STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

dokumen-dokumen yang mirip
I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

ANALISIS PENGARUH DWELLING TIME TERHADAP PENDAPATAN (Studi pada PT. Terminal Petikemas Semarang tahun )

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

Pesawat Polonia

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

BAB 1 PENDAHULUAN. Belawan International Container Terminal (BICT) sebagai unit usaha PT.

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 BISNIS PROSES KEGIATAN LOGISTIK A.

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

Economics Development Analysis Journal

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan yang memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km 2 yang terdiri dari wilayah

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Nanda Nurridzki

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI A. POLA PIKIR STUDI.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111).

PENDAHULUAN. bidang ekonomi dapat terlihat dengan munculnya berbagai perjanjian-perjanjian

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

Louis, Departemen Teknik Mesin, Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Indonesia ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta)

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

Model Optimisasi Tata Letak Pelabuhan Curah Kering dengan Pendekatan Simulasi Diskrit: Studi Kasus Pelabuhan Khusus PT Petrokimia Gresik

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

BAB II. Landasan Teori. 2.1 Integrasi Ekonomi Sebagai Tatanan Dalam Perdagangan International

LAMPIRAN. Hasil Wawancara 1. Jabatan: Manajer Operasional PT. BARUGA CARGOTRANS. 1. PT. BARUGA CARGOTRANS perusahaan yang bergerak di bidang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

PRESENTASI TUGAS AKHIR ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) Disusun oleh:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor. mulai dari menekan biaya logistik dan mengatur seluruh proses dalam

OPTIMALISASI SISTEM ANTRIAN BONGKAR MUAT DI KADE TERMINAL OPERASI II PT. PELABUHAN INDONESIA II (PERSERO) CABANG TANJUNG PRIOK

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

Arif Mulyasyah NRP Dosen Pembimbing Ir. Sudiyono Kromodihardjo Msc. PhD

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN KATA PENGANTAR

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang)

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 18 Agustus 2017 Hal Disetujui: 21 September 2017

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

Analisa Waste pada Perusahaan Pelayaran : Studi Kasus

Transkripsi:

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 60111 fajar.prasetya.rizkikurniadi@gmail.com, murdjito.rasiman@gmail.com Abstrak Dwelling time di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) pada tahun 2013 mencapai 8,49 hari. Angka tersebut melebihi Negara Negara ASEAN seperti Singapura 1,5 hari, Malaysia 4 hari dan Thailand 5 hari. Indikator pelabuhan dapat dikatakan baik salah satunya yaitu dwelling time petikemas impor tidak boleh lebih dari 5 hari. Sehingga diperlukan studi pengurangan dwelling time petikemas impor agar Terminal Petikemas Surabaya dapat memenuhi indikator baik pelabuhan. Dwelling time sendiri ditentukan oleh proses barang dan proses dokumen barang tersebut. Dalam melakukan studi pengurangan dwelling time petikemas impor, penyusun menggunakan pendekatan simulasi dengan membuat beberapa skenario. Dalam kondisi eksisting simulasi, didapatkan hasil bahwa dwelling time barang mencatat waktu 1,41 hari dan dweliing time dokumen 7,67 hari. Hal itu menunjukkan bahwa yang membuat dwelling time tinggi yaitu pada proses dokumen. Untuk mengatasinya penulis melakukan skenario pada jalur hijau yaitu dengan menambah jumlah prosentase pada jalur MITA sebesar 15% agar mengurai kepadatan di jalur hijau. Selanjutnya pada jalur merah penulis membuat skenario penambahan jam kerja petugas bea cukai agar sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam/7 hari dan memindahkan proses pemeriksaan fisik atau behandle di area Container Freight Station (CFS). Hasil yang didapatkan setelah melakukan beberapa skenario diatas pada model simulasi yaitu dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya turun menjadi 4,52 hari dan waiting time sebesar 3,62 jam. Kata kunci : dwelling time, petikemas impor, TPS, simulasi 1. Pendahuluan Letak Indonesia sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia, namun pelabuhan - pelabuhan di Indonesia khususnya Terminal Petikemas Surabaya saat ini masih kalah bersaing dengan pelabuhan - pelabuhan di kawasan ASEAN seperti pelabuhan Singapura, Port Klang di Malaysia dan Leam Chabang di Thailand. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa parameter. Beberapa parameter diantaranya adalah kedalaman atau draft pelabuhan, jumlah dermaga yang tersedia, jumlah dan kemampuan dari alat-alat bongkar muat, luas lahan penumpukan petikemas, tingkat sumber daya manusia (SDM), dsb. Selain itu salah satu parameter yang dijadikan acuan utama dalam suatu terminal petikemas adalah container dwelling time. Dwelling time adalah lama waktu yang dihitung sejak barang dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar pelabuhan. Dwelling time di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) mencapai 8,9 hari (Takola, Dini Marlien, 2013). Hal itu lebih lama jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura yang memiliki dwelling time 1,5 hari, Hong Kong 2 hari, Perancis 3 hari, Los Angeles, Amerika Serikat 4 hari, Australia 3 hari, Port Klang, Malaysia 4 hari, dan Leam Chabang, Thailand 5 hari (Artakusuma, 2012). Semakin lama dwelling time maka baiya logistik dari barang tersebut akan semakin tinggi. Hal ini tentunya sangat merugikan berbagai pihak. Untuk pihak terminal petikemas, semakin lama dwelling time maka akan semakin tinggi yard occupancy ratio, dan itu akan mengakibatkan tidak adanya lahan untuk petikemas bongkaran dari kapal yang akan sandar. Berikut pada Gambar 1.1 menunjukkan jumlah petikemas impor yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah petikemas impor yang ditangani semakin banyak. Jumlah petikemas impor yang semakin banyak tidak diimbangi dengan proses pengeluaran barang yang cepat akan menimbulkan penumpukan di lapangan penumpukan sementara. 1

TEUs Gambar 1.1 Jumlah Petikemas Impor Tahun 2010 2013 Berikut pada Gambar 1.2 menunjukkan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun dwelling time petikemas impor semakin tinggi. 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 Jumlah Petikemas Impor di PT TPS 0 475,989 545,711 583,353 556,829 2010 2011 2012 2013 Tahun Dwelling Time Petikemas Impor di PT TPS 10 8 6 4 2 0 6.2 6.76 8.99 8.49 2010 2011 2012 2013 Tahun Gambar 1.2 Dwelling Time Petikemas Impor Tahun 2010 2013 Oleh karena itu, penulis membuat studi penelitian mengenai pengurangan dwelling time petikemas khusus impor di Terminal Petikemas Surabaya dengan pendekatan simulasi untuk menjawab pertanyaan diatas. 2. Deskripsi Model Penelitian Pada penelitian ini dilakukan simulasi terhadap proses barang dan proses dokumen terkait petikemas impor yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya untuk mengurangi dwelling time petikemas impor. Data input yang dimasukkan merupakan data kedatangan kapal, data jumlah petikemas impor, data jumlah petikemas ekspor, data kedatangan dokumen impor, data proses pre clearance, data proses custom clearance, dan data proses post clearance. Simulasi adalah tiruan dari sebuah sistem dengan menggunakan model komputer untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja sistem. Diartikan pula sebagai suatu aktivitas dimana peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras dimana hubungan sebab-akibat sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Arifin, 2009). Model didefinisikan sebagai proses penggambaran operasi sistem nyata untuk menjelaskan atau menunjukkan relasi-relasi penting yang terlibat (Arifin, 2009). Agar model yang dibuat sesuai dengan yang diinginkan pemodel, maka model harus memiliki empat karakteristik dasar sebagai berikut : 1. Model harus mempunyai tingkat generalisasi yang tinggi. Semakin tinggi generalisasi suatu model maka semakin baik model tersebut, sebab kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan semakin tinggi. 2. Model harus mempunyai mekanisme yang transparan. Suatu model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan kembali mekanisme pemecahan masalah yang dilakukan tanpa ada yang disembunyikan. 3. Model harus mempunyai potensi untuk dikembangkan (pengembangan model). Model yang baik harus membuka kemungkinan peneliti lainnya untuk mengembangkan menjadi model yang kompleks dan berdaya guna untuk menjawab permasalahan sistem nyatanya. 4. Model harus memiliki kepekaan terhadap perubahan asumsi. Model yang baik selalu memberi celah bagi para peneliti lainnya untuk membangkitkan asumsi lainnya. Adapun tujuan pembuatan model adalah dapat merepresentasikan setiap kejadian atau situasi-situasi yang terjadi dalam kenyataannya, dapat menjelaskan perilaku dari objek atau elemen-elemen sistem yang diamati, dapat digunakan untuk membantu atau mempermudah proses pemecahan masalah pengambilan keputusan dan media pembelajaran yang lebih mudah bila dibandingkan harus mempelajari real system nya. 3. Model Penelitian Perhitungan dwell time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya dalam penelitian ini sama seperti definisi dari World Bank yaitu sejak petikemas dibongkar sampai keluar dari pintu utama terminal, yaitu pintu Terminal Petikemas Surabaya. Perhitungan ini tidak bisa dibandingkan langsung dengan standar internasional yaitu sejak petikemas dibongkar sampai keluar dari pintu pelabuhan dan memulai perjalanan darat menuju hinterland. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa peti kemas yang dipindahkan keluar (overbrengen) dari lahan Terminal Petikemas Surabaya dan ditumpuk 2

disana menunggu untuk diangkut tidak dimasukkan dalam analisis perhitungan. Secara garis besar proses yang menentukan lamanya dwelling time petikemas impor di pelabuhan adalah bukan dari proses cargo flow, melainkan dari proses document flow. Proses dokumen itu sendiri terdiri dari proses pre-clearance, proses customs clearance, dan proses post-clearance. Kegiatan pre clearance adalah petikemas diletakkan di lapangan penumpukan sementara dan penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Kegiatan customs clearance adalah pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah), verifikasi dokumen - dokumen oleh Bea Cukai, dan pengeluaran Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Kegiatan post clearance adalah petikemas diangkut keluar pelabuhan atau proses delivery petikemas impor dan pembayaran ke operator pelabuhan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dwelling time petikemas impor dapat dihitung sebagai berikut: DT = TP + TCC + TPC DT = Dwelling time petikemas impor TP = Lama waktu pre clearance TCC = Lama waktu customs clearance TPC = Lama waktu post clearance Berikut adalah Gambar 3.1 menunjukkan jumlah petikemas impor sesuai dengan jalur masuk Bea Cukai pada tahun 2013. 10% Prosentase Jumlah Petikemas Sesuai 20% 11% 8% 51% Hijau Kuning Merah MITA non prioritas MITA prioritas Gambar 3.1Prosentase Petikemas Impor Sesuai 1 1 1 Dwelling Time Sesuai 6.10 8.52 11.60 6.67 Hijau Kuning Merah MITA non prioritas 4.96 MITA prioritas Gambar 3.2 Dwelling Time Sesuai Jalur Bea Cukai 4. Hasil dan Diskusi Pengujian model simulasi yang telah dikembangkan dengan skenario skenario untuk mengurangi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Oleh karena itu, akan dapat dilihat besarnya dwelling time petikemas impor dengan skenario yang berbeda. Skenario pertama yaitu kondisi eksisting di Terminal Petikemas Surabaya. Skenario kedua yaitu penambahan jumlah importir di jalur MITA sebesar 15%. Skenario ketiga yaitu penambahan jam kerja bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal yaitu 24 jam / 7 hari dan pemindahan area behandle ke area Container Freight Station (CFS) milik PT TPS. 4.1 Skenario Pertama Kondisi Eksisting Sebelumnya, diketahui dari hasil simulasi kondisi eksiting bahwa proses barang di Terminal Petikemas Surabaya membutuhkan waktu 33.83 jam atau 1.41 hari. Sedangkan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Impor pada tahun 2013 mencapai 8.49 hari. Hal itu menunjukkan bahwa proses dokumen yang membuat tinggi dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya. Sehingga penulis fokus dengan skenario skenario untuk mengurangi kepadatan di proses dokumen petikemas impor. Skenario tahun 2011 menghasilkan output model simulasi dengan dwelling time 7.56 hari pada Gambar 4.1. Selanjutnya pada Gambar 3.1 menujukkan dwelling time petikemas impor sesuai jalur masuk Bea Cukai pada tahun 2013. 1 1 Dwelling Time Tahun 2011 7.22 8.60 11.96 7.22 5.77 7.56 Gambar 4.1 Output Dwelling Time Tahun 2011 3

Skenario tahun 2012 menghasilkan output model simulasi dengan dwelling time 7.69 hari pada Gambar 4.2. 1 1 Dwelling Time Tahun 2012 7.33 8.72 12.31 7.33 5.86 7.69 Dwelling Time Skenario Ketiga 4.56 5.23 6.80 4.57 3.57 Jalur 4.52 Gambar 4.2 Output Dwelling Time Tahun 2012 Skenario tahun 2013 menghasilkan output model simulasi dengan dwelling time 7.75 hari pada Gambar 4.3. 1 1 Dwelling Time Tahun 2013 7.42 8.81 12.26 7.42 5.83 7.75 Gambar 4.3 Output Skenario Kepadatan 2013 4.2 Skenario Kedua Skenario kedua tahun 2014 menghasilkan output model simulasi dengan dwelling time petikemas impor 6.11 hari pada Gambar 4.4. 1 1 Dwelling Time Skenario Kedua 5.73 7.18 10.90 6.09 4.79 Jalur 6.11 Gambar 4.4 Output Skenario Kedua Tahun 2014 4.3 Skenario Ketiga Skenario ketiga tahun 2014 menghasilkan output model simulasi dengan dwelling time petikemas impor 5.60 hari pada Gambar 4.5. Gambar 4.5 Output Skenario Ketiga Tahun 2014 Dari skenario skenario yang telah dimunculkan, output simulasi dwelling time petikemas impor menunjukkan bahwa dari kondisi eksisting yaitu 7.67 hari, turun pada skenario kedua sebesar 6.11 hari, dan terkahir pada skenario ketiga turun berada diangka 4.52 hari. Hasil dwelling time yang turun tersebut tidak lepas dari peran waiting time tersebut. Dan, skenario skenario yang diambil dilakukan bertahap yaitu proses pre clearance pada skenario kedua dengan menaikkan prosentase jumlah pengguna Jalur MITA sebesar 15% sehingga jumlah pengguna yang padat pada Jalur Hijau diturunkan 15%. Selanjutnya di skenario ketiga ditambah pada jalur merah dengan menambah jam kerja petugas bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam / 7 hari dan memindah area behandle ke Container Freight Station milik Terminal Petikemas Surabaya di area terminal dan bukan area terbuka. Dalam skenario di setiap jalur Bea Cukai semua proses clearance sudah dimasukkan. 5. Kesimpulan Berikut merupakan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini. 1. Faktor faktor utama yang berpengaruh terhadap dwelling time petikemas impor di pelabuhan yaitu proses pre clearance, custom clearance dan post clearance pada jalur dokumen. 2. Peran faktor faktor utama tersebut dalam penentuan dwelling time petikemas impor sangat dominan. Pada proses pre clearance memiliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 52%, proses custom clearance memiliki prosentase 20% dan proses post clearance sebesar 28%. Sedangkan petikemas behandle memiliki prosentase pre clearance sebesar 40%, untuk proses custom clearance memliki pengaruh terhadap dwelling time petikemas impor sebesar 42% dan proses post clearance sebesar 18%. 3. Pengurangan dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya dapat 4

dilakukan pada Jalur Hijau dan Jalur Merah. Pada Jalur Hijau, untuk mengurangi kepadatan yang mempunyai nilai 51% dari total petikemas yang ditangani oleh Terminal Petikemas Surabaya yaitu dengan menaikkan jumlah importir di Jalur MITA sebesar 15%. Sedangkan pada Jalur Merah, dengan menambah jam kerja petugas pemeriksa fisik bea cukai sesuai dengan jam kerja terminal 24 jam / 7 hari. Selain itu, kegiatan pemeriksaan fisik atau behandle di area terbuka yang membuat kerja petugas bea cukai tidak maksimal dipindah kedalam Container Freight Station (CFS) milik Terminal Petikemas Surabaya. Jika hal tersebut dilakukan, maka dwelling time petikemas impor di Terminal Petikemas Surabaya pada kondisi eksisting simulasi tahun 2013 sebesar 7.67 hari turun 41,07% menjadi 4.52 hari pada hasil simulasi tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. (2009). Simulasi Sistem Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nicoll, J. (2007). Innovative Approaches to Port Challenges. Novianto, A. M. (2010). Analisis Pengukuran Kinerja Terminal Petikemas. Surabaya: ITS. Pegden, R. &. (1990). Software Arena. PT TPS. (2014). Reliable Terminal with Service Excellence. Surabaya: PT Terminal Petikemas Surabaya. Sukrisman, D. (1985). Petikemas. Takola, Dini Marlien. (2013). Analysis of Import Container Dwelling Time In Surabaya Container Terminal (TPS) Port of Tanjung Perak. Surabaya: ITS. Tamin, O. Z. (2003). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Edisi ke 2. Bandung: ITB. Triatmojo, B. (2008). Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Artakusuma, A. (2012). Analisis Import Container Dwelling Time di Pelabuhan Petikemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok. Bandung: ITB. Aryadi, I. P. (2009). Model Simulasi Operasi Pelabuhan Penyeberangan (Studi Kasus : Pelabuhan Penyeberangan Ketapang Gilimanuk). Surabaya: ITS. Aziz, Z. A. (2013). Penentuan Kapasitas Optimal Jalur Pelayaran Kapal di Sungai Musi Menggunakan Model Simulasi. Surabaya: ITS. Budiyanto, E. &. (2007). Terminal. Daniels. (2013, Januari Jumat). Pengujian Hasil Simualsi. Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Dermawan, R. (2005). Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategi. Bandung: Alfabeta. Fourgeaud, P. (2000). The Measuring Port Performance. Hoover, S. V. (1989). Simulation: A Problem- Solving Approach. Kramadib, S. (2001). Perencanaan Pelabuhan. Bandung: ITB. Law, A. W. (2000). Simulation Modeling and Analysis 3D. McGraw Hill. 5