BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

dokumen-dokumen yang mirip
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

Dirangkup dari pendapat : Prof. Dr. Maria SW Sumardjono, SH.,MCL.,MPA Sebagai referensi Puslitbang BPN-RI didalam merumuskan pokok-pokok pikiran

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan


HUKUM AGRARIA NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BERKAITAN DENGAN RENCANA PEROLEHAN TANAH

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

BAB 1 PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, pendukung negara yang

BAB V PENUTUP. penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. kepastian hukum atas kepemilikan tanah tersebut. ayat (3) menentukan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

PERAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH DALAM PELAYANAN PERTANAHAN (Studi pada Kecamatan Tanjung Karang Timur) Upik Hamidah

BAB I PENDAHULUAN. peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB V PENUTUP. mengatur penyelenggaraan sistem pemerintahan desa. Pemerintah Daerah

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG

FUNGSI TANAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL (ASPEK PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah


BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang agraris. Suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adat. Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

PERAN KONSOLIDASI TANAH DALAM KETRANSMIGRASIAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dilaksanakan melalui Lembaga Konversi, karena tanah-tanah hak milik adat adalah hak-hak atas tanah yang sudah ada sebelum lahirnya UUPA, dan ditegaskan konversinya menjadi Hak Atas Tanah menurut UUPA atas nama pemegang haknya, sepanjang pemegang haknya yaitu Masyarakat Hukum Adat memenuhi syarat sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan. Kententuan tentang konversi hak atas tanah terhadap hak-hak lama, diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu: a. Bagian Kedua, Ketentuan Konversi, Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria; c. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 Tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah; d. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 26/DDA/1970, Tentang Penegasan Konversi Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah;

135 e. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Penyelengaraan Pendaftaran Tanah Sistematik di Daerah Uji Coba; f. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995 Tentang Penyelengaraan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik Yang secara tegas menetapkan bahwa: Tanah-tanah Hak Milik Adat ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang haknya, sepanjang pemegang haknya yaitu kelompok Masyarakat Hukum Adat memenuhi syarat, dan tidak terdapat ketentuan pembatasan jangka waktu konversi bagi Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, hingga saat ini masih tetap diakui dan dihargai serta dapat diproses konversinya. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dapat dilaksanakan setelah adanya Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Provinsi tentang Pengakuan dan Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam PMNA/KBPN Nomor 5 Tahun 1999 yang didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar hukum adat, masyarakat adat yang bersangkutan, aspirasi masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi atau pihak lain yang terkait. Tahapan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, terdiri dari: Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik, Pembuktian Hak dan Pembukuannya, Penerbitan Sertipikat, Penyajian Data Fisik dan Data Yuridis, Penetapan Hak,

136 Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 2. Masih terdapat perbedaan pandaangan dari para Ahli Hukum maupun Pejabat Badan Pertanahan Nasional terhadap peraturan yang mengatur tentang bentuk hak yang diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Ada yang berpendapat: untuk Tanah Ulayat yang merupakan Hak Privat Masyarakat Hukum Adat diberikan dengan Hak Milik, sedangkan untuk Tanah Ulayat yang merupakan Hak Publik Masyarakat Hukum Adat diberikan Hak Pakai, guna melindungi hak-hak masyarakat luas yang berkaitan dengan fungsi sosial dan kepentingan umum. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwa bentuk hak yang dapat diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat adalah Hak Pengelolaan, karena berdasarkan filosofi hak meguasai dari Masyarakat Hukum Adat adalah untuk mengatur penyediaan, pemberian kuasa menggunakan dan memanfaatkan tanah agar hasilnya bisa dinikmati oleh pribadi, keluarga, maupun Masyarakat Hukum Adat. Jadi hak menguasai Masyarakat Hukum Adat itu, bukan hak milik tertinggi yang mutlak di atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang mana hak menguasai Masyarakat Hukum Adat itu, tidak dapat disamakan dengan hak milik yang sifatnya mutlak dan tertinggi 3. Masih adanya faktor-faktor penghambat Pelaksanaan Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Lampung, yaitu : a. Hambatan Teknis, diantaranya: Pertama, belum terdapat Perda tentang Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung dan Tanah

137 Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung, sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah; Kedua, Peraturan Daerah Nomor: 5 Tahun 2013 tentang Kelembagaan Masyarakat Adat Lampung, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk Penetapan dan Pendaftaran Tanah Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, karena tidak menetapkan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah, dan hanya sebatas pembentukan Majelis Penyimbang Adat Lampung sebagai wadah musyawarah bagi para Penyimbang Adat Lampung; Ketiga, Tidak adanya bukti tertulis sebagai bukti kepemilikan Tanah Ulayat dan tidak terdapat batas-batas yang pasti atau jelas terhadap bidang Tanah Ulayat oleh masing-masing marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung, terlebih lagi banyaknya pemekaran Kampung/Pekon/Desa, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota yang berakibat menimbulkan permasalahan tersendiri berkaitan dengan bukti kepemilikan Tanah Ulayat maupun batas-batas bidang Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung, serta batasanbatasan antara pemilikan individual (hak perseorangan atas tanah) dengan pemilikan kolektif oleh Masyarakat Hukum Adat; Keempat, Banyak Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung yang sudah beralih penguasaan dan pemilikannya oleh perusahan penanam modal maupun menjadi hak individu anggota Masyarakat Hukum Adat; b. Hambatan Hukum, diantaranya: Pertama, Peraturan tentang penyelesaian masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang ada yaitu

138 PMNA/KBPN Nomor 5 Tahun 1999, adalah peraturan yang sifatnya pelimpahan kewenangan kepada Pemda sebagaimana halnya Keppres No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, yang menetapkan bahwa Penetapan dan Penyelesaian Masalayah Tanah Ulayat adalah 1 (satu) dari 9 (sembilan) kewenangan bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayatnya, dan tidak mengandung konsekuensi hukum apapun jika hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan, serta tidak cukup rinci mengatur tentang pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat termasuk bentuk hak yang dapat diberikan dan batasan-batasan kewenangan yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat untuk mengelola dan memanfaatkan Tanah Ulayat; Kedua, terdapat perbedaan pendapat dalam penafsiran peraturan peraturan perundang-undangan antara para ahli hukum maupun pejabat BPN, berkaitan dengan bentuk hak yang dapat diberikan terhadap Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yag mana sebagian berpendapat, diberikan dengan Hak Milik untuk tanah yang sifatnya Hak Privat bagi Masyarakat Hukum Adat dan Hak Pakai untuk tanah yang sifatnya Hak Publik yang juga berkaitan dengan hak-hak masyarakat luas, sementara

139 yang lain berpendapat diberikan Hak Pengelolaan dalam koridor NKRI; Ketiga, belum terdapat peraturan yang tegas mengatur tentang bentuk hak atas tanah yang dapat diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat sehingga terjadi kekosongan hukum yang berimplikasi terjadinya ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat serta kepastian ekonomi dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan penanaman modal. 5.2 Saran - Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Sebaiknya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk melakukan sosialisasi secara intensif kepada Masyarakat Hukum Adat khususnya Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Lampung tentang tata cara dan prosedur Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat 2. Sebaiknya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung dan pihak-pihak terkait lainnya segera melakukan penelitian tentang keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung dengan melibatkan pakar hukum adat, masyarakat adat yang bersangkutan, lembaga swadaya masyarakat, instansi atau pihak lain yang terkait, yang dilanjutnkan menerbitkan Perda tentang Pengakuan dan Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung dan Tanah Ulayat sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah;

140 3. Sebaiknya ada koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah yang berwenang untuk menentukan keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat dengan Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi yang berwenang melaksankan Pendaftaran Tanah, sehingga Penetapan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat dapat dilaskanakan; 4. Sebaiknya Marga-marga Masyarakat Hukum Adat: a. Berperan aktif mendesak Pemerintah Daerah segera menerbitkan Perda tentang keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung; b. Dapat menjaga harta kekayaan yang dimilikinya terutama Tanah Ulayat yang sampai dengan saat ini masih menjadi miliknya atau belum dialihkan kepada orang atau badan hukum lain, dengan menguasai, memanfaatkan, dan memasang tanda batas tanah, sehingga pada saat dilaksanakan penelitian, dapat dengan mudah ditentukan keberadaan Tanah Ulayat tersebut; 5. Sebaiknya pemerintah pusat menerbitkan peraturan yang lebih dapat mengikat semua pihak tentang penyelesaian masalah, pendaftaran tanah, pemberian bentuk hak atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, khususnya terkait dengan hak penguasaaan bersama atas Tanah Ulayat dari sekedar PMNA/KBPN Nomor: 5 Tahun 1999, menjadi bentuk peraturan yang masuk dalam kerangka hirarkhi peratruan perundang-undangan sesuai dengan Pasal 7 UU Nomor: 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.