V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

dokumen-dokumen yang mirip
IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

DIREKTORI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KECAMATAN DENPASAR TIMUR

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB IV ANALISA SISTEM

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia. Dalam hal

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi Potensi Industri 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi Potensi Industri Tahun 2009

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triwulan III Provinsi Riau

VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

BERITA RESMI STATISTIK

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi : Potensi Industri di Kabupaten Garut Tahun 2012


I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2011

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2016

Analisis Perkembangan Industri

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2016

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memiliki berbagai kebutuhan. Resesi dan depresi ekonomi, krisis nilai

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

No. 05/05/81/Th.VI, 4 Mei 2015


No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG, DAN INDUSTRI MIKRO KECIL PROVINSI Aceh TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN II 2017

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2014

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

No. 05/02/81/Th.VI, 2 Pebruari 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG, DAN INDUSTRI MIKRO KECIL PROVINSI ACEH TRIWULAN I TAHUN 2015

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG, DAN INDUSTRI MIKRO KECIL PROVINSI ACEH TRIWULAN I TAHUN 2016

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA


BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN III 2016

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro dan Kecil (IMK) Kalimantan Barat Triwulan III Tahun 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2014

PENGUKUHAN PKP PER JENIS USAHA JENIS USAHA :... NAMA/MEREK USAHA/ALAMAT : N.P.W.P NO. P.K.P KETERANGAN (1) (2) (3) (4) (5)

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III TAHUN 2015

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997

INDIKATOR he AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI


PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN I TAHUN 2015

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2014

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

Transkripsi:

V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru Tahun 5, antara lain menggariskan bahwa dalam jangka menengah peningkatan daya saing industri dilakukan dengan membangun dan mengembangkan klaster-klaster industri prioritas, sedangkan dalam jangka panjang lebih dititik beratkan pada pengintegrasian pendekatan klaster dengan upaya untuk mengelola permintaan dan membangun kompetensi inti pada setiap klaster. Dalam kebijakan tersebut ditetapkan pula bahwa industri berbasis agro merupakan salah satu industri yang diprioritaskan pengembangannya dimasa yang akan datang, di samping industri alat angkut dan industri telematika (peralatan telekomunikasi dan teknologi informasi). Kinerja sektor-sektor agroindustri dan industri pengolahan lainnya di Indonesia untuk tahun 3 dan 4 disajikan pada Tabel 5. (Departemen Perindustrian 5). Tabel 5. Kinerja Sektor-Sektor Industri Nasional, Tahun 3-4 Sektor a. Makanan, Minuman dan Tembakau b. Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki c. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya d. Kertas dan Barang Cetakan e. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet f. Semen dan Barang Galian Bukan Logam g. Logam Dasar Besi dan Baja h. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan i. Barang Lainnya Sumber : Departemen Perindustrian (5) (Harga Konstan Tahun ) Pertumbuhan (%) Kontribusi terhadap PDB (%) 3 4 3 4 3,69,66 7,45 6,9 6,8 4,3 3,63 3,38,9 -,,6,36 8,4,7 7,6-7,98 8,88 7,73 7,73 9,4 9,56 -,68 7,65 5,,7 4,,9,65 7,34,3,3 4,5,4,7 5,5,

97 Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat bahwa baik pertumbuhan maupun kontribusi terhadap PDB berbagai sektor agroindustri dalam tahun 4 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 3. Pertumbuhan sektor Makanan, Minuman dan Tembakau turun dari 3,69% menjadi,66%, sektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki turun 6,8% menjadi 4,3%, sektor Barang Kayu & Hasil Hutan lainnya turun dari,9% menjadi -,%, Kertas dan Barang Cetakan turun dari 8,4% menjadi 7,73%. Kontribusi terhadap PDB sektor Makanan, Minuman dan Tembakau turun dari 7,45% menjadi 6,9%, sektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki turun dari 3,63 menjadi 3,63%, sektor Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya turun dari,6% menjadi,36%, Kertas dan Barang Cetakan naik sedikit dari,7% menjadi,3%. Sementara itu struktur industri nasional non-migas selama kurun waktu 4 adalah sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5. (Departemen Perindustrian 5). Tabel 5. Struktur Industri Nasional Non-Migas, Tahun - 4 (%) No. Sektor Industri 3 4. Makanan, Minuman dan Tembakau 33,8 9, 3, 9,9 8,. Tekstil, Barang Kulit dan Alas 3,,9 4,4 4,8 3,8 Kaki 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan 6, 7, 6, 6, 5,6 Lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 6, 4,4 4,8 5, 5,3 5. Pupuk, Kimia dan Barang dari,9 6, 5, 6,5 6,9 Karet 6. Semen dan Barang Galian bukan 3, 3,8 3,9 4, 4, Logam 7. Logam Dasar, Besi dan Baja,7,8,9,6,9 8. Alat Angkut, Mesin dan,7 3,,7,,5 Peralatannya 9. Barang Lainnya,8,9,9,8,8 Total,,,,, Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah. Dapat dilihat dari Tabel 5. bahwa kontribusi agroindustri makanan, minuman dan tembakau dalam industri nasional menurun dari 33,8% pada

98 tahun menjadi 8,% pada tahun 4, barang kayu dan hasil hutan lainnya turun dari 6,% pada tahun menjadi 5,6% pada tahun 4, dan kertas dan barang cetakan turun dari 6,% pada tahun menjadi 5,3% pada tahun 4. Tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami sedikit peningkatan dari 3,% pada tahun menjadi 3,8% pada tahun 4. Dari kedua tabel yang disajikan di atas dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan peran sektor agroindustri dalam industri nasional yang cukup signifikan, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan sektor-sektor agroindustri sehingga peranannya dalam struktur industri nasional dapat ditingkatkan. Selanjutnya Kebijakan Industri Nasional 5 menggariskan pula bahwa untuk menghadapi permasalahan yang mendesak yaitu: penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan dasar dalam negeri, pengolahan hasil pertanian dalam arti luas, maka fokus pembangunan industri dalam lima tahun kedepan adalah penguatan dan penumbuhan klasterklaster industri inti, yaitu: ) Industri makanan dan minuman; ) Industri pengo lahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang dari karet; 8) Industri pulp dan kertas; 9) Industri mesin dan peralatan listrik; dan ) Industri petrokimia. 5. Agroindustri di Kabupaten Bogor Pada saat ini di Kabupaten Bogor telah terdapat sejumlah agroindustri yang terdiri dari industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Berdasarkan data tahunan untuk industri besar dan industri sedang yang diolah dari data statistik tahunan yang dikeluarkan BPS, maka dapat disusun Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 di bawah ini. Agroindustri di Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan ke dalam: ) Kelompok Makanan (kode KBLI 5, 5, 53 dan 54); ) Kelompok Minuman (kode KBLI 55); 3) Kelompok Kulit dan Barang dari Kulit (kode KBLI 8, 9, 9); 4) Kelompok Kayu, Rotan dan Bambu (kode KBLI,, 36); 5) Kelompok Kertas dan Barang dari Kertas (kode KBLI ); 6) Kelompok Karet dan Barang dari Karet (kode KBLI 5).

99 Tabel 5.3 Unit Usaha dan Tenaga Kerja Agroindustri Besar dan Sedang Kabupaten Bogor, Tahun 999 dan Kelompok KBLI Unit Usaha Tenaga Kerja Kenaikan Kenaikan Kode Nama 999 Unit 999 Tenaga Kerja 5 5 Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buahbuahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan makanan dari 4 7 3 5 9 34 8 6 9 Makanan susu 53 54 Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya 4 59 69 4 5 65-7 -4 447 7.5 7.83 456 7.4 8.9 9 89 69 Minuman 55 Industri minuman 4 9-5.58.68 4 9-5.58.68 Kulit 8 9 9 Indu stri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan) Industri alas kaki 3 3 8 3 - - 3.65 6.66 9.43 4.49 6.49.739 35-7 38 Kayu, Rotan, Bambu Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barang-barang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya 36 Industri furnitur Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya 5 Industri karet dan barang dari karet Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah. 4 3 34 6 6 6 6 5 8 49 3 3 6 6-8 -6 - -3-3 -6-6 5.38 5.95 8.459 4.3 4.3 5.389 5.389 67.46 5.7 8.69 3.889 3.889 4.865 4.865 547-36 -5 6-4 -4-54 -54 Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa dalam periode 999 terjadi penurunan ju mlah perusahaan pada semua kelompok agroindustri di Kabupaten Bogor. tenaga kerja pada agroindustri kelompok Makanan, kelompok Minuman, kelompok Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu mengalami sedikit peningkatan, sedang pada kelompok Kertas dan Barang dari Kertas, dan kelompok Karet dan Barang dari Karet mengalami penurunan.

Tabel 5.4 Nilai Output dan Nilai Tambah Agroindustri Besar dan Sedang Kabupaten Bogor, Tahun 999 dan Kelompok KBLI Nilai Output ( Rp.) Nilai Tambah ( Rp.) Kenaikan Kenaikan Kode Nama 999 Rata-rata Rata-rata 999 Per Tahun Per Tahun (%) (%) 5 5 Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buahbuahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan.9 44.848 4.4 96.9 459, 6 84,76.3 3.683.559 99.8 3, 3 55,69 Makanan makanan dari susu 53 54 Indu stri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya 3. 36 48. 89. 34.8.37 7.97.69.48 66,96,57 37,38 84.47 9. 58 35. 47 36.34 5.77 678.988 68,98 5,8 7,5 Minuman 55 Industri minuman 5. 48 5.58-9,94 8. 653 8.396-4, 5. 48 5.58-9,94 8. 653 8.396-4, 8 Industri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu,, Kulit 9 Industri kulit dan 56. 99.39.563, 3 73. 44 99.78 8, barang jadi dari kulit 9 (termasuk kulit buatan) Industri alas kaki 94.365 35. 94 45.59.535.7 3,46 84,9 7.3. 67 69.776 368.854 39,3,7 Kayu, Rotan, Bambu Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barangbarang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya 36 Industri furnitur Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya 5 Industri karet dan barang dari karet 3.5 99. 87 36. 747 439. 74.56. 756.56.756 875. 64 875. 64 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah. 38.88 6.487 55.3 895.76..8..8.7.99.7.99 77, 9 5,38,94 5,93-7,4-7,4 6,63 6,63.33 76.45 6. 98 94. 68 569. 468 569. 468 375. 738 375. 738.467 6.85.984 385.736 36.483 36.483 6.9 6.9 367, 69 6,77 -,98 4,53 -,55 -,55-7,57-7,57 Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dalam periode 999-, kelompok Makanan, kelompok Kulit dan Barang dari Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu, dan kelompok Karet dan Barang dari Karet mengalami peningkatan nilai output yang cukup signifikan, sedang kelompok Minuman dan kelompok Kertas mengalami penurunan nilai output. Apabila dilihat dari nilai tambahnya, maka kelompok Makanan, kelompok Kulit dan Barang dari Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu mengalami peningkatan nilai tambah yang

cukup signifikan dengan rata-rata diatas % per tahun, sedang kelompok Minuman, kelompok Kertas dan Barang dari Kertas serta kelompok Katret dan Barang dari Karet mengalami penurunan masing-masing rata-rata 4%,,55% dan 7,57% per tahun. Di samping industri besar dan sedang yang tercatat dalam statistik BPS, di Kabupaten Bogor terdapat juga banyak agroindustri kecil dan rumah tangga. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prop insi Jawa Barat, adapun jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai produksi agroindustri kec il pada tahun adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Bogor Tahun Kelompok Makanan Minuman Kulit Kayu, Rotan, Bambu Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet Kode 5 5 53 54 KBLI Nama Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan makanan dari susu Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya 55 Industri minuman 8 Industri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu 9 Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan) 9 Industri alas kaki Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barang-barang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya 36 Industri furnitur Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya 5 Industri karet dan barang dari karet Unit Usaha 74 67..464 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, diolah. 93 94 8 3 93 3 3 Tenaga Kerja 95 9 6 6.4 7.674 375 375 37 6.838 7.8 3.43 35 3.764 86 86 Nilai Produksi Rp. 6.98. 75..485. 86.873.67 95.43.67 6.495.45 6.495. 45.77. 3.695.5 4.87.5.963.5 38.6..85 Kelompok industri kecil Makanan merupakan kelompok yang terbesar dilihat dari jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai produksinya, disusul oleh kelompok Kulit dan Barang dari Kulit dan kelompok Kayu, Rotan dan Bambu. Industri kecil Kelompok Minuman dan kelompok Kertas dan Barang dari Kertas tidak signifikan jumlahnya, sedang industri kecil kelompok Karet dan Barang dari Karet tidak tercatat.

Identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan data industri besar dan industri sedang dari BPS untuk memilih kelompok agroindustri di Kabupaten Bogor yang berpeluang dikembangkan menjadi suatu klaster agroindustri (calon klaster agroindustri), menghasilkan peringkat sebagai berikut :. Kelompok agroindustri Makanan (kode KBLI 5, 5, 53, 54).. Kelompok agroindustri Kertas dan Barang dari Kertas (kode KBLI ). 3. Kelompok agroindustri Kayu, Rotan dan Bambu (kode KBLI,, 36). 4. Kelompok agroindustri Karet dan Barang dari Karet (kode KBLI 5). 5. Kelompok agroindustri Kulit dan Barang dari Kulit (kode KBLI 8, 9, 9). 6. Kelompok agroindustri Minuman (kode KBLI 55). Berdasarkan hasil pemeringkatan ini, maka penelitian difokuskan pada kelompok agroindustri Makanan. Enright () mengidentifikasi adanya beberapa tingkat perkembangan klaster, yaitu : ) Klaster operasional, adalah klaster dimana telah dicapai critical mass mengenai pengetahuan, keahlian, personil dan sumber daya sehingga terbentuk agglomeration economies yang digunakan oleh perusahaan anggota klaster sebagai keunggulan untuk bersaing dengan perusahaan yang berada diluar klaster. ) Klaster laten, adalah klaster yang juga telah mencapai critical mass, namun masih belum sepenuhnya berkembang untuk dapat memanfaatkan adanya interaksi dan aliran informasi dalam klaster. Hal ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai perusahaan lain yang ada di daerah tersebut, kurangnya inetraksi diantara perusahaan-perusahaan dan diantara individu-individu, kurangnya pemahaman bersama mengenai visi masa depan atau kurangnya tingkat kepercayaan diantara perusahaan untuk bersama-sama mencari dan mengekploitasi kepentingan bersama. 3) Klaster potensial, adalah klaster yang telah memiliki beberapa elemen yang diperlukan bagi pengembangan klaster yang sukses, namun

3 terhadap elemen ini masih harus dilakukan pendalaman (deepening) dan pelebaran (broadening) agar dapat memanfaatkan adanya aglomerasi. Sering terdapat gap pada input, pelayanan jasa atau aliran informasi yang diperlukan untuk pengembangan klaster. Seperti klaster laten, klaster ini belum memiliki interaksi dan kesadaran yang diperlukan oleh suatu klaster operasional. 4) Klaster keinginan, yaitu klaster yang dipilih oleh pemerintah untuk diberikan dukungan, namun belum mencapai critical mass jumlah perusahaan atau belum memiliki kondisi untuk berkembang sendiri. Dari aspek tingkat perkembangan ini, maka berdasarkan pengkajian terhadap kelompok agroindustri makanan, dapat diketahui bahwa klaster agroindustri makanan di Kabupaten Bogor ini masih berada pada tingkat klaster potensial, yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut agar dapat menjadi klaster operasional. Untuk mengetahui jenis produk yang dihasilkan oleh kelompok agroindustri makanan tersebut, maka ditelusuri lebih lanjut mengenai komposisi berdasarkan kode KBLI 5-digit yang memperlihatkan hasil yang disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Komposisi dan Kinerja Agroindustri Makanan KBLI 5-digit Kabupaten Bogor Tahun No KBLI Industri 3 4 5 6 7 8 9 3 4 5 6 7 53 53 533 54 5 53 533 54 543 544 549 5493 5494 5495 5496 5497 5499 Industri pengalengan buah-buahan dan sayuran Industri pengasinan dan pemanisan buah-buahan dan sayuran Industri pelumatan buah-buahan dan sayuran Industri minyak kasar (minyak makan) dari nabati dan hewani Industri susu Industri es krim Industri rasum pakan ternak dan ikan Industri roti dan sejenisnya Industri makanan dari coklat dan kembang gula Industri makaroni, mie, spagheti, bihun, so un dan sejenisnya Industri pengolahan teh Industri kecap Industri tempe Industri makanan dari kedele dan kacangkacangan lainnya selain kecap dan tempe Industri kerupuk dan sejenisnya Industri bumbu masak dan penyedap masakan Industri makanan yang tidak diklasifikasikan di tempat lain Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah. Unit Usaha 3 4 5 3 6 6 3 3 Tenaga Kerja 5 77 3 93 5 456,79 956 855 574 7 63 5 45 93 8 Output..5 987.689 4.59.54 33.458.343 95.84.593.96.4.8.37.549 3.79.636 6.373.44 34.9. 93.785.854 3.64.534.546.46.59.5 8.36.694 5.83.398.566.8 Nilai Tambah..73 446.43.5.9 7.837.76 98.58.84 445.568 36.34.389 66.37.65 4.394.84 35.369.457 9.6.3 3.396.536 8.6 998.8 3.469.68 7.53.45 3.83.368

4 Untuk pengembangan lebih lanjut dari klaster makanan ini, maka perlu dilakukan pengkajian mengenai industri inti dari klaster ini yang diharapkan bisa menggerakkan klaster ini lebih lanjut mencapai tingkat perkembangan klaster laten dan berikutnya menjadi klaster operasional. Industri inti pada kelompok ini adalah industri 5-digit dengan LQ >. Pengkajian lebih lanjut pada industri 5-digit yang memiliki LQ > pada kelompok ini dengan menggunakan kriteria-kriteria: jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai tambah, menghasilkan urutan industri inti klaster berikut: ) Industri pengolahan teh (kode 549); ) Industri roti dan sejenisnya (kode 54); 3) Industri ransum pakan ternak dan ikan (kode 533); 4) Industri makaroni, mie, spagheti, bihun dan sejenisnya (kode 544); 5) Industri makanan dari coklat dan kembang gula (kode 543); 6) Industri susu (kode 5); 7) Industri pengasinan dan pemanisan buahbuahan (kode 53); 8) Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran (kode 53); 9) Industri pelumat buah -buahan dan sayuran (kode 533). 5.3 Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan para pihak yang berkepentingan dalam perancangan model Strategi Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan dimaksud. Dalam perancangan model ini terdapat dua tahapan penting yang berurutan, yang masing-masing dapat dilihat sebagai suatu sistem yaitu: ) tahap pemilihan kelompok agroindustri sebagai calon klaster agroindustri unggulan; dan ) tahap strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan. Pada kedua tahapan ini perlu dilakukan upaya-upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Pada tahap pemilihan kelompok agroindustri sebagai calon klaster agroindustri unggulan, pihak yang sangat berkepentingan adalah: ) Pemerintah Daerah, dan ) Pengusaha Industri yang terdiri dari pengusaha industri inti pada kelompok agroindustri, industri terkait dan industri pendukung. Sedang pada tahap strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan, pihak-pihak yang berk epentingan adalah: ) Perusahaan industri inti klaster; ) Perusahaan-perusahaan terkait;

5 3) Perusahaan-perusahaan pendukung; 4) Pemerintah daerah; 5) Lembaga Keuangan; 6) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan; 7) Lembaga Penelitian dan Pengembangan; 8) Lembaga Pengujian, Standard isasi dan Sertifikasi; 9) Asosiasi Produsen; ) Eksportir. Sistem pengembangan akan efektif apabila kebutuhan dari masingmasing pelaku dapat diakomodir secara maksimal. Inventarisasi kebutuhan setiap pelaku berdasarkan masukan pendapat ahli dan kajian adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Kebutuhan Pelaku Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah No Pelaku Kebutuhan Industri inti klaster. Pasar domestik dan ekspor berkembang. Produktivitas meningkat 3. Iklim usaha yang baik 4. Infrastruktur yang cukup 5. Tenaga kerja yang sesuai 6. Bahan baku tersedia 7. Keterkaitan dengan usaha lain 8. Permodalan terpenuhi 9. Nilai tambah per tenaga kerja Industri terkait. Pasar yang berkembang. Produktivitas meningkat 3. Iklim usaha yang baik 4. Infrastruktur yang cukup 3 Industri pendukung. Pasar yang berkembang. Produktivitas meningkat 3. Iklim Usaha yang baik 4. Infrastruktur yang cukup 4 Pemerintah daerah. Perluasan lapangan kerja. Peningkatan pendapatan 5 Lembaga keuangan. Perluasan usaha dan pasar. Usaha-usaha baru berkembang 6 Lembaga pendidikan. tenaga kerja dan pelatihan meningkat 7 Lembaga Penelitian dan pengembangan 8 Lembaga pengujian, standardisasi dan sertifikasi tinggi 5. Tenaga kerja yang sesuai 6. Bahan baku tersedia 7. Permodalan terpenuhi 5. Tenaga kerja yang sesuai 6. Bahan baku tersedia 7. Permodalan terpenuhi 3. Kerjasama antar pelaku 4. Sumber daya dari daerah setempat 3. Pengembalian kredit lancar. Kebutuhan tenaga bermacam keterampilan. Kualitas produk meningkat. Diversifikasi produk meningkat. Kesadaran mutu meningkat 3. Kesadaran kelestarian. Kesadaran atas keselamatan lingkungan tinggi dan kesehatan kerja 9 Asosiasi produsen. Kerjasama yang baik dengan Pemerintah. Kerjasama dan saling percaya yang baik antara pelaku Eksportir. Harga yang kompetitif. Mutu yang baik 3. Akses ke permodalan 4. Akses ke teknologi dan informasi 3. Delivery yang tepat

6 5.4 Formulasi Permasalahan Permasalahan yang teridentifikasi dalam sistem pengembangan agroindustri unggulan daerah adalah sebagai berikut : ) Belum berfungsinya kelembagaan yang dibutuhkan bagi pengembangan klaster. ) Masih kurangnya keterkaitan baik vertikal maupun horisontal antara pelaku industri inti, industri terkait dan industri pendukung di dalam klaster. Kekurangan ini berdampak pada tingkat produktivitas yang dapat dicapai oleh klaster. 3) Keterbatasan dalam penguasaan informasi pasar dan kemampuan untuk memperluas pasar ekspor. 4) Belum terbentuknya jaringan kerjasama di bidang produksi, pemasaran, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan antara para pelaku industri dalam klaster dan antara para pelaku industri dengan institusi lain dalam klaster. 5) Masih terb atasnya akses kepada permodalan manajemen dan teknologi. 5.5 Identifikasi Sistem Untuk melakukan rekayasa model strategi pengembangan klaster agroindustri unggulan daerah, perlu dilakukan pengenalan mengenai keterkaitan dan atau pengaruh antar kebutuhan dari elemen-elemen sistem yang terlibat dalam sistem. Identifikasi sistem pengembangan disajikan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dalam Gambar 5..

7 Iklim Pembangunan Usaha Infrastruktur Kerjasama Tabungan Pemanfaatan Masyarakat Penerimaan antar Pelaku SDA Daerah Devisa Usaha Baru Alih Pendapatan Iptek Masyarakat - Memperluas Lapangan Kelestarian Kerja Volume Lingkungan Ekspor Pendapatan Pengembangan Pemda Klaster Agroindustri Produktivitas Unggulan Daerah Investasi Daya Saing Nilai Kemampuan Keterkaitan Tambah Inovasi antar Sektor Diversifikasi Produksi Gambar 5. Diagram Sebab-Akibat Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah Diagram ini memperlihatkan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Eriyatno 999). Pada Gambar 5. disajikan Diagram Input-Output yang menggambarkan hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dari rekayasa model strategi pengembangan klaster agroindustri daerah melalui proses transformasi yang digambarkan dengan kotak hitam. Input terdiri dari input yang terkendali dan input yang tidak terkendali. Output terbagi atas output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Manajemen Pengendalian melalui pengaturan input terkendali dapat melakukan pengendalian terhadap pengoperasian sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki dan untuk menghindari atau mengurangi output yang tidak dikehendaki.

8 INPUT TIDAK TERKENDALI - Persaingan usaha - Permintaan pasar - Karakteristik daerah - Nilai tukar rupiah - Perubahan teknologi INPUT LINGKUNGAN - Globalisasi perdagangan - Peraturan pemerintah - Kondisi sosial ekonomi masyarakat OUTPUT DIKEHENDAKI. Memperluas lapangan kerja. Bertumbuhnya usaha baru 3. Meningkatnya produktivitas 4. Memperluas pasar 5. Meningkatnya keterkaitan 6. Meningkatnya pemanfaatan SDA daerah 7. Meningkatnya kemampuan inovasi SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN DAERAH INPUT TERKENDALI. Kelembagaan usaha. Peraturan daerah 3. Infrastruktur usaha 4. Pembinaan usaha 5. Kegiatan litbang OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI. Persaingan tidak sehat. Kerjasama tidak seimbang 3. Pendapatan tidak seimbang 4. Kesenjangan modal MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 5. Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah Output yang dikehendaki dari sistem pengembangan agroindustri unggulan daerah adalah : bertambah luasnya lapangan kerja, bertumbuhnya usaha-usaha baru, meningkatnya produktivitas, bertambah luasnya pasar, meningkatnya keterkaitan antar industri, meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam daerah dan meningkatnya kemampuan inovasi.