Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. No Seri C

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 14 TAHUN 1997 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1986 SERI : B

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 11 TAHUN 1998 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1993 SERI : C.2

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 1981 (5/1981)

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 110 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENDARAAN TIDAK BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR TINGKAT II BANJAR NOMOR : 5 TAHUN 1980 TENTANG :

RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : 7 Tahun 1985 Seri C no. 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No Seri B

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 1992

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1991 TENTANG TERMINAL KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 07 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT DAN RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1997

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR: 23 TAHUN 1991 SERI A NO: 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR : 11 TAHUN 1976 TENTANG PAJAK KENDARAAN TIDAK BERMOTOR DAERAH TINGKAT II BADUNG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1991

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 4 TAHUN 1994 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 20 TAHUN 1993 SERI B NO.7

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 02 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGOPERASIAN BECA BERMOTOR DI KABUPATEN OGAN ILIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG NOMOR : 7 TAHUN 1995 SERI : D NOMOR : 1

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG B E C A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 3 TAHUN : 1984 SERI B

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 23 TAHUN 1997 SERI B.8

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta )

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 11 TAHUN 2001 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 122 TAHUN 2010 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 15 TAHUN 1997 SERI B.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR : 3 TAHUN 1988

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

Transkripsi:

Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 1 1979 Seri C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT NOMOR: 2 TAHUN 1979 TENTANG: PENGATURAN PERBECAAN DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT MENIMBANG: a.bahwa sampai saat ini beca sebagai jenis angkutan Penumpang tidak bermotor dan sebagai salah satu sarana usaha belum diatur dalam peraturan perundangan; b.bahwa beca merupakan jenis angkutan penumpang tidak bermotor yang masih banyak dipergunakan oleh masyarakat sekalipun sudah tidak sesuai dengan kemajuan teknologi; c.bahwa terbatasnya lapangan kerja baik di desa-desa maupun di kota-kota, telah mendorong pencari kerja untuk memasuki lapangan kerja sebagai pengemudi beca; d.bahwa mengangkut penumpang dengan beca yang dijalankan/dikayuh dengan tenaga manusia, dipandang sudah tidak layak lagi bagi kemanusiaan; e.bahwa dengan semakin meningkatnya perbecaan di Jawa Barat telah menimbulkan masalah yang kompleks, sehingga perlu pengaturan yang lebih seksama dan menyeluruh agar secara berangsur-angsur dapat menghapuskan beca sebagai jenis angkutan penumpang tidak bermotor; f.bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu segera ditetapkan Peraturan Daerah yang mengatur Perbecaan di Jawa Barat. MENGINGAT: 1.Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; 2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah; 3.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial;

4.Undang-undang Nomor 14 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja; 5.Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya; 6.Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian jo Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan Nomor 15 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedure Kepolisian Republik Indonesia; 7.Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1958 tentang Penyerahan Tugas di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial kepada Daerah Tingkat II; 8.Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1958 tentang Penyerahan Kekuasaan Tugas dan Kewajiban mengenai Urusan-urusan Kesejahteraan Buruh, Kesejahteraan Penganggur dan Pemberian Kerja kepada Penganggur kepada Daerah-daerah (Daerah Tingkat I); 9.Keputusan Presiden Nomor 372 Tahun 1962 tentang tugas dan tanggungjawab koordinasi dan pengawasan terhadap alat-alat Kepolisian Khusus dari Instansi Jawatan Sipil; 10.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 3 Tahun 1978 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Fasilitas Kesejahteraan Buruh pada Perusahaan Swasta di Jawa Barat; DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA BARAT. MEMUTUSKAN: MENETAPKAN:PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT TENTANG PENGATURAN PERBECAAN DI JAWA BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a."pemerintah Daerah" adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; b."gubernur Kepala Daerah" adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat; c."dewan" adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; d."peraturan Daerah" adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tentang Pengaturan Perbecaan di Jawa Barat; e."wilayah" adalah Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; f."pemerintah Daerah Tingkat II" adalah Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam Wilayah Propinsi

Daerah Tingkat I Jawa Barat; g."bupati/walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II" adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat; h."pengusaha Beca" adalah badan atau perorangan yang melakukan kegiatan yang meliputi pembuatan/perakitan beca, memperjualbelikan beca/bagian-bagiannya dan atau menyewakan beca; i."pengemudi Beca" adalah orang yang mengangkut penumpang dengan sarana angkutan penumpang beca yang dijalankan/dikayuh dengan tenaganya sendiri, dengan maksud untuk memperoleh imbalan maupun tidak; j."beca" adalah jenis angkutan penumpang kendaraan roda tiga tidak bermotor yang dijalankan/dikayuh dengan tenaga manusia; k."surat Ijin Mengemudi Beca (SKIMB)" adalah Surat Ijin Resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II sebagai tanda seseorang berhak menjalankan kendaraan Beca di Jalan Umum; l."stnk Beca" adalah Surat Tanda Nomor Kendaraan Beca, yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Tingkat II sebagai bukti pendaftaran beca; m."daerah Bebas Beca (DBB)" adalah jalan umum yang dilarang untuk dilalui oleh beca. BAB II PENERTIBAN PERBECAAN Pasal 2 (1)Sertiap pemilik/pengusaha beca di Wilayah Jawa Barat diwajibkan mendaftarkan ulang setiap beca yang dimilikinya dan para pengemudinya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2)Pendaftaran ulang seperti yang dimaksud dalam ayat (1) di atas diseluruh Wilayah Jawa Barat dilaksanakan pada waktu yang bersamaan. (3)Pemerintah Daerah Tingkat II menetapkan pembatasan jumlah pemilik, wilayah, waktu dan jumlah pengoperasian beca; (4)Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1), (2) dan (3) pasal ini diatur tersendiri dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 3 (1)Sejak berlakunya Peraturan Daerah ini, setiap produsen beca di Wilayah Jawa Barat dilarang memproduksi/merakit beca baru. (2)Dengan dasar dan dalih apapun, setiap orang/badan dilarang membawa masuk beca dan atau bagian-bagiannya ke Wilayah Jawa Barat maupun antar Daerah Tingkat II di Wilayah Jawa Barat. (3)Pelaksanaan dari ayat (1) dan ayat (2) pasal ini diatur tersendiri dengan surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 4

(1)Setiap Beca harus dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Beca. (2)Petunjuk ketentuan pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur tersendiri dengan Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 5 (1)Setiap pengemudi beca diwajibkan memiliki Surat Keterangan Izin Mengemudi Beca (SKIMB) dari dan hanya berlaku untuk Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2)Masa berlaku, tata cara, persyaratan memperoleh SKIMB dan pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur tersendiri dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah. BAB III PENERTIBAN ARUS LALU LINTAS BECA Pasal 6 (1)Penggantian beca dengan alat angkut lain yang lebih sesuai/motorisasi berdasarkan pada Peraturan Perdagangan. (2)Dalam rangka ketertiban lalu lintas di Daerah, dapat ditetapkan Daerah Bebas Beca (DBB). (3)Pelaksanaan ketentuan ayat (2) Pasal ini diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan dan berlaku setelah mendapat pengesahan. BAB IV USAHA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PENGEMUDI/BURUH BECA Pasal 7 (1)Usaha penghapusan beca dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. (2)Petunjuk pelaksanaan ketentuan ayat (1) pasal ini diatur tersendiri dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 8 (1)Dalam rangka usaha meningkatkan kesejahteraan dan pengalihan pengemudi/buruh beca kelapangan pekerjaan lain yang lebih layak, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II berkewajiban secara bertahap melakukan upaya-upaya sejalan dengan tingkat pembangunan di daerah yang bersangkutan. (2)Pemerintah Daerah Tingkat II dalam melaksanakan ketentuan ayat (1) pasal ini dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah. BAB V PUNGUTAN DAERAH Pasal 9 (1)Ha-hal yang menyangkut pungutan Daerah atas Beca sebagai akibat dari pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2)Pedoman pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur tersendiri dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan Dewan melalui Pimpinan Dewan.

BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 10 (1)Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal 2 ayat (1), pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), dan pasal 4 Peraturan Daerah ini diancam dengan Pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (limapuluh ribu rupiah) dengan merampas beca yang bersangkutan untuk negara. (2)Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam dengan Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). (3)Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini adalah pelanggaran. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 (1)Peraturan Daerah ini dapat disebut Peraturan Daerah tentang Pengaturan Perbecaan di Jawa Barat. (2)Segala ketentuan-ketentuan/peraturan yang mengatur masalah beca yang telah dikeluarkan terdahulu baik oleh Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah Tingkat II harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini dan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. (3)Hal-hal yang belum atau belum dan cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah. (4)Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT; Ketua, ttd. Bandung, 12 Juni 1979. ----------------------------- GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT, ttd. H. ADJAT SOEDRADJAT. H. A. KUNAEFI. Peraturan Daerah tersebut di atas disahkan oleh Menteri Dalam Negeri No. PEM.10/84/39-737 tanggal 5 Desember Tahun 1979 atau dianggap telah disahkan berdasarkan ketentuan pasal 69 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1974. MENTERI DALAM NEGERI ttd,

AMIR MACHMUD. Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 1 tanggal 27 Desember 1979 Seri C. PENJELASAN UMUM. A. PENDAHULUAN. SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT, ttd. K. KADI. PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT NOMOR: 2 TAHUN 1979 TENTANG: PENGATURAN PERBECAAN DI JAWA BARAT 1.Pertambahan penduduk yang diiringi dengan peningkatan tenaga kerja terus menerus setiap tahun, yang kurang diimbangi dengan lapangan kerja baru, menimbulkan masalah ketenaga kerjaan yang harus diatasi dengan kebijaksanaan pembangunan yang berlandaskan Pancasila, terutama sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 2.Bahwa dengan masih adanya orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan dan kurangnya lapangan kerja, maka sebagian tenaga kerja yang tidak tertampung memilih menjadi pengemudi beca dan karena bertambahnya jumlah beca menimbulkan berbagai masalah antara lain pertambahan kepadatan penduduk ketidak-tertiban lalu lintas dan lain-lain sebagainya. 3.Pada umumnya tingkat pendidikan dan keterampilan pengemudi beca masih rendah, sehingga lapangan kerja yang dapat dimasukinya sangat terbatas. 4.Peningkatan kegiatan sosial ekonomi dari pada para masyarakat memerlukan jenis angkutan umum yang mudah dan praktis, bisa digunakan jarak dekat memasuki jaringan jalan yang sempit dan/tidak terjangkau oleh kendaraan angkutan bermotor. 5.Masih dipergunakannya angkutan beca oleh berbagai golongan masyarakat, menimbulkan hasrat dari para pengusaha untuk mengusahakan dan memproduksi beca secara besar-besaran. 6.Ditinjau dari konstruksinya, kendaraan angkutan beca dinilai kurang memenuhi persyaratan sehingga mudah menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan korban jiwa manusia. 7.Bahwa lapangan kerja sebagai pengemudi beca dipandang tidak

B. PERMASALAHAN. sesuai dengan martabat manusia dan Bangsa. 1.Sebagian golongan masyarakat biasa yang tingkat pendidikannya masih rendah dan belum memiliki kecakapan dan keterampilan kerja, maka lapangan kerja sektor mengemudi beca dipandang mudah dimasuki; telah mendorong para pencari kerja untuk memesuki lapangan kerja ini sehingga mengakibatkan kerasnya perpindahan penduduk desa ke kota (urbanisasi). 2.Dengan semakin banyaknya beca dan para pengemudinya, telah menimbulkan masalah-masalah sosial yang rumit, yang perlu ditanggulangi secara tuntas, karena masalah beca ini menyangkut pula berbagai aspek kehidupan masyarakat. 3.Pembinaan/bimbingan serta pengawasan kepada pengemudi beca masih sulit berhubung belum seluruhnya tergabung dalam unit-unit organisasi perbecaan yang memudahkan untuk pengarahannya. C.USAHA-USAHA PENANGGULANGAN MASALAH BECA DI JAWA BARAT. Untuk menanggulangi masalah beca di Jawa Barat dapat ditempuh dengan berbagai kebijaksanaan oleh Pemerintah Daerah, yang diprioritaskan dalam 3 (tiga) tahap : 1. Jangka Pendek: a.mengadakan pendaftaran para pengusaha dan pengemudi beca. b.mengadakan/memperluas daerah bebas beca secara bertahap. c.menentukan keseragaman bentuk, persyaratan dan jangka waktu berlakunya SKIMB di seluruh Jawa Barat. d.mengadakan penyuluhan/penerangan terhadap pengusaha dan pengemudi beca untuk mengalihkan profesinya. e.mengikut sertakan ex pengemudi beca kepada program transmigrasi. f.menganjurkan agar para pengusaha dan pengemudi beca bergabung dalam wadah organisasi masing-masing. 2. Jangka Menengah: a.mengadakan kursus-kursus keterampilan bagi para pengemudi beca dengan berbagai latihan-latihan kejuruan dan kewiraswastaan bagi pengusaha beca yang disertai usaha bantuan permodalannya agar mereka bisa langsung beralih profesi. b.menyalurkan ex para pengemudi beca dan buruh-buruh beca kepada proyek-proyek Inpres, Padat Karya, Pabrik-pabrik dan proyek-proyek Pembangunan lainnya. c.secara bertahap mengusahakan motorisasi, sebagai pengganti sarana angkutan penumpang beca yang melayani masyarakat secara praktis. 3. Jangka Panjang: a.penghapusan beca secara menyeluruh di Wilayah jawa Barat. b.ex pengemudi beca diusahakan menjadi pemilik kendaraan angkutan bermotor dan lain-lain lapangan kerja.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Cukup jelas. BAB II PENERTIBAN PERBECAAN Pasal 2 ayat (1)Yang dimaksud pemilik/pengusaha beca adalah orang/badan yang memiliki dan atau mengusahakan baik untuk keperluan pribadi maupun dipergunakan sebagai sarana usaha dalam bidang angkutan penumpang. ayat (2)Yang dimaksud pendaftaran ulang adalah kewajiban mendaftarkan ulang beca dan pengemudi beca, baik yang sama sekali belum dan atau yang pernah didaftar. ayat (3)Pembatasan jumlah pemilikan beca adalah membatasi pemilikan beca baik oleh perorangan atau badan. Pembatasan wilayah dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak beroperasinya beca di wilayah yang satu ke wilayah yang lainnya dalam satu Kabupaten/Kotamadya. Pembatasan waktu dan jumlah pengoperasian beca dimaksudkan untuk membatasi jumlah beca yang dioperasikan baik pada waktu siang maupun pada waktu malam. ayat (4) Cukup jelas. Pasal 3 ayat (1)Yang dimaksud produsen beca adalah perusahaan yang memprodusir beca baik secara keseluruhan maupun hanya bagian-bagiannya saja, dan pengertian beca baru yaitu termasuk kerangka-kerangka beca dan atau bagian-bagiannya. ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 ayat (1) Cukup jelas. Pasal 5 ayat (1) Cukup jelas. BAB III PENERTIBAN ARUS LALU LINTAS BECA Pasal 6 ayat (1)Penggantian alat angkut beca dengan alat angkut lain (motorisasi) perlu ada suatu pola transportasi yang sesuai

dengan ketentuan perundangan. ayat (3) Cukup jelas. BAB IV USAHA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PENGEMUDI BECA Pasal 7 ayat (1)Sekalipun beca merupakan sarana angkutan penumpang umum yang masih dipergunakan, bahkan dibeberapa tempat dianggap sebagai kendaraan yang praktis, namun penggunaan beca sebagai sarana angkutan umum dapat mudah menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa serta menimbulkan gangguan keamanan, ketertiban dan lalu lintas, di samping sudah tidak sesuai dengan kemajuan teknologi. Oleh karena itu sudah selayaknya apabila beca/pengusaha beca di Wilayah Propinsi Jawa Barat secara bertahap perlu dihapuskan. Pelaksanaan penghapusan beca/pengusaha beca harus ditempuh dengan cara yang sebaik-baiknya yaitu dengan perencanaan, persiapan-persiapan dan pelaksanaannya cukup bijaksana dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat setempat agar tidak menimbulkan gejolak sosial baik yang ditimbulkan oleh para pengusaha, pengemudi, maupun masyarakat pemakai beca. Pasal 8 ayat (1)Usaha peningkatan kesejahteraan dan pengalihan kehidupan pengemudi beca kelapangan kerja lain yang lebih layak ditempuh antara lain dengan cara: a.menyelenggarakan kursus-kursus/latihan-latihan keterampilan bagi para pengemudi beca dengan berbagai latihan kejuruan dan latihan kewiraswastaan bagi pengusaha beca yang disertai usaha permodalannya agar mereka bisa langsung beralih propesi. b.menyalurkan ex para pengemudi beca dan buruh-buruh beca kepada proyek-proyek Inpres, Padat Karya, Pabrik-pabrik dan proyek-proyek Pembangunan lainnya. c.mengikut sertakan ex pengemudi beca pada program Transmigrasi. Ayat (2) Cukup jelas. BAB V PUNGUTAN DAERAH Pasal 9 ayat (1)Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di samping mengadakan pungutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka dapat mengadakan pungutan dalam penyelesaian Pendaftaran Ulang, STNKB dan SKIMB.

BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 10 ayat (1) Cukup jelas. ayat (2)Penjatuhan sangsi lebih diutamakan untuk mendidik dari pada menghukum. ayat (3) Cukup jelas. BAB VII KETENTUAN PENUTUP ayat (1) Cukup jelas. ayat (3) Cukup jelas. ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11