BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN I. Latar Belakang Permasalahan Istilah sakramen sebenarnya tidak terdapat dalam Alkitab. Istilah ini berasal dari bahasa Latin sacramentum. Menurut etimologi, kata ini berasal dari kata sacrum yang artinya suci, dan mentum menyatakan akhiran yang mempunyai arti sesuatu yang memberikan penghidupan. Jadi sacramentum berarti sesuatu yang membuat suci. 1 Perjamuan Kudus merupakan salah satu sakramen yang sentral dalam kekristenan. Ini bisa terjadi karena tradisi dan amanatnya berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Oleh karena itu perjamuan ini diterima dan dirayakan oleh seluruh umat kristen di dunia. Ketiga injil sinoptik memberitakan tentang Yesus yang mengadakan perjamuan terakhir bersama murid-murid-nya. Dalam perjamuan tersebut, Ia mengucapkan beberapa kalimat singkat, yang kemudian dalam tradisi gereja dikenal sebagai Amanat Penetapan Perjamuan (Mrk 14:22-25; Mat. 26:26-29; Luk. 22:14-20) 2. Pandangan akan Amanat Penetapan inilah yang kemudian membuat perjamuan dalam tradisi Gereja memiliki sifat sakral atau kudus. Oleh karena perjamuan memiliki sifat kudus maka jemaat diharuskan untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum mengikuti perjamuan Kudus. Persiapan itu mencakup: Persiapan diri sendiri, kolekte yang akan dipersembahkan pada saat pelaksanaan perjamuan, mungkin ada beberapa jemaat yang mempersiapkan pakaian (pakaian berwarna hitam atau kehitam-hitaman) yang akan dikenakan pada waktu perjamuan kudus. Bukan saja anggota-anggota jemaat yang telah mengaku percaya atau sidi, tetapi anggota majelispun memberikan sikap yang berbeda 1 Bernard Leaning, Principles of Sacramental Theology, The Neuman Press, London, 1960. hal 560. 2 D.R.C.Den Heyer, Perjamuan Tuhan, BPK, Jakarta, 1994, hal 1 1
dalam menghadapi perjamuan kudus. Melakukan perkunjungan kerumah-rumah untuk menanyakan kesiapan dalam menghadapi perayaan perjamuan, yang mungkin kegiatan tersebut jarang atau bahkan tidak pernah mereka lakukan sebelumnya. Gereja giat membantu umat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perayaan perjamuan, misalnya dengan mengadakan pendadaran 3, dan mungkin masih banyak kegiatan-kegiatan atau persiapan-persiapan yang dilakukan oleh gereja untuk menyambut perayaan Perjamuan Kudus. Tetapi lepas daripada persiapan-persiapan tersebut, kita perlu menyadari bahwa ada unsur yang lebih penting dalam perjamuan kudus yaitu iman, karena dengan iman perjamuan kudus memiliki nilai penting dalam kehidupan orang percaya dan iman merupakan syarat mutlak bagi pengudusan. Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah; barang siapa ingin menghadap Allah harus percaya, bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi ganjaran kepada mereka yang mencarinya (Ibr. 11: 6). Tanpa iman orang berdosa tak mungkin berubah menjadi orang yang dibenarkan. Paulus mengatakan, Di dalam Injil nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin iman, seperti ada tertulis: orang benar akan hidup oleh iman (Roma 1: 17). Dari sini kita melihat bahwa iman bukan hanya percaya, tetapi iman sangat terkait dengan kehidupan kongkrit sehari-hari, karena iman adalah suatu pandangan dan suatu sikap hidup yang terus berkembang. 4 Kepercayaan adalah suatu interpertasi hidup, dimana manusia secara sadar dan sungguh menganggap hidup dan jalan hidupnya diberi dan dibimbing oleh Allah. Kepercayaan adalah keyakinan eksistensiil, yang menyatakan diri dalam perbuatan, artinya iman ialah sikap aktif manusia yang mendasarkan diri atas Injil Kristus, agar lama-kelamaan ia diresapi mentalitas Kristus; agar lama-kelamaan ia menjadi lebih peka terhadap nilai-nilai hidup yang telah Yesus ajarkan. Oleh karena itulah perjamuan kudus merupakan salah satu sakramen yang penting, terutama pada gereja Calvinis. Bagi Calvin perjamuan kudus bagaikan makanan dan minuman rohani yang mampu memberikan nutrisi bagi umat, 3 Istilah yang digunakan oleh Gereja Kristen Jawa untuk menunjuk pada kegiatan persiapan perjamuan Kudus. 4 Anciaux Paul, Mertens Herman, Tanda-Tanda Iman (Hubungan Antara Sakramen Dengan Iman), Kanisius, Yogyakarta, 1974. hal. 14 2
dengan nutrisi itulah umat boleh semakin mengalami penguatan dan perkembangan iman. Dan oleh karena itu juga Calvin mengharapkan perjamuan kudus diadakan sesering mungkin. GKI Jawa Tengah merupakan gereja Calvinis, hal ini bisa kita lihat dari pemahaman dan aturan perjamuan kudus yang sangat dipengaruhi oleh Calvin. Tetapi seiring berjalannya waktu GKI Jawa Tengah telah mengalami perubahan, dimana GKI Jawa Tengah berubah status menjadi GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah. Perubahan ini terjadi setelah adanya penyatuan GKI, yaitu GKI Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi pada status GKI Jawa Tengah saja, tetapi juga pada aturan dan formulir perjamuan kudus yang juga ikut berubah. Dalam penulisan skripsi inilah, penyusun ingin meneliti perubahan aturan dan formulir perjamuan tersebut. Untuk melihat perubahan tersebut, penyusun akan mencoba memperbandingkan antara aturan dan formulir perjamuan yang lama (GKI Jawa Tengah) dengan aturan dan formulir perjamuan yang baru (GKISW Jawa Tengah) II. Deskripsi Masalah Apakah pergeseran makna perjamuan kudus akan terjadi di dalam tubuh GKISW Jawa Tengah, setelah perubahan aturan dan formulir perjamuan kudus? Kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan dihadapi GKISW Jawa Tengah setelah perubahan aturan dan formulir perjamuan kudus ini terjadi, terkait dengan penghayatan iman jemaat? Lalu apakah dengan adanya perubahan ini GKISW Jawa Tengah masih menjadi gereja Calvinis? B. JUDUL DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL Berdasar Uraian Diatas, maka judul yang penulis pilih adalah: PERUBAHAN MAKNA DAN ATURAN PERJAMUAN KUDUS DI GKI SINODE WILAYAH JAWA TENGAH 3
Adapun alasan penyusun memilih judul seperti diatas adalah: Penyusun melihat adanya perubahan antara formulir dan aturan perjamuan kudus yang lama (milik GKI Jawa Tengah) dengan formulir dan aturan perjamuan kudus yang baru (milik GKI dimana GKISW Jawa Tengah merupakan bagian dari GKI). Di dalam penulisan ini penyusun akan memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan yang akan ditimbulkan dari perubahan aturan dan formulir perjamuan kudus di GKSW Jawa Tengah. C. METODE PENULISAN Dalam rangka mencari jawab atas permasalahan yang ada, penyusun akan menggunakan metode penelitian induktif dengan mengumpulkan informasi dari berbagai literatur dan menganalisanya. D. TUJUAN PENULISAN Adapun Tujuan Penulisan skripsi sebagai berikut: Menemukan perubahan formulir dan aturan perjamuan kudus di GKISW Jawa Tengah, dan kemungkinan akibatnya bagi penghayatan iman jemaat E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penyusun menguraikan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, batasan permasalahan, judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : MAKNA PERJAMUAN KUDUS CALVIN Dalam bab ini penyusun memperlihatkan pemahaman perjamuan Kudus bagi Calvin dan aturan-aturan perjamuan yang dibuat oleh Calvin BAB III : MAKNA DAN ATURAN PERJAMUAN DI GKISW JAWA TENGAH Dalam bab ini penyusun mendeskripsikan dan memperbandingkan pemaknaan dan aturan dalam formulir perjamuan kudus yang lama (milik GKI Jawa Tengah) dan formulir perjamuan kudus yang baru (milik GKISW Jawa Tengah). Setelah itu penyusun akan menganalisa atasnya. 4
Dari perbandingan itu akan terlihat apakah memang benar terjadi perubahan paham dan peraturan perjamuan kudus di GKISW Jawa Tengah. Dan dari analisa ini juga bisa melihat apakah perubahan aturan dan formulir perjamuan kudus ini semakin membawa jemaat menuju kearah penghayatan iman yang lebih baik. Dalam bab ini penyusun juga akan memperlihatkan apakah GKISW Jawa Tengah masih bisa disebut gereja Calvinis. BAB VI : PENUTUP Bab ini akan berisi mengenai kesimpulan dari keseluruhan bagian skripsi yang telah dikemukakan di depan. Dan bagian ini juga beri jawab atas pertanyaan yang berkaitan dengan perubahan aturan dan formulir perjamuan kudus di GKISW Jawa Tengah. 5