BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor. mulai dari menekan biaya logistik dan mengatur seluruh proses dalam
|
|
- Widya Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor Dalam perdagangan internasional manajemen logistik akan berpengaruh terhadap kelancaran arus perdagangan dan tata niaga impor, mulai dari menekan biaya logistik dan mengatur seluruh proses dalam kegiatan impor secara profesional. Oleh karena itu keberhasilan tata niaga impor di dukung oleh manajemen logistik yang handal. 1) Manajemen Logistik dalam Perdagangan Internasional Manajemen logistik adalah suatu pendekatan yang mengupayakan efisiensi operasi melalui integrasi aktifitas pengadaan, pemindahaan, dan penyimpanan barang. Aktifitas pengadaan dapat dikombinasikan dengan berbagai aktifitas pengiriman, pergudangan, dan persediaan untuk membentuk suatu sistem logistik. (Heizer,2010, hal ) Menutut (Bowersox, 2002, hal. 13) manajemen logistik modern adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang-barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan. Dari kedua pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa manajemen logistik adalah suatu pendekatan untuk mencapai efisiensi 9
2 dalam lingkup operasi terhadap aktifitas-aktifitas seperti pemindahan dan penyimpanan barang untuk membentuk suatu sistem logistik. Tujuan dari manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, kelokasi dimana manajmen logistik dibutuhkan, dan dengan total biaya yang seminimal mungkin. 2) Komponen Komponen Sistem Logistik Untuk menunjang keberhasilan dalam sistem logistik menurut Bowersox (2002, hal. 63), yaitu ada 5 komponen yang saling terkait satu sama lain sehingga membentuk sistem logistik, yaitu: a. Stuktur lokasi fasilitas Jumlah, besar, dan pengaturan geografis lokasi dari fasilitasfasilitas yang digunakan seperti jasa-jasa khusus dari perusahaan pengangkutan mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan pelayanan terhadap konsumen perusahaan dan terhadap biaya logistiknya. Jaringan fasilitas suatu perusahaan merupakan serangkaian lokasi kemana dan melalui mana material dan produk produk diangkut. Sebagai tujuan perencanaan fasilitas fasilitas tersebut meliputi pabrik, gudang-gudang dan toko-toko pengecer. Apabila fasilitas tersebut di gunakan maka ini merupakan bagian penting dari jaringan kerja tersebut. 10
3 Peranan pemilihan jaringan fasilitas yang sebaik mungkin akan memberikan keuntungan yang lebih bagi perusahaan, karena pemilihan lokasi dan jaringan-jaringan fasilitas dapat menekan tingkat efisiensi logistik. b. Transportasi Dalam suatu jaringan fasilitas, transportasi merupakan suatu mata rantai penghubung. Sistem logistik dirancang untuk meminimalkan biaya transport. Akan tetapi, biaya transport yang murah terkadang tidak menjamin menjadi pilihan, karena tergantung target perusahaan. Kecepatan transport adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pengangkutan diantara 2 lokasi. Biaya dan kecepatan itu saling berkaitan, yaitu pelayanan transportasi yang cepat akan membutuhkan biaya yang mahal dan sebaliknya. c. Persediaan (inventory) Pemilihan pengadaan suatu produk akan berpengaruh terhadap biaya transport. Pada umumnya biaya transport didasarkan pada besarnya pengiriman, apabila volume pengiriman banyak maka akan dapat menekan biaya transport. Perusahaan seharusnya memiliki persediaan barang jadi yang memungkin para konsumen untuk mendapatkan produk lebih cepat. d. Komunikasi Kecepatan arus komunikasi akan berkaitan dengan fasilitas, transportasi, dan persediaan. Komunikasi akan berdampak pada 11
4 hubungan dengan konsumen lebih cepat. Pengolahan pesanan dari konsumen merupakan arus komunikasi yang utama bagi sistem logistik, kemudian penngawasan dan pengelolaan suatu pesanan konsumen sehingga pesanan tersebut diterima dalam keaadan baik/tidak rusak. e. Penanganan (handling) Penanganan dan penyimpanan meliputi pergerakan, pengepakan, dan pengemasan. Penanganan dan penyimpanan ini dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan kecepatan dan kemudahan pengangkutan barang. 3) Sistem Logistik dalam Perdagangan Apabila diperhatikan, ada banyak sekali sitem logistik yang diterapkan, itu artinya sistem logistik sangatlah fleksibel dan tergantung pada manajemen yang mementuk sistem tersebut. Ada 3 pola yang yang menonjol dipakai untuk operasi logistik, yaitu : (Bowersox, 2002, hal ) a. Sistem Eselon Sistem eselon adalah arus produk atau material itu berlangsung melalui serangkaian lokasi yang berurutan sejak produk atau material bergerak dari tempat awal sampai ke tujuan akhir. Ciri-ciri utama dari sistem eselon ini adalah bahwa persediaan ditumpuk pada satu atau lebih tempat sebelum produk atau material sampai ditujuan akhir. 12
5 b. Sistem Langsung Sistem langsung adalah perusahaan akan mendistibusikan pesanan secara langsung, dan biasanya menggunakan transportasi yang cepat untuk mengatasi masalah jauhnya jarak perusahaan dengan konsumen. c. Sistem Fleksibel Sistem fleksibel merupakan gabungan dari sistem eselon dan sistem langsung, jadi sebagian produk bisa disimpan di gudang-gudang atau bisa langsung dikirim langsung kepada konsumen. Dalam hal ini tergantung pada sifat produk, komposisi atau besarnya pesanan. 4) Sistem Logistik dalam Pendekatan Just In Time (JIT) JIT adalah pendekatan berkelanjutan dan penyelesaian masalah secara paksa yang berfokus pada keluaran dan pengurangan penggunaan persediaan (Jay Heizer, 2010, hal. 314). JIT akan mengurangi biaya yang berhubungan dengan persediaan berlebih dan biasanya bermanfaat dalam mendukung strategi respon cepat dan pengurangan biaya. 5) Teknik-teknik JIT Menurut Heizer (2010, hal. 318), ada teknik-teknik JIT, yaitu: a. JIT partnership, akan tumbuh ketika produsen dan pembeli bekerjasama dengan komunikasi yang terbuka dan sasaran untuk mengurangi pemborosan dan biaya. Hubungan dekat dan kepercayaan penting dalam upaya mensukseskan JIT. 13
6 b. Tata Letak JIT, tata letak JIT mengurangi bentuk pemborosan lain, yaitu pergerakan. Perusahaan harus memiliki tata letak ruang yang fleksibel sehingga mengurangi pergerakan orang dan bahan. Tata letak JIT memindahkan barang secara langsung ke lokasi yang diperlukan. c. Persediaan, dalam sistem produksi dan distribusi biasanya bersifat untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak beres. Persediaan hanya digunakan jika terjadi perubahan rencana produksi, kemudian persediaan berlebih ini digunakan untuk menutupi perubahannya atau masalahnya. Jadi persediaan JIT adalah persediaan minimum yang dibutuhkan untuk menjaga suatu sistem agar dapat berjalan dengan sempurna. d. Penjadwalan JIT, jadwal yang efektif akan meningkatkan kemampuan dalam memenuhi permintaan konsumen. e. Kualitas JIT, ada 3 hubungan antara JIT dan kualitas, yaitu 1) JIT memotong biaya untuk mendapatkan kualitas barang yang lebih baik. 2) JIT meningkatkan kualitas, seiring JIT mengurangi antrean dan waktu penyetelan, JIT menjaga bukti-bukti kesalahan tetap aktual dan membatasi jumlah sumber kesalahan yang potensial. 3) kualitas yang lebih baik memerlukan dorongan sehingga sistem JIT yang lebih baik dan lebih mudah yang diterapkan akan terbentuk. 14
7 6) Proses dan prosedur kegiatan impor Kegiatan impor tidak hanya semata-mata memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri, tetapi harus melalui berbagai proses dan aturan yang harus di patuhi oleh setiap importir dan aturan di setiap negara berbeda-beda. 7) Pengertian impor Impor adalah memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean suatu negara dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara tersebut (Agung, 2008, hal. 1). Sedangkan menurut Purnawanti (2013, hal.13) impor adalah membeli barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah yang dibayar dengan mempergunakan valuata asing. Dari kedua referensi yang didapat penulis diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri kedalam negeri sesuai dengan ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku di dalam negeri serta menggunakan valuata asing. 8) ketentuan-ketentuan umum di bidang impor Dalam rangka melindungi pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, peningkatan taraf hidup petani produsen sekaligus guna mendorong terciptanya kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif, perlu dilakukan 15
8 upaya untuk meningkatkan tata tertib impor dengan menyempurnakan kembali ketentuan-ketentuan dibidang impor agar menjadi lebih transparan, efektif dan efisien serta berkesinambungan. Berdasar pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M- DAG/PER/7/2015 tanggal 3 Juli 2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor yang disusun oleh Depertemen Perdagangan, maka ketentuan dan persyaratan impor meliputi: a. Impor hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah memiliki Angka Pengenal Importir (API), API merupakan kode-kode yang menerangkan pihak-pihak tertentu telah sah bertindak sebagai importir. Kewenangan penerbitan API berada pada Menteri atau dapat di limpahkan/didelegasikan kepada instansi pemerintah lain dan/atau instansi pemerintah daerah yang menangani bidang perdagangan. b. Barang impor harus dalam keadaan baru, dalam hal tertentu, menteri dapat menetapkan diimpor dalam keadaan bukan baru selama masih dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta Kewenangan Menteri dan atau Usulan atau pertimbangan teknis dari instansi pemerintah lainnya. c. Semua barang dapat diimpor, kecuali barang yang dibatasi impor, barang yang dilarang impor, atau ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengaturan atas barang yang dibatasi impor apabila ingin impor barang harus melalui 16
9 mekanisme perizinan impor, yaitu pengakuan sebagai importir produsen, penetapan sebagai importir terdaftar, persetujuan impor, laporan surveyor, dan/atau melalui mekanisme perizinan impor lain. d. Peraturan Importir Importir wajib memiliki perizinan impor atas barang yang di batasi impornya sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean, apabila tidak memiliki perizinan impor maka akan dikenakan sanksi importir wajib meng-ekspor kembali barang impornya itu. selain itu Importir yang tidak memiliki izin impor pada saat barang yang diimpor masuk ke dalam daerah pabean maka akan dikenakan sanksi pembekuan API dan sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9) Izin Impor Izin impor merupakan suatu persyaratan yang harus diperlukan oleh importir, untuk meningkatkan peranan, kemampuan serta keastian berusaha perusahaan yang bergerak dibidang impor, maka impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai izin impor yaitu yang telah memiliki Angka Pengenal Importir (API) dengan tujuan untuk mempermudah pendataan dan pengawasan dibidang impor. 17
10 a. Angka Pengenal Impor (API) API adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimiliki setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor. Namun importir tententu dapat melakukan impor tanpa memiliki API, jika impor tidak dilakukan terus-menerus dan tidak dimaksudkan untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan, barang yang diimpor adalah untuk keperluan lain yang berupa alat penunjang kelancaran produksi atau alat pembangunan infrastruktur, impor tanpa API wajib memperoleh persetujuan impor yang ditandatangani oleh Direktur Impor Kementrian Perdagangan. API terdiri dari 4 macam, yaitu: (Pahlevi, 2011) a) API Umum (API-U) Diberikan kepada perusahaan dagang pemilik API-U untuk dapat mengimpor barang, tujuannya untuk diperdagangkan dan jenis barang yang dapat diimpor tersebut tidak diatur tata niaganya. b) API Produsen (API-P) Diberikan kepada perusahaan industri yang mengimpor barang modal dan barang baku atau penolong untuk keperluan proses produksinya sendiri, atau barang lainnya sepanjang digunakan. c) API Terbatas (API-T) Diberikan kepada perusahaan modal/penanaman modal asing/penanaman modal dalam negeri untuk mengimpor barang 18
11 keperluan proses produksi sendiri yang mendapatkan fasilitas dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM merupakan lembaga pemerintah yang menjadi koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonnesia, serta pemerintah dengan pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerrintah daerah. d) API Kontraktor (API-K) Diberikan kepada perusahaan untuk mengimpor barang keperluan yang dimiliki oleh setiap kontraktor kontrak kerjasama yang melakukan impor. 2.2 Mekanisme barang impor masuk Setiap negara mempunyai aturan untuk barang impor, begitu juga dengan negara Indonesia yang mempunyai Undang Undang mengenai impor. Sebelum masuk ke wilayah pabean, barang impor akan melalui proses pengecekan yang berbeda-beda tergantung kriteria barang tersebut. 1) Penetapan jalur masuk barang Impor Penanganan barang-barang impor memiliki beberapa jalur, tergantung kriteria barang impor itu sendiri. antara lain yaitu: (Tandjung, 2011) 19
12 a. Jalur Hijau Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitas Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Cara pengeluaran barangnya yaitu pejebat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB dan mengirimkannya kepada importir kemudian importir menerima SPPB untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. b. Jalur Kuning Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. c. Jalur Merah Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Cara pengeluran barang yang terkena jalur merah yaitu: a) Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPJM sarta mengirimkan kepada importir 20
13 b) Importir menyampaikan pemberitahuan kesiapan pemeriksaan fisik kepada pejabat pemeriksa dokumen dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja setelah tanggal SPJM; a. Apabila importir dalam jangka waktu 3 hari setelah tanggal SPJM tidak memberitahukan kesiapan fisik, pejabat yang menangani pelayanan pabean dapat menerbitkan instruksi pemeriksaan barang, dengan tembusan kepada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS). b. Pengusaha TPS menerima tembusan instruksi pemeriksaan barang dan membantu jalannya pemeriksaan barang. c. Importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan batas waktu penetapan pemeriksaan dimaksud dan disertai dengan alasan. c) Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan instruksi pemeriksaan dan menujuk pejabat pemeriksa barang. d) Pejabat pemeriksa barang menerima invoice/packing list dan instruksi pemeriksaan dari pejabat pemeriksa dokumen. e) Pejabat pemeriksa barang melakukan pemeriksaan fisik barang dan mengambil contoh barang jika diminta, membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) dan membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik) dengan tembusan kepada unit pengawasan, kemudian mengirimkan LHP dan BAP Fisik kepada pejabat pemeriksa dokumen. 21
14 f) Dalam hal diperlukan, unit pengawasan segera berkoordinasi dengan pejabat pemerisa dokumen. g) Pejabat pemeriksa dokumen menerima LPH dan BAP Fisik kemudian dilakukan penelitian. h) Apabila memerlukan uji laboratorium maka pejabat pemeriksa dokumen mengirim ke contoh barang dan invoice/packing list. i) Dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak sesuai dan tidak ada tindak lanjut dari unit pengawasan sebagaimana dijelaskan diatas, pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan. j) Bardasar pada penelitian diatas: a. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPTNP kepada importir dalam hal terdapat kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, dengan tembusan kepada pejabat yang menangani penagihan. b. Apabila ditemukan barang yang terkena larangan/pembatasan, pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL). k) Importir menerima respon SPTNP dan NPBL untuk barang yang terkena ketentuan larangan/pembatasan, kemudian melakukan pelunasan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan sanksi 22
15 administrasi serta menyerahkan persyaratan yang terkait dengan ketentuan larangan/pembatasan. l) Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) setelah melakukan penelitian tentang pelunasan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan sanksi administrasi serta pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan. d. Jalur MITA Prioritas Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada MITA Prioritas untuk pengeluaran barang impor tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen. Cara pengeluran barangnya yaitu: a) Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB dan mengirimkannya kepada importir. b) Importir menerima SPPB untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. e. Jalur MITA Nonprioritas Jalur MITA Nonprioritas adalah proses pelayanan yang diberikan kepada MITA Nonprioritas untuk pengeluaran barang impor tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal: a) Barang yang di impor kembali. b) Barang yang terkena pemeriksaan acak. 23
16 c) Barang impor tertentu yang di tetapkan oleh pemerintah. Cara pengeluaran barangnya yaitu: a) Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB atau SPFF kepada importir. b) Importir menerima: SPPB untuk pengeluaran barang dari pabean atau SPFF sebagai izin pengeluaran barang dari kawasan pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat importir. 2.3 Tahapan Evaluasi dan Behandle 1) Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah di rencanakan sebelumnya, hasil-hasil evaluasi dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan kembali (Aji, 1990). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata evaluasi yaitu Proses penilaian, dalam perusahaan evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian evaluasi adalah suatu usaha untuk memberikan penilaian dari hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya, dalam lingkup perusahaan evaluasi sebagai proses pengukuran efektifitas strategi prusahaan dalam mencapai targettarget perencanaan sebelumnya dan hasil dari evaluasi akan digunakan untuk perencanaan kedepannya kembali. 24
17 2) Tahap-tahap evaluasi Dalam proses evaluasi memiliki tahapan-tahapan yang selalu berbeda-beda, tetapi yang terpenting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri (Umar, 2005, hal ). Tahapantahapan evaluasi sebagai berikut: a) Menentukan apa yang akan dievaluasi. Sebuah perusahaan pasti mempunyai program kerja yang perlu untuk dievaluasi agar kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi. Menentukan apa yang akan di evaluasi sangat penting karena akan menyangkut prosedur yang belum terlaksana ataupun sudah terlaksana tapi tidak maksimal. b) Merancang (desain) kegiatan evaluasi. Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan terlebih dahulu desain evalasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, serta apa saja yang dihasilkan menjadi jelas. c) Pengumpulan data. Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat dilakukan dengan mudah apabila mengumpulkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan. 25
18 d) Pengolahan dan analisis data. Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, membandingkan antara fakta dan harapan/rencana sehingga dapat menghasilkan sebuah evaluasi. e) Pelaporan hasil. Agar evaluasi dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi didokumentasikan secara tertulis dan diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan. f) Tindak lanjut hasil evaluasi. Evaluasi adalah bagian dari fungsi manajemen, oleh karena itu hasil evaluasi hendaknya dimanfaatkan oleh manajemen untuk mengambil keputusan dalam rangka mengatasi masalah manajemen. 3) Behandle Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 11 tahun 2007 tentang pedoman penetapan tarif pelayanan jasa bongkar muat peti kemas (Container) di dermaga konvensional di pelabuhan yang diselenggarakan oleh badan usaha pelabuhan pasal 1, Behandle adalah kegiatan penanganan peti kemas dan barang dalam peti kemas sesuai permintaan pemilik barang atau yang menguasai terkait dengan pemeriksaan instansi yang berwenang. 26
19 Sedangkan menurut Librianto (2013) behandle merupakan pemeriksaan barang. Dari pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa kegiatan Behandle merupakan kegiatan pemeriksaan fisik barang yang dilakukan oleh instansi yang memiliki wewenang untuk memeriksa barang, dalam lingkup ekspor dan impor maka yang berwenang adalah pihak Bea dan Cukai. 27
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-08/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 42/BC/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI
Lebih terperinciP - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG
P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 21/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-14/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT UNTUK DIIMPOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1899, 2015 Keuangan. Kepabeanan. Mitra Utama. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK.04/2015 TENTANG MITRA UTAMA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDirektorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
DASAR HUKUM UU KEPABEANAN PASAL 3 UU NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UU NOMOR 17 TAHUN 2006 PERATURAN MENTERI KEUANGAN PMK NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PABEAN DI BIDANG
Lebih terperinciSELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI
SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERDIRJEN NOMOR PER-16/BC/2016 Direktorat Jenderal Bea dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, perdagangan lokal maupun internasional mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Setiap negara memiliki kebutuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciTATAKERJA PENGAWASAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR
LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR TATAKERJA PENGAWASAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR
Lebih terperinci2017, No Importir (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1516); 3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tenta
No.1206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/M-DAG/PER/8/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
Lebih terperinciPROSEDUR IMPOR BAHAN BAKU SCRAP PADA PT JAKARTA CAKRATUNGGAL STEEL MILLS
PROSEDUR IMPOR BAHAN BAKU SCRAP PADA PT JAKARTA CAKRATUNGGAL STEEL MILLS SADA ARIH BORU TARIGAN 49211159 PEMBIMBING: Dr. SRI SUPADMINI, SE., MM AKUNTANSI KOMPUTER PROGRAM DIPLOMA III BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
Lebih terperinci2018, No /M-DAG/PER/12/2016 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya; Mengingat : Peraturan Menteri Perdaga
No.109, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Jagung. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NO.P- 42/BC/2008 TGL.31 DES 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NO.P- 42/BC/2008 TGL.31 DES 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI Dasar Hukum Per.Dirjen No.P- 42/BC/2008 merupakan petunjuk
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 83 /BC/1999 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR SEMEN CLINKER DAN SEMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR SEMEN CLINKER DAN SEMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-13/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI TEMPAT
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BARANG, BANGUNAN ATAU TEMPAT LAIN DAN SURAT ATAU DOKUMEN YANG BERKAITAN DENGAN BARANG Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN OLAHRAGA YANG DIIMPOR OLEH INDUK ORGANISASI OLAHRAGA NASIONAL
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN OLAHRAGA YANG DIIMPOR OLEH INDUK ORGANISASI OLAHRAGA NASIONAL Homepage http://www.beacukai.go.id DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TUGAS: Merumuskan
Lebih terperinci2018, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 77/M-DAG/PER/11/2016
No.65, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Ban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 77/M-DAG/PER/11/2016
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
Lebih terperinci, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1551 2015 KEMENDAG. Impor. Tekstil. Produk Tekstil. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.
No.325, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Angka Pengenal Importir (API)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 07 /BC/2007 TENTANG PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2016 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT KE TEMPAT LAIN DALAM
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JL. Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta - 13320 Faksimili : 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta - 10002 Kepada : 1. Sekretaris
Lebih terperinciTATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-06/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinci2017, No Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/12/2016 tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia
No.1205, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-DAG/PER/8/2017
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang
Lebih terperinci-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT
Lebih terperinci2017, No Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 T
No.1568, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Tembakau. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2017 TENTANG KETENTUAN IMPOR TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me
No.1922, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMDAG. Besi. Baja Paduan. Produk Turunan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/M-DAG/PER/12/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA,
Lebih terperinciTATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK
LAMPIRAN SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-19/BC/2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.901, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Garam. anganperaturan MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58/M-DAG/PER/9/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1212, 2015 KEMENDAG. Impor. Nitrocellulose. Ketentuan. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/M-DAG/PER/8/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar
Lebih terperinciPENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR
PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR Direktorat Teknis Kepabeanan DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI FUNGSI IMPLEMENTASI DJBC 1 Revenue Collector Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG KIRIMAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN
Lebih terperinci, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta
No. 2069, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pusat Logistik Berikat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 271/PMK.06/2015 TENTANG PUSAT LOGISTIK BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER-16/BC/2016 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DIREKTUR JENDERAL BEA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG KEWENANGAN PENERBITAN, FORMAT, DAN PEMERIKSAAN SERTIFIKAT KESEHATAN DI BIDANG KARANTINA IKAN DAN SERTIFIKAT KESEHATAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-24/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK SERTA PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.190, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pelimpahan Kewenangan. Sebagian. Kawasan Perdagangan. Pelabuhan. Bebas. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/1/2013
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.
No.557, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2012 TENTANG TATA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.
No.557, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciSALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10
Lebih terperinci2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst
No.1552, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Batik. Motif Batik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Beberapa pengertian prosedur menurut para ahli adalah :
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Beberapa pengertian prosedur menurut para ahli adalah : 1) Menurut Mulyadi (2001:5), prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN
Lebih terperinciTATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK
TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- /BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
Lebih terperinciALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN
ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinci2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34-2016 KEMENDAG. Impor. Barang Modal. Keadaan Tidak Baru. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor.
No.28,2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinci: 64491/PP/M.XVII.A/19/2015
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 64491/PP/M.XVII.A/19/2015 Jenis Pajak : Bea Cukai Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah penetapan kembali atas imporasi berupa ALLOY
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1104, 2014 KEMENDAG. Verifikasi. Penelusuran Teknis. Perdagangan. Ketentuan Umum. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/M-DAG/PER/8/2014 TENTANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
SALINAN 113/PMK.04/2008, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
Lebih terperinciKeputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.137/MPP/Kep/6/1996 Tentang : Prosedur Impor Limbah
Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.137/MPP/Kep/6/1996 Tentang : Prosedur Impor Limbah MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pemanfaatan limbah untuk
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 30/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 127/ M-DAG/PER/ 12/2015 TENTANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Lebih terperinci