Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali

dokumen-dokumen yang mirip
Optimalisasi Penjadwalan Pembangkit Listrik di Sistem Sorong

ALOKASI PEMBEBANAN UNIT PEMBANGKIT TERMAL DENGAN MEMPERHITUNGKAN RUGI-RUGI SALURAN TRANSMISI DENGAN ALGORITMA GENETIKA PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI

PENJADWALAN OPERASI PEMBANGKIT PLTG GUNUNG MEGANG BERDASARKAN BIAYA BAHAN BAKAR. Yusro Hakimah*)

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

STUDI OPTIMASI OPERASI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DENGAN METODE PEMROGRAMAN DINAMIK. Ahmad Rosyid Idris 1

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

Koordinasi Pembangkit Hidro-Termal di Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 1, April 2012 ISSN

STUDI PERHITUNGAN PEMBEBANAN EKONOMIS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP DI PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Besar kecilnya beban serta perubahannya

Kata kunci: Penjadwalan Ekonomis, Fuzzy Logic, Algoritma Genetika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penambahan unit pembangkit. (Zein dkk, 2008), (Subekti dkk, 2008) meneliti

Dynamic Economic Dispatch Menggunakan Pendekatan Penelusuran Ke Depan

ANALISA ALIRAN DAYA OPTIMAL PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI

OPTIMASI ECONOMIC DISPATCH PEMBANGKIT SISTEM 150 KV JAWA TIMUR MENGGUNAKAN METODE MERIT ORDER

Operasi Ekonomis dan Unit Commitment Pembangkit Thermal pada Sistem Kelistrikan Jambi

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

IMPLEMENTASI METODA TAGUCHI UNTUK ECONOMIC DISPATCH PADA SISTEM IEEE 26 BUS

ANALISIS BIAYA PENJADWALAN UNIT-UNIT PEMBANGKIT THERMAL MENGGUNAKAN DYNAMIC PROGRAMMING PADA PT. PJB GRESIK

Anggraeni et al., Analisis Karakteristik Input-Output dan Optimasi Biaya Pembangkitan

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

OPERASI EKONOMIS DAN UNIT COMMITMENT PEMBANGKIT THERMAL PADA SISTEM KELISTRIKAN JAMBI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print) B 1

2.1 PEMBATASAN MASALAH

ANALISIS KEANDALAN SISTEM 150 KV DI WILAYAH JAWA TIMUR

KOORDINASI HIDRO THERMAL UNIT PEMBANGKITAN JAWA BALI MENGGUNAKAN METODE DYNAMIC PROGRAMMING

BAB III METODE PENELITIAN

Session 11 Interconnection System

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

BAB III METODE PENELITIAN

OPERASI EKONOMIS (Economic Dispatch) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa) DAN (PLTG) DALAM MELAYANI BEBAN PUNCAK KELISTRIKAN SUMBAR

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Evaluasi Operasi Pembangkitan Tenaga Listrik Pada PT. Cikarang Listrindo Menggunakan Metode Lagrange Multipliers

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN IMPERIALIST COMPETITIVE ALGORITHM (ICA) PADA SISTEM KELISTRIKAN LOMBOK

Scheduling Energi Pembangkitan di PT. PJB Unit Pembangkitan Brantas PLTA Siman

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI ANALISIS PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK JAWA BALI TESIS

STUDI KEANDALAN KETERSEDIAAN DAYA PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PT PLN SISTEM SULSELBAR TAHUN

III. METODE PENELITIAN. Waktu pengerjaan tugas akhir ini dimulai pada bulan Januari 2015, tempat

Studi Keandalan Ketersediaan Daya Pembangkit Listrik pada Jaringan Daerah X

1 BAB I PENDAHULUAN. energi yang memproduksi minyak bumi dan produksi sampingan berupa gas alam

PERBANDINGAN METODE GAUSSIAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (GPSO) DAN LAGRANGE MULTIPLIER PADA MASALAH ECONOMIC DISPATCH

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bagian penting dari sistem tenaga listrik adalah operasi sistem

METODE KOLONI SEMUT PADA DOMAIN KONTINU UNTUK OPTIMISASI PENJADWALAN EKONOMIS UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU PT INDONESIA POWER TAMBAK LOROK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

ORDER QUAANTITY (EOQ).

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEANDALAN DAN ECONOMIC DISPATCH PADA UNIT PEMBANGKIT MUARA KARANG JAKARTA UTARA

OPTIMASI PENJADWALAN UNIT PEMBANGKIT THERMAL DENGAN DINAMICS PROGRAMMING

BAB II KERANGKA TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuklah suatu sistem tenaga listrik. Setiap GI sesungguhnya merupakan pusat

Kajian Penjadwalan PLTA Pompa Dengan Metode Gradient Pada Sistem Tenaga Listrik

PEMBEBANAN EKONOMIS DENGAN METODE PENGALI LA GRANGE PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU) SEKTOR KERAMASAN PALEMBANG

Kajian Potensi Kerugian Akibat Penggunaan BBM pada PLTG dan PLTGU di Sistem Jawa Bali

Martha Dewa, Nurhalim

OPTIMASI PEMBAGIAN BEBAN PADA SEKTOR PEMBANGKITAN PEKANBARU PLTD/G TELUK LEMBU PADA BUS 20 kv DENGAN METODE NEWTON

dan bertempat di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin Sibolga digunakan adalah laptop, kalkulator, buku panduan perhitungan NPHR dan

Unit Commitment Pada Sistem Pembangkitan Tenaga Angin Untuk Mengurangi Emisi Dengan Menggunakan Particle Swarm Optimization

2015 APLIKASI ALGORITMA SIMULATED ANNEALING PADA SISTEM KOORDINASI PEMBANGKITAN UNIT THERMAL

ANALISA ALIRAN DAYA OPTIMAL PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI TUGAS AKHIR

Suatu sistem tenaga listrik memiliki unit-unit pembangkit yang bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik agar beban dapat terlayani.

ANALISIS PENJADWALAN OPERASI UNIT-UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DI WILAYAH RIAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MODIFIED UNIT DECOMMITMENT TUGAS AKHIR

PREDIKSI PERKEMBANGAN BEBAN LISTRIK DI KECAMATAN RANAH PESISIR SAMPAI TAHUN 2025

LOSS OF LOAD PROBABILITY (LOLP) INDEX UNTUK MENGANALISIS KEANDALAN PEMBANGKIT LISTRIK (Studi Kasus PT Indonesia Power UBP Suralaya)

ANALISIS KEANDALAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PLN REGION 3 TAHUN

ANALISIS PERENCANAAN KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN TESIS

SIMULASI OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR MENGGUNAKAN METODA ALGORITMA KUANTUM PADA SISTEM TEGANGAN MENENGAH REGION JAWA BARAT

OPTIMASI PEMBEBANAN GENERATOR UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA OPERASI PEMBANGKITAN MENGGUNAKAN DYNAMIC FORMULATION TECHNIQUE

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian Listrik secara komersiil sudah lebih dari seratus tahun yang lalu. Sejak saat itu

KEANDALAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci Kabel Laut; Aliran Daya; Susut Energi; Tingkat Keamanan Suplai. ISBN: Universitas Udayana

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG TRANSMISI TENAGA LISTRIK

OPTIMASI ECONOMIC DISPATCH PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK MENGGUNAKAN ALGORITMA ARTIFICIAL BEE COLONY

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP STUDI KASUS PT. PLN PEMBANGKITAN TANJUNG JATI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Flow Chart Flow chart diagram alir digunakan untuk menggambarkan alur proses atau langkah-langkah secara berurutan.

ANALISIS SUSUT ENERGI PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI SESUAI RENCANA OPERASI SUTET 500 kv

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya

PENGEMBANGAN SOFTWARE ECONOMIC DISPATCH SKALA BESAR DENGAN ALGORITMA ENHANCED LAMBDA ITERATION HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR TE141599

Dynamic Optimal Power Flow dengan kurva biaya pembangkitan tidak mulus menggunakan Particle Swarm Optimization

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) B-34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kontingensi Sistem Tenaga Listrik dengan Metode Bounding

1 Universitas Indonesia

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

SIMULASI PERHITUNGAN PEMBEBANAN EKONOMIS PADA PUSAT LISTRIK TENAGA UAP DAN GAS DENGAN METODE LAGRANGE MULTIPLIER (STUDI KASUS DI PT

Operasi Ekonomis Melalui Pengaturan Frekwensi Sistem

Dynamic Optimal Power Flow Arus Searah Menggunakan Qudratic Programming

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK JAKARTA DAN BANTEN PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Optimisasi Dynamic Economic Dispatch Menggunakan Algoritma Artificial Bee Colony

OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI

Kata Kunci Operasi ekonomis, iterasi lambda, komputasi serial, komputasi paralel, core prosesor.

Pendekatan Dengan Cuckoo Optimization Algorithm Untuk Solusi Permasalahan Economic Emission Dispatch

Analisa Energi, Exergi dan Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW Nasruddin*, Pujo Satrio

Transkripsi:

Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali T Ar Rizqi Aulia 1, I Made Ardita Y 2 Departemen Teknik Elektro, Universitas Indonesia, Depok 16424 Tel: (021) 78888805. Fax: (021) 78885656 Email: 1 teuku.arrizqi.aulia@gmail.com, 2 made.ardita78@gmail.com Abstrak Penjadwalan unit pembangkit menentukan unit yang hidup dan mati. Dari unit pembangkit yang hidup tersebut ditentukan besar pembebanan ekonomis pada masing-masing unit dengan memperhatikan kondisi optimal serta batasan-batasan (constrain) unit pembangkit. Operasi ekonomis adalah bagaimana mengatur karaktersitik-karakteristik masukan dan keluaran dari masing-masing pembangkit. Pada operasi sistem tenaga listrik, biaya bahan bakar menempati biaya yang terbesar (pembangkit termal) yaitu sekitar 60% dari biaya operasi secara keseluruhan. Pengendalian operasi ini menjadi hal yang sangat penting, optimalisasi satu persen saja untuk sistem berskala besar akan menghasilkan penghematan dalam orde milyaran rupiah pertahun. Apalagi jika berhasil dilakukan optimasi yang lebih besar dari itu. Tentunya akan memberikan penghematan yang lebih besar. Optimization of Thermal Plant Operation using Dynamic Programming method in Sub-Regional Bali Abstract Scheduling generating units determine the unit on and off. From the number of units on, will be determined the least-cost dispatch of available generation to meet the electrical load. Economical operation is how to set the characteristics of the input and output of each plant. In the operation of electric power systems, fuel costs occupy the largest cost (thermal power plant) which is about 60% of the all operating costs. Controlling this, becomes very important. Optimizing one percent for large-scale system will result in savings the billions rupiah per year. Moreover, if we can optimize higher than that, it will provide greater savings. Keywords: unit commitment; dispatch economy; and optimization. Pendahuluan Dalam mengoperasikan pembangkit tenaga listrik diperlukan pengoperasian sistem penyaluran energi listrik yang memenuhi beban secara kontinyu. Beban sistem tenaga listrik selalu berubah pada setiap waktu, sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu suplai pembangkit juga akan menyesuaikan berdasarkan kebutuhan beban tersebut. Suplai energi yang diberikan pembangkit perlu dijadwalkan (scheduling) dengan baik sehingga hanya

pembangkit dengan pembangkitan ekonomis saja yang dioperasikan atau diutamakan. Biaya operasi pembangkitan yang paling besar adalah biaya bahan bakar. Keluaran dari masing-masing unit pembangkit perlu dijadwalkan secara ekonomis untuk mendapatkan biaya bahan bakar yang minimum. Penjadwalan unit pembangkit menentukan unit yang hidup dan mati hal ini disebut dengan unit commitment, yang didefinisikan sebagai penjadwalan produksi daya listrik dengan memperhatikan kondisi optimal serta batasan-batasan (constrain) unit pembangkit pada periode harian, mingguan dan bulanan dengan tujuan mendapatkan biaya ekonomis pembangkitan dengan keandalan sistem yang tetap terjaga. Dari unit pembangkit yang hidup tersebut kemudian ditentukan pembebanan ekonomis pada masing-masing unit yang disebut dengan economic dispatch. Operasi ekonomis [2] ialah proses pembagian atau penjatahan beban total kepada masing-masing unit pembangkit, seluruh unit pembangkit dikontrol terusmenerus dalam interval waktu tertentu sehingga dicapai pengoperasian yang optimal. Pada operasi sistem tenaga listrik, biaya bahan bakar menempati biaya yang terbesar (pembangkit termal) yaitu sekitar 60% dari biaya operasi secara keseluruhan. Pengendalian operasi ini menjadi hal yang sangat penting, optimalisasi satu persen saja untuk sistem berskala besar akan menghasilkan penghematan dalam orde milyaran rupiah pertahun. Apalagi jika berhasil dilakukan optimasi yang lebih besar dari itu. Tentunya akan memberikan penghematan yang lebih besar. Tinjauan Teoritis Karakteristik Pembangkit Karakteristik pembangkit [9] merupakan modal dasar dalam melakukan pengaturan ouput pembangkit untuk menekan pembiayaan bahan baku energi. Melalui karakteristik pembangkit ini dibuat model matematisnya sehingga dapat dilakukan proses optimasi dalam memperoleh optimum ekonomi biaya pembangkitan.

Karakteristik Masukan-Keluaran Pembangkit Listrik Tenaga Termal Masukan pada unit pembangkit termal adalah bahan bakar dan dinyatakan dalam satuan kalori/jam atau BTU/jam atau juga MBTU/jam. Sedangkan keluarannya adalah besar daya yang dibangkitkan oleh unit tersebut dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan masukan-keluaran suatu unit pembangkit, dapat digambarkan dalam bentuk kurva di bawah ini. Gambar 1 Kurva masukan-keluaran [6] Karakteristik ini menjelaskan hubungan antara input pembangkit sebagai fungsi dari output pembangkit. Persamaan karateristik input-output pembangkit menyatakan hubungan antara jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya tertentu pada pembangkit tenaga listrik yang didekati dengan fungsi binomial, yaitu : = + " + (1) Keterangan : F = input bahan bakar (liter/jam) P = output daya pembangkit (MW) a,b,c = konstanta persamaan

Persamaan input output diperoleh dengan mengolah data operasi pembangkit dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil ( Least Square Methode ). Apabila terdapat N data daya keluaran Pi dan jumlah bahan bakar Fi, konstanta persamaan dengan menyelesaikan persamaan (1). = Σ" Σ Σ" Σ Σ Σ Σ Σ Σ" Σ"#" Σ " (2) Apabila pada pusat pembangkit terdapat unit pusat pembangkit yang memiliki persamaan input-output yang berbeda. Untuk tujuan penjadwalan pembangkit tenaga listrik diperlukan satu persamaan karateristik yang mengimplementasikan persamaan karateristik input-output pembangkit tenaga listrik yang terhubung pada bus yang sama. Persamaan tersebut lebih dikenal dengan persamaan karateristik input-output ekuivalen. Dimisalkan suatu pusat pembangkit listrik yang terdiri dari m buah unit pembangkit dengan masing-masing persamaan karakteristik input-output sebagai berikut : = + + = + + = + + (3) Untuk mendapatkan sebuah persamaan ekuivalen dari m buah persamaan digunakan rumus : = + + (4) = " (5) Koefesien persamaan karakteristik input-output ekuivalen diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (6 ) berikut : = = + (6) =

Karakteristik perbandingan masukan-keluaran Karakteristik perbandingan masukan-keluaran atau yang disebut juga dengan Heat Rate (HR) adalah karakteristik yang menggambarkan perbandingan antara masukan-keluaran. Jadi heat rate merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari sebuah unit pembangkit ketika unit itu membangkitkan daya tertentu. Semaki kecil harga HR, itu artinya semakin baik efisiensi dari unit tersebut. Gambar 2 Kurva perbandingan masukan-keluaran [1,12] HR dirumuskan sebagai berikut [1,12] : " = ("#/"#$%) (7) Gambar 2.2 merupakan karakteristik perbandingan masukan-keluaran. Dari gambar tersebut, nilai HR 1 (Btu/MW jam) menjelaskan besarnya perbandingan masukan (bahan bakar) dan keluaran (daya) dari suatu pembangkit. Semakin kecil hasil perbandingan yang diperoleh maka semakin besar nilai efisiensi nya. Laju Pertambahan Pemakaian Bahan Bakar Laju pertambahan pemakaian bahan bakar (IFR) menggambarkan hubungan antara perubahan masukan dan keluaran dalam suatu pembangkit. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut [9]:

"# = "#$% "#$"# ("#$% "h ) (8) Bila perubahannya sangat kecil (mendekati nol), maka persamaan (8) dapat dinyatakan menjadi : "#$% "# = lim ("#$% "#$"# "h ) (9) = ("#$%) ("#$"#) Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar pembangkit termal diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini. Gambar 3 Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar [9] Sebenarnya masukan dalam kurva pertambahan biaya produksi (incremental Production Cost) pembangkit termal tidak hanya meliputi bahan bakar, melainkan juga mencakup biaya operasi lainnya. Namun karena komponen biaya bahan bakar jauh lebih besar daripada komponen biaya lain, maka biaya produksi dianggap sebagai biaya bahan bakar (fuel cost). Kurva pertambahan pemakaian bahan bakar memberikan informasi tentang perbedaan segi ekonomis operasi seperti setiap unit pembangkit tenga listrik. Kurva pertambahan biaya produksi bahan bakar diperoleh dengan mengalikan jumlah bahan bakar dengan satuan harga bahan bakar, sehingga dari karakteristik ini dapat dilakukan penjadwalan pembangkitan yang ekonomis.

Keandalan Sistem Tenaga Listrik Dalam skripsi ini selain membahas tentang optimasi operasi pembangkit, juga memperhatikan keandalan dari sistem tenaga listrik. Secara sederhana keandalan sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu [11]: 1. Kecukupan Hal ini keterkaitannya dengan ketersediaan fasilitas yang memadai dalam sistem memenuhi kebutuhan (beban) pelanggan. Termasuk fasilitas untuk pembangkitan, transmisi dan sistem distribusi yang dibutuhkan untuk menghantarkan listrik yang dihasilkan hingga titik beban. 2. Keamanan Hal ini keterkaitannya dengan respon sistem terhadap gangguan, termasuk gangguan yang bersifat lokal dan gangguan dengan cakupan lebih luas, serta kehilangan pembangkitan ataupun transmisi utama. Dalam skripsi ini yang akan dibahas adalah keandalan sistem dalam hal melayani beban secara kontinyu, lebih spesifik lagi adalah besarya cadangan berputar yang tersedia dalam mengantisipasi terhadap adanya kemungkinan kehilangan beban (Loss of Load Prbability). Keandalan sesungguhnya [8] tidak semata-mata tergantung dari Cadangan Daya tersedia dalam sistem tetapi juga dari besar-kecilnya Forced Outage Rate (FOR) dari unit-unit pembangkit yang beroperasi. Ukuran sering tidaknya unit pembangkit mengalami gangguan dinyatakan dengan nilai Forced Outage Rate FOR pembangkit tersebut, yaitu : "# = "#$% "# "#$ "#$%&$$' "#$% "# "#$ "#$%"#&'("#$ "# "#$ "#$%"#&'( (10) Apabila sebuah unit pembangkit mempunyai FOR = 0,018 maka kemungkinan unit ini betul-betul beroperasi (dalam masa waktu yang dioperasikan) adalah 1-0,018 = 0,982 sedangkan kemungkinannya mengalami gangguan adalah 0,018. Dengan demikian maka besarnya cadangan daya tersedia yang bisa diandalkan juga bergantung pada FOR unit pembangkit. Semakin kecil nilai FOR nya semakin tinggi jaminan atau tingkat keandalan sistem tersebut.

Begitu juga sebaliknya, semakin besar FOR nya maka semakin kecil jaminan keandalan sistem tersebut. Metode Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan beberapa metode, yaitu dengan studi literatur, berlanjut pada pengumpulan dan pengolahan informasi, selanjutnya melakukan simulasi program dan terakhir adalah analisis hasil simulasi menggunakan pemrograman dinamik. Diagram alir dari metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4. Studi Literatur Pengumpulan informasi Pengolahan informasi Melakukan simulasi Analisis Gambar 4 Diagram alir metode penelitian Dalam diagram alir diatas, simulasi yang dimaksud adalah simulasi pemrograman dinamik dengan menggunakan C++. Pembahasan Karakteristik masukan-keluaran unit pembangkit Persamaan karakteristik masukan-keluaran dihitung dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Square). Hasil perhitungan adalah persamaan karakteristik masukan-keluaran unit Pembangkit. Dalam perhitungan persamaan karakteristik masukan-keluaran, dibagi ke dalam 2 kelompok unit. Pertama adalah

unit pembangkit milik PLN dan yang kedua, unit pembangkit sewa (IPP) yang pengaturan penjadwalan nya dikelola oleh PLN. Berikut tabel persamaan karakteristik masukan-keluaran unit pembangkit termal Sub-regional Bali : Tabel 1 Persamaan Karakteristik Pembangkit Nomor Jenis Pembangkit Persamaan Karakteristik Pembangkit (Liter/jam) 1 PLTG-1 F = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P 2 2 PLTG-2 F = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P 2 3 PLTG-3 F = 462,632 + 364,632 P + 0,009 P 2 4 PLTG-4 F = 462,632 + 364,632 P + 0,009 P 2 5 PLTG-5 F = 735,846 + 355,506 P + 0,006P 2 6 PLTG-6 F = 580,684 + 382,837 P + 0,149 P 2 7 PLTG-7 F = 580,684 + 382,837 P + 0,149 P 2 8 PLTD-1 F = 492,228 + 208,391 P + 2,814 P 2 9 PLTD-2 F = 492,228 + 208,391 P + 2,814 P 2 10 PLTD-3 F = 268,029 P 11 PLTD-4 F = 268,029 P 12 PLTD-5 F = 268,029 P 13 PLTD-6 F = 303,564 P 14 PLTD-7 F = 273,670 P 15 PLTD-8 F = 290,153 P 16 PLTD-9 F = 290,481 P Persamaan-persamaan diatas merupakan hasil pengolahan data masukankeluaran masing-masing pembangkit, dengan masukannya bahan bakar (liter) dan keluarannya daya (MWH). Persamaan biaya operasi Persamaan biaya operasi diperoleh dari perkalian harga bahan bakar dengan persamaan masukan-keluaran pembangkit. Contoh perhitugan untuk PLTG-1 : h (Rp/Jam) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P 2 (Liter/Jam) x 9.130 (Rp/Liter) h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P 2

Penggunaan simbol h (biaya) untuk membedakan dengan persamaan karakteristik pembangkit yang menggunakan simbol F. Setelah dilakukan perhitungan semuanya, diperoleh persamaan biaya operasi sebagai berikut : 1. h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P 2 2. h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P 2 3. h (Rp/jam) = 5132640,428 + 4045381,817 P + 94,708 P 2 4. h (Rp/jam) = 5132640,428 + 4045381,817 P + 94,708 P 2 5. h (Rp/jam) = 8154451,531 + 3939624,490 P + 68,780 P 2 6. h (Rp/jam) = 6365118,441 + 4196435,442 P + 1629,025 P 2 7. h (Rp/jam) = 6365118,441 + 4196435,442 P + 1629,025 P 2 8. h (Rp/jam) = 5460986,450 + 2311984,371 P + 31216,579 P 2 9. h (Rp/jam) = 5460986,450 + 2311984,371 P + 31216,579 P 2 10. h (Rp/jam) = 2431000 P 11. h (Rp/jam) = 2431000 P 12. h (Rp/jam) = 2431000 P 13. h (Rp/jam) = 1799000 P 14. h (Rp/jam) = 1613000 P 15. h (Rp/jam) = 2649000 P 16. h (Rp/jam) = 2652000 P Perhitungan Operasi minimum Dalam proses perhitungan menggunakan pemrograman dinamik ini ada 4 data yang dijadikan sebagai inputan yaitu jumlah unit pembangkit, persamaan biaya operasi, kapasitas maksimum dan minimum setiap pembangkit, serta kebutuhan beban setiap intervalnya selama 24 jam. Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan pemrograman dinamik. Konfigurasi unit beroperasi berdasarkan konfigurasi unit hasil perhitungan rumus rekursi pemrograman dinamik. Rumus rekursi pemrograman dinamik adalah sebagai berikut : H N (X) = Min h N (Y) + H N-1 (X-Y)

Adapun langkah-langkah perhitungan optimasi operasi pembangkit adalah sebagai berikut: 1. Menghitung konstanta persamaan karakteristik (a, b,c) Caranya adalah seperti pada langkah perhitungan sebelumnya. Untuk PLTG-1 diperoleh persamaan karakteristik masukan-keluaran nya: F (P) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P 2 (Liter/Jam) 2. Mencari persamaan biaya operasi Persamaan biaya operasi diperoleh dengan cara mengalikan persamaan karakteristik pembangkit dengan biaya bahan bakar. h (Rp/Jam) = 229,907 + 362,869 P + 0,115 P 2 (Liter/Jam) x 9.130 (Rp/Liter) h (Rp/jam) = 2550682,037 + 4025822,416 P + 1270,665 P 2 Persamaan biaya operasi tersebut digunakan sebagai inputan dalam pemrograman dinamik. 3. Menghitung biaya operasi pembangkit Biaya operasi pembangkit dihitung dengan menggunakan rumus rekursi pemrograman dinamik yaitu : H N (X) = Min h N (Y) + H N-1 (X-Y) 4. Apabila terdapat 1 unit termis dalam sistem, maka beban sistem dilayani oleh unit termis itu sendiri. Biaya bahan bakar minimum dapat diperoleh dengan : F 1 (X) = h 1 (X) 5. Apabila terdapat 2 unit termis dalam sistem, maka biaya bahan bakar minimum dapat diperoleh dengan : F2(X) = min [ g2(y) + f1(x-y) ] Dengan batasan-batasan sebagai berikut: x = 0 atau a1 x (b1 + b2 ) y = 0 atau a2 y b2 Untuk mencapai harga minimum pada suatu harga x MW tertentu, pernyataan g2(y) + f1(x-y) dihitung terlebih dahulu dengan mengubah-ngubah harga y dengan variasi δ, sehingga didapat harga minimum dari pernyataan tersebut yaitu F2(x). Maka dengan cara demikian biaya minimum dapat dihitung, yaitu : F2(0), F2(a1), F2(a1 + δ), F2(a1 + 2δ), F2(a1 + 3δ).., F2(b1 + b2).

Harga y MW yang digunakan untuk mendapatkan F2(x) adalah keluaran unit pembangkit ke-2 untuk memikul beban sistem sebesar x MW. 6. Kemudian dengan cara yang sama dihitung harga-harga F3(x), F4(x),., FN(x) untuk N unit pembangkit. Tabel 2 Perbandingan biaya sebelum dan sesudah optimasi Jam ke Daya Yang Dibangkitkan (MW) Sebelum Optimasi (Rp) Sesudah Optimasi (Rp) Penghematan (Rp) 00.30 280,7 356.918.275 331.812.997 25.105.278 01.00 264,6 334.526.625 305.142.716 29.383.909 01.30 257,5 328.177.375 293.883.067 34.294.308 02.00 257,5 328.177.375 293.883.067 34.294.308 02.30 264 333.938.975 303.982.003 29.956.972 03.00 264 333.938.975 303.982.003 29.956.972 03.30 263,9 333.806.525 303.816.229 29.990.296 04.00 263,9 333.806.525 303.816.229 29.990.296 04.30 263,7 333.645.225 303.484.712 30.160.513 05.00 263,7 333.645.225 303.484.712 30.160.513 05.30 273,2 345.039.875 319.277.973 25.761.902 06.00 273,2 345.039.875 319.277.973 25.761.902 06.30 295,3 371.820.625 354.664.682 17.155.943 07.00 305,4 384.097.175 370.174.782 13.922.393 07.30 345,9 446.889.153 433.045.997 13.843.155 08.00 362,9 477.209.043 459.462.818 17.746.225 08.30 376,1 493.755.343 480.140.993 13.614.349 09.00 397,9 529.859.126 515.442.495 14.416.631 09.30 408,9 551.587.551 533.781.764 17.805.787 10.00 408 549.936.628 532.276.526 17.660.102 10.30 406,5 548.531.501 529.769.678 18.761.823 11.00 398,1 538.321.301 515.940.979 22.380.322 11.30 397,7 537.530.451 515.110.225 22.420.226 12.00 397,8 537.662.901 515.442.495 22.220.406 12.30 399.2 539.517.201 517.603.270 21.913.930 13.00 410.6 553.528.601 536.794.781 16.733.820 13.30 408.5 551.263.501 533.112.664 18.150.836 14.00 408.7 551.528.401 533.447.193 18.081.208 14.30 407.3 549.215.078 531.273.504 17.941.574

Jam ke Tabel 2 Perbandingan biaya sebelum dan sesudah optimasi (Lanjutan) Daya Yang Dibangkitkan (MW) Sebelum Optimasi (Rp) Sesudah Optimasi (Rp) Penghematan (Rp) 12.30 399.2 539.517.201 517.603.270 21.913.930 13.00 410.6 553.528.601 536.794.781 16.733.820 13.30 408.5 551.263.501 533.112.664 18.150.836 14.00 408.7 551.528.401 533.447.193 18.081.208 14.30 407.3 549.215.078 531.273.504 17.941.574 15.00 407.3 549.215.078 531.273.504 17.941.574 15.30 396.8 536.699.678 513.781.563 22.918.115 16.00 396.6 536.478.378 513.449.502 23.028.876 16.30 389.3 527.912.528 500.673.153 27.239.375 17.00 405 556.193.363 527.265.182 28.928.181 17.30 426.5 594.029.859 564.145.627 29.884.232 18.00 474.3 661.823.603 647.096.572 14.727.032 18.30 494.7 694.440.566 681.955.202 12.485.364 19.00 494.8 694.616.936 682.289.574 12.327.362 19.30 484.5 678.635.663 664.929.366 13.706.297 20.00 474.6 662.889.151 647.596.748 15.292.403 20.30 457.6 633.308.978 618.200.297 15.108.681 21.00 419.9 568.009.909 553.109.285 14.900.624 21.30 390.6 516.071.773 502.695.769 13.376.004 22.00 368 477.702.917 467.390.912 10.312.005 22.30 338.4 425.746.575 421.396.487 4.350.088 23.00 313.7 395.734.625 383.052.273 12.682.352 23.30 295.2 373.042.225 354.354.535 18.687.690 24.00 284.8 360.345.775 338.384.897 21.960.878 Total Penghematan 989.443.031 Tabel diatas menjelaskan tentang perbandingan biaya berdasarkan konfigurasi PLN dengan konfigurasi menggunakan pemrograman dinamik. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan simulasi pemrograman dinamik diperoleh pengurangan biaya sebesar Rp 989.443.031,00 dengan kata lain mengalami pengurangan biaya sebesar 4,27 %. Untuk biaya sesudah optimasi didapatkan melalui hasil simulasi pemrograman dinamik. Sedangkan untuk biaya dari PLN didapatkan dengan formula berikut : Biaya (Rp) = {Total beban (MW) x Fuel cost (Rp/Kwh) x 10^3}/2 (11)

Kemudian Tabel 2. hasilnya dibandingkan keduanya sehingga diperoleh seperti pada Penentuan jadwal kerja Rencana kerja ditentukan berdasarkan ramalan beban. Ramalan beban ini memberikan informasi besar beban pada periode tertentu. Sehingga dapat ditentukan konfigurasi pembebanan unit pembangkit yang optimal. Berikut merupakan contoh konfigurasi pembebanan bila beban seperti 7 Januari 2014 : 1. Periode kerja dibagi menjadi 48 periode, yaitu interval waktu setiap setengah jam dalam satu periode. Setiap periode akan ditentukan konfigurasi pembebanan. 2. Dalam setiap intervalnya, software pemrograman dinamik akan mencoba semua konfigurasi pembebanan dari masing-masing pembangkit. Jika jumlah pembangkit yang siap dioperasikan sebanyak N. Maka percobaan yang dilakukan adalah sebanyak 2 N -1 kombinasi. 3. Dari kombinasi tersebut akan disaring kombinasi yang menghasilkan beban yang sesuai dengan kebutuhan setiap interval. Lalu dibandingkan biaya operasi yang satu dengan lain nya. 4. Kombinasi yang dipilih adalah konfigurasi pembebanan yang menghasilkan biaya operasi yang paling murah. 5. Dalam simulasi pemrograman dinamik ini pembangkit yang akan dipilih adalah yang memiliki nilai Rp/Kwh atau Rp/jam nya paling kecil. Hal ini diperoleh setelah dilakukan perbandingan biaya dari semua kemungkinan konfigurasi. 6. Besar beban pada interval pertama adalah 280,7 MW. Berdasakan perhitungan yang dilakukan pada langkah-langkah perhitungan optimasi operasi pembangkit, maka diperoleh konfigurasi pembebanan sebagai berikut: PLTG-2 dibebani 18 MW, PLTD-2 dibebani 7,7 MW, PLTD-4 dibebani 35 MW, PLTD-5 dibebani 45 MW, PLTD-6 dibebani 30 MW, PLTD-7 dibebani 50 MW, PLTD-8 dibebani 50 MW dan PLTD-9 dibebani 45 MW. 7. Begitu seterusnya pada interval-interval berikutnya.