya, eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi Malaria ini dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia. Adapun tahapan antar wilayah tersebut sebagai berikut: Eliminasi malaria di DKI, Bali dan Barelang Binkar, dimana seluruh sarana pelayanan kesehatan telah mampu melakukan konfirmasi laboratorium kasus malaria yang rendah pada tahun 2010. Eliminasi Jawa, Aceh dan Kepulauan Riau pada tahun 2015. Eliminasi Sumatera, NTB, Kalimantan, dan Sulawesi pada tahun 2020. Dan Elimasi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT pada tahun 2030 (sumber: http://pppl.depkes.go.id 2015). Provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung Timur pulau Jawa menjadi target eliminasi (pembebasan) malaria juga. Seperti yang telah disebutkan di atas pulau Jawa mendapat tahapan kedua yaitu tahun 2015. Dijadikannya provinsi Jawa Timur sebagai target eliminasi malaria dikarenakan adanya kasus penderita malaria di beberapa wilayah di Jawa Timur pada tahun-tahun sebelumnya meskipun tidak sebanyak di beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Dalam Power Point (PPT) program eliminasi malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2014) mulai tahun 1998 sampai 2011 ada beberapa daerah di Jawa Timur yang terjadi

peningkatan kasus penderita malaria dan KLB, yaitu kabupaten Pacitan, Madiun, Malang, Banyuwangi, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, dan Sumenep. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur selama lima tahun (2008-2013) delapan kabupaten yang telah disebutkan di atas terdeteksi kasus indegenous. Di Kabupaten Trenggalek pada tahun 2008 terdapat 156 kasus, pada tahun 2009 terdapat 53 kasus, pada 2010 tidak terdeteksi kasus, tahun 2011 terdapat 12 kasus, dan di tahun 2012 dan 2013 hanya terdapat satu kasus. Berbeda dengan Kabupaten Sumenep yang pada tahun 2008 terdapat 318 kasus, di tahun 2009 meningkat dengan 388 kasus, di tahun 2010 menurun drastis dengan 9 kasus, dan tahun 2011 hanya terdapat satu kasus. Sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 tidak terdapat satu kasus pun (sumber: PPT Program Eliminasi Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur: 2014). Di Kabupaten Pacitan terdapat 35 kasus pada tahun 2008, 43 kasus pada 2009, 9 kasus pada 2010, dan 8 kasus pada 2011, sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 tidak terdapat kasus. Di Kabupaten Blitar tidak ada kasus pada 2008, 7 kasus pada 2009, dan dari 2010 sampai 20013 tidak terdapat kasus. Di Kabupaten Tulungagung hanya tahun 2010 yang ada kasus dengan 7 kasus. Berbeda dengan kabupaten Madiun terdapat 827 kasus pada 2008, menurun drastis menjadi 76 pada 2009, semakin menurun pada 2010 dengan 8 kasus, pada 2011 menjadi 6 kasus, dan 8 kasus pada 2012, sedangkan 2013 tidak terdapat kasus. Di Kabupaten Malang terdapat 1 kasus pada tahun 2008, 4 kasus pada 2009, 16 kasus pada 2010, dan 5 kasus pada 2011, sedangkan pada 2012 dan 2013 tidak terdapat kasus. Sedangkan di kabupaten Banyuwangi hanya pada tahun 2011 yang terdapat kasus indegenous dengan 106 kasus. (sumber: PPT Program Eliminasi Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur: 2014). Dengan adanya beberapa kasus penderita malaria ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tidak tinggal diam. Sehingga, dari tahun ke tahun penderita malaria di ujung Timur pulau Jawa ini semakin menurun. Bukti penurunan kasus penyakit malaria di Jawa Timur yang semakin menunjukan kemajuan dari tahun ke tahun, bisa dilihat pada tahun 2013 jumlah kasus malaria di Jawa Timur sebanyak 1.070 orang dan angka ini turun daripada tahun 2012 sebanyak 1.320 orang. Dari 1.070

penderita kasus malaria di Jawa Timur, Trenggalek menduduki peringkat yang tertinggi mencapai 155 orang, Kabupaten Malang sebanyak 134 orang dan Banyuwangi sebanyak 130 orang. (Sumber: http://www.jatimprov.go.id 2015). Sebenarnya sejak tahun 2005 sampai 2013 pencapaian Provinsi Jawa Timur dalam menurunkan kasus malaria terus mengalami peningkatan, meski ada sedikit gelombang. Sehingga, tahun 2014 sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria. Untuk memberikan sertifikasi eliminasi malaria setiap kabupaten/kota di Jawa Timur tentunya memiliki kriteria tersendiri. Yaitu selama lima tahun terakhir tidak ada riwayat endemis malaria. Dari 38 kabupaten/kota yang memiliki riwayat endemis malaria di Jawa Timur selama lima tahun terakhir mulai tahun 2008-2013 adalah Banyuwangi, Blitar, Madiun, Magetan, Pacitan, Sumenep, Trenggalek, dan Tulungagung. (sumber: PPT Program Eliminasi Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur: 2014). Pada tahun 2014 keberhasilan provinsi Jawa Timur terus mengalami peningkatan dari delapan Kabupaten/Kota menjadi 4 kabupaten yang belum mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria. Sehingga pada tahun tersebut Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi Malaria dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan tersebut. Meskipun masih ada empat dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur belum bebas dari penularan penyakit malaria, empat Kabupaten tersebut yaitu Madiun, Pacitan, Trenggalek dan Banyuwangi. (sumber: PPT Program Eliminasi Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur: 2014). Namun, pada tahun 2015 hanya tinggal tiga Kabupaten, ketiga kabupaten ini diusulkan mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria juga. Sehingga pada tahun 2015 seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria. Jika hal ini tercapai maka target tahun 2015 sebagai Provinsi yang mendapatkan sertifikasi malaria benar-benar tercapai dan dikatakan sukses. Kesuksesan program eliminasi malaria di Provinsi Jawa Timur tidak lepas dari peran efektivitas komunikasi organisasi yang dilakukan antara Dinas Kesehatan Provinsi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur serta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sebagai instansi pemerintahan yang

berada di bawah naungan pemerintah daerah tingkat Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tentunya memiliki peran ganda yaitu tidak hanya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tetapi juga menjadi penghubung (berkoordiasi) antara pemerintah daerah (K abupaten/kota) dengan pemerintah pusat (Kemenkes RI). Sebagai kepanjangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten/Kota tentunya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur harus berkoordinasi untuk menentukan semua kegiatan dan proses kegiatan yang terkait dengan program eliminasi malaria ini. Untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota di seluruh Jawa Timur Dinas Kesehatan Provinsi membutuhkan informasi tentang semua hal yang dibutuhkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Maka dari itu, dalam penelitian ini fokus pada bagaimana komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dengan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam menangani program eliminasi malaria dalam hal koordinasi antara dua lembaga pemerintahan tersebut. Sebab, kesuksesan program eliminasi malaria di Provinsi Jawa Timur tidak lepas dari koordinasi antara kedua lembaga pemerintahan dalam bidang kesehatan tersebut. Namun, dalam penelitian ini hanya fokus pada bagaimana Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai induk dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam mengolah informasi untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang mana pengolahan informasi tersebut berperan penting dalam menentukan kesuksesan komunikasi organisasi antar lembaga pemerintahan tersebut. Sebagimana halnya yang diungkapkan Pace & Faules (2001) bahwasannya komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai petunjuk dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

Dipilihnya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai lokasi penelitian ini karena selain berperan sentral sebagai penghubung antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria dari Kementerian Kesehatan RI. Dinas Kesehatan Provinsi juga sebagai induk dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Maka dari itu, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sangat bertanggung jawab atas keberhasilan atau tidaknya suatu daerah. Dengan kata lain, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur perannya (porsi komunikasi organisasinya) lebih banyak ke daerah dari pada ke pusat. Sebab, kesuksesan Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah Provinsi yang tereliminasi malaria ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotanya. Sedangkan kesuksesan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sangat bergantung dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dengan ini, sebagai sebuah organisasi birokrasi pemerintahan. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur memiliki manajemen yang jelas untuk mengatur jalannya kordinasi antara atasan dengan bawahan dan sebagainya dengan tugas dan fungsi masing-masing yang turut mempengaruhi proses komunikasi organisasi di dalamnya termasuk dalam atau untuk pengolahan informasi baik itu informasi dari dalam organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi. Dalam program eliminasi malaria ini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tentunya membutuhkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membuat kebijakan, strategi, perencanaan, dan sebagainya untuk semua hal yang berkaitan dengan program eliminasi malaria ini. Untuk pengolahan informasi tentunya harus berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mana dalam hal ini juga membutuhkan manajemen di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sendiri khusus untuk berkordinasi dengan Kabupaten/Kota. Melihat dari fenomena tersebut, peneliti menggunakan pendekatan teori Menajemen Weber tentang birokrasi ( managerialism and Weber`s theory of bureaucracy). Dalam Littlejohn & Foss (2011) dalam teori ini Weber mendefinisikan sebuah organisasi sebagai sebuah sistem kegiatan interpersonal yang memiliki maksud tertentu yang dirancang untuk menyelaraskan tugas-tugas

individu. Hal ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya otoritas, spesialisasi, dan regulasi. Otoritas hadir bersamaan dengan kekuasaan, tetapi dalam organisasi, otoritas harus sah atau disahkan secara formal oleh organisasi. Keefektifan organisasi bergantung pada tingkatan yang memberikan manajemen kekuasaan resmi (legitimate power) oleh organisasi. Dengan kata lain, para manajer memiliki kekuasaan bukan karena faktor usia, kecerdasan, bujukan, atau kekuatan fisik, tetapi karena organisasi memberikan otoritas. Penggunaan teori Menajemen Weber tentang birokrasi dalam penelitian ini untuk melihat bagaimana pemegang otoritas dalam mengatur semua hal yang terkait dengan manajemen pengkordinasian komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dengan Kabupaten/Kota. Selain itu akan melihat bagaimana otoritas menspesialisasi para pegawai dengan tugas masing-masing dalam program eliminasi malaria ini. Karena program eliminasi malaria ini adalah program birokrasi pemerintahan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur) tentunya memiliki tujuan termasuk dalam berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dengan hal ini, tentunya ada rule atau aturan yang digunakan mengatur jalannya program eliminasi malaria ini. Karena penelitian ini fokus pada pengolahan informasi komunikasi organisasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Maka penelitian ini juga menggunakan pendekatan teori proses berorganisasi (the process of organizing) dari Karl Weick. Dalam Littlejohn & Foss (2011) Teori tentang berorganisasi sangat penting dalam bidang komunikasi sebagai sebuah dasar bagi pengorganisasian manusia dan memberikan sebuah dasar pemikiran untuk memahami bagaimana manusia berorganisasi. Kegiatan berorganisasi berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian informasi. Istilah kunci dari teori ini adalah equivocality yang berarti ketidakpasian, kesulitan, ambiguitas, dan kurangnya keterdugaan. Menurut Weick, semua informasi dari lingkungan sekitar bersifat samar-samar atau ambigu pada berapa tingkatan, dan kegiatan berorganisasi dirancang untuk mengurangi ketidakpastian. Untuk menghilangkan ketidakpastian memerlukan proses. Proses penghilangan kesamaran/ketidakpastian

ini merupakan proses yang berkembang dengan tiga bagian, yaitu pembuatan (enactment), pemilihan (selection), dan penyimpanan (retention). Tentunya dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai induk dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang sangat membutuhkan informasi yang jelas untuk kegiatan eliminasi malaria ini memerlukan cara dalam proses penghilangan keambiguan informasi ini. Maka dari itu, dengan teori ini akan melihat bagaimana Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam pembuatan atau menyatakan adanya informasi yang samar-samar/ atau belum pasti dalam proses pengolahan informasi ini. Selain itu, juga akan melihat bagaimana Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur memilih informasi yang pas untuk keberhasilan program eliminasi malaria ini. Setelah itu akan melihat bagaimana Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menyimpan informasi yang akan digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan format studi kasus. Mulyana (2003) studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial. Pene litian studi kasus bertujuan menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diteliti. Studi kasus sering di dalam penelitiannya menggunakan metode, wawancara, pengamatan, penelaahan dokumen, hasil survey, dan data data yang menguraikan suatu kasus secara terperinci. Berangkat dari latar belakang masalah ini maka akan dilakukan penelitian yang berjudul Komunikasi Organisasi Lembaga Pemerintahan (Studi Kasus: Komunikasi Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam Program Eliminasi Malaria)

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini ialah: 1. Bagaimana pengorganisasian terhadap otoritas, spesialisasi dan regulasi komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam program eliminasi malaria? 2. Bagaimana pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi dalam komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam program eliminasi malaria? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini disusun untuk mencapai beberapa tujuan yang disesuaikan dengan perumusan masalah di atas. Adapun tujuan penelitian ini ialah: 1. Mendeskripsikan dan menganalisis otoritas, spesialisasi dan regulasi komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam program eliminasi malaria. 2. Menganalisis dan mendeskripsikan pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi dalam komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam program eliminasi malaria. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi seksi P2 (Pemberantasan Penyakit) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam upaya peningkatan kualitas program eliminasi malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

2. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi organisasi antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam program eliminasi malaria. 3. Bagi Akademisi Hasil penelitian akan memberikan dukungan bagi literatur ilmu komunikasi, pada literatur komunikasi organisasi, khususnya dalam manajemen birokrasi dan proses berorganisasi dalam hal pengolahan informasi.