BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Ketika konsepsi siswa ada yang berbeda dari yang biasa diterima, dalam Tan (2005) hal itu disebut alternative frameworks, misconceptions, student

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI IKATAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Namun biasanya penilaian ini lebih ditujukan hanya untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. (

PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS XI MENGGUNAKAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO TIER MULTIPLE CHOICE PADA MATERI ASAM-BASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS X MIA 4 SMA NEGERI 1 PINRANG PADA MATERI IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

Muhammad Agus Al Arief, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nur Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profil miskonsepsi siswa sma pada materi hidrokarbon menggunakan tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat

2015 ID ENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PAD A MATERI TEKANAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengumpulan Data. Produk. Massal. Gambar 3.1 Langkah-langkah penggunaan Metode R & D

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

C. Prosedur Penelitian Secara garis besar, alur penelitian yang dilakukan dapat dilihat sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN. Indah Rizki Anugrah, Mengungkap Miskonsepsi Topik Stoikiometri Pada Siswa Kelas X Melalui Tes Diagnostik Two-Tier

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari konsep-konsep yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian deskriptif. Menurut Nazir (2009:54) Metode deskriptif adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran fisika pada materi gelombang bunyi di SMK masih menyisakan

BAB III METODE PENELITIAN

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER MULTIPLE CHOICE UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

IDENTIFICATION MISCONCEPTION ON CHEMICAL BONDING USING THREE TIER DIAGNOSTIC TEST AT STUDENTS IN X MIA CLASS SENIOR HIGH SCHOOL NEGERI 8 PEKANBARU

2014 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA MATERI GERAK BERDASARKAN HASIL THREE-TIER TEST

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENGEMBANGAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and

Pengetahuan Alam, Pembimbing I: Dr. Astin lukum, M.Si; Pembimbing II: La Ode Aman, M.Si

Analisa Fitria. Kata Kunci: Pemahaman Konsep,Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), grup.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Esa Fauziah, 2013

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI)

I. PENDAHULUAN. belajar. Hakekat pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan fasilitas

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru kimia kelas X 1 SMA Tri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah

BAB III METODE PENELITIAN. Pengembangan (Research and Development/ R & D). Penelitian dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

Gambar 3.1 Desain Penelitian

UNESA Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 1, pp Januari 2013 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Identifikasi Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Menggunakan Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lembaga Pendidikan merupakan wadah untuk generasi muda agar menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

2015 PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER BERBASIS PIKTORIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index)

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM MENGGUNAKAN TEKNIK CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) TERMODIFIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional dibuat untuk menghindari berbagai penafsiran

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia SMA Budaya Bandar

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL

UNESA Journal of Chemical Education Vol.4, No.2, pp , May 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia dan berperanan penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas dan sistem pendidikan yang mereka jalankan. Sistem pendidikan yang baik akan menjadikan suatu bangsa lebih mampu bersaing dengan bangsa lain dalam segala lini kehidupan. Pada saat ini, pendidikan Indonesia berada dalam kondisi gawat darurat dan jauh tertinggal dari negara lain (Republika, 2014). Permasalahan dalam pendidikan kita adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang yang ada. Pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai cara, diantaranya dengan meningkatkan anggaran belanja dalam bidang pendidikan, peningkatan kompetensi guru, perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, dan pengembangan kurikulum nasional. Akan tetapi, mutu pendidikan Indonesia masih belum menunjukkan peningkatan yang berarti hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dari data yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga survei. Menurut survei yang dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan 69 dari 76 negara di dunia, sedangkan Singapura menempati urutan pertama (BBC, 2015). Berdasarkan data dari The Learning Curve Pearson 2014, Indonesia menempati urutan terakhir dari 40 negara dalam hal mutu pendidikan. Indonesia menjadi negara dengan mutu pendidikan terburuk dibawah Brazil, Argentina, Kolombia dan Thailand (Imaniar, 2014). Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia berdampak pada rendahnya sumber daya manusia. Berbagai temuan tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia telah dikemukakan di beberapa forum maupun

2 media massa. Hasil survei Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 108 dari 187 negara di dunia (UNDP, 2014). Kimia merupakan ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya (Chang, 2003). Dalam mempelajari kimia, siswa dituntut memahami konsep, karena belajar kimia menitikberatkan pada pemahaman konsep (Dahar, 1991). Menurut Jahro (2009), mempelajari ilmu kimia selain untuk menguasai kumpulan pengetahuan berupa konsep, fakta, dan prinsip, juga merupakan suatu proses penemuan dan penguasaan prosedur dan metode ilmiah. Hal ini berarti bahwa pembelajaran kimia menekankan bagaimana caranya siswa agar dapat menguasai konsep, bukan hanya sekedar meghafal konsep-konsep tersebut. Menurut Pinker (2003), siswa yang hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Gagasan atau ide yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya ini disebut dengan prakonsepsi atau konsep alternatif. Siswa mengembangkan konsep-konsep tertentu tentang konsep-konsep ilmiah yang didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari, media, dan interaksi siswa terhadap orang lain (Aydin, 2009). Kenyataan menunjukkan bahwa konsep alternatif siswa sangat resisten terhadap perubahan. Informasi baru ini bisa sejalan atau bertentangan dengan ide-ide siswa yang sudah ada. Siswa cenderung membangun persepsi dan makna-makna yang sifatnya konsisten dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya (Tarigan, 2011). Konsep yang diciptakan siswa bisa berbeda dengan konsep yang sebenarnya menurut para ahli sehingga menimbulkan konsep yang menyimpang yang disebut miskonsepsi (Ikenna, 2014). Menurut Suparno (2005), miskonsepsi merupakan pemahaman materi atau konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang tersebut. Miskonsepsi yang dialami siswa dapat disebabkan oleh siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.

3 Ikatan kimia merupakan pokok bahasan yang diajarkan di kelas X SMA semester I berdasarkan kurikulum 2013. Ikatan kimia merupakan satu pokok bahasan tentang konsep-konsep dasar yang penting dalam ilmu kimia (Hanson, 2015). Banyak konsep-konsep yang diajarkan dalam pelajaran kimia SMA sangat bergantung pada pemahaman yang berhubungan dengan ikatan kimia. Berdasarkan informasi dari beberapa guru kimia yang mengajar di SMA Negeri Kota Medan, ditemukan bahwa nilai tes yang didapatkan sebagian siswa pada pokok bahasan ikatan kimia tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya konsep dalam pokok bahasan ikatan kimia yang bersifat abstrak (Taber dan Coll, 2002). Siswa tidak bisa melihat atom, strukturnya, dan interaksi antara atom yang satu dengan atom yang lainnya. Akibatnya sangat sulit bagi siswa untuk memahami konsep tersebut dan mendorong terjadinya miskonsepsi (Tan dan Treagust, 1999). Siswa yang mengalami miskonsepsi akan kesulitan dalam kegiatan pembelajaran karena tidak mungkin mempelajari konsep selanjutnya jika konsep awal yang dimilikinya sudah tidak tepat. Oleh karena itu, identifikasi konsepsi siswa sangat diperlukan untuk membantu siswa memahami konsep dengan tepat dan mencegah terjadinya miskonsepsi pada waktu yang akan datang. Selain itu, dengan menyadari adanya miskonsepsi pada siswa dapat membantu perancang kurikulum dan guru dalam mempersiapkan dan menyajikan materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa (Horton, 2004). Penelitian miskonsepsi tentang ikatan kimia sangat penting dan telah banyak dilakukan di beberapa Negara. Tan dan Treagust (1999) telah melakukan penelitian miskonsepsi tentang ikatan kimia pada siswa di Singapura. Mereka menemukan bahwa siswa mempunyai beberapa miskonsepsi tentang pembentukan ikatan antara atom-atom, struktur kisi senyawa, hantaran listrik grafit, dan gaya intermolekul dan antarmolekul. Taber (1999) telah menyelidiki pemahaman siswa di Inggris tentang ikatan

4 ion. Dia menemukan bahwa sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi tentang struktur kisi natrium klorida dan ikatan ion yang terbentuk. Unal dan kawan-kawan (2010) telah melakukan penelitian miskonsepsi ikatan kovalen pada siswa di Turki. Siswa mengalami miskonsepsi tentang jenis atom yang membentuk ikatan kovalen, ikatan kovalen yang terbentuk, jenis ikatan kovalen, sifat-sifat ikatan kovalen raksasa. Penelitian terbaru tentang miskonsepsi yang dilakukan oleh Sari dan Nasrudin (2015) mengungkapkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 4 Sidoarjo mengalami miskonsepsi tentang ikatan ion, ikatan kovalen, dan kepolaran senyawa. Gudyanga dan Madambi (2014) mengemukakan bahwa miskonsepsi siswa tentang ikatan kimia disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: (1) istilah dan penjelasan yang digunakan oleh guru, (2) penyajian konsepkonsep dalam buku teks, (3) komunikasi yang tidak efektif antara siswa dan guru, (4) pendekatan pembelajaran sederhana dan (5) guru yang tidak berkompetensi. Metode yang digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi adalah tes pilihan ganda, peta konsep, wawancara, tes dua tingkat (two-tier test). Metode two-tier test lebih unggul dibandingkan metode lainnya karena lebih efektif dari segi waktu, mudah diujicobakan, penskorannya lebih objektif, serta hasilnya lebih akurat untuk mendeteksi miskonsepsi siswa (Akkus, dkk., 2011). Selain itu, two-tier test dapat dijadikan alternatif untuk menguji kemampuan siswa karena menuntut kemampuan kognitif lebih tinggi (Tuysuz, 2009). Namun, Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat membedakan antara siswa yang miskonsepsi dengan siswa kurang ilmu. Untuk mengatasi kelemahan ini, metode two-tier test dapat dikombinasikan dengan metode Certainty of Response Index (CRI) yang dikembangkan oleh Hasan dan kawan-kawan (1999) menjadi metode three tier-test. Metode two-tier test terdiri atas dua tingkat. Tingkat pertama dari setiap item terdiri atas pertanyaan atau pernyataan dengan dua sampai dengan lima pilihan jawaban, sedangkan tingkat kedua dari setiap item berisi tiga

5 sampai lima alasan untuk jawaban bagian pertama. Jika pada setiap tingkat terdiri dari lima jawaban, maka dari kelima jawaban tersebut terdapat satu jawaban benar dan empat distraktor. Distraktor berisi konsep alternatif siswa yang bisa didapat dari literatur dan wawancara (Mutlu dan Sesen, 2015). Hasan dan kawan-kawan (1999) telah mengembangkan metode Certainty of Response Index (CRI) untuk membantu mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Metode CRI menghubungkan jawaban yang dipilih siswa dengan indeks tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban tersebut. Semakin tinggi indeks CRI maka semakin yakin pula siswa atas jawabannya. Jika indeks CRI tinggi dan jawaban benar, maka siswa dikatakan paham konsep. Namun, jika indeks CRI tinggi dan jawaban siswa salah, maka dikatakan siswa mengalami miskonsepsi. Sedangkan jika CRI rendah dan jawaban salah, maka dikatakan siswa tidak tahu konsep. Kelemahan dalam metode ini adalah masih besarnya persentase siswa menebak jawaban dan memberikan indeks CRI. Metode three tier-test merupakan gabungan dari metode two-tier test dan CRI dimana metode ini terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama biasanya berbentuk pilihan ganda, tingkat kedua merupakan alasan dari jawaban pada tingkat pertama, dan tingkat ketiga merupakan indeks kepercayaan diri siswa untuk dua tingkat sebelumnya (Pesman, 2005). Metode ini dapat membedakan siswa yang mengalami miskonsepsi dengan siswa yang kurang ilmu serta memperkecil persentase siswa dalam menebak jawaban. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik meneliti miskonsepsi yang terjadi pada siswa menggunakan three tier test karena penelitian miskonsepsi dengan menggunakan metode tersebut masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis mengangkat penelitian dengan judul: Analisis Miskonsepsi Ikatan Kimia dengan Metode Three-Tier Test pada Siswa SMA kelas X di Kota Medan.

6 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : 1. Konsep awal yang dimiliki siswa sering berbeda dengan konsep yang sebenarnya 2. Siswa menafsirkan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan mereka sendiri 3. Siswa kesulitan memahami materi ikatan kimia karena sebagian besar konsepnya bersifat abstrak. 4. Di dalam proses belajar mengajar, konsep yang diciptakan siswa dapat berbeda dari konsep yang sebenarnya yang disebut dengan miskonsepsi 5. Siswa mengalami miskonsepsi pada materi ikatan kimia 1.3. Batasan Masalah Mengingat luasnya ruang lingkup masalah dan agar penelitian ini lebih terfokus serta keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini masalah dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1) Penguasaan konsep yang diteliti adalah konsep Ikatan Kimia yang meliputi : kestabilan unsur, lambang dan struktur lewis, ikatan ion, ikatan kovalen, dan ikatan koordinasi. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Berapa persen besarnya tingkat miskonsepsi siswa SMA di Kota Medan? 2) Apa saja konsep-konsep yang mengalami miskonsepsi pada siswa SMA di Kota Medan? 3) Adakah perbedaan tingkat miskonsepsi diantara siswa di SMA Kota Medan pada materi Ikatan Kimia? 4) Apa saja faktor yang menyebabkan siswa SMA di Kota Medan mengalami miskonsepsi?

7 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam peneltian ini adalah : 1) Untuk mengetahui seberapa besar tingkat miskonsepsi siswa SMA di Kota Medan. 2) Untuk mengetahui pada konsep-konsep apa saja siswa SMA di Kota Medan mengalami miskonsepsi dalam materi ikatan kimia 3) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat miskonsepsi diantara siswa SMA di Kota Medan pada materi Ikatan Kimia. 4) Untuk mengetahui penyebab miskonsepsi siswa di Kota Medan pada materi Ikatan Kimia. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1) Memberi informasi kepada guru agar menemukan strategi mengajar yang dapat menghindari terjadinya miskonsepsi khususnya pada pokok bahasan ikatan kimia. 2) Bagi seluruh siswa kelas X SMA di kota Medan memiliki kesempatan agar lebih memahami konsep-konsep kimia dengan benar 3) Untuk pihak penyusunan kurikulum, sebagai masukan dalam menyusun kurikulum agar lebih memperhatikan pola pikir anak didiknya 4) Bagi penulis penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman tersendiri untuk mengetahui miskonsepsi siswa.