1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit tersebut berasal dari dana masyarakat yang dititipkan pada bank tersebut. Bank sebagai lembaga yang dipercaya oleh nasabahnya untuk menyimpan dan mengelola uang nasabah harus mampu menjaga kepercayaan tersebut, dimana salah satunya dengan mengikat kredit yang disalurkan ke masyarakat tersebut melalui lembaga jaminan tertentu. Lembaga jaminan tersebut antara lain Hak Tanggungan, yang diatur dalam Undang undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak Tanggungan mulai diundangkan pada tanggal 9 April 1996 melalui Lembaran Negara Tahun 1996 : 42. Undang undang Hak Tanggungan merupakan implementasi dari Undang undang Pokok Agraria khususnya pasal 51 dan sebagai univikasi terhadap jaminan-jaminan yang ada sepanjang berkaitan dengan obyek tanah. Bank seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
2 simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Undang-undang Perbankan Nomor 07 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dalam pasal 8 angka (1) menentukan: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah (debitur) untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Ketentuan di atas menegaskan bahwa dalam pemberian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, dari pernyataan tersebut tersirat bahwa jaminan merupakan salah satu faktor dan syarat dalam pertimbangan pemberian kredit. Dalam hal jaminan yang diberikan oleh debitur adalah jaminan berupa benda tidak bergerak yaitu tanah sehingga erat kaitannya dengan Undang-undang Hak Tanggungan Nomor : 4 tahun 1996. Pengertian Hak Tanggungan terdapat dalam pasal 1 angka (1) UUHT : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu.
3 Pemberian Hak Tanggungan pada suatu obyek harus didahului dengan perjanjian pokok, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 10 angka (1) Undangundang Nomor : 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang menyebutkan bahwa : Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain yang menimbulkan utang tersebut. Tahap berikutnya adalah pembebanan terhadap obyek hak atas tanah sebagai pengikat perjanjian kredit tersebut, yaitu pemberian Hak Tanggungan. Undang-undang Hak Tanggungan menentukan bahwa tahap pemberian Hak Tanggungan ini dilakukan dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT. Tahap selanjutnya setelah penandatanganan APHT adalah pendaftaran APHT di Kantor Pertanahan di mana letak tanah obyek Hak Tanggungan tersebut berada. menentukan : Pasal 13 Undang undang Nomor: 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Angka (1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Angka (2) Selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan APHT sebagaimana dimaksud Pasal 10 angka (2), PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Angka (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada angka (1)
4 dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Pendaftaran Hak Tanggungan akan melahirkan Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan, dimana tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya Hak Tanggungan. Momen lahirnya Hak Tanggungan merupakan momen penting sehubungan dengan munculnya hak tagih preferen dari kreditur, menentukan tingkat atau kedudukan kreditur terhadap sesama kreditur preferen dan menentukan posisi kreditur dalam hal ada sita jaminan atas benda. 1 Pembebanan Hak Tanggungan pada asasnya wajib dilakukan sendiri oleh pihak Pemberi Hak Tanggungan, akan tetapi apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT maka Pemberi Hak Tanggungan dapat membuat surat kuasa pada orang lain, untuk atas nama Pemberi Hak Tanggungan, yang bersama-sama Penerima Hak Tanggungan menghadap ke PPAT untuk menandatangani APHT tersebut, atau yang dikenal sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Alasan dibuatnya SKMHT, antara lain karena pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan PPAT untuk membuat APHT, dan plafond kredit tidak melebihi Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah). 1 J. Satrio, 1997, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 138.
5 Undang-undang Hak Tanggungan menentukan mengenai jangka waktu berlakunya SKMHT. Pasal 15 angka (3) UUHT menyebutkan bahwa terhadap tanah-tanah yang sudah bersertifikat maka SKMHT harus sudah digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diberikan. Maksud dari pembatasan jangka waktu tersebut adalah agar SKMHT tidak dibiarkan tetap dalam bentuk Pemberian Kuasa saja yang tidak pernah untuk ditingkatkan menjadi Pembebanan Hak Tanggungan. Hal ini memiliki pengertian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 15 angka (6) UUHT, bahwa Hak Tanggungan pada asasnya wajib untuk dilaksanakan pembebanannya, apabila tidak dilaksanakan pembebanan tersebut maka SKMHT yang dimaksud batal demi hukum. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan juga dapat diberikan untuk tanah yang belum bersertifikat, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 15 angka (4) UUHT, bahwa SKMHT dapat diberikan untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak Pemberian Kuasa diberikan, jangka waktu tersebut diberikan dalam rangka pendaftaran hak atas tanah untuk pertama kalinya atau konversi. Pasal 15 angka (5) UUHT menentukan bahwa: Ketentuan dalam angka (3) dan angka (4) tidak berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk menjamin kredit-kredit tertentu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
6 Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan SKMHT untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit tertentu, menentukan : SKMHT yang diberikan untuk menjamin pelunasan jenis-jenis Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam SK Direksi BI Nomor: 26/ 24/ KEP/Dir Tanggal 29 Mei 1993 tersebut dibawah ini sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan: 1. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi: a. Kredit kepada KUD. b. Kredit Usaha Tani. c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya. 2. Kredit Pemilikan Rumah yang diberikan untuk pengadaan perumahan, yaitu: a. Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m 2 dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m 2. b. Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun dengan luas tanah 54 m 2 sampai 72 m 2, dan kredit untuk membiayai bangunannya. c. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/ pemugaran rumah sebagaimana dimaksud huruf a dan b. 3. Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkreditan dengan plafond kredit tidak melebihi dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) antara lain: a. Bank Umum Pedesaan (BRI). b. Kredit Kelayakan Usaha yang disalurkan oleh Bank Pemerintah
7 Tujuan dari pengecualian tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan ekonomi lemah, untuk pemberian kredit tertentu seperti kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah dan kredit lain yang sejenis, baik untuk tanah yang telah bersertifikat maupun tanah yang belum bersertifikat maka batas waktu seperti yang ditentukan di atas, tidak berlaku. Berdasarkan prapenelitian yang penulis lakukan, pengecualian yang diberikan oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 4 Tahun 1996 tersebut dalam prakteknya banyak diterapkan oleh kreditur, dimana kreditur mengikat kredit yang diberikan pada debitur dengan SKMHT saja, hingga SKMHT tersebut berlaku sampai kredit tersebut lunas. Pengikatan kredit dengan SKMHT tersebut tidak segera ditingkatkan menjadi Hak Tanggungan melalui pembuatan APHT, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui apakah kredit yang diberikan kepada debitur yang diikat dengan SKMHT tanpa APHT sudah memberikan perlindungan hukum bagi kreditur. Prapenelitian yang penulis lakukan juga memperlihatkan masih terdapat penandatanganan blangko akta SKMHT yang belum diisi dengan subyek, obyek dan jangka waktu, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang menyebabkan ditandatanganinya blangko akta SKMHT yang belum diisi dengan subyek, obyek, dan jangka waktunya tersebut.
8 B. Rumusan Masalah. 1. Apakah kredit yang diberikan kepada debitur yang diikat dengan SKMHT tanpa ditingkatkan menjadi APHT sudah memberikan perlindungan hukum bagi kreditur? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan ditandatanganinya blangko SKMHT yang belum diisi dengan subyek, obyek dan jangka waktu SKMHT? C. Keaslian Penelitian. Penelitian yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi kreditur terhadap kredit macet dengan jaminan Hak Tanggungan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti / penulis lain. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan peneliti lain mengenai Hak Tanggungan, akan tetapi dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan dalam inti permasalahannya, oleh karena itu penulis mencantumkan beberapa contoh penelitian, antara lain : 1. Ditulis oleh : Ramadhian Hari Wibowo Nomor Mahasiswa : 16323 / PS / MK / 05 Judul Tesis : Pelaksanaan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan oleh Notaris atau PPAT setelah berlakunya Undang-undang nomor: 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah di kabupaten sleman. Rumusan Masalah : Faktor-faktor apakah yang menyebabkan dibuatnya SKMHT?
9 a) Bagaimana praktek pembuatan SKMHT oleh Notaris atau PPAT setelah berlakunya Undang-undang Nomor: 4 Tahun 1996 di Kabupaten Sleman? b) Apakah praktek pembuatan SKMHT oleh Notaris atau PPAT sudah dapat memberikan kepastian hukum kepada pihak Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa dalam Kuasa Membebankan Hak Tanggungan? 2. Ditulis oleh : Shidiq Purnomo Nomor mahasiswa : 16335 / PS / MK / 05 Judul Tesis : Upaya hukum Bank Rakyat Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga kepentingannya terhadap obyek hak tanggungan. Rumusan Masalah : a) Bagaimanakah Proses Pembebanan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Di Daerah Istimewa Yogyakarta? b) Upaya Hukum Apakah Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Di Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk Melindungi Dan Menjaga Nilai Obyek Hak Tanggungan? 3. Ditulis oleh : Veronica Vera Martina Nomor Mahasiswa : 11391 / PS / MK / 03 Judul Tesis : Surat kuasa membebankan hak tanggungan sebagai jaminan kredit modal kerja pada PT. BPR Bhakti Daya Ekonomi di Sleman. Rumusan Masalah : a) Mengapa Bank mau memberikan kredit kepada nasabah debiturnya hanya dengan jaminan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan? b) Upaya upaya apa yang dilakukan oleh bank sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk melindungi kepentingannya? Berdasarkan penelusuran dari ketiga karya tulis di atas dapat penulis simpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara ketiga penelitian di
10 atas dengan penelitian yang penulis lakukan. Persamaan dan perbedaan ini menunjukkan bahwa penelitian yang penulis lakukan adalah asli. Hal ini disebabkan adanya perbedaan yang sangat mendasar dalam penelitian yang ditulis oleh penulis. Persamaan yang terdapat dalam penelitian yang ditulis oleh penulis dengan ketiga karya tulis diatas, antara lain : a. Jaminan yang diberikan sama sama diikat dengan Hak Tanggungan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. b. Mengetahui kepastian hukum bagi kreditur terhadap Hak Tanggungan yang dibuat melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Kesimpulan yang penulis dapatkan dari ketiga sample karya tulis di atas adalah bahwa ketiga penelitian tersebut lebih menitik beratkan pada proses pembuatan SKMHT, alasan-alasan serta upaya-upaya yang dilakukan oleh kreditur untuk melindungi kepentingannya. Perbedaan yang terdapat dalam penelitian yang ditulis oleh penulis dengan ketiga karya tulis diatas adalah, bahwa karya tulis yang penulis lakukan, lebih menitik beratkan pada perlindungan hukum bagi kreditur terhadap kredit macet yang diikat dengan SKMHT. Khususnya terhadap kredit-kredit tertentu yang jangka waktu SKMHTnya dibatasi seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 4 Tahun 1996 dan SK Direksi BI No 26/24/Kep/Dir
11 Tanggal 29 Mei 1993 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu. Selain itu untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan pihak debitur menandatangani blangko SKMHT yang belum diisi dengan subyek, obyek, jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. D. Kegunaan Penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan akademis, khususnya bagi pengembangan ilmu hukum maupun untuk kepentingan praktis, sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dalam bidang ilmu hukum keperdataan pada khususnya, serta dalam lapangan hukum perjanjian, jaminan, Hak Tanggungan. 2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pimpinan instansi instansi pemerintah, khususnya pejabat yang berwenang membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, serta para pihak yang berkaitan langsung dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
12 E. Tujuan Penelitian. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dengan mengadakan penelitian ini dapat dirinci dalam dua hal : 1. Tujuan Obyektif. a. Berguna untuk mengetahui pertimbangan yang diambil oleh kreditur dalam pemberian kredit, serta perlindungan hukumnya, sedangkan kredit tersebut hanya diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tanpa ditingkatkan menjadi APHT. b. Berguna untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan ditandatanganinya blangko SKMHT yang belum diisi Subyek, Obyek, dan jangka waktunya oleh debitur. 2. Tujuan Subyektif. Memiliki tujuan untuk mengumpulkan data dan bahan yang relevan dalam menyusun tesis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata dua pada program studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.