BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Data Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Harga Emas Dunia terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2012. Untuk pengujian statistik penulisan menggunakan software IBM SPSS Statistik versi 19.0. Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Sampel No Keterangan Jumlah 1 Data perusahaan yang memenuhi kriteria sampel 360 2 Data yang tidak dapat diolah (108) Data perusahaan yang diolah 252 Sumber : Data sekunder yang diolah (SPSS) Dari 360 data perusahaan yang memenuhi kriteria sampel, terdapat 108 sampel dari 3 data perusahaan yang tidak dapat diolah, dikarenakan memiliki data yang tidak normal dan data terlalu berbeda jauh dari data lainnya, sehingga data yang diolah pada penelitian ini adalah 252 sampel dari 7 data perusahaan selama tiga tahun yang diambil secara bulanan. 34
35 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi. Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel secara lebih rinci dan akurat. Dalam statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum dan minimum dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Inflasi 252 3.43 7.02 4.9560 1.09077 Kurs 252 8532.00 9646.00 9083.0952 291.45683 Emas 252 1095.41 1771.85 1449.7733 224.30973 Saham 252 50.00 520.00 163.2460 86.05203 Valid N (listwise) 252 Sumber : Data sekunder yang telah diolah (SPSS) Dari tabel 4.2 menujukkan bahwa nilai standar deviasi < ratarata (mean) untuk semua variabel penelitian yaitu Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah, Harga Emas dan Harga Saham Sektor Pertambangan. Berikut adalah analisis dari tabel di atas:
36 1. Dari tabel di atas menunjukan hasil output dari SPSS memperlihatkan jumlah data (N) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 252. 2. Tingkat inflasi menghasilkan nilai minimum sebesar 3,43, maximum 7,02, rata-rata (mean) 4,9560 dan standar deviasi 1,09077. 3. Kurs Rupiah menghasilkan nilai minimum sebesar 8532, maximum 9646, rata-rata (mean) 9083,0952 dan standar deviasi 291,45683. 4. Harga emas menghasilkan nilai minimum sebesar 1095,41, maximum 1771,85, rata-rata (mean) 1449,7733 dan standar deviasi 224,30973. 5. Harga saham menghasilkan nilai minimum sebesar 50 yaitu pada perusahaan Mitra Investindo Tbk, nilai maximum sebesar 520 yaitu pada perusahaan Elnusa Tbk, rata-rata (mean) 163,2460 dan standar deviasi 86,05203. 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji statistik yang digunakan oleh penulis adalah statistik non parametic Kolmogorov-Smirnov (K-S), berikut adalah hasilnya:
37 Tabel 4.3 Hasil Output Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 252 Normal Parameters a,,b Mean.0000000 Std. Deviation 82.62795349 Most Extreme Differences Absolute.071 Positive.071 Negative -.040 Kolmogorov-Smirnov Z 1.134 Asymp. Sig. (2-tailed).153 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data sekunder yang telah diolah (SPSS) Besarnya nilai Kolmogrov-Smirnov adalah 1,134 dan signifikan pada 0,153 hal ini menandakan bahwa nilai sig yang terjadi lebih dari 0,05 sesuai dengan nilai signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini data terdistribusi normal dan menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
38 b. Uji Multikolonieritas Multikolonieritas artinya ada hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel independen. Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi atas variabel bebas (independen). Model regresi yang baik harus bebas multikolonieritas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk menguji asumsi multikolonieritas dapat menggunakan VIF (Variance Inflation Factor) dimana jika VIF > 10 berarti terdapat multikolonieritas dan sebaliknya apabila VIF < 10 maka tidak terjadi multikolonieritas. Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1(Constant) 539.403 199.045 2.710.007 Inflasi -14.974 5.419 -.190-2.763.006.788 1.269 Kurs -.018.020 -.060 -.890.375.812 1.232 Emas -.097.024 -.253-4.073.000.967 1.035 a. Dependent Variable: Saham Sumber : Data sekunder yang telah diolah (SPSS)
39 Dari tabel 4.4 tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 dan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Sehingga tidak terdapat multikolonieritas pada model dalam penelitian ini dan model regresi layak dipakai untuk memprediksi Harga Saham Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia berdasarkan masukan variabel Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Harga Emas. c. Uji Autokorelasi Uji autokerelasi digunakan untuk menguji suatu model apakah antara variabel pengganggu masing-masing variabel bebas saling mempengaruhi. Untuk mengetahui apakah pada model regresi mengandung autokorelasi dapat digunakan pendekatan D-W (Durbin Watson). Menurut Santoso (2001) kriteria autokorelasi ada 3, yaitu: a. Nilai D-W dibawah -2 berarti terindikasi ada autokerelasi positif. b. Nilai D-W diantara -2 sampai 2 berarti terindikasi tidak ada autokorelasi. c. Nilai D-W diatas 2 berarti terindikasi ada autokorelasi negatif.
40 Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Model Summary b Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson 1.279 a.078.067 83.12622.168 a. Predictors: (Constant), Emas, Kurs, Inflasi b. Dependent Variable: Saham Sumber : Data sekunder yang telah diolah (SPSS) Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis dengan SPSS, nilai Durbin Watson adalah sebesar 0,168, nilai ini berada diatas -2 dan dibawah 2 yang berarti bahwa tidak terdapat autokorelasi dan model regresi layak dipakai untuk memprediksi Harga Saham Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia berdasarkan masukan variabel Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Harga Emas. d. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadinya heterokedastisitas.
41 Gambar 4.1 Hasil Uji Heterokedastisitas Dari grafik scatterplot tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 1. Titik-titik menyebar secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. 2. Tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 3. Model regresi layak dipakai untuk memprediksi Harga Saham Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia berdasarkan masukan variabel Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Harga Emas.
42 3. Uji Hipotesis a. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien Determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas seperti Tingkat Inflasi (X1), Kurs Rupiah (X2), dan Harga Emas (X3) terhadap variabel terikat yaitu Harga Saham (Y). Berikut adalah koefisien determinasi (R 2 ) dari penelitian ini yang disajikan dalam tabel 4.6: Tabel 4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1.279 a.078.067 83.12622 a. Predictors: (Constant), Emas, Kurs, Inflasi b. Dependent Variable: Saham Sumber : Data sekunder yang telah diolah SPSS Dari hasil tabel 4.6 nilai adjusted R 2 adalah sebesar 0,067, hal ini berarti 6,7% variasi Harga Saham Sektor Pertambangan dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen, yaitu Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Harga Emas. Sedangkan sisanya sebesar 93,3% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.
43 b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji Signifikansi Simultan dilakukan untuk menguji apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Dari hasil output ANNOVA b dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini: Tabel 4.7 Hasil Uji F ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 144970.693 3 48323.564 6.993.000 a Residual 1713672.053 248 6909.968 Total 1858642.746 251 a. Predictors: (Constant), Emas, Kurs, Inflasi b. Dependent Variable: Saham Sumber : Data sekunder yang diolah (SPSS) Dengan melihat tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,000 dan nilai F sebesar 6,993. Dasar pengambilan keputusan adalah tingkat signifikansinya sebesar 5% atau 0,05. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hasil uji F ini berarti H 0 ditolak dan Ha diterima dengan demikian Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah, dan Harga Emas bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan.
44 c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) Uji t bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh variabel independen (tingkat inflasi, kurs rupiah dan harga emas) secara parsial terhadap variabel dependen (harga saham) dengan angka signifikansi (α) sebesar 0,05. Tabel 4.8 Hasil Uji t Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 539.403 199.045 2.710.007 Inflasi -14.974 5.419 -.190-2.763.006 Kurs -.018.020 -.060 -.890.375 Emas -.097.024 -.253-4.073.000 a. Dependent Variable: Saham Sumber : Data sekunder yang telah diolah (SPSS) Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8: 1. Variabel Tingkat Inflasi menghasilkan nilai signifikansi 0,006. Dengan menggunakan nilai alpha 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai signifikansi variabel Tingkat Inflasi lebih kecil dari nilai alpha (0,006 < 0,05) sehingga variabel Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang signifikansi terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan, sehingga H 0 ditolak dan Ha1 diterima.
45 2. Variabel Kurs Rupiah menghasilkan nilai signifikansi 0,375. Dengan menggunakan nilai alpha 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai signifikansi variabel Kurs Rupiah alpha (0,375 > 0,05) sehingga variabel Kurs Rupiah tidak mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan, sehingga H 0 diterima dan Ha2 ditolak. 3. Variabel Harga Emas menghasilkan nilai signifikansi 0,000. Dengan menggunakan nilai alpha 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai signifikansi variabel Harga Emas lebih kecil dari nilai alpha (0,000 < 0,05) sehingga variabel Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang signifikansi terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan, sehingga H 0 ditolak dan Ha3 diterima. 4. Persamaan Regresi Linier Berganda Berikut adalah persamaan regresi dalam penelitian ini: Harga Saham = 539,403 + - 14,974 Tingkat Inflasi 0,018 Kurs Rupiah - 0,097 Harga Emas Pembahasan model regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa: 1. Nilai konstanta 539,403 apabila Tingkat Inflasi dan Harga Emas = 0, maka Harga Saham mengalami nilai minus sebesar 539,403. 2. Koefisien regresi Tingkat Inflasi 14,974 artinya apabila Tingkat Inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% akan menyebabkan penurunan Harga Saham sebesar 14,974 dengan asumsi variabel lain konstan.
46 3. Koefisien regresi Kurs Rupiah 0,018 artinya apabila Tingkat Inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% akan menyebabkan penurunan Harga Saham sebesar 0,018 dengan asumsi variabel lain konstan. 4. Koefisien regresi Harga Emas sebesar 0,097 artinya apabila Harga Emas mengalami kenaikan sebesar 1% akan menyebabkan penurunan Harga Saham sebesar 0,097 dengan asumsi variabel lain konstan. B. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan atas analisis variabel tingkat inflasi, kurs rupiah dan harga emas adalah sebagai berikut: 1. Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan karena variabel Tingkat Inflasi memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha (0,006<0,05). Hal ini berarti kenaikan Tingkat Inflasi mengakibatkan Harga Saham Sektor Pertambangan akan mengalami penurunan. Sedangkan sebaliknya, jika Tingkat Inflasi mengalami penurunan, maka Harga Saham Sektor Pertambangan akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusbariandi (2012) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap Jakarta Islamic Index dan sejalan yang dilakukan oleh Iswadi dan Yunina (2006) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap harga saham. Namun hasil ini tidak sesuai
47 dengan penelitian Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap return saham LQ45. 2. Kurs Rupiah tidak mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan karena variabel Kurs Rupiah memiliki nilai signifikansi lebih besar dari nilai alpha (0,375>0,05). Hal ini berarti mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan kurs rupiah tidak mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2010) yang menyatakan bahwa kurs rupiah tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramushinta dan Suhendra (2012) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan. 3. Harga Emas mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan karena variabel Harga Emas memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha (0,000<0,05). Hal ini berarti kenaikan Harga Emas mengakibatkan Harga Saham Sektor Pertambangan akan mengalami penurunan. Sedangkan sebaliknya, jika Harga Emas mengalami penurunan, maka Harga Saham Sektor Pertambangan akan mengalami kenaikan. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusbariandi (2012) yang menyatakan harga emas tidak berpengaruh terhadap Jakarta Islamic Index dan penelitian yang dilakukan oleh Yasmiandi (2012) menyatakan bahwa harga emas berpengaruh positif terhadap return saham.