TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

OPTIMASI DISTRIBUSI AIR PADA TIAP MUSIM TANAM SISTEM JARINGAN IRIGASI AIR TANAH DAERAH IRIGASI MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN

ARBITEK ISSN : Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur EISSN :

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB III LANDASAN TEORI Curah Hujan Wilayah dengan Metode Poligon Thiessen

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Irigasi

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

STUDI KESEIMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI DELTA BRANTAS (SALURAN MANGETAN KANAL) UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DAN INDUSTRI

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

III. NERACA AIR 3.1. NERACA AIR WILAYAH PENDAHULUAN HUJAN. Tujuan Instruksional khusus: Mampu menjelaskan Neraca air di mintakat perakaran.

Gambar 1. Daur Hidrologi

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

STUDI POLA PEMANFAATAN BENDUNG PEJENGKOLAN UNTUK KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur.

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Evapotranspirasi (evapotranspiration)

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1

BAB III LANDASAN TEORI. danau. Secara umum persamaan dari neraca air adalah : - G 0 - ΔS. : debit aliran masuk dan keluar

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

BAB 2 DATA METEOROLOGI

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

K c = K cb + K e. K e. K cb. Gambar 3 Skema nilai K c tunggal dan K c ganda selama pertumbuhan tanaman (Allen, 1998) K c generatif.

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

KAJIAN PERENCANAAN SALURAN TERSIER DAN KUARTER PADA DAERAH IRIGASI RANAH SINGKUANG KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

Tata cara penghitungan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metode Penman-Monteith

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan air untuk irigasi adalah kebutuhan air tanaman dikurangi hujan efektif. Hujan efektif adalah bagian dari hujan total yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, setelah beberapa hilang akibat intersepsi, limpasan dan perkolasi. Gray (1961) dalam Seyhan (1990) menyatakan intersepsi adalah bagian dari presipitasi yang tetap berada pada permukaan vegetasi, sebagian air yang diintersepsi ini menguap dan sebagian mencapai tanah secara langsung. Menurut Pekerjaan Umum (1986) menghitung besarnya kebutuhan air irigasi padi ditentukan oleh faktor-faktor pengolahan tanah, penggunaan konsumtif tanaman, perkolasi, pergantian lapisan air dan hujan efektif. Dalam menentukan kebutuhan bersih air di sawah (Net Field Water Requirement) harus memperhitungkan faktor kebutuhan konsumtif tanaman dan hujan efektif. Kebutuhan total air di sawah (Gross Water Field Requirement) harus memperhitungkan tingkat efisiensi irigasi. Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau liter/det/ha. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah pada umumnya menentukan kebutuhan air minimum pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanah adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah dan jumlah air yang diperlukan untuk pengolahan tanah. Untuk daerah-daerah proyek baru, diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan masa pengolahan tanah. Bila menggunakan peralatan mesin secara luas, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah adalah 1 bulan. Dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi didasarkan pada Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01) yang mengacu pada ketetapan Pekerjaan Umum tahun 1986. 2.1.1. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Kebutuhan air untuk pengolahan tanah menentukan kebutuhan minimum air irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air, yaitu besarnya air untuk penjenuhan, pelumpuran, genangan air, lamanya pengolahan tanah, evaporasi dan perkolasi yang terjadi. Dalam KP-01 waktu untuk pekerjaan pengolahan tanah adalah selama satu bulan. Kebutuhan air yang diperlukan untuk pengolahan tanah bertekstur berat (lempung) adalah 200 mm, setelah selesai lapisan genangan air di sawah ditambah 50 mm. Hal ini dilakukan sebagai cadangan air yang akan dipakai akibat kehilangan air karena perkolasi dan evaporasi. Jadi kebutuhan air yang diperlukan untuk pengolahan tanah dan lapisan air awal seluruhnya menjadi 250 mm. Air yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah setelah dibiarkan bera atau kering lebih dari 2.5 bulan adalah 300 mm. Metode yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan irigasi selama pengolahan tanah yang diterapkan dalam KP-01 dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra. 3

LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah, mm/hari M : Mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi: M = Eo + P, mm/hari Eo : Evaporasi air terbuka 1.1ETo (FAO) atau 1.2ETo (Prosida), mm/hari P : Perkolasi, mm/hari k : MT/S T : Jangka waktu pengolahan tanah, hari S : Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm Untuk memudahkan perhitungan pengolahan tanah, digunakan tabel Van de Goor dan Zijlstra pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Padi Sawah. Eo + P (M) mm/hari T = 30 hari T = 45 hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm 5 11.1 12.7 8.4 9.5 5.5 11.4 13 8.8 9.8 6 11.7 13.3 9.1 10.1 6.5 12 13.6 9.4 10.4 7 12.3 13.9 9.8 10.8 7.5 12.6 14.2 10.1 11.1 8 13 14.5 10.5 11.4 8.5 13.3 14.8 10.8 11.8 9 13.6 15.2 11.2 12.1 9.5 14 15.5 11.6 12.5 10 14.3 15.8 12 12.9 10.5 14.7 16.2 12.4 13.2 11 15 16.5 12.8 13.6 Sumber: Pekerjaan Umum, 1986 2.1.2. Penggunaan Konsumtif Tanaman Pada KP-01 besarnya ETo dihitung dengan menggunakan metode Penman yang dimodifikasi oleh Food and Agriculture Organization (FAO). ETo dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan memperhatikan faktor-faktor meteorologi, yaitu suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari. ETc : Evapotranspirasi tanaman, mm/hari ETo : Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari Kc : Koefisien tanaman 4

Besarnya koefisien tanaman tergantung dari jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Nilai ETo dari rumus Penman menunjuk pada tanaman acuan apabila digunakan albedo (koefisien pemantulan) 0.25 (rerumputan pendek). Koefisien yang digunakan dalam perhitungan ETc harus didasarkan pada ETo dengan albedo 0.25. Rumus Penman dimodifikasi dengan metode Nedeco/Prosida dan metode FAO dapat dilihat pada Tabel 2. Bulan 2.1.3. Perkolasi Varietas Biasa Tabel 2. Koefisien Tanaman Padi. Nedeco/Prosida Varietas Unggul Varietas Biasa FAO Varietas Unggul 0.5 1.2 1.2 1.1 1.1 1 1.2 1.27 1.1 1.1 1.5 1.32 1.33 1.1 1.05 2 1.4 1.3 1.1 1.05 2.5 1.35 1.15 1.1 0.95 3 1.24 0 1.05 0 3.5 1.12 0.95 4 0 0 Sumber: Pekerjaan Umum, 1986 Perkolasi adalah gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah (Pekerjaan Umum 1986). Besarnya perkolasi dipengaruhi sifat-sifat tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman air dan sistem perakaran. Perkolasi dibedakan berdasarkan kemiringan dan tekstur tanah. Berdasarkan kemiringan, lahan dibedakan menjadi lahan datar dengan perkolasi 1 mm/hari dan lahan miring > 5% dengan perkolasi 2-5 mm/hari. Berdasarkan tekstur, tanah dibedakan menjadi tanah berat (lempung) perkolasi 1-2 mm/hari, tanah sedang (lempung berpasir) perkolasi 2-3 mm/hari dan tanah ringan dengan perkolasi 3-6 mm/hari. 2.1.4. Pergantian Lapisan Air Pergantian lapisan air dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (3.3 mm/hari) selama sebulan dan 2 bulan setelah penanaman bibit. Pergantian lapisan air dilakukan untuk menggenangi lapisan tanah yang berfungsi sebagai cadangan air untuk perkolasi dan evapotranspirasi tanaman. Tujuan lain adanya genangan tersebut, yaitu untuk menekan pertumbuhan gulma. 2.1.5. Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya curah hujan efektif dipengaruhi oleh cara pemberian air irigasi, laju pengurangan air genangan, kedalaman lapisan air yang dipertahankan, jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Pada KP-01 untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif 5

diambil 80% kemungkinan curah hujan terlewati (Pekerjaan Umum 1986). Dalam menentukan R 80 dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data, pengurutan data hujan dari yang terbesar hingga terkecil dan dapat ditentukan dengan menggunakan RAINBOW. Koefisien hujan efektif untuk tanaman padi adalah 0.7. R 80 : Peluang hujan terlewati 80% : Peringkat hujan efektif 80% dari urutan curah hujan terkecil R 80 adalah curah hujan ke-a dari urutan terkecil dan n merupakan jumlah tahun pengamatan. 2.1.6. Kebutuhan Bersih Air Di Sawah (NFR) Dalam menentukan kebutuhan bersih air di sawah harus memperhitungkan hujan efektif yang terjadi. Kebutuhan bersih air di sawah adalah jumlah air yang dibutuhkan setelah kebutuhan total air di sawah dikurangi dengan hujan efektif yang terjadi di daerah tersebut. 2.1.7. Kebutuhan Total Air Di Sawah (GFR) Kebutuhan total air di sawah adalah jumlah air total yang dibutuhkan dari tahap pengolahan tanah hingga akhir dengan memperhitungkan efisiensi irigasi. Kebutuhan air ini meliputi kebutuhan komsumtif tanaman, pengolahan tanah dan perkolasi. Jika lebih dari satu golongan maka jumlah air yang dibutuhkan dirata-ratakan tiap tahap pertumbuhannya. 2.1.8. Kebutuhan Pengambilan Air (DR) Kebutuhan pengambilan air irigasi padi adalah kebutuhan air irigasi dalam l/det/ha, sehingga dapat ditentukan kebutuhan air dalam berapa kali penanaman dalam setahun dan penetapan golongan yang telah dipilih. Kebutuhan pengambilan air ditentukan untuk mengetahui besarnya air yang diambil dari sumber air (inlet) setelah memperhitungkan efisiensi irigasi. 2.2. Analisis Data Iklim Tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung terinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan. Sebagian secara langsung atau setelah penyimpanan bawah permukaan hilang dalam bentuk evaporasi, yaitu proses dimana air menjadi uap, transpirasi, yaitu proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Seyhan 1990). Analisis data iklim diperlukan untuk menghitung besarnya nilai evapotranspirasi. Faktor-faktor lingkungan yang mengendalikan evapotranspirasi adalah radiasi, pasokan air, karakteristik tanaman, defisit penjenuhan di udara dan gerakan udara horizontal dan vertikal. Karakteristik tanaman yang berperan penting, yaitu albedo permukaan tanaman, perkembangan akar, struktur tegakan dan struktur fisiologi tanaman. 6

Evapotranspirasi tanaman acuan adalah kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanam dengan kondisi air mencukupi, tinggi tanaman sekitar 12 cm dan tanaman tumbuh dengan baik. Iklim memiliki peran penting dalam penentuan karakteristik tersebut. Data iklim yang dibutuhkan untuk menentukan besarnya ETo, yaitu suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Menurut Evaporation Symposium (1959) dalam Seyhan (1990) rumus yang paling sering digunakan dalam menentukan evapotranspirasi tanaman acuan adalah yang diajukan oleh Penman. Pendekatan Penman merupakan suatu kombinasi metode-metode transfer massa dan neraca energi. Dalam KP-01 penetapan ETo digunakan metode Penman Modifikasi, sedangkan penetapan ETo pada CROPWAT 8 digunakan metode Penman-Monteith. Nilai ETo yang dihasilkan dari metode Penman Modifikasi menghasilkan nilai perkiraan yang terlalu tinggi sehingga pada akhirnya dikembangkan metode Penman-Monteith yang hasilnya mendekati nilai setempat. Evapotranspirasi tanaman acuan yang diterapkan dalam KP-01 dapat dihitung menggunakan persamaan Penman Modifikasi FAO: c : Faktor pergantian kondisi cuaca akibat siang dan malam W : Faktor berat yang mempengaruhi penyinaran matahari (1-W) : Faktor berat sebagai pengaruh angin dan kelembaban ea : Tekanan uap jenuh, mbar RH : Kelembaban relatif, % ed : Tekanan uap nyata, mbar (ea-ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap nyata, mbar Rn : Radiasi penyinaran matahari, Rns-Rnl, mm/hari Rns : Radiasi netto gelombang pendek, Rs(1-α), mm/hari Rnl : Radiasi netto gelombang panjang 2.01 10 9.T 4 (0.34-0.44ed 0.5 ) (0.1+0.9n/N), mm/hari Rs : Radiasi gelombang pendek, (0.25+0.5(n/N))Ra, mm/hari α : Koefisien pemantulan (albedo), 0.25 n/n : Lamanya penyinaran relatif Ra : Radiasi extraterestrial, mm/hari f(u) : Fungsi pengaruh angin, 0.27 (1+U 2 /100), km/hari U 2 : Kecepatan angin di ketinggian 2 meter, km/jam Dalam CROPWAT 8, penetapan ETo menggunakan metode Penman-Monteith. Rumus yang menjelaskan ETo secara teliti adalah rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Allen et al.,1998) yang diuraikan dengan persamaan: ET 0 : Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari Rn : Radiasi netto pada permukaan tanaman, MJ/m 2 /hari G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (fluks panas tanah), MJ/m 2 /hari 7

T : Suhu harian rata-rata pada ketinggian 2 meter, 0 C U 2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter, m/det es : Tekanan uap jenuh, kpa ea : Tekanan uap aktual, kpa Δ : Kurva kemiringan tekanan uap, kpa/ 0 C γ : Konstanta psycrometric, kpa/ 0 C Dalam penyelesaian persamaan tersebut, terlebih dahulu didapatkan nilai-nilai dari beberapa variable dan konstanta yang berkaitan: a. Kontanta psychrometric (γ) Konstanta psychrometric diberikan oleh panas spesifik pada tekanan konstan, yaitu energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu satu derajat pada tekanan konstan. Konstanta psychrometric dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: γ : Konstanta psychrometric, kpa/ 0 C P : Tekanan atmosfer, kpa λ : Laten heat of vaporization, 2.45 MJ/kg Cp : Panas spesifik pada tekanan konstan, 1.013x10-3, MJ/kg/ 0 C : Perbandingan berat molekul uap air/ udara kering, 0.622 b. Suhu rata-rata (Tmean) Tmean : Suhu udara harian rata-rata, 0 C Tmak : Suhu udara harian maksimum, 0 C Tmin : Suhu udara harian minimum, 0 C c. Kelembaban relatif (RH) Kelembaban relatif yang digunakan adalah nilai rata-rata dari kelembaban relatif maksimum (RHmak) dan kelembaban relatif minimum (RHmin) yang dinyatakan sebagai kelembaban relatif rata-rata (RHmean). 8

RH : Kelembaban relatif, % ea : Tekanan uap aktual, kpa e 0 (T) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara T, kpa T : Suhu udara, 0 C d. Tekanan uap jenuh (es) Tekanan uap jenuh adalah jumlah molekul air yang tersimpan di udara pada suhu tertentu. Semakin tinggi suhu, maka kapasitas penyimpanan molekul air dalam udara juga semakin tinggi. Tekanan uap jenuh dapat dihitung dengan persamaan: es e 0 (Tmak) e 0 (Tmin) : Tekanan uap jenuh, kpa : Tekanan uap jenuh pada suhu udara maksimum, kpa : Tekanan uap jenuh pada suhu udara minimum, kpa e. Tekanan uap aktual (ea) Tekanan uap aktual adalah tekanan uap air di udara. Ketika udara tidak jenuh, tekanan uap aktual akan lebih rendah dari tekanan uap jenuh. Perbedaan antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual merupakan defisit tekanan uap jenuh. Tekanan uap aktual dihitung dengan beberapa rumus berdasarkan data yang tersedia, diantaranya data suhu titik embun (Tdewpoint), psychrometric dan kelembaban relatif (RH). Suhu dewpoint adalah suhu dimana udara membutuhkan pendinginan untuk membuat udara dalam kondisi jenuh. Tekanan uap aktual adalah kejenuhan tekanan uap pada suhu dewpoint. Atau ea : Tekanan uap aktual, kpa e 0 (Tmak) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara maksimum, kpa e 0 (Tmin) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara minimum, kpa RHmak : Kelembaban relatif maksimum, % RHmin : Kelembaban relatif minimum, % Menurut FAO, apabila data kelembaban relatif tidak tersedia, maka pendekatan lain yang dapat diambil adalah ea = e 0 (Tmin). f. Kurva kemiringan tekanan uap (Δ) Kurva kemiringan tekanan uap dapat dihitung dengan persamaan: 9

Δ : Kurva kemiringan tekanan uap jenuh pada suhu T, kpa/ 0 C T : Suhu udara, 0 C g. Radiasi netto (Rn) Radiasi netto (Rn) adalah perbedaan antara radiasi netto gelombang pendek (Rns) dengan radiasi netto gelombang panjang (Rnl). Radiasi ekstraterestrial (Ra) adalah radiasi yang mencapai permukaan atmosfer bumi. Radiasi matahari atau radiasi gelombang pendek (Rs) adalah radiasi yang menembus permukaan atmosfer yang beberapa telah tersebar, dipantulkan atau diserap oleh awan, gas dan debu (radiasi yang mencapai permukaan bumi dalam periode tertentu). Pada hari tak berawan Rs sekitar 75% dari radiasi ekstraterestrial dan pada hari berawan radiasi tersebar di atmosfer, tapi dengan keadaan yang berawan sekitar 25% radiasi masih dapat mencapai permukaan bumi. Rso adalah radiasi yang mencapai permukaan bumi dalam periode yang sama tapi dalam kondisi tidak berawan. Lamanya penyinaran matahari relatif (n/n) adalah rasio dari lama penyinaran sebenarnya dengan lama penyinaran matahari maksimum. Radiasi netto dihitung dengan persamaan: Bila nilai n tidak tersedia pada data klimatologi, maka dapat diganti dengan: Rn : Radiasi netto, MJ/m 2 /hari Rns : Radiasi matahari netto gelombang pendek, MJ/m 2 /hari α : Koefisien albedo Rs : Radiasi matahari yang datang, MJ/m 2 /hari Rso : Radiasi matahari (clear-sky), MJ/m 2 /hari n : Durasi aktual penyinaran matahari, jam N : Durasi maksimum yang memungkinkan penyinaran matahari, jam as+bs : Fraksi radiasi ektraterestrial yang mencapai bumi pada hari cerah K RS : Koefisien tetapan, 0.16 daerah tertutup dan 0.19 daerah pantai 10

z Ra Gsc dr w s : Elevasi stasiun di atas permukaan laut, meter : Radiasi ektraterestrial, MJ/m 2 /hari : Konstanta matahari, 0.0820 MJ/m 2 /hari : Inverse jarak relatif bumi-matahari : Sudut jam matahari terbenam : Garis lintang, rad δ : Deklinasi matahari, rad J : Nomor hari dalam tahun, 1 (1 januari) sampai 365 atau 366 (31 Desember) Rnl : Radiasi netto gelombang panjang yang pergi, MJ/m 2 /hari σ : Konstanta Stefan-Boltzmann, 4.903 10-9 MJ/K 4 /m 2 /hari T mak, K : Suhu absolut maksimum selama periode 24 jam, K = C + 273.16 T min, K : Suhu absolut minimum selama periode 24 jam, K = C + 273.16 h. Kerapatan panas terus-menerus (G) Kerapatan panas terus-menerus pada tanah atau fluks panas tanah adalah energi yang digunakan dalam pemanasan tanah. G bernilai positif ketika tanah mengalami pemanasan dan G bernilai negatif ketika tanah mengalami pendinginan. Nilai fluks panas tanah kecil jika dibandingkan dengan Rn, sehingga sering diabaikan. Fluks panas tanah didapat dengan persamaan: G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah, MJ/m 2 /hari c s : Kapasitas pemanasan tanah, MJ/m 3 / C T i : Suhu udara pada waktu i, C T i-1 : Suhu udara pada waktu i-1, C Δt : Panjang interval waktu, hari Δz : Kedalaman tanah efektif, meter Untuk periode harian, 10 harian dan bulanan, nilai G sangat kecil mendekati nol sehingga nilai G tidak diperhitungkan. i. Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (U 2 ) Kecepatan angin biasanya diukur pada ketinggian tertentu di atas permukaan tanah, sehingga untuk menentukan kecepatan angin pada ketinggian 2 meter menggunakan persamaan: U 2 : Kecepatan angin 2 meter di atas permukaan tanah, m/det Uz : Kecepatan angin terukur z meter di atas permukaan tanah, m/det 11

2.3. Analisis Data Curah Hujan Hujan berperan dalam memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Selama musim hujan sebagian besar kebutuhan air tanaman dipenuhi oleh hujan dan pada musim kering dipenuhi oleh kebutuhan air irigasi. Hujan dalam tahun basah, tahun normal dan tahun kering merupakan hujan andalan, yaitu hujan dengan kemungkinan terlampaui 20% untuk tahun basah, 50% tahun normal dan 80% untuk tahun kering. Ketiga nilai tersebut berguna untuk merencanakan pemberian air irigasi. Hujan yang terjadi pada suatu wilayah akan mengalami proses infiltrasi. Menurut Seyhan (1990) infiltrasi merupakan air yang diterima permukaan bumi jika permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah karakteristik hujan, kondisi permukaan tanah, kondisi penutupan permukaan dan karakteristik air yang terinfiltrasi. Hujan efektif adalah bagian hujan yang secara efektif digunakan oleh tanaman setelah beberapa hilang karena limpasan permukaan dan perkolasi. Hujan efektif ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Pemahaman mengenai hujan sangat diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada saat terjadi hujan, air yang jatuh tidak semua dimanfaatkan oleh tanaman. Hujan yang jatuh hanya sebagian yang terserap tanaman disebut hujan efektif dan sisanya terbuang dalam bentuk penguapan, perkolasi atau limpasan. Dalam menentukan hujan efektif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam panduan penggunaan CROPWAT 8 hujan efektif dapat ditentukan dengan nilai persentase hujan bulanan tertentu, hujan andalan, rumus empiris dan USBR. Dalam simulasi perencanaan irigasi pada CROPWAT 8 digunakan hujan andalan untuk menentukan besarnya hujan efektif. Pada KP-01 hujan efektif dapat ditentukan dengan peluang hujan terlewati 80% (R 80 ) dan memperhitungkan besarnya koefisien hujan tanaman padi. R 80 dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data dengan menentukan R 80 tahunan kemudian ditentukan R 80 bulanan, pengurutan data dari nilai terbesar hingga terkecil dan dengan menggunakan RAINBOW. 12