Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

30% Pertanian 0% TAHUN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar mata

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

Transkripsi:

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten Garut masih merupakan sektor andalan karena secara geografis Kabupaten Garut bedekatan dengan Kota Bandung yang menjadi ibukota propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu Kabupaten Garut dapat dikatakan sebagai daerah penyangga bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Peran sektor pertanian Kabupaten Garut yang strategis dalam memasok kebutuhan lokal Garut sekaligus warga Kota dan Kabupaten Bandung menjadi salah satu penunjang perkembangan agroekonomi Kabupaten Garut. Berdasarkan produktivitasnya, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut menyatakan bahwa terdapat enam komoditas andalan tanaman pangan dan sayuran Kabupaten Garut yakni padi, jagung, kentang, tomat, cabai merah dan ubi kayu. 9 300 Produktivitas (Kw/ha) 250 200 150 100 50-2007 2008 2009 2010 2011 Kentang Tomat Cabe Besar Cabe Rawit Padi Jagung Ubikayu Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun 2007-2011 9 Disampaikan dalam acara Hari Krida Pertanian Jawa Barat oleh Ir. Tatang Hidayat (Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Garut) pada 3 Juli 2012. 34

Bedasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007-2011 komoditas tomat memiliki tingkat produktivitas tertinggi dengan rata-rata produktivitas sebesar 276,32 kw/ha per tahun disusul dengan kentang sebesar 228,54 kw/ha per tahun dan ubi kayu sebesar 221,44 kw/ha per tahun. Dapat diketahui juga rata-rata tingkat produktivitas cabai rawit sebesar 99,73 kw/ha per tahun masih berada di bawah cabai besar dengan rata-rata produktivitas sebesar 146,05 kw/ha per tahun. Sedangkan untuk padi dan jagung secara berturut-turut hanya memiliki rata-rata produktivitas sebesar 59,12 kw/ha dan 65,18 per tahun. Secara geografis dan iklim di beberapa daerah Kabupaten Garut sangat mendukung penanaman dan pengembangan komoditas sayuran seperti tomat, kentang, serta cabai baik cabai besar maupun cabai rawit. Iklim dataran tinggi dan dekatnya dengan sejumlah sumber mata air yang berada di sejumlah wilayah Kabupaten Garut memang merupakan salah satu faktor utama tanaman sayuran seperti kentang, tomat dan cabai dapat dibudidayakan dengan baik. Perbandingan luas lahan tanam keempat komoditi sayuran tersebut di Kabupaten Garut dapat terlihat seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Rata-rata Luas Tanam Kentang, Tomat, Cabe Besar, dan Cabai Rawit di Kabupaten Garut tahun 2011-2012 No 1 Komoditi LUAS TANAM (Ha) Rata - Jumlah 2007 2008 2009 2010 2011 rata Kentang (ha) 5,448 5,230 5,342 5,919 6,065 28,004 5,601 2 Tomat (ha) 3,080 3,102 3,478 3,285 3,401 16,346 3,269 3 Cabe Besar (ha) 848 852 972 870 933 4,475 895 4 Cabe Rawit (ha) 1,341 1,285 1,476 1,149 2,186 7,422 1,484 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Garut Beberapa daerah dataran tinggi di Kabupaten Garut yang cocok sebagai tempat budidaya kentang antara lain Kecamatan Pamulihan, Cikajang, Bayongbong, Cigedug, Cisurupan, Samarang, Wanaraja dan Pasirwangi. Terdapat dua jenis varietas kentang yang dominan digunakan oleh para petani di Kabupaten Garut yaitu Granola dan Atlantik. Varietas Granola biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar tradisional sedangkan untuk varietas Atlantik 35

biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri-industri seperti keripik kentang baik dalam skala industri kecil maupun besar. PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku industri yang memberi pengaruh terhadap perkembangan penggunaan varietas kentang di Kabupaten Garut. Perusahaan industri makanan tersebut memang sengaja menjalin sebuah hubungan kemitraan dengan banyak petani kentang di berbagia daerah termasuk Kabupaten Garut guna memenuhi kebutuhan supply input ke pabriknya. Harga yang ditentukan oleh PT. Indofood Fritolay Makmur bersama petani kentang adalah berkisar antara Rp 5.000,00-5.250,00 Rp/kg. Harga tersebut berada diatas rata-rata harga pasar yang hanya berkisar Rp 4.000-4.500/kg untuk kentang yang termasuk varietas Atlantik. Berbeda dengan kentang, pada komoditi tomat petani di Garut cenderung menggunakan benih hibrida yang dihasilkan baik oleh perusahaan lokal maupun luar negeri. Varietas yang digunakan antara lain adalah maya, memara, seminis, martha, warani, natama, permata dan livino. Kemudahan akses petani dalam memperoleh benih tomat hibrida serta sulitnya melakukan kegiatan pembenihan sendiri oleh petani terhadap benih lokal telah mendorong sebuah ketergantungan terhadap benih impor. Tingginya kemampuan produktivitas pada tomat merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Garut. Namun, tingginya produktivitas para petani tomat tidak diikuti dengan harga pasar yang baik. Harga rata-rata tomat di tingkat pasar berkisar antara 3.000-6.000 Rp/kg sedangkan di tingkat petani hanya berkisar 500,00-3.000,00/kg. Pada cabai besar, varietas dominan yang digunakan oleh para petani di Kabupaten Garut antara lain varietas Biola, Fantastic, dan Tanjung. Varietasvarietas tersebut termasuk kedalam jenis varietas hibrida yang cukup mudah untuk diperbanyak sendiri pembenihannya. Adapun kisaran harga rata-rata yang diterima di tingkat produsen berkisar antara Rp 5.000,00-7.000,00/kg. Namun, harga cabai besar dapat mencapai Rp 70.000,00 /kg di tingkat pasar. Hal tersebut terjadi akibat tingginya permintaan di pasar pada saat Hari Raya Idul Fitri. Sedangkan untuk cabai rawit di Kabupaten Garut didominasi oleh varietas lokal yang sering disebut dengan sebutan cengek atau cabai inul. Varietas lokal tersebut dianggap paling cocok dibudidayakan oleh para petani di 36

Kabupaten Garut karena lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit daripada cabai sejenisnya. Besar perbandingan jumlah produksi antara cabai besar dan cabai rawit merah di Kabupaten Garut dapat di lihat pada Gambar 3. Jumlah Produksi (ton) 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000-2007 2008 2009 2010 2011 Cabe Besar Cabe Rawit Gambar 3. Perbandingan Jumlah Produksi Cabai Besar dan Cabai Rawit Kabupaten Garut Tahun 2001-2011. Berdasarkan data pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan tren jumlah produksi yang terjadi antara cabai besar dengan cabai rawit. Pada cabai besar terjadi peningkatan jumlah produksi yang cukup signifikan pada tahun 2008 hingga tahun 2010. Tercatat sebesar 61.045 ton produksi cabai besar pada tahun 2008 kemudian meningkat menjadi 79.492 ton pada tahun 2010. Sedangkan untuk jumlah produksi cabai rawit tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar 22.628 ton. Cabai rawit khususnya jenis cabai rawit merah memang merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Garut yang mendapat perhatian karena tren harga yang sangat berfluktuasi tiap pekannya. Dalam waktu satu tahun harga ratarata ditingkat petani Desa Cigedug mencapai Rp 9000,00 per kilogram sedangkan di tingkat pasar lokal Rp 12.000,00. Beberapa kecamatan penghasil utama cabai rawit di Kabupaten Garut antara lain adalah Kecamatan Cigedug, Caringin, Talegong, dan Bungbulan. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui perbandingan luas panen, produksi, dan produktivitas antara keempat kecamatan tersebut. 37

Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Rawit di Tingkat Kecamatan Kabupaten Garut Tahun 2009-2011 Kecamatan Luas Panen (Ha) 2009 2010 2011 Caringin 318 180 283 Talegong 266 107 152 Bungbulang 162 142 139 Cigedug 162 152 254 Produksi (Ton) Caringin 4.410 231 3.667 Talegong 3.134 1.220 1.831 Bungbulang 1.963 1.601 1.669 Cigedug 1.865 1.869 3.304 Produktivitas (Ton/Ha) Caringin 138,68 128,17 129,58 Talegong 117,82 113,99 120,46 Bungbulang 121,17 112,75 120,07 Cigedug 115,12 122,94 130,08 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut (2012) 5.2. Keadaan Umum Wilayah Desa Cigedug Desa Cigedug merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak di daerah dataran tinggi dengan ketinggian berkisar antara 1.200 meter di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan 75 persen berbukit, 20 persen landai dan 5 persen curam. Desa Cigedug terletak di sebelah selatan dari kabupaten Garut dengan jarak 30 km dari ibu kota kabupaten. Desa Cigedug memiliki luas wilayah sekitar 1138,2 ha, yang terdiri dari tanah sawah 3,90 ha, tanah kering 644,87 ha, lahan perkebunan 67 aa, fasilitas umum 4,14 ha, dan tanah hutan 172,39 ha. Tanah kering dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan buah-buahan 76,9 persen, dan tanaman keras 22 persen, dan kolam air 1,1 persen. Penduduk Desa Cigedug berjumlah 10.201 jiwa yang terdiri dari 5.117 jumlah laki-laki dan 5.084 jumlah perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.647 KK yang mayoritas memeluk agama islam. Secara umum masyarakat Desa Cigedug bermata pencaharian di sektor pertanian dengan Jumlah rumah tangga petani sebanyak 661 orang. Jenis tanahnya terdiri dari Regosol 60 persen Latosol, 25 persen dan tanah Alluvia,l 15% dengan keadaan drainase 70 persen baik, 20 persen cukup baik dan 38

10% kurang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penanaman tanaman sepanjang tahun. Berdasarkan hasil analisis pengamatan curah hujan tiga tahun terakhir menunjukan bahwa rata-rata jumlah hari hujan 156 hari dan tipe iklim untuk Kecamatan Cigedug termasuk tipe iklim C (agak basah), dimana setiap tahunnya antara 7-8 bulan basah dan 3-4 bulan kering. Keadaan iklim seperti ini membuat wilayah Desa Cigedug sesuai untuk pengembangan budidaya sayuran, seperti tomat, kentang, kol, cabai, jagung, pecay, dan wortel. 5.3. Karakteristik Petani Cabai Rawit Merah Petani Cabai Rawit Merah yang dipilih sebagai responden adalah sebanyak 30 responden di Desa Cigedug. Usahatani yang dilakukan responden menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman pokok tumpangsari yaitu tomat dan kol. Hal ini dilakukan karena tanaman cabai rawit merah di dataran tinggi seperti di Desa Cigedug memiliki waktu siap panen yang cukup lama yakni 6 bulan sehingga akan lebih efisien dan ekonomis jika dijadikan sebagai tanaman tumpang sari dari tomat dan kol yang hanya berumur 3-4 bulan. Karakteristik petani yang akan diuraikan meliputi usia dan pengalaman petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digarap. Karakteristik petani responden selengkapnya diuraikan sebagai berikut. 5.3.1. Usia dan Pengalaman Petani Responden Secara umum, rata- rata usia petani responden yang mengusahakan cabai rawit merah baik yang melakukan kemitraan maupun yang tidak adalah antara 30-80 tahun. Sebaran umur petani ini dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu petani responden yang berusia muda dengan umur kurang dari 40 tahun, petani berusia sedang dengan umur 41 sampai 60 tahun, dan petani responden berusia tua dengan umur lebih dari 60 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya tergolong kategori petani berusia sedang yaitu pada kelompok usia 41-60 tahun sebesar 54,17%. Sebaran usia petani responden dapat dilihat pada Gambar 4. 39

8.33 % 37.50 % 54.17% Usia 40 Usia 41-60 Usia 61 Gambar 4. Perbandingan Kelompok Usia Responden Menurut Nainggolan (2001) diacu dalam Iryanti (2005) bahwa umur seseorang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin muda umur petani diduga akan mempengaruhi kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi. Para petani tersebut melakukan kegiatan usahatani sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan sehingga tingkat adopsi mereka terhadap inovasi dan sistem yang baru tinggi. Dari 24 responden yang ada diketahui bahwa sebanyak 58,33 persen memiliki pengalaman usahatani antara 3 hingga 5 tahun, 37,50 persen telah berusahatani cabai rawit merah kurang dari 3 tahun, dan sebanyak 4,17 persen dari petani responden telah menjalankan usahatani cabai rawit merah selama lebih dari 5 tahun. Bagi petani di Desa Cigedug budidaya cabai rawit merah bukanlah hal yang relatif sulit dilakukan. Teknik budidaya cabai rawit merah tidak jauh berbeda dengan tanaman lain sejenisnya seperti tomat dan cabai merah besar atau cabai keriting. Pengalaman usahatani yang berbeda-beda pada setiap petani sangat berpengaruh terhadap teknik budidaya cabai rawit merah terutama pada penggunaan jenis dan dosis pupuk serta obat-obatan yang digunakan. Petani yang berusia lebih tua tidak selalu memiliki pengalaman usahatani cabai rawit merah lebih lama dibandingkan petani yang berusia lebih muda. Para petani di Desa Cigedug rata-rata baru membudidayakan tanaman cabai rawit merah akibat adanya peningkatan harga secara signifikan di pasaran. Usahatani 40

cabai rawit merah dianggap sebagai usahatani yang kurang menguntungkan sebelum terjadinya ledakan harga di pasar. Kemitraan bukan merupakan alasan para petani membudidayakan cabai rawit merah. Tabel 5. Sebaran Petani responden berdasarkan pengalaman usahatani cabai rawit merah di desa cigedug tahun 2012 Lama Berusahatani (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) kurang dari 3 9 37,50 3 hingga 5 14 58,33 lebih dari 5 1 4,17 Total 24 100,00 5.3.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Inovasi dan teknologi baru yang berkembang dalam usahatani dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dalam memperoleh dan mengaplikasikannya. Baik dari sisi produksi, pemasaran, pengolahan, maupun keuangan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang beragam mulai dari jenjang SD, SMP SMA dan sarjana. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6. Namun, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan usahatani. Pengetahuan usahatani yang petani miliki berasal dari pengalaman bertani dan pengetahuan turun-temurun. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengadopsi inovasi baru. Salah satu petani responden yang memiliki pendidikan setingkat sarjana terlihat lebih matang dalam melakukan perencanaan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat adanya sebuah perencanaan secara tertulis baik dalam mempersiapkan faktor input maupun dalam hal pemasaran. 41

Tabel 6. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cigedug tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) SD 9 37,50 SMP 6 25,00 SMA 8 33,33 Sarjana 1 4,17 Total 24 100,00 5.3.3. Luas dan Status Pengelolaan Lahan Rata-rata petani responden memiliki dan menggarap lahan cabai rawitnya sendiri. Beberapa petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 ha memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk menggarap lahannya. Petani tersebut hanya mengawasi dan mengambil keputusan terhadap kegiatan usahatani pada lahannya. Besar luas lahan yang dikelola untuk lahan cabai rawit merah sangat beragam. Namun, sebanyak 25% dari petani responden menjalankan usahatani cabai rawit merah pada lahan yang relatif kecil yaitu kurang dari 0,2 ha. Besar luas lahan petani responden dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dapat dilihat pada Gambar 5. Persentase Luas Lahan (%) 20.83 25.00 16.67 37.50 2.000 2.001 5.000 5.001-10.000 10.001 Gambar 5. Perbandingan Luas Lahan Petani Responden 42

Sebagian besar petani di Desa Cigedug baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra memiliki lahan sendiri untuk menjalankan kegiatan usahatani cabai rawit merah. Namun ada sebagian kecil petani yang menyewa lahan untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Petani yang tidak memiliki lahan sehingga harus menyewa lahan untuk menjalankan usahatani cabai rawit merah hanya sebesar 29,17 persen dari 24 orang petani responden. Tabel 7 menunjukkan perbandingan status kepemilikan lahan antara petani yang memiliki lahan sendiri dengan petani yang meyewa lahan. Tabel 7. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2012 Status Kepemilikan Jumlah (jiwa) Persentase Milik 17 70,83 Sewa 7 29,17 Total 24 100,00 Hernanto (1996) menyatakan bahwa pengaruh status kepemilikan lahan terutama lahan milik sendiri terhadap pengelolaan usahatani antara lain : a) Petani bebas mengelola lahan pertaniannya. b) Petani bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. c) Petani bebas menggunakan teknologi dan cara budidaya. d) Petani bebas memperjualbelikan lahan yang dimilikinya. e) Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab petani terhadap apa yang dimilikinya. 5.3.4. Jenis dan Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman cabai rawit merah di Desa Cigedug ditanam bersama dengan tanaman lain atau dikenal dengan istilah pola tanam tumpang sari. Tanaman cabai rawit merah dapat ditumpang sarikan dengan tanaman seperti tomat, kol, kentang, kacang merah, dan pecay. Tanaman cabai rawit merah memiliki usia produktif lebih lama dibandingkan tanaman tomat, kol, kentang dan sebagainya. Tanaman cabai rawit dianggap sebagai tanaman yang dapat menghasilkan penerimaan tambahan tanpa harus menambah lebih banyak biaya yang dikeluarkan. 43

Sebanyak 66,67 persen petani di Desa Cigedug membudidayakan cabai rawitnya dengan tomat dan kol dalam satu musim tanam. Tanaman pecay ditanam sebagai substitusi dari tanaman kol sedangkan tanaman kacang merah dapat ditanam sebagai substitusi tanaman tomat. Tanaman kentang juga bisa ditumpang sari dengan cabai rawit merah menggunakan teknik khusus sehingga tidak banyak petani yang melakukannya. Pada umumnya petani yang menggunakan pola tanam seperti ini termotivasi karena efisiensi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan setinggi-tingginya. Petani cenderung menggunakan pola tanam tumpang sari dengan menanam tomat dan cabai rawit secara bersamaan disusul dengan kol saat tanaman tomat selesai di panen. Hal tersebut dapat dilakukan karena tanaman cabai rawit memiliki umur produktif selama 1,5 tahun dengan umur siap panen selama 6 bulan sedang umur produktif tomat dan kol hanya berkisar 3 hingga 5 bulan saja. 44