HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

dokumen-dokumen yang mirip
Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

DRAFT UNTUK BAHAN DISKUSI Membangun Kebijakan Kerangka Pengaman REDD+ di Indonesia

Dipublikasikan oleh: Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) Sekretariat Jenderal, Kementerian Kehutanan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

PENATAAN RUANG BERBASIS EKOSISTEM DAN PELUANG PENERAPAN EU RED (SATU KAJIAN HUKUM)

Tinjauan Perkebunan FSC

PEDOMAN SISTIM PENGENDALIAN INTERN

Peran Dan Tanggung Jawab Masyarakat Pelaksanaan Sistem Monitoring Karbon Hutan di Provinsi Maluku

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

Kajian Hukum Penataan Ruang Berbasiskan Ekosistem dan Peluang Penerapan EU RED (EU Renewable Energy Source Directive)


BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Pelestarian Ekosistem Sumatera dan Energi Terbarukan (Kebijakan Uni Eropa dan Peraturan Nasional)

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

Strategi Nasional REDD+

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Independensi Integritas Profesionalisme

BAB III TUGAS POKOK DINAS Pasal 5 Dinas mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup yang menjadi

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PT INDO KORDSA Tbk. PIAGAM AUDIT INTERNAL

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (DLHK) PROVINSI BANTEN TAHUN 2017

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

RENCANA KERJA 2015 DAN PENELITIAN INTEGRATIF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

PUSANEV_BPHN. Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK. Oleh:

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Upaya Menghubungkan Sistem MRV Provinsi ke Tingkat Nasional

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

PEDOMAN PERILAKU BAGI MITRA BISNIS

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

-1- LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2014 TENTANG JEJARING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Transkripsi:

1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan harus konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional. [PHPL/SVLK: Prasyarat 1.1 1.5; LEI: PrasyaratII.1-II.; FSC: Prinsip 1; Permenhut No.8/2010] 1.1 dikoordinasikan /diatur/dikelola di bawah wewenang lembaga sub-nasional atau nasional yang tepat dan, bila sesuai, di bawah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum dan peraturan Indonesia. [PHPL/SVLK: Prasyarat 1.1 1.5; LEI: Prasyarat II.1-II.] 1.1.1 Ketersediaan dokumen hukum dan administratif yang membuktikan kewenangan yang jelas untuk kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan implementasinya. 7 8 9 11 1.2 Kegiatan REDD+ di tingkat nasional dan sub nasional harus mematuhi hukum yang berlaku dan konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia. [PHPL/SVLK: Prasyarat 1.1 1.5; LEI: Prasyarat II.1-II.; FSC: Prinsip 1] 1. sejalan dengan tujuan program kehutanan nasional seperti yang dijelaskan dalam rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia. [Permenhut No.9/2011 mengenai rencana jangka panjang sektor hutan Indonesia untuk 2011-200 dan RENSTRA dari Kementerian Kehutanan yang berlaku] 1.2.1 Ketersediaan dokumen perencanaan, prosedur, dan laporan periodik mengenai implementasi peraturan pemerintah yang relevan. 1.2.2 Ketersediaan laporan mengenai implementasi konvensi/persetujuan internasional. 1..1 sejalan dengan dan mendukung tujuan prioritas pada rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia.

12 1 Prinsip 2. Transparansi dan efektivitas tata kelola hutan nasional berkontribusi pada tata kelola hutan yang transparan dan efektif, dengan mengikuti prinsip kedaulatan nasional. 2.1 Sesuai dengan skala dan konteks kegiatan REDD+, pengaturan kelembagaan mendukung komunikasi yang baik di antara para pihak untuk pengawasan yang efektif dari implementasi prinsip-prinsip tata [tingkat situs: kelola yang baik. PHPL/SVLK: Prasyarat 1.2; LEI: Prasyarat 1.1-1.5] 2.2 Entitas yang bertanggung jawab untuk kegiatan REDD+ harus mempublikasikan komitmennya untuk tidak menawarkan atau menerima uang suap atau bentuk apapun dari korupsi [FSC: Kriteria 1.7], dan harus mengikuti undang-undang anti korupsi Indonesia [Undang- Undang Anti Korupsi No. 1/1999; Konvensi Anti Korupsi PBB, diratifikasi oleh Indonesia dengan UU 7/2006; Permenhut No.67/2011; Instruksi 2.1.1 Pernyataan jelas dari kebijakan mengenai penyampaian informasi oleh unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya. 2.1.2 Pernyataan yang dengan jelas menguraikan struktur, tugas dan fungsi organisasi dari unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya. 2.2.1 Pernyataan kebijakan anti korupsi yang jelas. 1 15 16 Prinsip. Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Menteri Kehutanan, 2012; Pakta Integritas]..1 termasuk mengidentifikasi dan menghargai hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, seperti kepemilikan, akses dan pemanfaatan sumber daya hutan serta jasa ekosistem, dengan intensitas yang meningkat pada skala tingkat sub-nasional dan tapak. [FSC: Kriteria.1; PP 28/2009].1.1 Ketersediaan peta dan/atau dokumen apapun mengenai masyarakat adat dan masyarakat lokal yang telah diidentifikasi, termasuk hak-hak mereka dalam wilayah kegiatan [LEI: S1.] REDD+..1.2 Ketersediaan rencana kerja dan pengaturan untuk mengakomodasi hak maupun aspirasi masyarakat adat dan penduduk lokal dalam memanfaatkan sumber daya [LEI: P2.9] hutan.

17 18 19 20 21 22 menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat local melalui aksi yang sesuai dengan skala dan konteks implementasinya. Prinsip. Efektivitas dari Partisipasi Para pihak.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan persiapan REDD+ harus mencakup proses untuk memperoleh Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang terkena dampak sebelum kegiatan REDD+ dimulai. [SVLK/PHPL: Prerequisite 1.5; FSC Principle and ]. berkontribusi dalam mempertahankan atau memperkuat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat adat dan lokal, dengan berbagi keuntungan secara adil dengan mereka, termasuk untuk generasi yang akan datang. [FSC: Prinsip ; LEI: S1.]. mengenali pengetahuan tradisional dan memberi kompensasi atas pemanfaatan pengetahuan tersebut secara [FSC: Kriteria.6 &.8; LEI: komersial. S.2.2].1 Entitas yang bertanggung jawab untuk kegiatan REDD+ akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang yang.2.1 Ketersediaan dokumentasi proses konsultasi yang menunjukkan upaya, kesesuaian skala kegiatan dan intensitas kegiatan untuk mendapatkan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang berpotensi terpengaruh oleh kegiatan REDD+. [SVLK/PHPL:Prerequisite 1.5; FSC Principle and ]..1 Kebijakan, rencana dan/atau program tidak boleh berdampak pada marjinalisasi kelompok tertentu dalam masyarakat karena adanya keterbatasan akses dan kendali atas sumber daya alam, modal maupun pengetahuan. [KLHS/AMDAL: Permen LH 09/2011, KLHS Nilai Keadilan]..2 Mekanisme yang terdokumentasi atas distribusi keuntungan yang adil di antara masyarakat adat dan penduduk lokal yang terpengaruh, serta bukti implementasi yang bisa [SVLK/PHPL:.] ditunjukkan...1 Ketersediaan mekanisme atau prosedur untuk pemberian kompensasi atas pemanfaatan komersial atas pengetahuan tradisional..1.1 Ketersediaan daftar para pihak yang terlibat..1.2 Proses yang terdokumentasi dari perjanjian dengan para pihak.

secara proaktif dan transparan mengidentifikasi para pihak yang relevan dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan dan pemantauannya. sesuai untuk mengidentifikasi para pihak yang relevan, dan kemudian melibatkan para pihak ini dalam seluruh proses perencanaan, dan memastikan bahwa proses tersebut disetujui/diketahui oleh para para pihak. [PHPL/SVLK: Prasyarat 1.1; KLHS/AMDAL: Permen LH 09/2011, Prinsip6 dalam Partisipasi].1. Bukti yang terdokumentasi dari persetujuan perencanaan dan pemantauan yang melibatkan para pihak yang relevan. 2 2 25 26.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan REDD+ harus memiliki prosedur atau mekanisme untuk menyelesaikan masalah/keluhan [SVLK/PHPL:.] dan perselisihan..2.1 Ketersediaan dari rekaman/catatan dari masalah/keluhan, termasuk proses penyelesaiannya..2.2 Bukti yang terdokumentasi bahwa mekanisme resolusi yang berfungsi tetap berlaku. [SVLK/PHPL:.].2. Bukti dari penggunaan aktif prosedur atau mekanisme yang layak untuk menyelesaikan konflik dan [LEI: S1.] masalah. 27 28 29 Prinsip 5. Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Sosial dan Jasa Lingkungan mengembangkan strategi efektif untuk mempertahankan, menjaga, dan mengembalikan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem untuk manfaat sosial dan lingkungan. 5.1 mencakup identifikasi dan penilaian dampak potensial dari aktivitas terhadap jasa sosial dan lingkungan. Penilaian harus dilakukan mengikuti skala dan intensitas dari aktivitas supaya mencukupi untuk dapat memutuskan langkah-langkah konservasi yang perlu dilakukan. [FSC: Kriteria6.2; AMDAL (Permen LH No.8/2006; Pedoman Penyusunan AMDAL, Lampiran I No.7c point i)] 5.1.1 Ketersediaan laporan mengenai penilaian dampak pada jasa sosial dan lingkungan. 5.1.2 Rencana tata kelola dan pemantauan untuk mempertahankan jasa sosial dan lingkungan harus tersedia. [SVLK/PHPL: E--.5; LEI: E.2.8; FSC: P9 pada HCV]

0 1 2 5 Prinsip 6. Resiko balik 5.2 mencakup identifikasi dan penilaian dampak terhadap keanekaragaman hayati dan mengembangkan strategi untuk mengimplementasi kan pengelolaan keanekaragaman hayati untuk memastikan konservasi dan perlindungannya. [SVLK/PHPL: E--.5; LEI: E.2.8; FSC: Prinsip9 pada HCV] 6.1 Tergantung pada skala dan konteks, kegiatan REDD+ harus menetapkan resiko dari ancaman internal maupun eksternal untuk cadangan karbon dan pemeliharaan hutan, dan mengembangkan rencana mitigasi untuk mengatasinya. 5.2.1 Rekaman/catatan dari spesies yang terancam punah, langka, mengancam, dan endemik harus tersedia. 5.2.2 Ketersediaan rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2. Bukti implementasi yang konsisten dari rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2. Bukti dari penginderaan jarak jauh bahwa unit REDD+ telah mencegah konversi hutan alam seperti yang diatur dalam peraturan pemerintah [Permenhut No.5/2010; FSC: Indonesia. Kriteria 6.9] 6.1.1 Ketersediaan dari penilaian resiko untuk tapak atau wilayah kegiatan REDD+, yang meliputi penilaian terhadap resiko kebakaran hutan, perambahan, penebangan ilegal, dan dampak eksternal lainnya. 6.1.2 Ketersediaan dari rencana mitigasi resiko yang terkait untuk mengatasi resiko balik yang besar. 6 mengurangi resiko balik melalui cara yang sesuai dengan skala dan konteks, dengan penekanan pada tindakan sub-nasional dan inisiatif kebijakan tingkat nasional. 6.2 mencakup pemantauan periodik terhadap ancaman dan mengimplementasikan pengelolaan yang adaptif untuk mengurangi pembalikan. 6.2.1Ketersediaan laporan pemantauan tahunan yang menunjang penilaian periodik terhadap resiko pembalikan, dan merekomendasikan langkah-langkah pengelolaan adaptif untuk mitigasi jika diperlukan.

7 8 Prinsip 7. 6.2.2 Bukti dari pengelolaan aktif terhadap ancaman pembalikan, disesuaikan dengan rekomendasi yang muncul dari pemantauan tahunan. 9 Pengurangan perpindahan emisi 7.1.1 Ketersediaan dokumentasi penilaian dan analisis tentang jenis perpindahan emisi yang mungkin terjadi di luar kegiatan REDD+ dalam batas nasional. 0 1 Mengakui bahwa monitoring dan pengurangan emisi dari perpindahan merupakan tanggung jawab subnasional (KPH, kabupaten, provinsi) dan pemerintah nasional, maka kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dan mendukung pemantauan sub-nasional dan nasional 7.1 Sesuai dengan skala dan konteks, kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dalam batas nasional. 7.2 Sesuai dengan skala dan konteks, pemantauan berkala terkait dengan emisi dari hutan dan perubahan stok karbon di wilayah kegiatan REDD+ dilaksanakan, dan harus mencakup pemantauan upaya dan hasil dalam mengurangi perpindahan emisi. 7.1.2 Tersedianya dokumentasi strategi untuk pengurangan emisi, di bawah skenario realistis, yang menghindari perpindahan emisi di luar kegiatan REDD+ dalam batas nasional 7.2.1 Ketersediaan laporan pemantauan tahunan yang terkait dengan emisi dari hutan dan perubahan stok karbon, untuk wilayah kegiatan REDD+ dan perpindahan emisi berkurang luar wilayah kegiatan REDD+ dalam batas nasional.