BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan agama Islam hakekatnya memiliki dua aspek tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

JURNAL HUKUM. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebingungan, kecemasan dan konflik. Sebagai dampaknya, orang lalu

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

A. Analisis Putusan Hakim No.193/PID.B/2013/PN.Sda tentang Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan Juvenile (remaja), pendidikan

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan ibadah sangat diperlukan untuk setiap individu-individu setiap

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pembangunan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sudut etimologis juvenile delinquency berarti kejahatan anak akan tetapi makna yang muncul dari kejahatan anak adalah makna negatif. Makna yang muncul dari kejahatan anak adalah, dari segi subjek maka seseorang yang melakukan sebuah kejahatan disebut dengan penjahat, dengan demikian maka sebutan untuk seorang anak yang melakukan kejahatan akan disebut dengan penjahat kecil. Dengan adanya makna negatif yang muncul ini, maka ada pergeseran makna dari makna juvenile delinquency yang semula bermakna kejahatan anak berganti menjadi kenakalan anak. 1 Kenakalan anak diambil dari istilah juvenile delinquency. Istilah juvenile delinquency, berasal dari juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquency artinya wrong doing, terabaikan/mengabaikan yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. 2 Istilah kenakalan anak pertama kali diperkenalkan oleh Badan Peradilan Anak di Amerika Serikat dalam rangka membentuk suatu Undang-Undang peradilan bagi anak di negara 1 Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1 2 Nashrina, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak-Anak Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm. 25. 1

tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan segi pelanggaran hukumnya, adapula kelompok yang menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum. Namun semua sependapat bahwa dasar pengertian kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat antisosial. Mardjono Reksodiputro (1995) sebagai mana yang dikutip oleh Nashriana dalam sebuah makalahnya menyatakan bahwa apabila ada pendapat yang menyatakan kalau perilaku delinkuen selalu akan membawa anak (baik pria maupun wanita) menjadi pelaku kejahatan atau penjahat dimasa yang akan datang adalah keliru. Akan tetapi, beliau berpendapat bahwa apabila masalah delinkuen anak itu tidak ditangani dengan baik, maka pada masa yang akan datang dapat terjadi kenaikan kriminalitas dalam masyarakat, merupakan pendapat yang logis dan dianut oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, secara khusus individual seorang anak delinkuen (juga yang melakukan tindak pidana serius, seperti: pembunuhan) janganlah diberi stigma sebagai penjahat kecil yang akan tumbuh menjadi penjahat besar. Hal ini akan mengurangi kenyataan bahwa pengalaman dan penelitian empirik menunjukkan kurangnya perhatian terhadap permasalahan delinkuensi anak sebagai gejala sosial dapat meningkatkan secara cepat angka statistik kriminal yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan kenakalan, banyak pendapat yang memberikan definisi. Salah satu definisi juvenile 2

delinquency adalah perilaku kejahatan/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. 3 Menurut Fuad Hasan yang dikutip oleh Nashrina yang dikatakan juvenile delinquency adalah perbuatan antisosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dikualifikasikan sebagai kejahatan. Tim proyek juvenile delinquency Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Desember 1967 memberikan perumusan mengenai juvenile delinquency suatu tindakan tau perbuatan yang dilakukan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela. Dari berbagai pendapat yang memberikan batasan tentang batasan anak, menunjukkan bahwa juvenile delinquency adalah perilaku anak yang merupakan perbuatan yang melanggar normanorma, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan. Telalu kejam apabila pelaku anak disebut sebagai penjahat anak bukan kenakalan anak, sementara bila memperhatikan kebijakan pelaksanaan/eksekutif anak yang melakukan kenakalan (anak nakal), penyebutan anak yang berada 3 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta: CV Rajawali, 1992), hlm 7. 3

dalam lembaga permasyarakatan bukan sebagai Narapidana Anak tetapi sebagai Anak didik permasyarakatan. 4 Berikut ini adalah contoh kasus kriminal yang dilakukan oleh anak:...saat korban jatuh, kedua pelaku langsung mengambil paksa helm korban. Korban pun sempat melawan dan terjadi tarik menarik memperebutkan helm antara pelaku dan korban. Tak sampai di situ, seorang pelaku juga mengeluarkan sebilah senjata tajam jenis parang. Dan mengancam akan mengambil sepeda motor korban, bila korban tak menyerahkan helm tersebut. Untungnya usaha kedua pelaku berhasil digagalkan oleh Listo Danan Jojo, pengemudi sebuah minibus yang kebetulan melintas di lokasi kejadian. Kedua pelaku pun langsung digiring ke Polsek Cikarang Pusat. 5 Seorang anak yang tengah melakukan tindak pidana wajib disidangkan di pengadilan khusus anak yang berada di lingkungan peradilan umum, dengan proses khusus serta pejabat khusus yang memahami masalah anak, mulai dari penangkapan, penahanan, proses mengadili dan pembinaan. Dalam proses khusus ini persidangan anak yang melakukan tindak pidana dilakukan secara tertutup dengan pejabat khusus seperti Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas khusus yang tidak 4 Nashrina, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak-Anak Indonesia, hlm. 29. 5 Adhy Kelana, Pelajar Terlibat Tindak Kejahatan Tetap Diproses Hukum, http://www.tribunnews.com/nasional/2012/05/09/pelajar-terlibattindak-kejahatan-tetap-diproses-hukum diakses pada 18-02-2014 4

memakai toga atau pakaian dinas. Berikut syarat-syarat seorang anak dapat diajukan ke Sidang Anak, antara lain: 6 a. Melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan, maupun peraturan hukum lain yang berlaku: b. Memenuhi batasan umur sebagai berikut: 1) Sekurang-kurangnya berumur 8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, dan belum pernah kawin; atau 2) Anak yang melakukan tindak pidana pada batas umur seperti di atas (18 tahun, tetapi belum mencapai usia genap 18 tahun) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak itu berumur di atas 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun. Dalam ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebutkan pula sebagai berikut: a. Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun namun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik. b. Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak yang belum mencapai usia 8 (delapan) tahun di atas masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua 6 http://www.tanyahukum.com/pidana/18/proses-hukum-terhadaptindak-pidana-yang-dilakukan-oleh-anak-di-bawah-umur/ diakses pada 22/04/2013 5

asuhnya, maka Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. c. Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak yang belum mencapai usia 8 (delapan) tahun di atas tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, maka Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Adapun proses persidangan digunakan hukum acara yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak kecuali ditentukan lain dalam undang-undang tersebut. Keberadaan mereka di Lapas Anak dan statusnya sebagai Anak Didik Lembaga Permasyarakatan Anak (Andikpas) tidak menghapuskan hak-hak yang melekat pada diri mereka yang wajib di penuhi serta dilindungi dengan baik, khususnya dalam hal pendidikan. Hal ini lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, yang mana pada Bab II, pasal 21, ayat 1b menyatakan bahwa dalam hal anak yang melakukan tindak pidana berumur 12 tahun wajib diikutsertakan pada program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan. Selanjutnya disebutkan pada ayat 3, BAPAS wajib melaksanakan evaluasi terhadap program 6

pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan. Pada pasal 73ayat 8 juga menyebutkan bahwa anak yang menjalani pidana dengan syarat, anak harus mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun. 7 Sedangkan pada pasal 32 ayat 4 menyebutkan bahwa selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap terpenuhi atau dipenuhi. Hal ini sebagaimana yang tertulis pada bagian ke-9 pasal 30, ayat 2 Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang menyebutkan, bahwa pendidikan agama berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan agama ditengarai mampu membentuk seseorang menjadi manusia yang lebih bermoral serta menjadikan seseorang memiliki nilai-nilai ajaran agama yang kelak dapat digunakan menjadi pedoman hidup. Pendidikan agama juga mampu mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik, serta mampu membimbing seseorang untuk bertobat setelah melakukan dosa. Inilah fungsi dari adanya pendidikan agama, terlebih pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam hakekatnya memiliki dua aspek tugas pokok yang harus dijalankan. Yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat peserta didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimat syahadat pemahaman terhadap jenis-jenis 7 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, Sistem Peradilan Pidana Anak, pasal 73, ayat (8). 7

tauhid (rububiyah, uluhiyah, dan sifat dan asma). Ketundukan, kepatuhan, dan keikhlasan menjalankan Islam dan menghadirkan dari segala bentuk kemusyrikan. Sedangkan pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah SWT dan menyediakan bekal untuk beribadah, seperti makan dan minum. 8 Pada pokok tugas yang kedua disebutkan bahwa tugas pokok pendidikan agama Islam adalah untuk mengembangkan tabiat dari peserta didik. Dengan demikian maka, pendidikan agama Islam yang diajarkan pada peserta didik hendaknya mampu untuk mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan pribadi yang berakhlak karimah, yang memiliki keshalehan individual dan sosial dengan menjunjung tinggi jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), rendah hati (tawadhu), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat dan cinta tanah air. 9 Berdasarkan pemaparan di atas, maka pembelajaran pendidikan agama Islam untuk para peserta didik di dalam Lapas dinilai sangat penting. Hal ini agar mereka mampu memperbaiki pribadi mereka selepasnya mereka dari dalam Lapas. Agar mereka 8 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 52. 9 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, nomor 3 tahun 2012, Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 2, ayat 3. 8

mampu memiliki nilai-nilai kepribadian yang telah disebutkan diatas. Untuk menjalankan pembelajaran pendidikan agama islam, maka kiranya diperlukan sebuah konsep yang baik yang mampu mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Sebuah konsep pembelajaran pendidikan agama Islam yang baik hendaknya mencakup sebuah perencanaan pembelajaran, pengorganisasian/ pelaksanaan serta sebuah sistem evaluasi yang mampu menghantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Penelitian ini dilaksanakan di Lapas Anak Kutoarjo dikarenakan Latar belakang Lapas yang menaungi anak-anak pidana. Sesuai dengan perundang-undangan sistem pidana anak yang menyatakan bahwa anak binaan lapas harus terpenuhi semua hak-haknya, termasuk salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Selain menaungi anak-anak binaan, Lapas Anak Kutoarjo juga memberikan pendidikan serta pelatihan yang kelak dapat dijadikan bekal hidup bermasyarakat setelah keluar dari Lapas. Dari pemaparan yang telah dijelaskan penulis, bahwa menjadi penting kiranya sebuah pendidikan di sebuah Lapas Anak. Dalam undang-undang sistem pidana anak juga telah disebutkan bahwa wajib kiranya sebuah Lapas Anak untuk memenuhi semua hak-hak anak binaan selama mereka berada di dalam lapas tak terkecuali hak dalam mendapatkan pendidikan agama Islam. Dalam sebuah pembelajaran diperlukan sebuah manajemen pembelajaran yang baik, yang dapat dijadikan acuan 9

untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Berdasarkan hal ini, maka penulis berkeinginan untuk meneliti MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) di PKBM Lapas Anak Kutoarjo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di PKBM Lapas Anak Kutoarjo? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di PKBM Lapas Anak Kutoarjo? 3. Bagaimana pengawasan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di PKBM Lapas Anak Kutoarjo? 4. Bagaimana evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di PKBM Lapas Anak Kutoarjo? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dengan berbagai permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis adalah: 1. Untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam di PKBM Lapas Anak Kutoarjo. 10

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Teoretis Menjadi wacana dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan agama Islam di PKBM Lapas Anak Kutoarjo. 2. Praktis a. Bagi Dinas Pendidikan Dapat menjadi bahan informasi dalam mengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu dan citra pendidikan di PKBM Lapas Anak Kutoarjo. b. Bagi Badan Pendidikan Lapas Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menerapkan manajemen pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) dan dasar kebijakan untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik. c. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi terkait manajemen pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di dalam PKBM Lapas Anak Kutoarjo. d. Bagi Pengguna Dapat dijadikan bahan penilaian sejauh mana manajemen pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) telah diimplementasikan. 11

e. Bagi Orangtua Dapat dijadikan bahan penilaian dan tolak ukur tingkat keberhasilan pembelajaran selama berada di dalam PKBM Lapas Anak Kutoarjo. 12