EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP PENURUNAN NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RUMBIA KABUPATEN BOMBANA Wa Ode Yuliastri 1* STIKES Mandala Waluya Kendari, Indonesia * e-mail : yulie_waode@yahoo.com Abstrak Berdasarkan hasil observasi pengambilan data awal minggu pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana di dapatkan bahwa jumlah lansia yang menderita rheumatoid arthritis pada tahun 2012 yaitu 28 orang, tahun 2013 adalah 32 orang dan tahun 2014 adalah 40. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian kompres jahe (Zingiber officinale) terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Eksperimen dengan Design Non Equivalent control group pre-test dan post-test dengan jumlah sampel 40 orang yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu 20 orang kelompok perlakuan dan 20 orang kelompok kontrol. Cara pengambilan data dilakukan menggunakan lembar Observasi kemudian diolah dalam bentuk tabel dan narasi serta dianalisis menggunakan uji statistik (Uji Independent T-Test) dan statistik (Uji Paired T-Test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompres jahe efektif terhadap penurunan skala nyeri Rheumatoid Arthritis pada lansia dimana hasil Uji Independen T- Test P value 0.000 < 0.05 dan t hitung 4.208 > t tabel 1.685. Selain itu hasil uji statistik (Uji Paired T-test) diperoleh P value 0.000 < 0.05 dan t hitung 18.905 > t tabel 1.685. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan setelah dilakukan kompres jahe terhadap penurunan skala nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana. Saran dari penelitian ini adalah bagi petugas kesehatan hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan mengenai manfaat jahe terhadap kesehatan utamanya untuk meringankan nyeri rheumatoid arthritis pada lanjut usia. Kata Kunci : Kompres Jahe, Nyeri Rheumatoid Arthritis, Lansia, Puskesmas Rumbia. Pendahuluan Seiring dengan keberhasilan yang telah diwujudkan oleh pemerintah dalam pembangunan nasional diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang medis telah meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Menurut KEMENKES RI (2012) usia harapan hidup (UHH) di Indonesia pada tahun 2011 untuk penduduk laki-laki yakni 69 tahun dan wanita 74 tahun. Meningkatnya umur harapan hidup berhubungan dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Terutama jumlah lanjut usia (lansia) yang cenderung bertambah cepat (Depsos RI, 2004). Lansia menurut UU No.13 Tahun Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-9
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapaii usia 60 tahun keatas. Menurut Depkes RI (2007) di Indonesia pada tahun 2005 persentase kelompok usia tua (diatas 50 tahun) sebesar 5,4% dan menurut KEMENKES RI (2012) bahwa pada tahun 2011 kelompok usia diatas 65 tahun meningkat menjadi 6%. Menurut Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18%), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%). Dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia maka muncul berbagai macam penyakit kronis pada lansia, salah satu diantaranya adalah Rheumatoid Arthritis. Penderita Rheumatoid Arthritis di seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang didunia ini menderita Rheumatoid Arthritis. Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. WHO melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit arthritis rheumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 60 tahun keatas. Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata. Yakni pertama arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedang rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2008). Mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi membran sinovial dan sendii diartrodial (Fitriani, 2009). Rheumatoid arthritis adalah penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau jaringan penunjang sekitar sendi, golongan penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang banyak di derita oleh kaum lanjut usia (usia 50 keatas), (junardi 2006). Penyakit ini lebih sering pada perempuan dan biasanya menyerang orang yang berusia lebih dari 40 tahun. Rheumatoid arthritis terutama menyerang sendi-sendi, tulang, ligamentum, tendon, dan persendiaan pada laki-laki maupun perempuan dengan segala usia (Arif, 2008). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara penderita Arthritis Rheumatoid pada tahun 2013 berjumlah 22.768 orang dengan ratarata perbulannya mencapaii 1.688 orang dan tahun untuk 2014 penderita Arthritis Rheumatoid berjumlah 562 orang dan tahun 2015. Rheumatoid Arthritis memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi lansia dengan arthritis rheumatoid terutama dalam keluarga. Kedudukan dan peranan orang lanjut usia dalam keluarga di anggap sebagai orang yang harus dihormati dan dihargai apalagi dianggap Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-10
memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat menjadikan secara psikologis lebih sehat secara mental. Perasaan diterima oleh orang lain akan mempengaruhi tanggapan mereka dalam memasuki hari tua, dan berpengaruh pula kepada derajat kesehatan lansia (Fitriani, 2009). Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Akhirakhir ini telah banyak digunakan terapi farmakologi berupa obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang bersifat selektif terhadap jalur obat inhibitor (COX-2) metabolisme asam arakidonat. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang selektif terhadap jalur obat inhibitor (COX-2) umumnya kurang berpengaruh buruk pada mukosa lambung dibanding dengan preparat obat anti inflamasi non steroid (OAINS) biasa. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) antra lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem hematopoetik (Sudoyo, 2006). Sementara, tanaman-tanaman herbal banyak terdapat disekitar kita namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat penurunan nyeri adalah jahe (Zingiber officinale). Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Tamanan tersebut berasal dari Asia yang tersebar dari India sampai Cina. Jahe (Zingiber officinale). terbukti dapat menyembuhkan borok, menghilangkan gatal-gatal, mengurangi nyeri rematik (Muharja, 2009). Jahe merupakan salah satu tanaman yang dapat mengobati penyakit rematik. Jahe merupakan tanaman yang kaya akan khasiat bagi kesehatan. Misalnya senyawa phenol, terbukti memiliki efek anti radang dan diketahui ampuh mengusir penyakit sendi juga ketengangan yang dialami otot. Selain phenol, rimpang jahe juga mengandung zingilberene dan zhogol. Senyawa ini dikenal sebagai anti oksidan dan juga efektif melawan kanker maupun jantung (Handayani T, 2013). Dengan demikian, terapi non farmakologi kiranya patut menjadi salah satu alternatif lain. Nyeri hampir tidak terpisahkan dari Rheumatoid arthritis, hal ini berarti ketergantungan obat harus diusahakan seminimal mungkin. Cara-cara pengobatan non farmakologi seperti kompres panas/hangat (kompres jahe) atau latihan fisik dapat dipakai untuk penurunan nyeri (Price & Wilson, 2006). Hasil penelitian Devi Susanti di Sumatera Barat tahun 2014 tentang Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar 2014, menunjukan secara keseluruhan ada hubungan yang bermakna antara tingkat skala nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres hangat jahe dengan p-value 0.000. Pada data pre dan post treatment di dapatkan penurunan skala nyeri dari berat ke sedang dari skala sedang ke rendah dan tidak mengalami dari rendah ke sedang atau tinggi. Ada perbedaan signifikan Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-11
tingkat nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres hangat jahe pada lanjut usia dengan artritis rheumatoid. Berdasarkan hasil observasi pengambilan data awal minggu pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana didapatkan bahwa jumlah lansia yang menderita rheumatoid arthritis pada tahun 2012 28 orang, tahun 2013 adalah 32 orang dan tahun 2014 adalah 40 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perawat Puskesmas Rumbia bahwa ternyata perawat disana belum pernah mengajarkan atau memberikan kompres jahe pada penderita rheumatoid arthritis. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Pemberian kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana. Metodologi Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperimen dengan Design Non Equivalent control group pre-test dan post-test yaitu Sampel dilakukan pengukuran tingkat nyeri Rheumatoid Arthritis sebelum intervensi dan setelah intervensi yaitu pemberian kompres jahe. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana pada tanggal 12 Juni 12 Juli tahun 2015. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah lansia yang menderita Rheumatoid Arthritis yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana yang berjumlah 40 yang ditentukan dengan total populasi. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan yang berjumlah 20 orang dan kelompok kontrol berjumlah 20 orang. Pada kedua kelompok ini dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah perlakuan yang dilakukan 2 kali seminggu selama satu bulan. Hasil Penelitian dan Pembahasan Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadinya di cairan sinovial. Penderita Rheumatoid arthritis seringkali datang dengan keluhan arthritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Setiap individu yang mengalami nyeri berbeda dan mempunyai tingkatan tertentu tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Andarmoyo, 2013) yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, gaya koping, dan pengalaman sebelumnya. Pada penelitian ini banyak mengalami rheumatoid arthritis adalah jenis kelamin laki-laki dan kelompok umur 60 tahun keataspada penelitian ini jumlah sampel 40 responden yang terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan instrumen lembar observasi dengan hasil sebagai berikut : Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-12
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana No Jenis Kelamin Intervensi Kontrol Jumlah N % n % N % 1 Laki-laki 12 60 13 65 25 62,5 2 Perempuan 8 40 7 35 15 37,5 Jumlah 20 100 20 100 40 100 Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana No Klasifikasi Umur (Tahun) Intervensi Kontrol Jumlah N % n % n % 1 50-60 tahun 7 35 6 30 13 32,5 2 61-70 tahun 9 45 9 40 18 45 3 71-80 tahun 3 15 4 25 7 17,5 4 >80 tahun 1 5 1 5 2 5 Jumlah 20 100 20 100 40 100 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana No Tingkat pendidikan Intervensi Kontrol Jumlah N % n % n % 1 Tidak Sekolah 9 45 7 35 16 40 2 SD 7 35 11 55 18 45 3 SMP 4 20 2 10 6 15 Jumlah 20 100 20 100 40 100 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Diberikan perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol No Skala Nyeri Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Pre Test Post Test Pre Test Post Test n % n % n % n % 1 Tidak Nyeri - - 2 10 - - 1 5 2 Ringan - - 14 70 1 5 4 20 3 Sedang 16 80 4 20 17 85 11 55 4 Berat 4 20 - - 2 10 4 20 Jumlah 20 100 20 100 20 100 20 100 Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-13
Tabel 5. Analisis Skala Nyeri Pada Penderita Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Sebelum Dan Setelah Diberikan Kompres Jahe No Skala Nyeri Pre Test Mean SD Post Test Mean SD 1 Tidak Nyeri - 3 2 Ringan 1 18 5.55 1.280 3 Sedang 33 15 3.70 2.066 4 Berat 6 4 Tabel 6. Perbedaan skala nyeri pada penderita rheumatoid arthritis pada lansia sebelum dan setelah diberikan kompres jahe pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol sebelum dan setelah intervensi (Uji Independen T-Test) No Intensitas skala nyeri 1 Pre 2 Post Sumber : Data Primer 2015 Kelompok N mean SD t hitung t tabel P value α Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol 20 5.70 1.261 20 5.40 1.314 20 2.55 1.276 20 4.85 2.084 0.737 1.685 0.466 4.208 0.000 Tabel 7. Skala nyeri responden setelah intervensi pada Kelompok intervensi ( Uji Paired T-Test) 0.05 Skala Nyeri Mean SD t hitung P value Intervensi 3.150 0.745 18.905 0.000 Kontrol 0.550 1.317 1.868 0.077 Hasil Uji Independen T test pada tabel 6 nampak bahwa nilai rata-rata mean setelah diberikan intervensi pada kelompok intervensi adalah 2.55 dan pada kelompok kontrol adalah 4.85. Dimana hasil pengujian uji independen T-test setelah intervensi t hitung (4.208) > t tabel (1.685) dan nilai P Value (0.000) < nilai α 0.05 berarti ada efektifitas kompres jahe terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia. Selain itu, pada uji paired T test pada tabel 7 nampak nilai ratarata nilai mean skala nyeri pada kelompok intervensi 3.150 dengan nilai SD 0.745. nilai t hitung adalah 18.905 dan nilai P Value adalah 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t hitung (18.905) > nilai P value (0.000) < nilai α 0.05 berarti ada efektifitas kompres jahe terhadap penurunan skala nyeri rheumatoid arthritis pada lansia. Menurut asumsi peneliti berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat pengaruh yang signifikan antara kompres jahe dengan penurunan skala nyeri rheumatoid arthritis pada lansia. Hal ini sesuai dengan salah satu intervensi non farmakologi yang Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-14
dapat dilakukan perawat seacara mandiri dalam menurunkan skala nyeri stimulasi kutaneus, yaitu dengan melakukan kompres hangat jahe pada pasien untuk menurunkan skala nyeri rheumatoid arthritis. Kompres hangat bagian dari teknik stimulasi yang merupakan salah satu intervensi non farmakologi dalam penanganan nyeri. Teknik stimulasi kutaneus dapat mengatasi nyeri karena menurunkan persepsi dengan stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. (Smeltzer & Bare, 2007) Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti berpendapat bahwa selama kompres jahe dilakukan pada lansia, hampir keseluruhan lansia mampu berkonsentrasi terhadap kompres jahe yang diberikan, sebab terdapat penurunan nyeri yang signifikan pada responden. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas pemberian kompres jahe (Zingiber officinale) terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana dapat disimpulkan bahwa efektif terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia dapat dilihat dengan rata-rata nilai mean skala nyeri pada kelompok intervensi adalah 3.150 dengan SD 0.745. Nilai t hitung adalah 18.905 dan nilai P Value adalah 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t hitung (18.905) > nilai P (0.000) < nilai α 0.05 berarti H 0 di tolak dan H a diterima. 2. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pada kelompok intervensi, sebelum diberikan kompres jahe terdapat 16 responden yang mengalami nyeri sedang, 4 responden yang mengalami nyeri berat. 3. Untuk hasil setelah diberikan intervensi (kompres jahe) terdapat 14 responden yang mengalami nyeri ringan, 4 responden yang mengalami nyeri sedang dan 2 responden yang tidak mengalami nyeri. Daftar Pustaka Arif Muttaqin, S.Kep, Jawaban- Jawaban Alternatif Untuk Atritis Dan Reumatik. Yogyakarta: Citra Aji Parama. 2008. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Arthritis Rheumatoid. Jakarta: 2007 Dinkes Prov. Sultra. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulkawesi Tenggara. Kendari.2015. Fitriani. Askep rematik pada lansia. 2009.http://nurzhornl.wordpres s.com, diakses tanggal 20 maret 2014. Gordon. Pengertian, Tanda & Gejala Rematik, Jakarta : Rineka Cipta. 2007. Handayani T. Apotek Hidup. Jakarta : CV Ilmu Padi Infra Pustaka Makmur. 2013. Potter, Perry. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktik. Jakarta : EGC. 2009. Smeltzer, & Bare. Keperawatan Medikal Bedah, Burrner And Suddarth. Editor Monica Ester, Edisi 8, (Alih Bahasa Agung Waluyo) Jakarta : EGC. 2007. Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-15
Mandala Pharmacon Indonesia,Vol.1,No 2,2015-16