KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PANAS PADA PENGERINGAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

SCALE UP DAN UJI TEKNIS ALAT PENGERING TIPE FLUIDIZED BED Scale Up and Technical Test of Fluidized Bed Dryer

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1, Maret 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015 PENGERINGAN LAPIS TIPIS KOPRA PUTIH MENGGUNAKAN OVEN PENGERING

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

PASCA PANEN BAWANG MERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

III. METODE PENELITIAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGERINGAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU BAWANG MERAH (Allium cepa L) DI PROVINSI ACEH. Eka Fitria

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

METODOLOGI PENELITIAN

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

JENIS-JENIS PENGERINGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK. (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer)

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BAB I PENDAHULUAN. membengkak membentuk umbi lapis. Bagian yang membengkak berisi cadangan

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

BAB I PENDAHULUAN I-1

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

KOMPARASI WAKTU PENGERINGAN AWAL GREEN BODY HASIL CETAK KERAMIK DENGAN SISTEM ALAMIAH dan SISTEM VENTILASI PADA PT X BALARAJA - BANTEN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

Campuran udara uap air

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse) Characterization of Red Onion (Alium Ascalonicum.L) Drying using Greenhouse (ERK) Dryer Amalia Islami 1, Murad 1,*), Asih Priyati 1 1 Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram Email *) : muradfatepa@gmail.com Diterima: 13 Desember 2017 Disetujui: 1 Februari 2017 ABSTRACT Aim of this research was to determine drying rate and moisture content changes on Greenhouse (ERK) Dryer. Result was showed using graphic by analyzing drying rate characteristics of Greenhouse Dryer. Data analysis was performed using mathematical approach that solved using Microsoft Excel. Method used in this research was experimental method. Based on the results, onion drying using ERK showed decreasing rate of weight changes. Sample shrinkage was 25.7% with average moisture content 60.06% for sample weight 0.187 kg. Average humidity (RH) was lower than ambient humidity on the range of 63.4% to 83.0%. Characteristics of onion drying was the decreasing rate of moisture content of 0.17% with equation MR: y = -0,017 + 1,061, R 2 is 0,985. Value of Ln MR at first day was y = -0,019x and decreasing rate of moisture content 0,19%. Whereas decreasing rate at second, third and fourth day were 0,008%, 0,11% and 0,002% respectively for 1 hour interval period. Keywords: red onion, Greenhouse effect, drying rate, dryer ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui laju pengeringan, penurunan kadar air pada alat pengering ERK. Data hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk grafik dengan menganalisis karakteristik laju pengeringan alat pengering ERK. Analisis data dilakukan dengan pendekatan matematis untuk menyelesaikan model perhitungan matematik yang diolah dengan program komputer Microsoft Excel. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dengan melakukan penelitian langsung di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan bawang merah menggunakan alat ERK memiliki laju pengeringan menurun dengan dilihat dari perubahan berat yang semakin berkurang. Penyusutan bahan terjadi 25,7% dengan kadar air rata-rata 60,06% dan berat bahan 0,187 kg. Kelembaban ruang pengering rata-rata 63,4%, lebih kecil dari kelembaban lingkungan sebesar 83,0%. Bawang merah memiliki karakteristik pengeringan dengan penurunan kadar air 0,17% dan MR: y = - 0,017 + 1,061 dengan nilai determinasi R 2 = 0,985. Ln MR pada hari pertama terlihat y = -0,019x dengan penurunan kadar air sebesar 0,19%. Sedangkan penurunan kadar air pada hari kedua mencapai 0,008%, hari ketiga 0,11%, dan hari keempat 0,002% pada interval waktu 1 jam. Kata kunci: bawang merah, ERK, laju pengeringan, pengeringan 330

PENDAHULUAN Di Provinsi NTB daerah penghasil bawang merah paling besar terdapat di Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, Dompu, Lombok Utara dan Lombok Timur. Data Badan Pusat Statistik NTB mencatat produksi bawang merah di Provinsi ini pada 2013 sebanyak 101.628 ton dengan total luas panen mencapai 9.277 hektare (ha) (BPS,2013). Angka produksi tersebut lebih tinggi dibanding musim tanam 2012 sebanyak 100.989 ton dengan total luas lahan panen 12.333 ha. Sentra produksi terbesar berada di Kabupaten Bima dengan volume produksi pada 2013 mencapai 80.218 ton, disusul Kabupaten Sumbawa 11.885 ton, Lombok Timur 7.823 ton, Dompu 1.583 ton, Lombok Utara 55 ton dan Kota Bima 35 ton. Bawang merah (Allium ascalonicum. L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang cukup potensial dan diperkirakan dapat dikembangkan sebagai satu komoditas unggul. Bawang merah merupakan tanaman semusim yang memiliki umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder pangkal yang saling membungkus dan membengkak membentuk umbi lapis (Wibowo, 1998). Bawang merah merupakan produk hidup berbentuk umbi lapis, dan memiliki sifat mudah sekali mengalami kerusakan. Jenis kerusakan yang terjadi berupa pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, pertunasan, pertumbuhan akar dan tumbuhnya jamur. Kerusakan-kerusakan semacam itu pada proses penyimpanan akan menyebabkan turunnya kualitas umbi bawang merah di samping kehilangan berat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga bawang merah di pasaran. Penanganan pasca panen yang banyak dilakukan oleh para petani pada umumnya masih secara sederhana/tradisional. Caranya adalah umbi bawang disebarkan di tempat bebas menerima sinar matahari dengan alas terpal atau dibuatkan para-para pakai bambu. Cara ini dianggap paling murah dan dapat diterapkan secara luas namun diketahui ada beberapa kendala antara lain dapat menurunkan mutu dan meningkatkan kehilangan produksi. Untuk pengeringan dengan prinsip penjemuran perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi yang dipakai pada pengeringan buatan (artificial dryer) (Basmal, 1992). Pengeringan menggunakan alat pengering yang menggunakan tenaga listrik (oven) bisa meningkatkan kualitas karena penggunaannya sangat steril, namun pengeringan ini juga memiliki kelemahan antara lain biaya operasional yang mahal tidak sesuai dengan sekala usaha tani, perawatan dan pengoperasian membutuhkan tenaga terampil (Wadli, 2005). Penanganan pasca panen bawang di tingkat petani umumnya dilakukan secara tradisional. Padahal untuk mendapatkan umbi bawang yang baik dan berkualitas harus dibarengi dengan penanganan pasca panen yang benar. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan kualitas umbi bawang itu sendiri. Sedikit saja kecerobohan dalam menanganinya dapat mengakibatkan kerusakan dan terkontaminasi. Hal ini berakibat turunnya nilai jual bawang. Dengan adanya kelemahan pengeringan secara alami dan mekanik seperti tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Karakterisitk Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonium L.) pada Alat ERK (Green House Effect). METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Satu alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) 2. Termodigital untuk membaca suhu dari Thermokopel tipe- K dengan kisaran suhu 0-800 C, yang dihubungkan dengan alat. 3. Tali untuk mengikat bawang yang dikeringkan 4. Timbangan digital untuk menentukan massa (bawang) 5. Termometer bola kering dan bola basah untuk menghitung RH 6. Anemometer untuk mengukur kecepatan angin 7. Lux meter untuk menghitung iradiasi harian matahari. Bahan Penelitian 331

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah yang baru dipanen dalam bentuk ikatan dengan kadar air berkisar 87-90%. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dilaksanakan dengan pengamatan langsung di lapangan dengan alat pengering ERK (Green House Effect). Yang dilakukan dalam penelitian ini adalah persiapan alat yang dilanjutkan dengan pengambilan data yaitu proses pengeringan bawang pada alat pengering ERK (Green House Effect). Prosedur Penelitian Pengamatan pengeringan bawang merah dengan alat pengering ERK (Green House Effect): 1. Disiapkan alat pengering Efek Rumah Kaca 2. Disiapkan bahan berupa bawang merah yang masih segar dalam bentuk ikatanikatan dengan berat masing-masing per ikatan yaitu 0,25 kg, dengan jumlah berat total keseluruhan bawang 5 kg. 3. Digantung masing-masing ikatan pada gelantang yang ada di dalam alat pengering dan kemudian ditempatkan alat ukur pada masing-masing titik pengukuran 4. Dimasukkan bahan ke dalam alat pengering Efek Rumah Kaca 5. Dilakukan pengambilan data untuk parameter yang telah ditentukan. Setiap selang waktu 1 jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan pukul 17:00 WITA. 6. Dilakukan analisis/perhitungan data-data yang telah diperoleh. Parameter Pengamatan dan Pengukuran Parameter yang digunakan pada penelitian pengeringan ERK (Green House Effect) meliputi: 1. Suhu Ruang Pengering dan Lingkungan (T⁰C) 2. Kelembaban Relatif (%RH). 3. Kadar Air, ka (%) 4. Laju pengeringan (m/s) 5. Kadar air keseimbangan, ME (% dry basis) 6. Rasio Kadar Air (MR). 7. Ln MR HASIL DAN PEMBAHASAN Temperatur Ruang Pengering dan Lingkungan (T⁰C) Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu proses pengeringan Untuk melihat pengaruh parameter pengeringan terhadap karakteristik pengeringan, perlu membahas tentang perubahan suhu udara ruang pengering dan lingkungan. Suhu udara ruang pengering sangat mempengaruhi proses pengeringan bahan. Berikut grafik suhu ruang: Gambar 1. Profil suhu ruang pengering dan lingkungan pada hari pertama Gambar 2. Profil suhu ruang pengering dan lingkungan pada hari kedua Gambar 3. Profil suhu ruang pengering dan lingkungan pada hari ketiga 332

Gambar 4. Profil suhu ruang pengering dan lingkungan pada hari keempat. Dari Gambar 1 sampai Gambar 4 terlihat bahwa suhu ruang pengering lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan pantulan dalam bentuk gelombang panjang terperangkap dalam ruangan pengering yang tidak dapat menembus dinding transparan, sehingga terjadi peningkatan suhu di dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering yang lebih besar dapat mempercepat pengeringan. Kisaran suhu ruang pengering dan suhu lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kisaran Suhu Ruang Pengering dan Suhu Lingkungan T. Ruang T.Lingkungan Pengering ( C) ( C) Hari min max min Max 1 33 51 27 38 2 29 53 26 36 3 30 50 25 37 4 31 53 25 37 Dari Tabel 1 dapat diketahui perbedaaan udara ruang pengering dan lingkungan menunjukkan bahwa dalam proses pengeringan bangunan pengering berhasil menyerap udara panas lingkungan menuju alat pengering. Kecenderungan udara panas pada alat pengering akan mengalami peningkatan apabila terjadi pemanasan udara pada alat terjadi dengan baik dan disertai oleh tingkat intensitas cahaya matahari yang optimal. Rata-rata jumlah total radiasi surya yang digunakan dalam prosess pengeringan ini adalah 3173,34 W/m², dengan kondisi cuaca selama pengeringan cerah dan mendung. Pada penelitian yang dilakukan dari pukul 08.00 sampai 17.00 dengan hanya menggunakan bantuan radiasi matahari yang digunakan untuk menguapkan air produk dalam ruang pengering udara panas ruang pengering hanya bersumber dari radiasi matahari. Rata-rata suhu lingkungan pada hari I-IV adalah 34,5⁰C; 31,3⁰C; 32⁰C; dan 32,5⁰C. Suhu lingkungan untuk semua percobaan terlihat seragam satu sama lain, hal ini dikarenakan iradiasi rata-rata untuk setiap percobaan hampir seragam. Ratarata suhu ruang pengering adalah 43,7⁰C; 44,7⁰C; 42,6⁰C; dan 43,7⁰C. Rata-rata suhu lingkungan lebih rendah dari rata-rata suhu ruang pengering. Kelembaban Relatif Pengeringan Bawang Merah pada Alat Pengering Matahari (ERK) Kelembaban nisbi (relatif) adalah perbandingan jumlah uap air dalam udara yang ada dengan jumlah uap air maksimum dalam suhu yang sama yang dinyatakan dengan persen (Tanggasari, 2014). Kelembaban relatif dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu pada ruang pengering maka kelembaban relatif akan semakin rendah. Semakin rendah kelembaban relatif maka kemampuan menyerap uap air akan semakin banyak. Kelembaban berkurang disebabkan perbedaan tekanan uap antara permukaan bahan dengan lingkungan (Murad, dkk, 2015). Kelembaban (RH) udara pada alat pengering dan lingkungan dihitung dengan menggunakan aplikasi Psychometric Chart dengan mengukur terlebih dahulu parameter suhu bola kering dan suhu bola basah yang ada pada alat pengering dan lingkungan. Selama proses pengeringan kelembaban (RH) akan mengalami fluktuasi seiring dengan fluktuasi yang terjadi pada besar kecilnya intensitas cahaya matahari, sehingga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban (Fekawati, 2010). Berdasarkan hasil analisa didapatkan grafik hubungan antara kelembaban relatif ruang pengering dengan lama waktu pengeringan sebagai berikut: 333

Gambar 5. Grafik kelembaban RH alat dan Lingkungan pada hari pertama Gambar 6. Grafik kelembaban RH alat dan Lingkungan pada hari kedua Gambar 7. Grafik kelembaban RH alat dan Lingkungan pada hari ketiga Gambar 8. Grafik kelembaban RH alat dan Lingkungan pada hari keempat Pada Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan nilai kelembaban pada alat berkisar antara 54,7%-81,1% dengan nilai kelembaban rata-rata 67,2%, dan pada lingkungan kelembaban udara berkisar antara 81,12%- 93,4% dengan rata-rata kelembaban 88%. Pada Gambar 5 menunjukkan nilai kelembaban udara pada alat berkisar antara 49,6%-88,7% dengan rata-rata 65,9%, dan pada lingkungan kelembaban udara berkisar antara 74,5% - 92,5% dengan rata-rata 80,9 %. Pada Gambar 6 menunjukkan nilai kelembaban udara pada alat berkisar antara 48,9% - 80,3% dengan rata-rata 61,9%, sedangkan pada lingkungan kelembaban udara berkisar antara 73,1% - 92,5% dengan rata-rata 81,8%. Sedangkan pada Gambar 7 menunjukkan nilai kelembaban udara pada alat berkisar antara 40,1%-82,5% dengan rata-rata 58,6 %. Sedangkan pada lingkungan kelembaban udaranya berkisar antara 75,7%- 92,14% dengan rata-rata 81,7%. Dari Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan proses pengeringan mulai dari hari pertama sampai hari ke empat dapat diketahui bahwa rata-rata RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan dengan RH lingkungan. Hal ini disebabkan karena suhu yang berada di dalam alat pengering lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan, karena semakin tinggi suhu ruang pengering maka semakin rendah pula RH alat pengering, demikian pula sebaliknya dengan mengabaikan faktor yang lain. Besarnya kelembaban pada lingkungan disebabkan karena suhu udara yang relatif rendah dibandingkan dengan suhu udara dalam ruang pengering. Perubahan Kadar Air Terhadap Lama Pengeringan Perubahan kadar air pada bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh keadaan suhu di dalam ruang pengering, semakin tinggi suhu pada ruang pengering maka semakin tinggi pula penguapan kadar air bahan yang diuapkan sehingga kadar air pada bahan menjadi berkurang. Waktu pengeringan juga akan berpengaruh terhadap penurunan kadar air bahan yang dikeringkan, semakin lama waktu pengeringan maka suhu yang ada di dalam ruang pengering semakin meningkat. Dan yang paling berpengaruh pada alat pengering ERK adalah semakin tinggi intensitas cahaya matahari, maka 334

semakin tinggi pula suhu yang ada di dalam ruangan yang menyebabkan semakin besarnya penurunan kadar bahan yang diuapkan. Untuk mengetahui hubungan waktu pengeringan dengan penurunan kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Penurunan kadar air bahan persatuan waktu (hari I-IV) Pada Gambar 9 menunjukkan hubungan antara penurunan kadar air bahan selama proses pengeringan terhadap waktu. Pengeringan bawang merah ini berlangsung selama 4 hari berturut-turut dengan bahan yang sama dengan kisaran kadar air bahan 80%-90%, dengan berat masing-masing sampel 0,250 kg. Setelah dikeringkan massa-nya mengalami perubahan atau penyusutan sekitar 25,7% sehingga berat akhir bahan menjadi 0,187 kg, dengan kadar air akhir sekitar 66,06%. Pengeringan dihentikan setelah mencapai kadar air penyimpanan bawang, hal ini sesuai dengan pendapat Hall (1980). Proses pengeringan bawang merah ketika dikeringkan untuk penyimpanan proses pengeringan di hentikan jika beratnya menyusut 15%-20%. Laju Pengeringan Bawang Merah Pada Alat Pengering ERK Pada Gambar 10 sampai Gambar 13 menunjukkan bahwa hari pertama, kedua, ketiga dan keempat mengalami penurunan kadar air hingga tercapainya kadar air penyimpanan bawang pada hari keempat yaitu 60,6% bk. Hal ini menunjukkan bahwa suhu ruang pada alat pengering ERK memiliki laju pengeringan tetap dan menurun. Perubahan dari laju pengeringan tetap ke laju pengeringan menurun terjadi pada tingkatan kadar air yang berbeda. Laju pengeringan dipengaruhi oleh penurunan kadar air, karena semakin banyak kadar air yang menguap maka kandungan air yang terdapat dalam bahan akan semakin rendah sehingga menyebabkan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan yang tinggal pada awal pengeringan disebabkan oleh adanya air bebas yang terkandung dalam produk, sehingga jumlah air yang diuapkan akan semakin besar. Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan tetap akan terjadi pada sejumlah massa bahan yang mengandung banyak air sehingga membentuk lapisan air yang selanjutnya akan mengering dari permukaannya. Laju pengeringan tetap akan berhenti pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan berkurang secara progresif. Kadar air pada saat laju pengeringan tetap berhenti disebut kadar air kritis. Pada periode laju pengeringan menurun, air yang diuapkan dari permukaan bahan lebih besar dari pada perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan bahan. Proses pengeringan pada laju pengeringan menurun terjadi dua proses yaitu pergerakan kadar air dari dalam bahan ke permukaan bahan secara difusi dan perpindahan kadar air dari permukaan bahan ke udara bebas (Hall, 1980). Hasil yang serupa pada pengeringan pada alat pengering ERK (Greenhouse Effect) Adapun laju pengeringan bahan disajikan dalam grafik berikut: Gambar 10. Grafik hubungan laju pengeringan (%db/jam) dengan waktu t (1 jam) pada hari pertama 335

Gambar 11. Grafik hubungan laju pengeringan (%db/jam) dengan waktu t (1 jam) pada hari kedua dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban relatif tertentu. kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif. Pada akhir pengeringan tekanan uap bahan pangan seimbang dengan tekanan uap parsial dari udara pengering, sehingga tidak terjadi lagi proses pengeringan pada kondisi kadar air keseimbangan (Maniah, 2013). Gambar 12. Grafik hubungan laju pengeringan (%db/jam) dengan waktu t (1 jam) pada hari ketiga Gambar 13. Grafik hubungan laju pengeringan (%db/jam) dengan waktu t (1 jam) pada hari keempat. Berdasarkan Gambar 10 sampai Gambar 13, menunjukkan bahwa laju pengeringan bawang merah adalah laju pengeringan menurun karena tetap terjadi penurunan air seiring lamanya waktu pengeringan. Kadar Air Keseimbangan (ME) Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. kadar air keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat Gambar 14. Grafik kadar air keseimbangan Me (db%) pengeringan pada alat pengering ERK (hari I-IV) Dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 14 nilai kadar air keseimbangan yang diperoleh semakin menurun setiap harinya. Karena digunakan bahan yang sama dengan proses pengeringan selama 4 hari. Dimana hari pertama kadar air yang diperoleh sebesar 70,1%, hari kedua 65,4%, hari ketiga 61,4%, dan hari keempat mencapai 60,6%. Kadar air keseimbangan mengalami penurunan dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu pengeringan yang dilakukan secara terusmenerus selama 4 hari hingga mencapai kadar air penyimpanan. Moisture Ratio (MR) Dari hasil penelitian di lapangan pada tahap pengeringan dengan menggunakan alat pengering ERK menunjukkan bahwa nilai MR diperoleh sebagai berikut: 336

Gambar 15. Grafik hubungan antara waktu (1 jam) pengeringan dengan MR Grafik pada Gambar 15, terlihat bahwa proses pengeringan bawang merah mengalami penurunan kadar air. Semakin lama waktu pengeringan, laju pengeringan semakin cepat. Dari data tersebut dapat dilihat dengan data hari pertama dengan waktu pengeringan 10 jam per hari. Hal tersebut dapat dilihat dari penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan yang bersamaan dengan penurunan laju pengeringan terhadap waktu pengeringan serta penurunan laju pengeringan terhadap kadar air pengeringan. Dapat dikatakan bahwa penurunan kadar air sangat dipengaruhi oleh lamanya pengeringan. Persamaan MR yang didapatkan pada hari pertama di setiap masing-masing waktu per jam kadar air menurun sebesar 0,17%. Koefisien determinasi (R²) mempunyai harga yang cukup tinggi. Karena R² mendekati harga 1, maka dapat dikatakan kecocokan data dengan model sangat baik. Ln MR Pengeringan Bawang Merah Pada Alat Pengering ERK Dari hasil analisis didapatkan kurva ln MR karakteristik pengeringan bawang merah: Dari Gambar 16 terlihat bahwa dari hari pertama sampai hari keempat dapat dilihat bahwa proses pengeringan bawang merah mengalami penurunan kadar air dan laju pengeringan terhadap lama pengeringan. Konstanta laju pengeringan adalah nilai yang menyatakan tingkat kecepatan air berdifusi keluar meninggalkan bahan. Pada hari pertama terlihat y=-0,019x penurunan kadar air sebesar 0,19%, pada hari kedua mencapai 0,008%, hari ketiga penurunan kadar airnya 0,11%, dan hari keempat sebesar 0,002% pada waktu interval 1 jam. KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kelembaban rata-rata ruang pengering sebesar 63,4%, lebih kecil dari kelembaban lingkungan sebesar 83,0%. 2. Penyusutan bahan terjadi 25,7% dengan kadar air rata-rata 60,06% dan berat bahan 0,187 kg. 3. Karakteristik pengeringan bawang merah adalah pengeringan dengan laju pengeringan menurun dengan penurunan kadar air 0,17 pada waktu (t) MR: y=- 0,017+1,061 dengan nilai determinasi R 2 = 0,985. Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian selama 24 jam dengan menggunakan pemanas tambahan. DAFTAR PUSTAKA Basmal. 1992. Aspek Ekonomi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Jakarta. BPS. 2013. Produksi Bawang Merah Nusa Tenggara Barat. 337 Gambar 16. Grafik hubungan ln MR (%db) dengan waktu 1 jam pada hari (I-IV) Fekawati, R. 2010. Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid Tipe Rak Berputar Pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Hall, C. W. 1980. Drying and storage of agricultural crops. The AVI Publishing Inc., Westport, Connecticut, U.S.A.: 291-308. Maniah, Siti. 2013. Karakteristik Pengeringan Biji Kakao (Theobroma Cacao) Pada Alat Pengering Hybrid Tenaga Surya (Surya-Listrik) Tipe Rak. Skripsi. Fatepa. UNRAM. NTB. Murad, Sukmawaty, Rahmat S., Guyup MDP. 2015. Pengeringan Biji Kemiri pada Alat Pengering Tipe Batch Model Tungku Berbasis Bahan Bakar Cangkang Kemiri. Jurnal Rekayasa Pertanian dan Biosistem Vol 3 No. 1. Tanggasari. 2014. Sifat Tehnik dan Karakteristik Pengeringan Biji jagung (Zea Mays L.) Pada Alat Pengering Fluidized Beds. Fatepa. UNRAM. Wadli. 2005. Kajian Pengeringan Rumput Laut Menggunakan Alat Pengering Efek Rumah Kaca. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Wibowo, S. 1998. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. 338