EKSISTENSI KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.


HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

Mentaati Peraturan. Perundang-undangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB SATU PENDAHULUAN

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu:

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Perundang-undangan Nasional. Kompetensi. Materi. Makna dan Pentingnya. Untuk Kelas VII

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

STATUS HUKUM KETETAPAN MPR/S PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#4) Teori Perundang-undangan (Pembentukan Peraturan Perundangundangan)

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

PROBLEMATIKA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG ATAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (TAP MPR) Abstrak

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

RechtsVinding Online

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1

Hubungan antara MPR dan Presiden

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM. Abstrak

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 59/PUU-XIII/2015

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

Transkripsi:

EKSISTENSI KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah selesainya Perubahan Keempat Undang-Undang dasar 1945 dan ditetapkannya Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002, Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Setelah proses yang lama akhirnya undang-undang ini disahkan dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 November 2004. Seperti yang disampaikan sebelumnya dengan hilangnya Ketetapan MPR dalam hirarki Peraturan Perundangundangan memang menimbulkan masalah, sebagian berpendapat jika Tap MPR tidak perlu dimasukkan lagi dalam Hirarki karena sudah tidak mungkin lagi akan aka ada Ketetapan MPR dimasa yang akan datang, bahkan pendapat yang lebih tajam mengatakan tidaklah tepat jika Ketetapan MPR disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan sehingga tidak perlu dimasukkan dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Diantara kelompok yang tidak setuju Tap MPR masuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan yaitu Prof. Mahfud MD,10 dalam bukunya dijelaskan bahwa, Adanya penggarisan bahwa Tap MPR itu bukan merupakan peraturan perundangundangan dapat dengan mudah digali dan dipahami dari 2 pasal didalam UUD yakni pasal 24C ayat (1) dan Pasal 1aturan tambahan serta Tap MPR Nomor I/MPR/2003 dan Undang-Undang No.10 Tahun 2004:

Pasal 24 C ayat (1) menggariskan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar,dst. Ini berarti bahwa peraturan perundang-undang yang langsung berada dibawah UUD adalah UU. Kalau seandainya ada Tap MPR dibawah UUD maka ketentuan pengujiannya tentu akan menentukan MK menguji Tap MPR terhadap UUD dan/atau menguji UU terhadap Tap MPR dengan demikian, jelas bahwa Tap MPR bukanlah peraturan perundang-undangan. Aturan tambahan pasal 1 UUD hasil amandemen menentukan bahwa Majelis Perumusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Perumusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang tahunan MPR tahun 2003. ketentuan ini jelas memerintahkan kepada MPR untuk meninjau dan menentukan status baru bagi Semua Tap MPR/MPRS yang sudah ditetapkan bukan sebagai peraturan perundang-undangan lagi. Jadi ketentuan Aturan Tambahan ini dibuat karena Tap MPR bukan lagi sebagai peraturan Perundang-undangan sehingga harus dibuat status baru untuk yang sudah ada dan yang terlanjur menjadi peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan UUD hasil amandemen atas status Tap MPRS dan Tap MPR itu maka sidang Tahunan MPR tahun 2003 telah mengeluarkan Tap MPR No. I/MPR/2003 yang secara popular disebut juga sebagai Tap MPR Sapujagat.11 Selanjutnya Maria Farida mengatakan tidaklah tepat jika Tap MPR dimasukkan dalam hirarki peraturan perundang-undangan dengan alasan, Ketetapan MPR merupakan Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz). Seperti juga dengan Batang Tubuh UUD 1945, maka

Ketetapan MPR ini juga berisi garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakan Negara, sifat norma hukumnya masih secara garis besar, dan merupakan norma hukum tunggal dan tidak dilekati oleh norma sanksi. Dengan demikian Ketetapan MPR tidak termasuk dalam Peraturan perundang-undangan, tetapi termasuk dalam aturan Dasar Negara/aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) Ketetapan MPR pada hakikatnya tidak dapat digolongkan kedalam peraturan perundang-undangan karena mengandung jenis norma yang lebih tinggi dan berbeda daripada norma yang terdapat dalam Undang-undang. Sifat norma hukum dalam Ketetapan MPR adalah setingkat lebih rendah daripada norma-norma dalam Batang Tubung UUD 1945.12 Disisi lain Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari, mengatakan,...justru dengan tidak dimasukkannya Ketetapan MPR kedalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan merupakan suatu kesalahan. Akibat kesalahan tersebut membuat Tap MPR No. 1/MPR/2003 menjadi muspro, pasalnya tidak ada lagi konsekuensi hukum dan politiknya jika terjadi pelanggaran terhadap Tap MPR yang masih berlaku tersebut, dulu pelanggaran terhadap Tap MPR bisa mengakibatkan jatuhnya memorandum DPR yang berujung pada impeachment, tetapi pasca amandemen UUD 1945 langkah politik semacam itu tidak bisa lagi digunakan, sebab pasal 7A UUD 1945 telah mengaturnya secara jelas. Sehingga dalam hal ini Tap MPR menjadi macan ompong atau sekedar menjadi dokumen kearifan semata tanpa ada manfaat hukum dan politiknya sama sekali.13 Hal ini ada benarnya karena selain terkesan tidak mempunyai konsekuensi hukum dan politik, hilangnya Tap MPR dalam hirarki tersebut membuat Ketetapan tersebut akan jauh dari perhatian pemerintah lebih khususnya dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan, sebab dalam pasal 7 ayat 4 UU No. 10 Tahun 2004 dikatakan bahwa : jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selanjutnya dalam ayat 5 dikatakan bahwa: kekuatan hukum Peraturan Perundang- Undangan adalah sesuai dengan hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Meskipun keberadaan dari Ketetapan MPR diakui oleh undang-undang ini karena Tap MPR No. 1/MPR/2003 merupakan perintah dari pasal 1 aturan tambahan UUD 1945, tetapi dari rumusan ayat 5, kelihatan bahwa kedudukan dari Ketetapan MPR tidaklah jelas sebab Tap MPR tidak dimasukkan dalam hirarki peraturan perundangundangan, oleh karena itu beberapa ahli mengatakan dimasa UU No. 10 Tahun 2004 merupakan masa suram dari Ketetapan-Ketetapan MPR. Sehingga ketika muncul Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-Undangan, yang kembali mengakomodasi Ketetapan MPR kedalam salah satu jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan dikatakan sebagai masa kebangkitan dari Ketetapan MPR dalam arti yang terbatas. Dikatakan terbatas karena memang hanya dibatasi sebagaimana yang dijelaskan dalam Penjelasan pasal 7 huruf b UU Nomor 12 Tahun 2011, dikatakan bahwa, yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor : 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, tanggal 7 agustus 2003.