ISBN

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Optimalisasi informasi perubahan iklim dalam rangka membangun kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

Iklim Perubahan iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kementerian PPN/Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

KETAHANAN PANGAN DAN PERUBAHAN IKLIM ENDAH MURNNINGTYAS DEPUTI SDA DAN LH KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Versi 27 Februari 2017

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

Penataan Kota dan Permukiman

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. peranannya dalam memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. perekonomian Indonesia. Akan tetapi, meskipun mampu menyerap tenaga

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan LH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peran Kementerian ATR/BPN dalam Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mencapai Tujuan NDC

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi global per sektornya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita?

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

RIZALDI BOER. Rizaldi Boer MENUJU SISTEM PERTANIAN YANG CLIMATE SMART (CLIMATE RESILIENCE AGRICULTURE)

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

Dampak Perubahan Iklim

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Transkripsi:

STRATEGI ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN CUACA Dwi Vita Lestari.S Program Studi Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahunl Ulum Jl. Kepodang Km. 11 Tanjungpinang, Kepulauan Riau email : dwivitalestari@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi adaptasi petani tanaman pangan karena perubahan cuaca, cara mengatasi dampak perubahan cuaca terhadap sektor pertanian, upaya strategis penanganan dampak perubahan cuaca bagi para petani dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang tidak menentu terhadap produksi tanaman pangan. Wilayah penelitian berlokasi di bukit tinggi Sumatra Barat. Kemudian metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Berdasarkan analisis deskriptif menunjukkan beberapa adaptasi strategi oleh petani tanaman pangan di bukit tinggi Sumatra Barat telah dilakukan oleh sekelompok petani tanaman pangan. Kenaikan pendapatan petani tanaman pangan diperlukan untuk memperbesar tingkat kesediaan membayar dalam menurunkan kerugian akibat perubahan cuaca. Variabel-variabel pendidikan, usia, dan persepsi risiko tidak mempengaruhi keputusan melakukan strategi adaptasi di wilayah penelitian. Perubahan cuaca merupakan suatu keniscayaan yang telah terjadi di beberapa tempat. Fenomena alam ini berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Walaupun turut berkontribusi sebagai penyebab perubahan cuaca, sektor pertanian merupakan korban dan paling rentan (vulnerable) terhadap perubahan cuaca itu sendiri. Kementerian Pertanian menyikapi kejadian perubahan iklim dengan menyusun strategi yang meliputi tiga aspek, yaitu: antisipasi, mitigasi, dan adaptasi pertanian. Upaya tersebut akan lebih bermanfaat apabila laju perubahan cuaca tidak melebihi kemampuan beradaptasi. Oleh karena itu, upaya antisipasi dan adaptasi perlu diimbangi dengan mitigasi, yaitu upaya mengurangi sumber maupun peningkatan rosot (penyerap) gas rumah kaca. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan cuaca ini diharapkan menjadi acuanbagi pihak terkait, terutama UP/UKT lingkup Badan Litbang Pertanian, dalam menyusun program dan petunjuk operasional upaya adaptasi perubahan cuaca di sektor pertanian. Kata kunci: Petani Tanaman Pangan, Strategi Adaptasi, Perubahan Cuaca PENDAHULUAN Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis khatulistiwa, sehingga dalam setahun matahari melintasi garis equator sebanyak dua kali. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan wilayah Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Perubahan iklim dapat menimbulkan curah hujan dan kejadian iklim yang ekstrim, peningkatan suu udara dan peningkatan muka air laut yang dapat mempengaruhi produksi pertanian dan kondisi sosial-ekonomi petani sebagai subjek terpenting bagi perekonomian. Dunia pertanian selama ini tidak bisa dipisahkan dengan cuaca dan iklim. Namun, akibat efek pemanasan global, saat ini iklim terus mengalami perubahan sehingga mempengaruhi pola curah hujan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi perubahan musim tanam, sehingga menyebabkan penurunan hasil panen (Anonim, 2007). Perubahan iklim (climate change) di dunia ini tidak dapat dihindari akibat pemanasan global (global warming), baik langsung maupun tidak langsung dan akan berakibat pada berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian. Iklim erat hubungannya dengan perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20 persen. Perubahan cuaca menjadi sebuah bahaya yang tidak tampak secara kasat mata. Seiiring dengan semakin tua usia 150

bumi dan kualitas lingkungan yang mengalami kemerosotan, dampak perubahan cuaca telah dialami oleh masyarakat. Indonesia merupakan negara pertanian di mana pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian dan produk nasional yang berasal dari pertanian. Sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan cuaca karena berpengaruh terhadap pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil. Sektor pertanian terutama sektor tanaman pangan merupakan sektor yang paling berdampak dengan adanya perubahan cuaca. Menurut Salinger dalam Surmaini 2010 terdapat tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global yang berdampak pada sektor pertanian adalah: perubahan pola hujan, meningkatnya kejadian cuaca ekstrim (banjir dan kekeringan), dan peningkatan suhu udara. Mengingat cuaca adalah unsur utama sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan cuaca secara global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian. Kejadian cuaca ekstrim antara lain menyebabkan: kegagalan pertumbuhan dan panen yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; kerusakan sumber daya lahan pertanian; peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan; peningkatan kelembaban; dan peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Di beberapa wilayah di Indonesia gejala perubahan iklim mulai dirasakan, di antaranya: musim kemarau yang berlangsung dari tahun ke tahun semakin panjang, dan musim penghujan dengan intensitas yang lebih tinggi, tetapi waktunya lebih singkat serta bergeser dari waktu yang biasanya. Akibatnya, para petani tidak lagi bisa memprediksi musim tanam secara akurat. Para petani pun tidak bisa lagi menggunakan pengetahuan lokal mereka dalam memprediksi musim. Petani menyadari perubahan cuaca dan dampaknya terhadap produksi tanaman pangan telah mampu mengembangkan strategi mata pencaharian, serta adaptasi yang mereka lakukan dengan cara yang terus menerus bisa dilakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang tidak menentu terhadap produksi tanaman pangan. Sektor pertanian perlu beradaptasi terhadap perubahan cuaca karena seiring dengan semakin tingginya suhu bumi dan berubahnya pola presipitasi terjadi juga: perubahan zona cuaca dan pertanian, perubahan pola produksi pertanian, makin meningkatnya produktivitas karena pertambahan CO2 di atmosfer dan bertambahnya kerentanan orang-orang yang tidak memiliki tanah dan miskin. Dampak perubahan cuaca terhadap Indonesia dapat positif maupun negatif. Di beberapa daerah, konsentrasi CO2 di atmosfer dan radiasi matahari dapat berakibat positif untuk proses fotosintesis. Dampak perubahan iklim sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian. perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Disamping itu kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi adaptasi petani tanaman pangan karena perubahan cuaca, cara mengatasi dampak perubahan cuaca terhadap sektor pertanian, upaya strategis penanganan dampak perubahan cuaca bagi para petani dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang tidak menentu terhadap produksi tanaman pangan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survey dengan petani tanaman pangan. Pemilihan lokasi studi berdasarkan pertimbangan karena (1) daerah penelitian mempunyai struktur sosial ekonomi yang relatif kompleks, (2) daerah penelitian adalah daerah yang rawan dengan cuaca, karena lebih sering terjadinnya hujan. Responden dalam penelitian ini merupakan petani tanaman pangan. 151

Dengan banyaknya responden berjumlah 30 orang petani yang keseluruhannya ini akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang ditemukan dan berhubungan dengan topik penelitian. Pengambilannya didasarkan pada lokasi penelitian, yakni penelitian lapang (field research). Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung (wawancara) untuk mendapat informasi berdasarkan keterangan-keterangan dari petani tanaman pangan. Jenis data yang akan diperoleh berupa gambaran umum tentang strategi adaptasi petani tanaman pangan di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualititatif. Yang mana data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada masing-masing petani tanaman pangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Petani terhadap Perubahan Cuaca Pengetahuan Petani tentang Fenomena Perubahan Cuaca. Petani di Bukit Tinggi Sumatra Barat telah mengetahui adanya perubahan pada kondisi Cauca mikro di bukit tinggi Sumatra Barat. Hal tersebut berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen, bahkan mengalami kegagalan panen sehingga menyebabkan kerugian. Pergeseran Musim di Bukit Tinggi Sumatra Barat. Pada awalnya, petani yang berada di Bukit Tinggi Sumatra Barat terbiasa memperkirakan musim melalui pengetahuan yang umum digunakan masyarakat. Sebanyak 100% petani memprediksi musim hujan dimulai setiap bulan Oktober sampai Mei dan kemarau dari bulan Juni sampai september. Seluruh petani mengatakan bahwa di bukit yinggi Sumatra barat telah terjadi pergeseran musim yang menyebabkan sulitnya memprediksi awal atau akhir dari musim hujan ataupun musim kemarau. Kapasitas Adaptasi terhadap Perubahan Cuaca Pengelolaan pengurangan resiko bencana adalah suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi ancaman, kerentanan, kapasitas dan upaya menentukan langkah persiapan dan pengurangan resiko bencana. Kejadian banjir, kekeringan, perubahan pola hujan, intrusi air laut merupakan bentuk ancaman yang sifatnya sangat dinamis. Adanya perubahan iklim menjadikan suatu tempat/wilayah memiliki kondisi ancaman yang lebih dinamis. Misalnya saja desa yang tadinya memiliki ancaman banjir ke depan berpotensi memiliki ancaman kekeringan atau keduanya dalam rentang waktu tertentu atau meningkatnya ancaman akan jenis bencana tertentu misalnya mengalami badai dalam rentang waktu yang lebih panjang atau lebih sering (Prabakar, et al. 2009). Kerentanan dan kapasitas secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah kondisi suatu tempat atau masyarakat yang menyebabkan masyarakat/tempat tersebut menjadi lebih rentan atau lebih tahan menghadapi ancaman bahaya. Dalam kontek pertanian misalnya kurangnya pengetahuan mengenai cara bertani adaptif terhadap perubahan iklim adalah salah satu contoh kerentanan sosial. Sedangkan akses terhadap jasa keuangan seperti kredit, tingkat pendidikan yang tinggi, ketersediaan tenaga tehnis pertanian yang dapat diakses dengan mudah adalah contoh kapasitas dari segi sosial dan ekonomi. Tingkat resiko bencana secara sederhana dapat diartikan berbanding lurus dengan kerentanan dan ancaman dan berbanding terbalik dengan kapasitas (BNPB, 2008). Adaptasi sangat tergantung pada kapasitas beradaptasi dari suatu wilayah. Menurut Adger kapasitas adaptasi merupakan kemampuan sistem atau komunitas untuk mengatasi dampak dan resiko perubahan cuaca, termasuk kemampuan untuk menentukan perilaku terhadap penggunaan sumber daya dan teknologi. Kapasitas dalam beradaptasi terhadap perubahan cuaca pada setiap komunitas (masyarakat) adalah berbeda. Banyak individu dan kelompok diantara masyarakat yang memiliki kapasitas rendah untuk beradaptasi terhadap perubahan cuaca. Faktor-faktor umum yang mempengaruhi kemampuan adaptasi yaitu: pendidikan; pendapatan; dan kesehatan, beberapa faktor khusus yang mempengaruhi kapasitas adaptasi yaitu: tingkat kerentanan; institusional; pengetahuan dan teknologi. 152

Penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adaptasi pada sektor pertanian adalah sebagai berikut: 1. Pengalaman dalam suatu kegiatan pertanian. Studi di Ethiopia telah menunjukkan hubungan positif antara jumlah tahun pengalaman dalam pertanian dan peningkatan adopsi teknologi pertanian, 2. Tingkat pendidikan serta keterampilan diyakini terkait dengan akses terhadap informasi mengenai perbaikan teknologi dan produktivitas yang lebih tinggi. Bukti dari berbagai sumber menunjukkan ada hubungan positif antara tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan adopsi perbaikan teknologi dan adaptasi perubahan cuaca, 3. Pendapatan Pertanian dan non pertanian serta kepemilikan lahan dan ternak merupakan kekayaan. Adopsi teknologi pertanian membutuhkan dukungan kesejahteraan keuangan yang cukup. Penelitian lain menunjukkan bahwa pendapatan berkolelasi positif dangan adopsi teknologi adaptasi, 4. Kelembagaan (Institusi) yang digambarkan dengan berfungsinya penyuluh sebagai akses informasi pertanian, keuangan dan perubahan cuaca bermanfaat dalam membuat keputusan untuk beradaptasi dengan perubahan cuaca, 5. Infrastruktur seperti jarak kedekatan dengan pasar merupakan faktor penentu penting adaptasi, karena pasar berfungsi sebagai sarana bertukar informasi dengan petani lain. Dampak Perubahan Cuaca terhadap Sektor Pertanian Untuk menekan dampak yang negatif akibat kejadian ekstrim atau penyimpangan cuaca, maka peningkatan kemampuan antisipasi sangat diperlukan. Perubahan cuaca sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di Indonesia. Menurut Sutjahjo dan Gatut, dampak pemanasan global yang terjadi di daerah tropis adalah kelembaban nisbi yang tinggi sehingga berdampak pada kondisi sebagai berikut: 1. Peningkatan curah hujan. Kondisi saat ini, curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1% dalam seratus tahun terakhir. Hal ini disebabkan untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan akan mengakibatkan kenaikan curah hujan sebesar 1%. 2. Pemanasan global Pemanasan global yang mengakibatkan perubahan cuaca akan berpengaruh kepada sektor pertanian. Secara teknis, kerentanan sektor pertanian sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman. Dampak perubahan cuaca terhadap sektor pertanian dapat positif maupun negatif. Perubahan iklim menjadi isu lingkungan di seluruh dunia saat ini. Isu ini berhubungan dengan terjadinya pemanasan global yang dikaitkan dengan meningkatnya kandungan gas rumah kaca (terutama karbon dioksida) di udara. Bertambahnya gas rumah kaca (GRK) ini menyebabkan suhu udara global meningkat. Di Indonesia 85% kenaikan CO 2 disebabkan oleh alih fungsi lahan dan kebakaran hutan (LUCF-Land use conversion and Fire). Diperkirakan laju alih fungsi hutan di Indonesia mencapai 1.2 juta Ha per tahun dan hampir 50% dari 108 juta Ha kondisi hutan dalam keadaan rusak. Selain LUCF, sektor energi, pertanian dan limbah adalah 3 faktor lain yang berkontribusi terhadap kenaikan CO 2. Namun demikian kontribusi LUCF di Indonesia lima kali lebih besar dibandingkan total CO 2 yang dihasilkan oleh penggunaan energi, pertanian dan limbah. Berbeda dengan Amerika sebagai penghasil CO 2 terbesar di dunia, dimana sektor energi merupakan penyumbang terbesar terhadap meningkatnya gas CO 2 di udara. Indonesia merupakan Negara ke tiga terbesar didunia yang menyumbangkan naiknya kadar CO 2 (PEACE. 2007). Secara umum di Asia terjadi kenaikan suhu sebesar 1 o C-3 o C. Selain kenaikan suhu dilaporkan terjadinya perubahan curah/pola hujan, dan semakin seringnya kejadian banjir, dan kekeringan. Meningkatnya suhu global juga menyebabkan meningkatnya permukaan air laut. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia antara lain adalah naiknya suhu rata-rata tahunan sebesar 0.3 o C, penurunan dan perubahan pola hujan. Terjadi penurunan sebesar 2%-3% dimana 153

curah hujan di bagian selatan mengalami kenaikan sedangkan di bagian utara mengalami penurunan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari kondisi ini antara lain adalah ketersediaan air yang tidak menentu, kekeringan, banjir, intrusi air laut yang disebabkan oleh meningkatnya tinggi permukaan air laut. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemampuan produksi pertanian yang bisa mempengaruhi ketahanan pangan (FAO, 2007). Diperkirakan di Indonesia akan mengalami kenaikan suhu sebesar 0.1 o C- 0.3 o C per dekade sampai akhir abad 21. Ini berarti pada akhir abad ke 21 kenaikan suhu di Indonesia akan mencapai hingga 3 o C. saat ini peningkatan permukaan air laut sebesar 2 mm dan di Asia sebesar 2-3mm per tahun. Di Indonesia misalnya instrusi air laut dan penurunan tanah di teluk Jakarta telah menyebabkan kerugian infrastruktur dan ekonomi (Cruz, et al. 2007). Pencegahan Dampak Perubahan Iklim Dalam rangka mengantisipasi dampak perubahan iklim, maka diperlukan adanya strategi antisipasi yaitu mitigasi dan adaptasi. Salah satu teknologi mitigasi dan adaptasi yang dilakukan sektor pertanian dalam menghadapi perubahan cuaca adalah penerapan pertanian organic. Pertanian organik memancarkan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) yang jauh lebih rendah dan cepat, terjangkau dan efektif mengaramkan karbon ke dalam tanah. Pertanian organik mengurangi gas rumah kaca terutama nitro oksida, karena tidak menggunakan pupuk nitrogen kimia dan kehilangan nutrisi dapat diminimalkan. Selain itu, pertanian organik membuat lahan dan manusia lebih tahan terhadap perubahan cuaca, terutama karena airnya efisien, tahan terhadap cuaca ekstrim dan risiko kegagalan panen yang lebih rendah. Pertanian organik memiliki potensi besar untuk perubahan cuaca, karena kemampuannya yang tinggi dalam penyerapan karbon. Di samping itu, menawarkan potensi besar dalam hal strategi adaptasi terhadap perubahan cuaca. Pertanian organik mencegah perubahan cauca, karena pertanian organic mengurangi gas rumah kaca, terutama nitro oksida. Pertanian organik juga menyimpan karbon didalam tanah biomassa tanaman dengan membangun bahan organik. Pertanian organik meminimalkan konsumsi energi hingga 30-70% per unit tanah. Upaya Strategis Penanganan Dampak Perubahan Cuaca Di Indonesia Makin meningkatnya kejadian-kejadian ekstrim cuaca/iklim dan bencana terkait cuaca (seperti banjir, longsor, puting beliung), telah memaksa kita berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Bumi dan lingkungan kita. Indonesia adalah termasuk negara yang sangat rentan terkena bencana-bencana yang terkait dengan perubahan iklim, contohnya bencana banjir dan longsor yang sejak beberapa tahun belakangan ini seringkali terjadi. penanganan masalah perubahan iklim dalam konteks pembangunan membutuhkan manajemen risiko iklim saat ini secara efektif, dan pada saat bersamaan juga mampu mengembangkan sistem pembangunan yang tahan terhadap dampak perubahan cuaca jangka-panjang. Upaya tersebut membutuhkan pendekatan lintas-sektor baik pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Disamping itu, kita tidak boleh lupa bahwa upaya adaptasi harus disertai upaya mitigasi karena upaya adaptasi tidak akan dapat efektif apabila laju perubahan cuaca melebihi kemampuan beradaptasi. Mengingat perubahan cuaca berdampak terhadap banyak sektor, maka penanganannya membutuhkan konsep yang holistik dan koordinasi yang baik diantara sektor. Strategi nasional menghadapi perubahan cuaca juga perlu diarahkan pada pengembangan rekayasa sosial agar masyarakat dapat mengalami perubahan sosial secara terencana, sistematis dan menyeluruh yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan kehidupan sosial dan ekologi. Adaptasi terhadap perubahan cuaca merupakan aspek kunci yang harus menjadi agenda pembangunan nasional dalam rangka mengembangkan pola pembangunan yang tahan terhadap dampak perubahan cuaca dan gangguan anomali cuaca yang terjadi saat ini dan antisipasi dampaknya ke depan. Tujuan jangka panjang dari agenda adaptasi perubahan cuaca di Indonesia adalah terintegrasinya adaptasi perubahan cuaca ke dalam perencanaan pembangunan nasional. 154

Upaya adaptasi, seperti tertulis dalam Dokumen Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (lebih dikenal dengan Dokumen RAN-PI) harus dilakukan melalui beberapa pendekatan: 1. Mengintegrasikan agenda adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang, 2. Meninjau kembali dan menyesuaikan inisiatif atau program yang ada sehingga menjadi tahan (resilience) terhadap perubahan iklim, 3. Melembagakan pemanfaatan informasi iklim sehingga mampu mengelola resiko iklim, 4. Mendorong daerah otonom untuk mengintegrasikan pertimbangan resiko iklim ke dalam perencanaan pembangunan daerah, 5. Memperkuat informasi dan pengetahuan untuk mengurangi resiko iklim sekarang dan masa yang akan datang, 6. Mmemastikan tersedianya sumber daya dan pendanaan yang berasal dari dalam negeri untuk kegiatan adaptasi serta memanfaatkan semaksimal mungkin bantuan pendanaan internasional, 7. Memilih opsino-regrets (tanpa penyesalan), yakni mengambil tindakan adaptasi, meski misalnya perubahan iklim tidak terjadi, sehingga manfaat yang diperoleh selain dapat mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim sekaligus mendatangkan manfaat bagi pembangunan nasional, 8. Mendorong terbentuknya dialog nasional sehingga dapat mempercepat proses pengimplementasian agenda adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Agenda adaptasi perubahan cuaca harus difokuskan pada area yang rentan terhadap perubahan cuaca, yakni: sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. Untuk mencapai pembangungan yang tahan terhadap resiko cuaca, pada masing-masing area fokus perlu untuk diketahui: 1. Tujuan agenda perubahan cuaca yang ingin dicapai terkait erat dengan tujuan pembangunan nasional, yang dapat juga diselaraskan dengan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia, 2. Kondisi yang ada pada masing-masing area fokus saat ini baik biofisik, program dan inisiatif yang ada serta institusi yang bertanggung jawab terhadap dampak perubahan cuaca, 3. Perubahan kunci yang diperlukan pada program, investasi atau rencana yang sudah ada; 4. Investasi dan kegiatan tambahan atau baru yang diperlukan. Agenda adaptasi dalam strategi pembangunan untuk menghadapi anomali cuaca atau variabilitas cuaca saat ini, antara lain dengan cara : 1. Program pengurangan resiko bencana terkait cuaca melalui program penghutanan kembali, penghijauan terutama di kawasan hutan/lahan yang kritis, baik di hulu maupun di hilir (kawasan pesisir) dengan keterlibatan masyarakat; 2. Peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan cuaca dan informasi adaptasi pada berbagai tingkat masyarakat terutama untuk masyarakat yang rentan sebagai tindakan kesiap-siagaan dini dan peningkatan kesadaran tentang bencana cuaca yang semakin meningkat; 3. Peningkatan kapasitas pengkajian ilmiah tentang perubahan cuaca dan dampaknya serta upaya pengendaliannya serta mengembangkan model proyeksi perubahan cuaca jangka pendek, menengah dan panjang untuk skala lokal atau regional yang diperlukan untuk menilai kerentanan dan dampak iklim serta menyusun rencana dan strategi kebijakan adaptasi terhadap perubahan iklim untuk jangka pendek, menengah dan panjang; 4. Peninjauan kembali kebijakan-kebijakan inti yang secara langsung maupun tidak langsung akan dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Kemudian mengidentifikasi penyesuaian seperti apa yang harus dilakukan terhadap program-program yang didesain dengan kebijakankebijakan itu dengan mempertimbangkan arah perubahan cuaca dan kenaikan muka air laut serta perubahan kondisi sosial-ekonomi untuk mendapatkan kebijakan dan program yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca; 155

5. Peningkatan kapasitas untuk mengintegrasikan perubahan cuaca dengan pengarus-utamaan adaptasi perubahan cuaca kedalam perencanaan, perancangan infrastruktur, pengelolaan konflik, dan pembagian kawasan air tanah untuk institusi pengelolaan air; 6. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan cuaca kedalam kebijakan dan program di berbagai sektor (dengan fokus pada penanggulangan bencana, pengelolaan sumberdaya air, pertanian, kesehatan dan industri); 7. Pengembangan isu perubahan cuaca dalam kurikulum sekolah menengah dan perguruan tinggi; 8. Pengembangan sistem pengamatan cuaca, cuaca dan hidrologi khususnya di luar Jawa dan peningkatan kapasitas BMG dalam membuat ramalan cuaca dan cuaca yang lebih akurat mencakup seluruh Indonesia; 9. Pengembangan sistem infrastruktur dan tata-ruang serta sektor-sektor yang tahan dan tanggap terhadap goncangan dan perubahan cuaca, dan pengembangan serta penataan kembali tata ruang wilayah, khususnya pada kawasan pantai. Beberapa perundangan/peraturan penting yang kami maksud di atas diantaranya: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU ini, tidak ada satu kata pun mengenai iklim, apalagi perubahan iklim. Berarti, bencana yang dimaksud UU ini adalah bencana umum, tidak spesifik mengenai bencana terkait iklim. Mungkin karena lahirnya UU ini dipicu oleh kejadian tsunami di Prov Nangro Aceh Darussalam tahun 2004 lalu. Bencana tsunami diakibatkan pergerakan lempeng tektonik dibawah permukaan bumi. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam UU ini, semua istilah mitigasi hanya dikaitkan dengan bencana, dan sama sekali tidak dikaitkan [4] dengan dengan upaya pengurangan emisi GRK (dibawah pengertian UNFCCC). Sebagai efek negatif dari kesalah-pengertian tersebut, sebagian masyarakat kita ada yang mengangap bahwa laut kita mampu menyerap Karbon Dioksida, yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim, di atmosfer secara sangat signifikan, dengan menggunakan istilah mitigasi dalam UU No. 27/ 2007. PENUTUP Perubahan cuaca merupakan suatu keniscayaan yang telah terjadi di beberapa tempat. Fenomena alam ini berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Walaupun turut berkontribusi sebagai penyebab perubahan cuaca, sektor pertanian merupakan korban dan paling rentan (vulnerable) terhadap perubahan cuaca itu sendiri. Dampak perubahan cuaca terhadap ketahanan pangan nasional terjadi secara runtut, mulai dari pengaruh negatif terhadap sumberdaya (lahan dan air), infrastruktur pertanian (irigasi), hingga sistem produksi melalui penurunan produktivitas, luas tanam dan panen. Di sisi lain, petani memiliki sumberdaya dan kemampuan yang terbatas untuk dapat beradaptasi pada perubahan cuaca. Untuk itu diperlukan tindakan nyata secara bersama, baik di tingkat global, regional, maupun nasional. Kementerian Pertanian menyikapi kejadian perubahan iklim dengan menyusun strategi yang meliputi tiga aspek, yaitu: antisipasi, mitigasi, dan adaptasi pertanian. Antisipasi merupakan kajian perubahan cuaca dengan tujuan untuk meminimalisasi dampak negative perubahan cuaca. Adaptasi adalah tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan cuaca. Upaya tersebut akan lebih bermanfaat apabila laju perubahan cuaca tidak melebihi kemampuan beradaptasi. Oleh karena itu, upaya antisipasi dan adaptasi perlu diimbangi dengan mitigasi, yaitu upaya mengurangi sumber maupun peningkatan rosot (penyerap) gas rumah kaca. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan cuaca ini diharapkan menjadi acuanbagi pihak terkait, 156

terutama UP/UKT lingkup Badan Litbang Pertanian, dalam menyusun program dan petunjuk operasional upaya adaptasi perubahan cuaca di sektor pertanian. DAFTAR PUSTAKA Adger. Neil.et.al. 2007. Assessment of adaptation practices. options. constraints and capacity. In Climate Change 2007: Impacts. Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. M.L. Parry. O.F. Canziani. J.P. Palutikof. P.J. van der Linden and C.E. Hanson. Cambridge University Press. Cambridge. UK.. Cruz. R.V.. H. Harasawa. M. Lal. S. Wu. Y. Anokhin. B. Punsalmaa. Y. Honda. M. Jafari. C. Li and N. Huu Ninh. 2007: Asia. Climate Change 2007: Impacts. Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of theintergovernmental Panel on Climate Change. M.L. Parry. O.F. Canziani. J.P. Palutikof. P.J. van der Linden and C.E. Hanson. Eds..Cambridge University Press. Cambridge. UK. 469-506. D.. Sunarsih. M Soejono. K. Diantoro. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada kelompok tani Patemon II di Desa Patemon Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso. J-SEP. Vol. 3. hlm. 55-59. Nurdin. 2011. Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan pangan. Universitas Negeri Gorontalo. Sulawesi Utara. PEACE. 2007. Indonesia and Climate Charge: Current Status and Policies Prabhakar. S.V.R.K.. A. Srinivasan. and R. Shaw. 2009. Climate change and local level disaster risk reduction planning: need. opportunities and challenges. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. 14:7-33. Republik Indonesia. 2007. Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim. D., Sunarsih, M Soejono, K. Diantoro. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada kelompok tani Patemon II di Desa Patemon Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso. J-SEP. Vol. 3, hlm. 55-59. 2009. Surmaini, E., Eleonora R., dan Irsal Las. 2010. Upaya Sektor pertanian Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.Jurnal Litbang Pertanian, Edisi 30(1), 2011. Jakarta.. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 157