III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 LATARBELAKANG. adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak Pemerintah menerapkan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

Transkripsi:

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya yakni melalui pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri (otonomi daerah). Pernyataan ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 18, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan dari Pemerintah Pusat makin tinggi. Hal ini merupakan salah satu wujud kecilnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mendorong timbulnya kesadaran baru untuk mengkaji kembali konsep desentralisasi dan otonomi daerah dalam arti sebenarnya. Penataan kembali atas sistem otonomi daerah ditujukan untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan demokratisasi nilai-nilai kerakyatan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah. Paradigma pembangunan nasional juga telah mengalami perubahan, yakni dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma tersebut

56 antara lain diwujudkan melalui penetapan kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada intinya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memberikan landasan yuridis bagi pelaksanaan desentralisasi secara menyeluruh yaitu desentralisasi politik, administrasi dan desentralisasi fiskal. Hal-hal yang mendasar dari kedua undang-undang ini adalah upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas serta peningkatan peran serta masyarakat. Saat ini tiaptiap daerah kabupaten dan kota mempunyai kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Melalui peran serta masyarakat yang makin besar, kebijakan desentralisasi ini dapat mempengaruhi kualitas pemerintahan daerah. Menurut Mardiasmo (2002), salah satu perubahan kualitas pemerintahan adalah berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah dari command and controll menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Sehingga peran pemerintah dalam proses pembangunan daerah hanya sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) Desentralisasi menyebabkan perubahan pada kelembagaan pemerintah daerah dan manajemen keuangan daerah. Perubahan kelembagaan itu meliputi perubahan pada institusi pemerintahan (organisasi) maupun regulasi dalam hal ini adalah perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan perubahan manajemen keuangan daerah meliputi perubahan pada sisi penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

57 Pada sisi penerimaan, desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah terhadap kebijakan pajak dan retribusi serta perubahan struktur dan besaran dana perimbangan yang diterima daerah. Pada sisi pengeluaran, desentralisasi memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menentukan sendiri penggunaan dana perimbangan. Keleluasaan tersebut merupakan kebebasan menentukan komposisi pengeluaran rutin dan pembangunan berdasarkan prio ritas pembangunan daerahnya. Perubahan kelembagaan pemerintah daerah, selain diakibatkan oleh makin besarnya kewenangan pemerintah daerah juga terkait dengan tuntutan penciptaan good governance (kepemerintahan yang baik). Good governance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (World Bank, 1997 dalam Mardiasmo, 2002). Oleh sebab itu, perubahan kelembagaan pemerintah daerah akan berkaitan langsung dengan perbaikan sistem birokrasi. Perubahan kelembagaan, dari sisi organisasi pemerintahan akan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik sehingga struktur organisasi yang dibentuk seharusnya mengikuti prinsip form follow function, artinya perangkat daerah dibentuk sesuai dengan tugas dan fungsi yang akan dijalankan. Dari segi regulasi, perundangan harus dibuat untuk memberikan arahan yang jelas bagi masing-masing perangkat daerah tentang tanggung jawab dan kewenangannya.

58 Perubahan manajemen keuangan dan anggaran daerah memegang peranan penting dalam mempengaruhi kinerja perekonomian daerah. Anggaran daerah merupakan alat kebijakan fiskal pemerintah daerah yang digunakan untuk mendorong, memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Berbagai perubahan yang terjadi dari adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, menciptakan kehidupan demokrasi yang semakin baik, keadilan dan pemerataan, menciptakan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar daerah serta memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Secara teoritis, peningkatan kesejahteraan masyarakat ini didasarkan atas argumen bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi dalam mengalokasikan sumberdaya daerah karena keputusan tentang pengeluaran dibuat pada tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat akan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut (Ebel dan Yilmaz, 2001). Melalui pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang nyaman bagi pelaku ekonomi dengan memberikan berbagai insentif yang ditujukan untuk meningkatkan investasi daerah. Desentralisasi juga memungkinkan bagi daerah untuk mengalokasikan sebagian besar penerimaannya kepada sektor-sektor perekonomian daerah yang memiliki keunggulan komparatif (Damuri dan Amri, 2003). Kabupaten Pasuruan sebagai salah satu kabupaten/kota yang memperoleh otonomi penuh setelah diterapkannya Undang-Undang No. 22

59 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 seyogyanya akan mengalami perubahan -perubahan mendasar pada pemerintahan daerah dan manajemen keuangan daerah. Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya seseuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang meliputi struktur, tugas dan tanggung jawab akan mengalami penyesuaian seiring dengan meningkatnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kewenangan baru inilah yang seharusnya menjadi salah satu dasar bagi penyusunan organisasi pemerintahan daerah termasuk penetapan perangkat daerah yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Penyusunan organisasi juga akan diikuti dengan penyusunan peraturan -peraturan baru yang mengatur tata kerja lembaga-lembaga daerah. Restrukturisasi kelembagaan daerah diarahkan pada terwujudnya perangkat daerah yang responsif terhadap tuntutan penyelenggaraan pembangunan daerah, terutama dalam melayani kepentingan masyarakat secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu kelembagaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang baru seharusnya mampu memberikan pelayanan yang bercirikan lebih cepat, lebih murah dan lebih baik (faster, cheaper and better). Dari sisi manajemen keuangan daerah, kebijakan atas anggaran daerah (kebijakan fiskal) yang meliputi sumber-sumber penerimaan daerah dan pengalokasian atas pengeluaran daerah merupakan instrumen penting bagi Pemerintah Daerah kabupaten Pasuruan dalam meningkatkan kinerja perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui dua cara: (1) desentralisasi fiskal dapat meningkatkan investasi

60 daerah yang akan meningkatkan stok modal sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan (2) desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya karena pemerintah daerah memiliki keunggulan informasi tentang kebutuhan lokal sehingga dapat mendistibusikan barang publik dan jasa yang peka terhadap kondisi ekonomi lokal. Pengaruh besaran dana yang dikelola dan keleluasaan tersebut merupakan faktor dari derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Makin tinggi penerimaan fiskal yang bebas pengalokasiannya makin tinggi derajat desentralisasi fiskal yang dimiliki daerah. Demikian pula makin tinggi penerimaan fiskal diharapkan makin tepat pilihan infrastruktur sehingga makin tinggi insentif investasi yang diciptakan. Pada sisi lain, keleluasaan dalam mencari sumbersumber penerimaan terutama upaya peningkatan pajak dan retribusi justru bisa berpengaruh negatif terhadap investasi. Sementara itu sub sektor perkebunan di Kabupaten Pasuruan khususnya tanaman tebu, relatif potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sub sektor andalan bagi perekonomian daerah. Pengembangan usahatani tebu dan industri gula memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian daerah melalui penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Industri gula merupakan industri yang tergolong padat karya karena proses produksinya dari mulai pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yaitu tebang dan angkut tebu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Penggunaan gula yang tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung tetapi juga sebagai bahan baku bagi industri lain menyebabkan industri ini memiliki keterkaitan yang relatif besar dalam perekonomian daerah. Perbaikan kinerja

61 industri gula dapat mendorong peningkatan kinerja industri lain berbahan baku gula. Kesesuaian persyaratan tanam tanaman tebu dan adanya berbagai sarana pendukung pergulaan di Kabupaten Pasuruan merupakan modal utama bagi pemerintah daerah untuk memajukan industri gula. Melalui penerapan desentralisasi fiskal, keleluasaan Pemerintah Daerah dalam mengelola dan mengalokasikan pengeluaran anggaran daerah ditujukan untuk menciptakan berbagai insentif yang dapat meningkatkan kinerja industri gula. Pada akhirnya pelaksanaan otonomi daerah dengan perbaikan sistem kelembagaan daerah dan manajemen keuangan daerah akan menciptakan iklim yang kondusif untuk menggiatkan kegiatan perekonomian khususnya pada industri gula sehingga meningkatkan kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan. Perbaikan kinerja industri gula ditunjukkan dengan meningkatnya nilai output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja oleh industri gula. Perbaikan kinerja industri ini secara langsung dan tidak langsung juga akan diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan secara keseluruhan. Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alur pada Gambar 2. 3.2. Hipotesis Berdasarkan uraian pada kerangka pendekatan studi di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Penerapan dan pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memperbaiki sistem kelembagaan pemerintah daerah.

62 OTONOMI DAERAH: UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999 DESENTRALISASI FISKAL Pemerintahan Daerah Kabupaten Pasuruan Keuangan Daerah APBD Kab. Pasuruan Institusi Regulasi Sumber Penerimaan dan Aloksai Anggaran Kinerja Sektor Industri Gula Analisis Deskriptif Analisis Tabel I-O Keterkaitan Pengganda Kinerja Perekonomian Daerah Implikasi Kebijakan Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pendekatan Studi

63 2. Setelah penerapan kedua undang-undang tersebut, hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga yang membawahi industri gula menjadi lebih baik. 3. Penerapan otonomi daerah memberikan dampak positif bagi peningkatan nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan.